PENDAHULUAN
2.3 Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, missal karena atrofi endometrium atau kurang baiknya
vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada:
1. Multipara,terutama jika jarak antara kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretase yang berulang
4. Umur lanjut
5. Bekas secio cesaria
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dokompensasi
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20
batang sehari) (Martaadisoebrata, 2005)
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh
menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan
medekati atau menutupi ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga
dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat
yang rendah dekat ostium uteri internum (Martaadisoebrata, 2005)
Ketika plasenta harus tumbuh membesar untuk mengkompensasi penurunan
fungsinya (penurunan untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi lain), ada kemungkinan
untuk pertumbuhan plasenta previa. Beberapa contoh situasi yang membutuhkan fungsi
plasenta yang besar dan hasil peningkatan dari risiko plasenta previa termasuk
kehamilan multiple, merokok dan hidup di dataran tinggi. Plasenta previa juga dapat
terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes
mellitus atau kehamilan multiple (Stoppler, 2005)
Menurut Sarwono (2005), plasenta previa tidak selalu terjadi pada penderita
dengan paritas yang tinggi akibat baskularisasi yang berkurang atau terjadinya atrofi
pada desidua akibat persalinan yang lampau. Plasenta yang letaknya normal dapat
memperluas permukaan sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum, seperti pada kehamilan kembar. Plasenta previa berhubungan dengan paritas
dan umur penderita. Hal ini dapat dilihat pada table dan grafik 1 tentang hubungan
plasenta previa dengan umur ibu serta paritasnya. (Wiknjosastro, 2005)
2.3 Patofisiologi
Menurut DeCherney dan Nathan (2003), perdarahan pada plasenta previa
mungkin berhubungan dengan bberapa mekanisme sebagai berikut :
a. Pelepasan plasenta dari tempat implantasi selama pembentukan segmen bawah
rehim atau selama terjadi pembukaan ostium uteri internum atau sebagai akibat dari
manipulasi intrabagina (Vaginal Touchae)
b. Infeksi pada plasenta (Plasentitis)
c. Ruptur vena desidua basalis
2.8 Penanganan
Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas transfuse darah dan operasi, tanpa dilakukan
pemeriksaan dalamyterlebih dahulu. Perdarahan yang pertama kali jarang
mengakibatkan kematian dengan syarat tidak dilakukanpemeriksaan dalam
sebelumnya, sehingga masih cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke
rumah sakit. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak,
harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infuse atau
transfuse darah (Hanafiah, 2005).
Selanjutnya penanganann plasenta previa bergantung pada :
1. Keadaan umum pasien, kadar Hb
2. Jumlah perdarahan yang terjadi
3. Umur kehamilan/ taksiran BB janin
4. Jenis plasenta previa
5. Paritas dan kemajuan persalinan (Hanafiah,2005).
Penanganan pasien dengan plasenta previa ada 2 macam , yaitu :
1. Penanganan pasif/ekspektatif
Dahulu ada anggapanbahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera
diakhiri untuk menghindarkan perdqrahan yang fatal. Namun sekarang ternyata
terapi ekspektatif dapat dibenarkan dengan alas an sebagai berikut :
a. Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal
b. Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas
Kriteria penanganan ekspektatif:
a. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
b. Perdarahan sedikit
c. Belum ada tanda-tanda persalinan
d. Keadaan umum baik, kadar HB 8% atau lebih.
Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya sebelum paru-
paru janin matur, sehingga penanganan pasif ditujukan untuk meningkatkan survival rate
dari janin. Langkah awal adalah transfuse untuk mengganti kehilangan darah dan
penggunaan agen tokolitik untuk mencegah persalinan premature sampai usia
kehamilan 36 minggu. Setelah usia kehamilah 36 minggu, penambahan maturasi paru-
paru janin dipertimbangakan dengan beratnya risiko perdarahan mayor.
Kemungkinan terjadi perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan IUGR
harus dipertimbangkan. Sekitar 75% kasus plasenta previa diterminasi pada usia
kehamilan 36-38 minggu (Hanafi, 2005)
Dalam memilih waktu yang optimum untuk persalinan, dilakukan tes maturasi
janin meliputi penilaian surfaktan cairan amnion dan pengukuran pertumbuhan janin
dengan USG. Penderita dengan umur kehamilan antara 24-34 minggu diberikan
preparat tunggal beramethason (12 mg im 2x1) untuk meningkatkan maturasi paru janin.
Berdasarkan data evidence based medicine, didapatkan pemakaian preparat ganda
steroid sebelum persalinan
Meningkatkan efek samping yang berbahaya bagi ibu dan bayi (hanafi, 2005)
Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak 2500
gram atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan
untuk menentukan lokasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan
umum ibu. Penderita plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat
kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-
tindakan intrauterine. Setelah kondisi stabil dan terkontrol, penderita diperbolehkan
pulang dengan pesan segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan ulang
(Nathan, 2003)
2. Penangangan aktif/ terminasi kehamilan
Terminasi kehamilan dilakukan jika janin yang dikandung telah matur, IUFD atau
terdapat anomaly dan kelainan lain yang dapat mengurangi kelangsungan hidupnya,
pada perdarahan aktif dan banyak.
Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan :
a. Umur kehamilan >/= 37 minggu, BB janin >/= 2500 gram
b. Perdarahan banyak 500cc taua lebih
c. Ada tanda-tanda persalinan
d. Keadaan umumpasien tidak baik, ibu anemis Hb <8gr% (Hanafi, 2005)
Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk penanganan plasenta previa dan
kapan melaksanakannya bergantung pada factor-faktor:
- Perdarahan banyak/sedikit
- Keadaan ibu dan anak
- Besarnya pembukaan
- Tingkat plasenta previa
- Paritas
Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan seksio cesaria.
Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan bagian plasenta
yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio
cesaria bertujuan mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada
uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahannya, dan mengindari perlukaan
serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam
(Wiknjosastro, 2005).
Persalinan pervaginam dapat berupa:
1. Pemecahan ketuban
2. Versi Braxton Hicks
3. Cunam Willet Gauss
Pemecahan selaput ketuban merupakan cara pilihan untuk melangsungkan
persalinan pervaginam,ena (1) bagian terbawah janin akan menekan plasenta dan
bagian olasenta yang berdarah; dan (2) bagian plasenta yang berdarah dapat bebas
mengikuti regangan segmen bawah uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen
bawah uterus lebih lanjut dapat dihindarkan (Wiknjosastro, 2005)
Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil menghentikan perdarahan,
maka dapat dilakukan pemasangan Cunam Willet dan versi Braxton Hicks. Dalam dunia
kedokteran,kedua cara ini telah ditinggalkan karena risiko seksia cesaria dinilai lebih
aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi pada keadaan darurat, cara ini masih dilakukan
sebagai pertolongan pertama untuk mengatasi perdarahan yang banyak atau apabila
seksio cecaria tidak mungkin dilakukan (Wiknjosastro, 2005)
Cara ini mungkin dapat menolong ibu denan menghentikan perdarahan, tetapi
tidak sellau menolong janinnya. Tekanan yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta
dapat mengurangi sirkulasi darah uteroplasenta,sehingga mengakibatkan anoksia
sampai kematian janin. Oleh karena itu, cara ini biasanya dilakukan pada janin yang
telah mati, janin yang prognosis untuk hidup di luar uterus kurang baik, atau pada
multipara yang persalinannya lebih lancer sehingga tekanan pada plasenta tidak terlalu
lama (Nathan, 2003)
Di rumah sakit yang lengkap, seksio cesaria merupakan cara persalinan terpilih.
Di rumah sakit dr.Cipto mangunkusumo antara tahun 1971-1975, seksio cesaria
dilakukan pada kiara-kira 90% dari semua kasus plasenta previa. Gawat janin bukan
merupakan kontraindikasi dilakukan seksio cesaria demi keselamatan ibu. Akan tetapi,
gawat ibu mungkin terpaksa menunda seksio cesaria samapi keadaannya dapat
diperbaiki misalnya penanganann syok hipovolemik dengan resusitasi cairan intravena
dan darah (Nathan, 2003)
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio cesaria. Plasenta
previa parsialis pada primigravida sangat cenderung untuk seksio casaria. Perdarahan
banyak dan berulang merupakan ndikasi mutlak seksio cesaria karena perdarahan itu
biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya daripada yang
ditemukan pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada servix dan
segmen bawah uterus. Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa
marginalis atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat
ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Tetapi jika dengan pemecahan
selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul, maka seksio casaria harus
dilakukan (Hanafiah, 2005)
Pada kasus yang terbengkalai dengan anemia berat karena peradarahan atau
infeksi intrauteri, baik persalinan pervaginam maupun seksio cesaria, keduanya tidak
aman bagiibu dan janin. Akan tetapi dengan bantuan transfuse darah dan antibiotic yang
adekuat,seksio cesaria masih lebih aman disbanding persalinan pervaginam untuk
semua kasus plasenta previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta
Previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta previa parsialis. Seksio cesaria
pada multigravida yang telah mempunyai anak hidup cukup banyak dapat
dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomi untuk menghindari terjadinya
perdarahan postpartum yang sangat mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya
dipertimbangkan dilanjutkan dengan sterilisasi untuk menghindari kehamilan berikutnya
(Hanafiah, 2004).
Persiapan untuk resusitasi janin perlu dilakukan. Kemungkinan kehilangan darah
harus dimonitor sesudah plasenta disayat. Penurunan hemoglobin 12 mg/dl dalam 3 jam
atau sampai 10 mg/dl dalam 24 njam membutuhkan transfuse segera. Komplikasi
postoperasi yang paling sering dijumpai adalah infeksi masa nifas dan anemia (Nathan,
2003)
Tindakan seksio cesaria paa plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian
bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu, seksio cesaria
juga dilakukan pada plasenta previa walaupun anak sudah mati (Nathan, 2003)
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa, adalah:
1. Perdarahan antepartum
2. Perdarahan postpartum
3. Hipovolemik
4. Infeksi
5. Abortus
6. Prolaps plasenta
7. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kerokan
8. Robekan jalan lahir
9. Bayi premature atau lahir mati
(Peedicayil, 1992)
2.10 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepay, kematian ibu karena plasenta previa
seharusnya dapat ditanggulangi. Sejak dilakukan penanganan pasif pada tahun 1945,
kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini
kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.
Dengan persalinan seksio cesaria, fasilitas transfuse darah dan metode anastesi yang
benar, kematian ibu dapat diturunkan sampai kurang dari 1%. Sedang kematian
perinatal yang dihubungkan dengan plasenta previa sekitar 10% (Peedicayil, 1992)
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.2 Subjektif
Pasien rujukan dari dr.Sp,OG RS Swasta, dengan plasenta previa totalis.
Pasien mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak usia kehamilan 7 bulan. Perdarahan
berupa flek-flek, namun tidak setiap hari terjadinya.
Sejak 3 hari Sebelum masuk rumah sakit, pukul 04.00 pasien mengeluarkan flek-flek
lebih banyak dari biasanya selama 3 hari berturut-turut. Berupa darah kental hitam
bergumpal, dengan mengganti pembalut 2x/hari.
1 hari Sebelum masuk rumah sakit, pasien berobat ke Sp.OG dilakukan pemeriksaan
dnegan USG, dikatan bahwa ari-ari bayi terletak dibawah,
Riwayat haid teratur, lama haid 7 hari, ganti pembalut 2 kali/hari, nyeri (-).
Riwayat keputihan (-).
Riwayat minum jamu gendong yang biasa diminum untuk melancarkan haid (+)
Riwayat trauma (-), coitus (-), instrumentasi (-).
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) dalam batas normal.
Ante Natal Care :
Bidan 7x, Sp.OG 1x.
3.3 Objektif
Tanggal 13 Oktober 2011, pukul 19.00
a. Status Interna
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Kepala dan leher : anemis - / - , icterus /
Thorax : Cor/ S1S2 tunggal regulaer, murmur (-)
Pulmo/ vv Rh - - Wh - -
vv -- --
vv -- --
Abdomen : Tinggi fundus uteri 31 cm
Letak bujur
Bunyi Jantung janin 12.12.12
Taksiran berat janin 2790 gr.
