Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (Sarwono, 2008). Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu. Angka kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 yaitu 421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal yaitu 295 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka Panjang ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Sampai saat ini perdarahan dalam obstetrik masih memegang peranan penting sebagai penyebab utama kamatian maternal, sekalipun negara maju, terutama pada kelompok sosio-ekonomi lemah. Pada sebuah laporan oleh Chichaki dan kawan-kawan disebutkan plasenta previa menjadi penyebab kematian maternal sebanyak 7%. Dalam Reproductive Health Library no. 5 terdapat data global mengenai kematian maternal. Dan perdarahan dalam kehamilan masih menjadi salah satu dari penyebab kematian maternal yang paling banyak. Implantasi plasenta normalnya terletak di bagian fundus (bagian puncak atau atas rahim). Bisa agak ke kiri atau ke kanan sedikit, tetapi tidak sampai meluas ke bagian bawah apalagi menutupi jalan lahir. Patahan jalan lahir ini adalah ostium uteri internum, sedangkan dari luar dari arah vagina disebut ostium uteri eksternum. Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.
1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Plasenta Previa Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah

2.1.1. Definisi rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (Sarwono, 2008). Menurut Chalik plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan kedelapan. Sejalan dengan bertambah besrnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut berimigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan seviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan, baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun digital (Sarwono, 2008). 2.1.2. Insiden Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang
2

memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi (Sarwono, 2008). 2.1.3. Etiologi dan faktor risiko Faktor risiko timbulnya plasenta previa belum diketahui secara pasti namun dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada ibu yang berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya serta gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya plasenta previa. William dkk menemukan risiko relatif kejadian plasenta previa meningkat 2-4 kali pada wanita yang merokok. Hal tersebut terjadi karena karbondioksida yang terhisap mampu menyebabkan hipertrofi (pembesaran) dari plasenta serta menyebabkan peradangan dan berkurangnya vaskularisasi (pendarahan) plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan dari plasenta. 2.1.4. Klasifikasi plasenta previa Menurut Sarwono (2008) plasenta previa dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu: 1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum. 2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum. 3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum. 4. Plaenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm di anggap plasenta letak normal.

Gambar 1. Klasifikasi Plasenta Previa Menurut Perisaei (2008) plasenta previa dapat dibagi menjadi empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound yaitu: 1. Derajat I : plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim. 2. Derajat II : plasenta sudah mencapai ostium uteri internum. 3. Derajat III : plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri internum. 4. Derajat IV : plasenta telah berada tepat pada segmen bawah rahim. Menurut de Snoo dalam Mochtar (1998) klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan 4 -5 cm yaitu: 1. Plasenta previa sentralis (totalis), apabila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea. 2. Plasenta previa lateralis, apabila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 : Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian belakang. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang ditutupi plasenta.

2.1.5. Patofisiologi Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akn terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi (anavoidable bleeding). Perdarahan pada tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang mengakibatkan perdarahan akan berlangsung lebih lama dan banyak. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sebab lain. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum, perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehaliman di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 tahun ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan
5

tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulapati pada plasenta previa (Cunningham FG,
2005).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh permukaan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembun ke buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar (Kay HH, 2003). Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar dilepas dengan sempurna, atau setelah uri lepas karen segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik. 2.1.6 Gambaran klinis Ciri yang menonjol dari plasenta previa adalah perdarahan uterus yang keluar melalui vagina tanpa disertai dengan adanya nyeri. Perdarahan biasanya terjadi diatas akhir trimester kedua. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun perdarahan dapat kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian. Dan saat perdarahan berulang biasanya perdarahan yang terjadi lebih banyak dan bahkan sampai mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan; perdarah sedikit sampai banyak mirip dengan solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubungan dengan segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian perdarahan bisa berlangsung sampa pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.
6

Karena letak plasenta pada plasenta previa berada pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering teraba bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Pada plasenta previa ini tidak ditemui nyeri maupun tegang pada perut ibu saat dilakukan palpasi (Sarwono, 2008). 2.1.7. Diagnosis Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang klasik sangat menolong membedakan antara keduanya. Dahulu untuk kepastian diagnosis pada kasus dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan dalam kamar bedah demikian rupa segala sesuatunya termasuk staf dan perlengkapan anestesi semua siap untuk tindakan bedah sesar. Dengan pasien dalam posisi litotomi di atas meja operasi dilakukan periksa dalam (vaginal toucher) dalam lingkungan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati dengan dua jari telunjuk dan jari tengah meraba forniks posterior untuk medapat kesan ada atau tidak ada bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin. Kemjudian jari-jari digerakkan mengikuti seluruh pembukaan untuk mengetahui derajat atas klasifikasi plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat persalinan jika tidak terjadi perdarah banyak untuk kemudian pasien dikembalikan ke kamar bersalinan. Jika terjadi perdarahan banyak atau ternyata plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan dengan seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada indikasi penyelesaian persalinan. Persiapan yang demikian disebut dengan double set-up examination. Perlu diketahui tindakan periksan dalam tidak boleh/kontra-indikasi dilakukan diluar persiapan double set-up examination. Periksa dalam sekalipun yang dilakukan dengan sangat lembut dan hati-hati tidak menjamin tidak akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika terjadi perdarahan banyak di luar persiapan akan berdampak pada prognosis yang lebih buruk bahkan bisa fatal (Sarwono, 2008).

Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari plasenta previa bisa ditegakkan dengan adanya gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu: 1. Anamnesia, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan. 2. Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui vagina, darah beku, dan sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan yang banyak maka ibu akan terlihat pucat. 3. Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau mengolak di atas pintu atas panggul. 4. Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat kelainan pada serviks, vagina, varises pecah, dll. 5. Pemeriksaan radio-isotop: a. Plasentografi jaringan lunak b. Sitografi c. Plasentografi indirek d. Arteriografi e. Amniografi f. Radio isotop plasentografi 6. Ultrasonografi, transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberikan kepastian diagnosa plasenta previa. Walaupun transvaginal ultrasonografi lebih superior untuk

mendeteksi keadaan ostium uteri internum namun sangat jarang diperlukan, karena di tangan yang tidak ahli cara ini dapat menimbulkan perdarahan yang lebih banyak. Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin. 2.1.8 Penatalaksanaan Semua pasien dengan perdarahan pervagina pada kehamilan trimester ketiga, dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah. a. Tatalaksana Ekspektatif Tujuan: bayi tidak lahir prematur Syarat: Usia gestasi < 37 minggu Perdarahan tidak aktif Belum inpartu KU ibu baik (Hb > 8 gr/dL) Janin hidup MRS tirah baring, mobilisasi bertahap Tokolitik Antibiotik Amniosentesis bubble test (uji maturitas paru) Usia gestasi < 32 minggu beri kortikosteroid (dexamethasone)

Tindakan

b. Penatalaksanaa aktif Syarat: Perdarahan aktif dan banyak Usia gestasi 37 minggu atau TBJ > 2500 gr Inpartu KU ibu jelek Janin mati/ada anomali kongenital mayor Bagian terbawah sudah masuk PAP (3/5 2/5) Perbaikan KU Infus, transfusi atasi syok

Tindakan

Setelah syok teratasi Pastikan diagnosis Terminasi: Sectio caesaria, per vaginam

Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan dan faktor Rh. Jika Rh negatif RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih prematur diperbolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengna pihak keluarga agar dengan segera kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang. Pada kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan lebih bebas dan kurang stres serta biaya dapat ditekan. Jika perdarahan terjadi pada trimester kedua perlu diwanti-wanti karena perdarahan ulangan biasanya biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovolemi

10

seperti hipotensi dan takikardi, pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat. Transfusi darah yang banyak perlu segera diberikan. Pada keadaan stabil dalam rawat jalan senggama dan kerja rumah tangga harus dihindari kecuali setelah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi ulangan, dianjurkan minimal setalah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi ostium uteri internum. Perdarahan pada plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadaan janin tidak sampai membahayakan. Pasien dengan plasenta previa dilaporkan berisiko tinggi untuk mengalami solusio plasenta (rate ratio 13,8), seksio sesarea (rate ratio 3,9), kelainan letak janin (rate ratio 2,8), dan perdarahan persalinan (rate ratio 1,7). Sebuah laporan menganjurkan pemeriksaan maternal serum alfa feto protein (MSAFP) dalam trimester kedua sebagai upaya mendeteksi pasien yang perlu diawasi dengan ketat. Bila kadar MSAFP naik lebih dari 2 kali median (2.0 multiples of the median) pasien tersebut memiliki peluang 50% memerlukan perawatan dalam rumah sakit, karena perdarahan sebelum kehamilan 30 minggu harus dilahirkan prematur sebelum 34 minggu hamil, dan harus dilahirkan atas indikasi hipertensi dalam kehamilan sebelum kehamilan 34 minggu. Perdarahan dalam trimester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istrahat baring yang lebih lama dan dirawat di rumah sakit sampai melahirkan. Jika pada waktu datang pasien mengalami perdarahan yang banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila perdarahannya tidak sampai demikian banyak pasien diistrahatkan sampai kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosintesis menunjukkan paru janin telah matang, terminasi dapat dilakukan dan jika perlu melalui seksio sesarea. Pasien dengan semua klasifikasi plasenta previa dalam trimester ketiga yang dideteksi dengan ultrasonografi transvaginal belum ada pembukaannya pad serviks dilakukan persalinan dengan seksio sesarea.

11

2.1.9. Prognosis Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG, disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari.

12

BAB III KESIMPULAN

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan kedelapan. Faktor risiko timbulnya plasenta previa belum diketahui secara pasti namun dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada ibu yang berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya serta gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya plasenta previa. Ciri yang menonjol dari plasenta previa adalah perdarahan uterus yang keluar melalui vagina tanpa disertai dengan adanya nyeri. Perdarahan biasanya terjadi diatas akhir trimester kedua. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun perdarahan dapat kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian. Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan dan faktor Rh, ini dilakukan untuk persiapan transfusi darah apabila pasien kehilangan banyak darah. Pada kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Pada keadaan stabil dalam rawat jalan senggama dan kerja rumah tangga harus dihindari. Jika pada waktu datang (perdarahan trimester ketiga) pasien mengalami perdarahan yang banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila perdarahannya tidak sampai demikian banyak pasien diistrahatkan sampai kehamilan 36 minggu.

13

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD, 2005. Williams Obtetrics, edisi 22. McGraw Hill; 819-230 Kay HH. Placenta previa and Abruption, in James R, Md Scott, 2003. Obstertrics and Gynaecology, edisi 9. klapholz H. Placenta previa. In Friedman. Acker. Sach. Obstetrical decision making, edisi 2. Manly graphic Asian Edition, 1988; 88-90 Kedaruratan Kebidanan. 1996. Buku Ajar Untuk Program Pendidikan Bidan Perdarahan Antepartum Buku II. Jakarta. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Sarwono dkk, 2008. Ilmu Kebidanan edisi 4. Bina pustaka, Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai