Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per 100.000
kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
lainnya (Mauldin, 1994). Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka
kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada
tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya
dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan
yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus,
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara
kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000
gram), mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus (Wiknjosastro, 1999).
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.
Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28
minggu (Mochtar, R, 1998). Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh
persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari
seluruh persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala
Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan (Wiknjosastro, 1999).
Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura
sinus marginalis, atau vasa previa. Yang paling banyak menurut data RSCM jakarta tahun
1971-1975 adalah solusio plasenta dan plasenta previa. Diagnosa secara tepat sangat
membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama
sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

PERDARAHAN ANTEPARTUM
Yang dimaksud dengan pendarahan antepartum ialah perdarahan pada triwulan
terakhir dari kehamilan. Perdarahan antepartum dapat berasal dari :

Kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption plasenta), atau
perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, seperti insersio velamentosa,

rupture sinus marginalis dan plasenta sirkumvalata.


Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misalnya kelainan
serviks dan vagina ( polip servisis uteri, varices vulva, ca porsionis uteri) dan trauma.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta,


sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan
serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan antepartum, pikirkan kemungkinan
yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan
kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan
gawat darurat segera.

PLASENTA PREVIA
DEFINISI
Plasenta previa ialah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Pada keadaan normal plasenta

terletak

dibagian fundus uterus.


Berdasarkan letaknya, plasenta previa dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Plasenta previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta (plasenta
yang menutupi seluruh ostium uteri intemum.)
2. Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir tertutup (plasenta
plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri intemum).
3. Plasenta previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
(plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum).
4. Plasenta letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus,
tapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.

EPIDEMIOLOGI
Penyebab blatosiksta berimplantasi pada segmen bawah Rahim belum diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blatokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah Rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai
salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai
akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas
3

bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan
kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor risiko bagi
terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai
tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritrobastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
(Ilmu Kebidanan, Sarwono)
ETIOLOGI
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:
1) Usia Ibu
Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa. Lebih dari 169.000
pelahiran di Parkland Hospital dari tahun 198 sampai 1999, inseiden plasenta
meningkat secara bermakna disetiap kelompok usia. Insidennya adalah 1 dari 1500
untuk wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita berusia lebih
dari 35 tahun. (Obstetri Williams Ed 21 Vol 1)
Hasil penelitian menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko
plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole
miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga
plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat.
2) Multiparitas
Dalam sebuah studi terhadap 314 wanita para 5 atau lebih, Babinski dkk.
(1999) melaporkan bahwa insiden plasenta previa adalah 2,2 persen dan meningkat
drastic dibandingkan dengan insiden pada wanita dengan para yang lebih rendah. Pada
lebih dari 169.000 wanita di Parkland Hospital, insidennya untuk wanita para 3 atau
lebih adalah 1 dari 175. (Obstetri Williams Ed 21 Vol 1).
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang berkurang
dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke
plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan
jalan lahir. (Sumapraja dan Rachimhadi, 2005)
4

3) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan parut
(dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau aborsi).
Terdapat peningkatan insiden plasenta previa lima kali lipat pada wanita
Swedia dengan riwayat section caesarea. Di Parkland, insiden meningkat dua kali
lipat pada riwayat section caesarea minimal satu kali. (Obstetri Williams Ed 21 Vol 1)
4) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
5) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
6) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
7) Ibu merokok
William dkk menemukan risiko relatif kejadian plasenta previa meningkat 2-4 kali
pada wanita yang merokok. Hal tersebut terjadi karena karbondioksida yang terhisap
mampu menyebabkan hipertrofi dari plasenta serta menyebabkan peradangan dan
berkurangnya vaskularisasi

plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan dari

plasenta.
GAMBARAN KLINIS
Perdarahan tanpa nyeri dan berulang
Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan
pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kemudian kembali
terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian. Pada setiap
pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir.
Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan.
Perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan
diperhebat dengan segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas.
Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pasca persalinan. Bisa juga
bertambah karena serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa rapuh dan

mudah mengalami robekan.


Warna perdarahan merah segar.
Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah.
Timbulnya perlahan-lahan.
His biasanya tidak ada.
Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.
Denyut jantung janin ada.
Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina.
Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.
Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan tanpa nyeri

biasanya baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya. Penyebab pendarahan perlu
5

ditegaskan kembali. Jika plasenta terletak pada ostium internum, pada pembentukan segmen
bawah uterus dan dilatasi ostium internum akan mengakibatkan robekan pada tempat
pelekatan plasenta yang diikuti oleh pendarahan dari pembuluh- pembuluh darah uterus.
Pendarahan tersebut diperberat lagi dengan ketidakmampuan serabut- serabut otot
miometrium segmen bawah uterus untuk mengadakan kontaksi dan retraksi agar bisa
menekan pembuluh darah yang rupture sebagaimana terjadi secara normal ketika terjadi
pelepasan plasenta dari dalam uterus yang kosong pada kala tiga persalinan.
Akibat pelekatan yang abnormal seperti terlihat pada plasenta akreta, atau akibat
daerah pelekatan yang sangat luas, maka proses perlekatan plasenta kadangkala terhalang
FaktorPenduku

dan kemudian dapat terjadi pendarahan yangng


banyak setelah bayi dilahirkan. Pendarahan
dari tempat implantasi plasenta dalam segmen bahwa uterus dapat berlanjut setelah plasenta
Usiasegmen
ibu
Riwayat
Multiparit
pada
Merokok
dilahirkan, mengingat
bahwa Kelainan
uterus lebih
cendrung memiliki
kemampuan kontraksi
kehamilan
saat
as, gemeli
rahim (atrofi,
yang jelek dibandingkan
Sebagai akibatnya, pembuluh
(Caesar) darah memintas
kehamilankorpus uteri. cacat)

segmen bahwa kurang mendapat kompresi. Pendarahan dapat terjadi pula akibat laserasi
Implantasi

pada bagian bahwa uterus dan serviks


yang rapuh, khususnya pada usaha untuk
abnormal
mengeluarkan plasenta yang melekat itu secara manual.

Implantasi embrio
(embryonic plate) pada
bagian bawah (kauda)
uterus

Isthmus uteri tertarik


(melebar)menjadi dinding
cavum uteri (SBR/ Segmen
Bawah Rahim )

Desidua
lepas dari
plasenta

Laserasi

PATOFISIOLOGI

Dinding rahim
tipis
Mudah diinvasi
oleh pertumbuhan
trofoblas

Perdarahan
Hipovole
mia

Lahir tidak
dapat normal

Cemas
anemia

Perubahan
perfusi jaringan

Plasenta akan
melekat lebih kuat

Plasenta berkembang
menutupi ostium
interna

Servik
membuka
dan
mendatar

hipoksia

Bayi lahir
dengan BB
rendah/
kematian
(gawat janin)

Kekurang
an
volume
cairan
Resiko
cedera

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20 minggu, tanpa rasa nyeri,
tanpa alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama
pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis,
melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
2. Inspeksi

Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan darah
beku. Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis.

3. Palpasi
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul atau

mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.


Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
Tidak terdapat nyeri tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel

4. Auskultasi
Denyut jantung janin biasanya normal
5. Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
6. Pemeriksaan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan radiografi dan radioisotope yang sudah ditinggalkan
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang paling tepat untuk
menegakkan diagnosis definitif, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janin. Pemeriksaan USG rutin pada kehamilan 18-20 minggu dengan plasenta
letak-rendah tidak dianjurkan, kecuali terjadi perdarahan berulang. Pemeriksaan
USG rutin untuk kehamilan dengan plasenta previa partial atau total dianjurkan
setelah 32 minggu, walaupun saat itu tidak terjadi perdarahan.
7. Pemeriksaan letak plasenta secara langsung
Diagnosis plasenta previa dahulunya jarang ditegakkan melalui pemeriksaan
klinis, kecuali jari tangan pemeriksa dimasukkan lewat serviks dan jaringan
plasenta teraba. (Dewasa ini dengan adanya pemeriksaan USG, pemeriksaan

tersebut tidak lagi dilakukan).


Pemeriksaan serviks semacam ini tidak pernah diperbolehkan kecuali bila wanita
tersebut sudah berada di kamar operasi dengan segala persiapan untuk
pembedahan seksio sesarea segera, karena pemeriksaan serviks yang paling hatihati pun dapat menimbulkan perdarahan hebat.

TATA LAKSANA
8

Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau
trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah, dan faktor Rh.
a. Perawatan Konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ <2500 gram atau umur kehamilan <37
minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan:
o Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam.
o

Perdarahan dalam trimester kedua , periksa tanda hypovolemia seperti hipotensi


dan takikardia, mungkin pasien ini telah mengalami perdarahan yang cukup berat,
lebih berat daripada penampakannya secara klinis. Transfuse darah yang banyak
perlu diberikan ( PRC (Packed Red Cell) sampai Hb 10-11 gr%).

o Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan


konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam
bila usia kehamilan <35 minggu atau TBJ < 2000 gram.
o Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan
tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
o Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
o Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif.
o Pemeriksaan USG, Hb, dan Hematokrit.
Bila selama tiga hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan pengawasan
konserpatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak
ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak
boleh melakukan senggama.
o Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah

dilakukan

mobilisasi penderita

dipulangkan dengan nasihat:


- Istirahat
- Dilarang koitus
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Kontrol tiap minggu
o Perdarahan pada trimester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat
baring lebih lama dalam rumah sakit hingga pasien melahirkan. Jika pada waktu
masuk terjadi perdarahan yang banyak, perlu segera di terminasi bila keadaan
janin sudah viable. Bila perdarahannya tidak sampai sedemikian banyak, pasien
diistirahatkan sampai kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosintesis

menunjukkan paru janin telah mantang, terminasi dapat dilakukan dan jika perlu
melalui section caesarea.
b. Perawatan Aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan >500 cc
dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea
dengan memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila:
o
o
o
o

Perkiraan berat bayi > 2000 gram.


Gawat janin.
Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram.
Perdarahan aktif

PROGNOSIS
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan
morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan
kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama
disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian
perinatal juga turun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps
funikuli, dan persalinan buatan (tindakan).

VASA PREVIA
DEFINISI
Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada di dalam selaput
ketuban dan melewati ostium internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya di tali
pusat. Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks robek atau
pecah dan vascular janin itu pun ikut terputus. Perdarahan antepartum pada vasa previa
menyebabkan angka kematian janin yang tinggi (33% sampai 100%).
Faktor risiko antara lain pada plasenta bilobata, plasenta suksenturiata, plasenta letak
rendah, kehamilan pada fertilisasi in vitro, dan kehamilan ganda terutama truiplet. Semua
keadaan ini berpeluang lebih besar bahwa vascular janin dalam selaput ketuban melewati
ostium internum. Secara teknis keadaan ini dimungkinkan pada dua situasi yaitu pada
10

insersio vekamentosa dan plasenta suksenturiata. Pembuluh darah janin yang melewati
pembukaan serviks tidak terlindung dari bahaya terputus ketika ketuban pecah dalam
persalinan dan janin mengalami perdarahan akut yang banyak.
Keadaan ini sangat jarang kira-kira 1 dalam 1000 sampai 5000 kehamilan. Untuk
berjaga-jaga ada baiknya bila dalam asuhan prenatal ketika pemeriksaan USG dilakukan,
perhatian diperluas kepada keadaan ini dengan pemeriksaan transvaginal Volor Droppler
ultrasonografi. Bila terduga telah terjadi perdarahan fetal, untuk konfirmasi dibuat
pemeriksaan yang bisa memastikan darah tersebut berasal dari tubuh janin dengan
pemeriksaan APT atau Kleihauer-Betke. Pemeriksaan ini didasari darah janin yang tahan
terhadap suasana alkali. Pemeriksaan yang terbaik adalah dengan elektroforesis.
Bila diagnosis dapat ditegakkan sebelum persalinan, maka tindakan terpilih untuk
menyelamatkan janin adalah melalui bedah sesar.

SOLUTIO PLASENTA
DEFINISI
Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri
sebelum waktunya yaitu sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga. Plasenta
secara normal terlepas setelah anak lahir. Ada juga yang mengartikan solutio plasenta
merupakan pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara
minggu 22 dan lahirya anak.
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae,
accidental haemorrhage dan prematur separation of the normally implanted placenta.

KLASIFIKASI
Menurut derajat lepasnya plasenta :
1. Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya
2. Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas
3. Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pnggir plasenta yang terlepas.

11

4. Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup


keluar dibawah selaput ketuban.
5. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi dibelakang
plasenta.

Perdarahan Keluar

Perdarahan Tersembunyi

Pelepasan plasenta biasanya inkomplit


Darah mengalir keluar

Pelepasan plasenta biasanya komplit


Darah terkumpul dibelakang plasenta
Terbentuk hematom retroplacenta
Tanda lebih khas dan lebih berbahaya

Secara klinis berdasarkan tanda klinis yang menyertainya :


1. Solusio plasenta ringan
2. Solusio plasenta sedang
3. Solusio plasenta berat
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi yang dilaporkan untuk solutio plasenta adalah 1 diantara 50 persalinan.Dii
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 1968 1971 solutio plasenta terjadi
pada kira kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solutio plasenta sedang,
dan 86% solutio plasenta berat. Solutio plasenta ringan jarang didiagnosis.
ETIOLOGI
12

Penyebab utama dari solusio plasenta , masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian , beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan faktor faktor yang
berpengaruh pada kejadiannya, antara lain :
1. Hipertensi essensialis atau preeklamsi
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil ( Hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir ).

Disamping itu , ada juga pengaruh dari :


1.
2.
3.
4.
5.

Umur lbu yang tua


Multiparitas
Ketuban pecah sebelum waktunya
Defisiensi asam folat
Merokok, alkohol, kokain

PATOFISIOLOGI
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila darah
yang terbentuk sedikit, hematoma hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah
antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda atau gejalanya pun tidak jelas. Hal ini
baru diketahui setelah plasenta dikeluarkan dan terdapat cekungan pada permukaan maternal.
Apabila hematoma retroplasenter bertambah berat, sehingga sebagian atau seluruh
plasenta dapat terlepas dari dinding uterus. Hal yang dapat terjadi adalah :

Sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina
Sebagian darah akan menembus masuk kedalam kantong selaput ketuban keluar dari

vagina
Sebagian darah akan mengadakan ekstravasasi kedalam otot uterus dan menyebabkan
seluruh permukaan uterus bebercak biru atau ungu yang disebut sebagai uterus
couvelaire. Uterus seperti ini akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan
jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan
masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler yang
13

akan menghabiskan persedian fibrinogen akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang


menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tapi juga pada alat
tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan
intravaskuler. Oliguria dan ptoteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal yang
biasanya berakibat fatal.

GAMBARAN KLINIK
Perdarahan pervaginam yang disertai nyeri
Anemia beratnya anemia sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
Shock
Palpasi uterus keras dan nyeri
Fundus uteri makin lama makin naik
Pada pemeriksaan dalam didapati selaput ketuban yang tegang
1. Solutio Plasenta Ringan
Perdarahan pervaginam sedikit dan berwarna kehitam hitaman
Tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya
Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang
Bagian janin masih mudah diraba
2. Solutio Plasenta Sedang
Gejala dapat timbul perlahan lahan seperti plasenta solutio ringan
Gejala dapat timbul mendadak dengan sakit perut terus menerus
Perdarahan pervaginam tampak sedikit namun perdarahan mungkin telah
mencapai 1000 ml
Syok
Dinding uterus tegang terus menerus dan nyeri tekan
Bagian bagian janin sulit diraba
Bunyi jantung janin sukar didengarkan
3. Solutio Plasenta Berat
Ibu Syok
Biasanya janin telah meninggal
Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri
Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya
14

Kemungkinan besar telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal

DIAGNOSIS
Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang
jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah
anak lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah.
Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan :
1) Anamnesis

Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat
mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.

Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (nonrecurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.

Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).

Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu


kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.

Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2) Inspeksi

Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

Pucat, sianosis, keringat dingin.

Kelihatan darah keluar pervaginam.

3) Palpasi

15

TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan.

Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun diluar his.

Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.

Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4) Auskultasi

Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140,
kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih
dari sepertiga.

5) Pemeriksaan dalam

Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.

Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu
his maupun diluar his.

Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering
dikacaukan dengan plasenta previa.

6) Pemeriksaan umum.

Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler,
tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.

Nadi cepat, kecil, dan filiformis.

7) Pemeriksaan Ultrasonography (USG).


16

Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya


pendarahan di dalam

uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam

mendeteksi solusio plasenta telah meningkat secara signifikan belakangan ini. Tetapi
bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi
solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan
USG. Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental,
tetapi tidak semua solusio plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas.
Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka
kita bandingkan dengan plasenta. Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa
solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic
hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu
minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang meluas.
Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain perdarahan antepartum.
8) Pemeriksaan laboratorium

Urin,albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.

Darah : Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.
Karena

pada

solusio

plasenta

sering

terjadi

kelainan

pembekuan

darah

a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1


jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 150 mg%).
9) Pemeriksaan plasenta

Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah
beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.

TATALAKSANA
Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus dirawat inap di rumah
sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap
termasuk kadar Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan darah dengan memeriksa
17

waktu pembekuan, waktu protombin, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen dan
kadar hancuran fibrin dan hancuran fibrinogen dalam plasma. Pemeriksaan dengan
ultrasonografi berguna terutama untuk membedakannya dengan plasenta previa dan
memastikan janin masih hidup.
Manakala diagnosis belum jelas dan janin masih hidup tanpa tanda-tanda gawat janin,
observasi yang ketat dengan kesiagaan dan fasilitas yang bisa segera diaktifkan untuk
intervensi jika sewaktu-waktu kegawatan.
Persalinan mungkin pervaginam atau mungkin juga harus perabdominan bergantung
pada banyaknya perdarahan, telah ada tanda-tanda persalinan spontan atau belum, dan tandatanda gawat janin. Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai keadaan kasus
masing-masing tergantung berat ringannya penyakit, usia kehamilan serta keadaan ibu dan
janinnya. Bilamana janin masih hidup dan cukup bulan, dan bilamana persalinan pervaginam
belum ada tanda-tandanya umumnya dipilih persalinan melalui bedah Caesar darurat
(Emergency Caesarea Section). Pada perdarahan yang cukup banyak segera lakukan
resusitasi dengan pemberian transfuse darah dan kristaloid yang cukup diikuti persalinan
yang dipercepat untuk mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu sambil
mengharapkan semoga janin juga bisa terselamatkan. Umumnya kehamilan diakhiri dengan
induksi atau stimulasi partus pada kasus yang ringan atau janin telah mati, atau langsung
dengan bedah sesar pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat janin.
Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih persalinan pervaginam kecuali
ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfuse darah yang banyak atau ada
indikasi obstetric lain yang menghendaki persalinan dilakukan perabdominan. Pada
persalinan pervaginam perlu diupayakan stimulasi myometrium secara farmakologik atau
masase agar kontraksi myometrium diperkuat dan mencegah perdarahan yang hebat
pascasalin sekalipun pada keadaan masih ada gangguan koagulasi. Koagulopati berat
merupakan faktor risiko tinggi bagi bedah sesar karna kecenderungan perdarahan yang
berlangsung terus pada tempat insisi baik pada abdomen maupun uterus.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan
lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

18

a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir

tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan
kelainan pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di anatara
otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan
post-partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian
uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir
untuk mengatasi perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria
hipogastrika.
b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang
biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi
pada 46% dari 134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi
diterangkan oleh Page (1951) dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin
ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter,
sehingga terjadi pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan
menghabiskan factor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Selain
keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak keterangan lain yang lebih
rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg%,
akan terjadi gangguan pembekuan darah.
c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti
pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta
sedang, dan berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau
hipertensi menahun. Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas.
Sangat mungkin berhubungan dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah
ginjal akibat perdarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan
intrauterine yang meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks
penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula
dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
19

d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin

yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya
sudah demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan.
PROGNOSIS
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih
buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta ringan
masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah.
Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap
janinnya karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi disamping morbiditas ibu,
yang lebih berat.
Solusio plasenta berat mempunya prognosis paling buruk terhadap ibu terlebih
terhadap janinnya. Umummnya pada keadaan yang demikian janin telah mati dan mortalitas
maternal meningkat akibat salah satu komplikasi.
Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga bergantung pada kecepatan
dan ketepatan bantuan medic yang diperoleh pasien. Transfuse darah yang banyak dengan
segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas maternal dan
perinatal.
RUPTURA UTERI
DEFINISI
Ruptura uteri komplit ialah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi
hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan
kantong ketuban keduanya ikut rupture dengan demikian janin sebagian atau seluruh
tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau
rongga abdomen. Pada rupture uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih
dibatasi oleh peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam
rongga peritoneum. Pada dehisens dari parut bekas bedah sesar kantong ketuban juga belum
robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek amka disebut telah terjadi rupture uteri pada
20

parut. Dehisens bisa berubah menjadi rupture pada waktu partus atau akibat manipulasi lain
pada rahim yang berparut, biasanya bekas bedah sesar pada persalinan yang lalu. Dehisens
terjadi perlahan, sedangkan rupture uteri terjadi secara dramatis. Ketentuan ini berguna untuk
membedakan rupture uteri inkomplet dengan dehisens yang sama-sama bisa terjadi pada
bekas bedah sesar. Pada dehisens perdarahan minimal atau tidak berdarah, tapi pada rupture
uteri perdarahannya banyak yang berasal dari pinggir parut atau robekan baru yang meluas.

KLASIFIKASI
Klasifikasi rupture uteri menurut sebabnya adalah:

Kerusakan atau anomaly uterus yang telah ada sebelum hamil:


1) Pembedahan pada myometrium: seksio sesarea atau histerektomo, histerorafia,
miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada
koruna uterus atau bagian interstisial, metroplasti.
2) Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde pada
penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau peluru, rupture
tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous pregnancy).
3) Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim (horn) yang tidak berkembang

Kerusakan atau anomaly uterus yang terjadi dalam kehamilan.


1) Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat dan terus-menerus, pemakaian
oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang persalinan, instilasi cairan ke dalam
kantong gestasi atau ruang amnion seperti larutan garam fisiologik atau
prostaglandin, perforasi dengan kateter pengukur tekanan intrauterine, trauma luar
tumpul atau tajam, versi luar, pembersaran rahim yang berlebihan misalnya
hidramnion dan kehamilan ganda.

21

2) Dalam periode intrapartum: versi-ekstraksi, ekstraksi cunam yang sukar, ekstraksi


bokong, anomaly janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah
rahim, tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan
manual plasenta.
3) Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau perkreta, neoplasia trofoblas
gestasional, adenomiosis, retroversion uterus gravidus inkarserata.
INSIDEN
Ruptura uteri di negara berkembang masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan
di negara maju. Angka kejadian rupture uteri di negara maju dilaporkan juga semakin
menurun. Sebagai contoh dari salah satu penelitian di negara maju dilaporkan kejadian
rupture uteri dari 1 dalam 1280 persalinan (1931 1950) menjadi 1 dalam 2250 persalinan
(1973 1983). Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi 1 dalam 15.000 persalinan. Dalam
masa yang hampir bersamaan angka tersebut untuk berbagai tempat di Indonesa dilaporkan
berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93 persalinan.
ETIOLOGI
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomaly atau kerusakan yang telah ada sebelmnya,
akrena trauma atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh. Paling sering
terjadi pada rahim yang telah di seksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika
pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang dengan
oksitosin atau sejenis.
Pasien yang berisiko tinggi antara lain persalinan yang mengalami distosia,
grandemultipara, penggunaan oksitosis atau prostaglandin untuk mempercepat persalinan,
pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah sesar atau operasi lain pada
rahimnya, pernah histerorafia, pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio
sesarea, dan sebagainya. Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas
seksio sesarea klasik berlaku adagium Once Caesarea Section always Caesarean Section.
Pada keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective caesarean section (ulangan) untuk
mencegah rupture uteri dengan syarat janin sudah matang. Eksplorasi pasca kelahiran pada

22

persalinan yang sukar dengan perdarahan yang banyak atau pascapartus dengan kemungkinan
dehisens perlu dilakukan untuk memastikan tidak adanya rupture uteri.
GAMBARAN KLINIK
Bila telah terjadi rupture uteri komplit, sudah pasti ada perdarahan yang bisa dipantau
pada Hb dan tekanan darah yang menurun, nadi yang cepat, dan kelihatan anemia dan tandatanda lain dari hypovolemia serta pernapasan yang sulit berhubung nyeri abdomen akibat
robekan rahim yang mengikutsertakan peritoneum viserale robek dan merangsang ujung saraf
sensorid. Pada palpasi ibu merasa sangat nyeri dan bagian tubuh janin mudah teraba di bawah
dinding abdomen ibu dan kekuatan his yang sudah sangat menurun seolah dirasakan his telah
hilang. Hemoperitoneum yang terbentuk bisa merangsang diafragma dan menimbulkan nyeri
memancar ke dada menyerupai nyeri dada pada emboli paru atau emboli air ketuban. Nyeri
abdomen bisa menyerupai gejala solusio plsenta.
Pada asukultasi sering tidak terdengar denyut jantung janin, tetapi jika janin belum meninggal
bisa terdeteksi deselerasi patologik (deselerasi variabel yang berat) pada pemantauan dengan
KTG. Terdapat juga pasien yang tidak merasakan nyeri abdomen yang kuat terlebih dalam
persalinan (painless labor). Pada dehisens dibekas seksio sesarea atau dehisens yang
berlanjur menjadi rupture rasa nyeri dan perdarahan tidak seberapa. Dalam keadaan yang
demikian diperlukan konsultasi dengan sejawat yang lebih berpengalaman, pemeriksaan USG
ditempat (on site) mungkin bisa membantu, pada periksa dalam teraba bagian terbawah janin
berpindah atau naik kembali ke luar pintu atas panggul, dan jari-jari pemeriksa menemui
robekan yagn berhubungan dengan rongga peritoneum dan melalui mana terkadang dapat
meraba usus. Namun, harus hati-hati karena bila jari-jari tidak bisa menemui robekan belum
berarti bahwa rupture uteri tidak ada.
DIAGNOSIS
Ruptura uteri mudah dikenal pada ring van Bandl yang semakin tinggi dan segmen
bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut karena nyeri abdomen atau his
kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin. Untuk memastikan apakah rupture
uteri itu komplit perlu dilakukan pemeriksaan dalam. Pada rupture uteri komplit jari-jari
tangan pemeriksa dapat melakukan beberapa hal sebagai berikut:

23

1) Jari-jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan dinding perut yang licin
2) Dapat meraba pinggir robekan, biasanya terdapat pada bagian depan di segmen bawah
rahim
3) Dapat memegang usus halus atau omentum melalui robekan
4) Dinding perut ibu dapat ditekan menonjol keatas oleh ujung jari-jari tangan dalam
sehingga ujung jari-jari tangan luar saling mudah meraba ujung jari-jari tangan dalam.
KOMPLIKASI

Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat terjadi bila pasien tidak segera
mendapatkan infus cairan kristaloid yang banyak untuks elanjutnya dalam waktu yang
cepat digantikan dengan transfuse darah segar

Sepsis akibat infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana rupture uteri
telah terjadi sebelum tiba di rumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi
termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan demikian pasien tidak
segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita
peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pascabedah. Antibiotika spectrum luas dalam
dosis tinggi biasanya diberikan untuk mengantisipasi kejadian sepsis.

PENANGANAN
Prevention is better than cure sangat penting dalam masalah rupture uteri yang
dilaksanakan oleh pengelola persalinan. Pasien risiko tinggi dirujuk agar persalinannya
langsung di rumah sakit yang memiliki fasilitas yang cukup dan diawasi dengan penuh
dedikasi oleh petugas yang berpengalaman.
Bila terjadi rupture uteri, tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta
antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloif dan transfusi darah yang banyak,
tindakan antisyok, serta pemberian antibiotika spectrum luas, dan sebagainya. Jarang
dilakukan histerorafia kecuali bila robekan masih bersih dan rapi dan pasiennya belum punya
anak hidup,
PROGNOSIS

24

Prognosis bergantung pada apakah rupture uteri terjadi pada uterus yang masih utuh
atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila terjadi pada bekas seksio sesarea
atau pada dehisens, perdarahan yang terjaid minimal sehingga tidak sampai menimbulkan
kematian maternal dan kematian perinatal. Faktor lainnya adalah kecepatan pasien
mendapatkan penanganan yagn tepat dan cekatan.

BAB V
KESIMPULAN

Perdarahan antepartum dapat berasal dari kelainan plasenta dan bukan dari kelainan
plasenta. Perdarahan yang cepat dan banyak berasal dari kelainan plasenta. Frekwensi
terbanyak ialah plasenta previa dan solutio plasenta.
1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah 28 minggu.
2. Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta,
ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah atau vasa previa.
3. Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat
mengurangi angka mortalitas.
4. penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa
secara cepat.
25

5. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas ibu dan janin.
Perlu kiranya kita sebagai klinisi untuk mencegah terjadinya kasus seperti ini
dikemudian hari dengan cara menjauhi predisposisi terjadinya perdarahan antepartum,
walaupun belum tentu dapat dihindari. Namun yang paling penting dari kasus ini adalah
bagaimana cara kita bertindak untuk menyelamatkan ibu dan janin dengan resiko sekecil
mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Library.usu.ac.id/download/fk/anatomi-djakobus.3.pdf
2. Wiknjosastro, H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Ilmu Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002;362-385
3. Mochtar R, Perdarahan Antepartum (hamil tua). Sinopsis Obstetri obstetri fisiologis
obstetri patologis, edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998;269-287
4.Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Obstetri
Patologi, Ed. 1984, Elstar Offset Bandung, halo 110-120.
5.Saifuddin A.B, Adriansz G, Wiknjosastro, H, Waspodo D. Perdarahan kehamilan lanjut dan
persalinan. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan
Bina Pustaka Sarwomo Prawirohardjo, Jakarta, 2002;M-18-M-22
6.Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Plasenta Previa, Antepartum hemorrhage. In :
Williams Obstetrics, 22st ed, Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange,
Connecticut, 2001; 712-716
26

7. Manjoer A, Triyanti K, Savitri R. Plasenta previa. Kapita Selekta,edisi ketiga.


Jakarta:2001; 276-279

27

Anda mungkin juga menyukai