His (+) jarang
Ekstremitas : edema =|=
b. Status Obstetri
Genetalia Eksterna : Fluxus (+) minimal
Inspekulo : v/v fluxus (+) minimal
Cloth (+)
Laserasi (+)
Varises (+)
c. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (13 Oktober 2011)
Darah Lengkap: Hb 11.7 (N)
Leukosit 9.400 (N)
Hematokrit 34.5 % (N)
Trombosit 300.000 (N)
Urine lengkap
- SG/BJ : 1015
- PH : 7.0
- Leukosit :+1
- Nitrite :-
- Protein/Alb :+1
- Glucose :-
- Keton :-
- Urobilinogen :-
- Bilirubin :-
- Eritrosit :+2
Mikroskopik sedimen
- 10 X epitel :+
- 40 X Eritrosit : 2-3 /lpb lysis
Leukosit : 1-2 /lpb
Kristal :-
Bakteri :+
Lain-lain : -
USG :
Tanggal: 14/10/2011
AC : 325 (36w3d)
FL : 66,7 (34w2d)
EFW : 2859g
AFI : 24,1
Hasil usg: plasenta implantasi di corpus posterios meluas menutupi seluruh )UI dengan
maturasi gr II. FT, FM, FBM baik
Sex:XX
3.4 Assessment
G1 P0000 Ab000 34-36 mg T/H dengan
Antepartum Bleeding ec placenta previa total + primi tua primer + usia 35 tahun
3.5 Planning
Perawatan konservatif
Bedrest
Kaltrofen supp II/ rectal
Inj.gentamicin 2x80 mg
Dexamethason 2x16 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Histolan 3x1
Roborantia 1x1
Usul terminasi dengan SC cito, bila fluxus aktif
KIE
Observasi tanda-tanda vital, keluhan subjektif, his, denyut jantung janin
LAPORAN OPERASI
Tanggal 15-10-2011
Jam 12.25
Instruksi dokter
Puasa
Cek Hb post SC
Protransfusi PRC 2 labu/hari jika Hb post op , 8 mg/dl
Inj.Cefriaxone 2x1 mg IV
Inj.Alinamin F 3x1 gr IV
Inj Ulsicur 3x1 gr IV
Kalnex 3x1 amp
Ketorolac 3x1 amp
Extra-C 1x500 mg
5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan pasien Yn.NF G1 P0000 Ab000 34-36 mg T/H dengan Antepartum
Bleeding ec placenta previa total + primi tua primer + usia >35 tahun
Tanda-tanda yang ditemukan pada pasien ini yaitu adanya perdarahan tanpa rasa
nyeri setelah usia kehamilan lebih dari 7 bulan. Dari pemeriksaan fisik inspeksi
terlihat fluxus minimal berwarna merah segar, dari inspekulo tampak fluxus minimal
pada vulvovagina, clot di fornix posterior dan tidak ditemukan laserasi maupun
varises yang pecah.
Pada kasus ini didapatkan faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian plasenta
previa yaitu usia diatas 35 tahun, perokok pasif dan hidup di dataran tinggi.
5.2 Saran
Sebaiknya petugas medis di daerah lebih berhati-hati dalam menghadapi pasien
dengan perdarahan pada akhir kehamilan, etrutama pada kehamilan diatas 7 bulan,
termasuk diantaranya kasus plasenta previa totalis, akrena sifat perdarahan yang bisa
terjadi sewaktu-waktu yang dapat membahayakan keselamatan ibi dan janin. Kontrol
ANC secara berkala dan penanganan yang tepat pada kasus plasenta previa
diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 2001. Williams Obstetrics. 21st Ed.
McGraw-Hill Professional.
Oktober 2011)
Jakarta, EGC.
7. Mochtar Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi
(http://medicalcenter.osu.edu/patientEd/materials/PDFDocs/women-
9. Rosaningtyas. 2009. Hubungan Antara Paritas dengan Plasenta Previa di Rumah Sakit
10. Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan