BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat di hindarkan atau dikurangi dengan jalan
menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat dan adanya robekan
perineum ini di bagi menjadi: robekan perineum derajat 1, robekan perineum derajat 2, 3 dan 4
(Rukiah, 2010).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta
kasus rupture perineum pada ibu bersalin. Angka diperkirakan akan meningkat mencapai 6,3
juta pada tahun 2050 jika tidak mendapat perhatian dan penanganan yang lebih (Fathus, 2014).
Di Asia rupture perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat,
50 % dari kejadian rupture perineum di dunia terjadi di Asia. Prevelensi ibu bersalin yang
mengalami rupture perineum di Indonesia 52 % di karenakan persalinan dengan bayi berat lahir
cukup atau lebih (Fathus, 2014).
Penyebab terjadinya ruptur perineum dapat dilihat dari dua faktor yaitu faktor maternal
dan janin. Faktor janin yang menjadi penyebab terjadinya ruptur perineumadalah berat badan
lahir, posisi kepala yang abnormal, distosia bahu, kelainan bokong dan lain-lain. Berat badan
lahir yang lebih dari 4000 gram dapat meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum hal ini
disebabkan oleh karenaperineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat
badan bayi yang besar (Fathus, 2014).
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Robekan
jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Perlukaan perineum
umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga bilateral. Perlukaan pada diafragma
urogenetalis dan muskulus levator ani, yang terjadi pada waktu persalinan normal atau
persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka kulit perineum atau pada vagina., sehingga tidak
kelihatan dari luar. Perlukaan demikian dapat melemahkan dasar panggul, sehingga mudah
terjadiprolapsus genetalis (Fathus, 2014).
Pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum yang baik seperti mencuci luka
perineum dengan air sabun mengeringkan daerah genetalia setelah BAK dan BAB dan
melakukan cebok dari depan ke belakang akan mencegah infeksi perineum. Pengetahuan rendah
atau kurang kemungkinan terjadi infeksi akan lebih besar karena kesalahan dalam perawatan
luka perineum (Yuliana, 2013).
Angka kejadian infeksi karena robekkan jalan lahir masih tinggi, dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang cara perawatan luka perineum dan salah satu intervensi yang bisa dilakukan
adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan luka perineum. Penyebab
infeksi diantaranya adalah bakteri eksogen (kuman dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat
lain dalam tubuh), endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari
50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal
jalan lahir.
Menurut Suwiyoga (2004) akibat perawatan perineum yang tidak benar dapat
mengakibatkan kondisi perineum yang terkena lokhea dan lembabakan sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kencing ataupun pada
jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kencing maupun
infeksi pada jalan lahir (Herawati, 2010).
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan
kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri,
baik panjang maupun kedalaman luka (Herawati, 2010).
Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung
jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam
bidang kesehatan ibu pada masa hamil, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana Asuhan
Kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai
dengan kewenangan dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan (Dodiet,
2012)
Berdasarkan data yang diperoleh dari RSU Anutapura palu, angka kejadian persalinan
dengan robekan jalan lahir khususnya robekan perineum derajat II masih tinggi pada tahun 2013
yaitu jumlah persalinan normal 1232 terjadi 29 kasus robekan perineum tingkat II (RSU
Anutapura Palu, 2013).
Tingginya kasus ruptur perineum tingkat II yang terjadi di RSU Anutapura Palu tahun
2011 sebanyak 29 kasus perlu mendapat perhatian khuus mengingat salah satu faktor terjadi
infeksi adalah perawatan perineum masa nifas yang kurang baik dan benar diharapkan mampu
menurunkan AKI akibat infeksi pada masa nifas, maka penulis tertarik untuk mengaji ruptur
perineum deerajat II akan dituangkan dalam bentuk proposal dengan judul “Asuhan Kebidanan
pada Ibu Post Partum dengan Robekan Perineum Derajat II di ruang kasuari RSU Anutapura
palu pada tahun2014”.
Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan
kewenangan yang diberikannya dengan maksud untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka tercapainya keluarga berkualitas, bahagia dan sejahtera sehingga tercapai
indonesia sehat 2015 (Pujiati, 2011).
Komplikasi pasca persalinan lain yang sering dijumpai termasuk infeksi saluran kemih,
retensio urin, atau inkontinensia. Banyak ibu mengalami nyeri pada daerah perineum dan vulva
selama beberapa minggu, terutama apabula terdapat kerusakan jaringan atau episiotomi pada
persalinan kala II. Perineum ibu harus diperhatika secara teratur terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi (Sarwono,2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
“Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ibu Post Partum Dengan Robekan Perineun derajat
II?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan ibu bersalin dengan robekan perineum
derajat II dengan pola 7 langkah varney dan pendokumentasian SOAP.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya yaitu mahasiswa dapat:
1) Dapat melakukan pengkajian menyeluruh pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II.
2) Dapat menentukan diagnosa kebidanan pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II.
3) Dapat menentukan diagnosa potensial dan masalah pada ibu bersalin dengan robekan perineum
derajat II.
4) Dapat mengidentifikasi kebutuhan akan tindakan segera pada ibu bersalin dengan robekan
perineum derajat II.
5) Dapat merencanakan tindakan kebidanan pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II
6) Dapat melaksanakan tindakan kebidanan pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II .
7) Dapat mengevaluasi tindakan asuhan yang telah diberikan pada ibu bersalin dengan robekan
perineum derajat II.
8) Dapat melakukan Pendokumentasian
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan acuan penelitian berikutnya bagi institusi pendidikan dalam pengetahuan
peran dan sikap bidan dalam pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu post partum dengan
robekan perineum derajat II.
2. Bagi institusi RSU Anutapura
Sebagai bahan masukkan mengenai pengetahuan peran dan sikap bidan dalam pelaksanaan
asuhan kebidanan pada ibu post partum derngan robekan perineum derajat II.
3. Bagi peneliti
Untuk menambah pengalaman dan wawasan bagi peneliti dalam melakukan asuhan
kebidanan yang baik dan benar pada setiap kasus kebidanan yang ada salah satunya ruptur
perineum derajat II.
BAB II
TINJAUAN PISTAKA
Segera setelah persalinan bekas implantasi plasenta berupa luka kasar dan
menonjol kedalam cavum uteri, penonjolan tersebut diameternya kira-kira 7,5 cm. Sesudah 2
minggu diameternya berkurang menjadi 3,5 cm, dan akhirnya akan pulih kembali. Di samping
itu, dari cavum uteri keluar cairan sekret disebut lochea (Rahmawati, 2009).
a. Lochea rubra (cruenta): berwarna merah, berisi darah segar dan sisa-sisa darah segar dan sisa-
sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca
persalinan.
b. Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah lender, hari ke 3-7 pasca persalinan.
c. Lochea serosa: berwarnah kuning, cairan tidak berdarah lagi hari ke 7-14 pasca persalinan,
mengandung leokosit, mucus, sel epitel vagina, desidua nekrotik, bakteri nonpatologis.
d. Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu sebagian besar cairan dan lekosit ditambah sebagian
mucus serviks dan mikroorganisme.
e. Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f. Lochiostatis: lochea tidak lancar keluarnya (Sumiaty, 2011).
2. Perubahan vagina daan perineum
a. Vagina
Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-
kerutan) kembali.
b. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral
dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.
c. Perubahan pada perineum
Terjadi robekan perineum pada hampirt semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito bregmatika (Rahmawati, 2009).
B. Perubahan pada sistem pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya disebabkan karena
makanan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Di samping itu rasa takut untuk buang
air besar, sehubungan jahitan pada perineum, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri.
Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalinan. Bilamana masih juga terjadi
konstipasi dan beraknya mungkin keras dapat diberikan obat laksan peroral atau per rektal. Bila
masih juga belum berhenti, dilakukanklysma (klisma), enema (ing) artinya suntikan urus-urus
(Rahmawati, 2009).
C. Perubahan perkemihan
Saluran kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu, tergantung pada 1)
keadaan/status sebelum persalinan, 2) lamanya partus kala 2 dilalui, 3) besarnya tekanan kepala
yang menekan pada saat persalinan (Rahmawati,2009).
D. Perubahan sistem muskuloskeletal atau diatesis rectie abdominis
1. Diathesis
Setiap wanita nifas memiliki derajat diathesis/konstitusi (yakni keadaan tubuh yang
membuat jaringan-jaringan tubuh bereaksi secara luar biasa terhadap rangsangan-rangsangan
luar tertentu, sehingga membuat orang itu lebih peka terhadap penyakit-penyakit tertentu)
(Rahmawati, 2009).
2. Abnominalis dan peritonium
Akibat peritonium berkontraksi dan ber-retraksi pasca persalinan dan juga beberapa hari
setelah itu, peritonium yang membungkus sebagian besar dari uterus, membentuk lipatan-lipatan
dan kerutan-kerutan (Rahmawati, 2009).
Dinding abdomen tetap kendor untuk sementara waktu. Hal ini disebabkan karena sebagai
konsekuensi dari putusnya serat-serat elastis kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat
pembesaran uterus selama hamil (Rahmawati, 2009).
E. Perubahan tanda-tanda vital
1. Suhu badan
a. Sekitar hari ke-4 setelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit, antara 37,20C-37,50C.
Kemungkinan disebabkan karena ikutan dari aktivitas payudara.
b. Bila kenaikan mencapai 380C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai
adanya infeksi atau sepsis nifas.
2. Denyut nadi
a. Denyut nafi ibu akan melambat sekitar 60x/mnt, yakni pada waktu setelah persalinan karena ibu
dalam waktu istrahat penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama post partum.
b. Pada ibu yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/mnt. Bisa juga terjadi gejala syok
karena infeksi, khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh.
3. Tekanan darah
a. Tekanan darah < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada
1-3 hari post partum
b. Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post partum.
4. Respirasi
a. Pada umunya respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian, tidak lain karena ibu
dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istrahat.
b. Bila ada respirasi cepat post partum (<30x/mnt), mungkin karena adanya ikutan tanda-tanda
syok ( Rahmawati, 2009).
2. Penyebab robekan
1. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
2. Pasien tidak mampu berhenti mengejan
3. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan
4. Edema dan kerapuhan pada perineum
5. Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
6. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala
bayi ke arah posterior
7. Peluasan episiotomi
8. Bayi besar
9. Posisis kepala yang abnormal; misalnya presentasi muka dan occipitoposterior
10. Kelahiran bokong
11. Ekstrasi forceps yang sukar
12. Dystocia bahu
13. Anomali kongenital, seperti hidrosephalus (William, 2010).
3. Bentuk luka perineum setelah melahirkan yaitu:
a. Ruptur
Ruptur atau robekan perineum adalah luka pada perineum yang di akibatkan oleh
rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakkan kepala janin atau bahu pada saat proses
persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan
penjahitan (Rukiah, 2010).
b. Episiotomi
Episiotomi adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada lubang-keluar jalan
lahir sehingga memudahkan kelahiran anak (william, 2010).Episiotomi adalah insisi pada
perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin himen, jaringan septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah depan perineum untuk melebarkan
jalan lahir sehingga mempermudah kelahiran (Mansdjoer, 2009).
c. Lingkup perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi
yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau
akbat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung lochea (pembalut)
(Rukiah, 2010).
d. Waktu perawatan
1. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada
kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu
maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu
diperlukan pembersihan perineum (Rukiah, 2010).
2. Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum
akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan
perineum (Rukiah, 2010).
Kriteria:
a. Memperhatikan keunikan klien sebagai mahluk bio-psikososial-spritual-kultural.
b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau
keluarganya (informed consent)
c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based
d. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan
e. Menjaga privacy klien/pasien
f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
g. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan.
h. Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai
i. Melakukan tindakan sesuai standar
j. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
Standar V: Evaluasi
Pernyataan: Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan
untuk melihat keefektivan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan
perkembangan kondisi klien.
Kriteria:
a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melakukan asuhan sesuai kondisi klien
b. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan atau keluarga.
c. Evaluasi dilakukan sesuai standar
d. Hasil evaluasi ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.
Standar VII: pencatatan asuhan kebidanan
Pernyataan: Bidan melakukan pencaatatan secara lengkap, akurat, singkat dan
jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan
kebidanan.
Kriteria:
a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (Rekam
Medis/KMS/Status pasien/Buku KIA
b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
c. S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesis
d. O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
e. A adalah hasil analisis, mencatat diagnosis dan masalah kebidanan
f. P adalah pelaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan
seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan rujukan.
D. Konsep Dokumentasi Kebidanan
1. Pengertian
Dokumentasi adalah sekumpulan catatan, penyimpanan dan desiminasi dari catatan
informasi dalam sistem terintegrasi untuk penggunaan yang efisien dan mudah diterima.
Dokumentasi merupakan persiapan dan catatan komunikasi mendorong untuk membuktikan
suatu informasi atau kejadian.
2. Tujuan dokumentasi
a. Sebagai sarana komunikasi
b. Sebagai sarana tanggung jawab dan tanggung gugat
c. Sebagai sarana informasi
d. Sebagai sarana pendidikan
e. Sebagai sumber data penelitian
f. Sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan
g. Sebagai sumber data perencanaan asuhan kebidanan
3. Fungsi dokumentasi
a. Bentuk tanggung jawab profesi bidan
b. Perlindungan hukum
c. Mematuhi standar pelayanan
d. Efisiensi kegiatan dan pembiayaan asuhan
5 LANGKAH SOAP
(KOMPETENSI NOTES
KEBIDANAN)
7 LANGKAH VARNEY
Data Subjektif
1. Pengumpulan data dasar (hasil
anamnesis)
objektif
(pemeriksaan)
2. Interprestasi data: Assesment/diagnosis Assesment
diagnosis, masalah, (analisis dan
kebutuhan interprestasi
data)
Diagnosis
3. Identifikasi dianosa atau dan masalah
masalah potensial Diagnosis
atau masalah
4. Identifikasi kebutuhan potensial
yang memerlukan Kebutuhan
penanganan segera tindakan
secara Mandiri, segera
konsultasi atau
kolaborasi
7. Evaluasi Evaluasi
Gambar2.2 keterkaitan antara manajemen kebidanan dan sistem pendokumentasian SOAP
D. Konsep Tentang Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Dengan Ruptur
Perineum Derajat II
Pendokumentasian/pencatatan asuhan pada ibu post partum dengan ruptur perineum derajat
II di tetapkan dalam bentuk SOAP.
1. Pengkajian data
a. Data subjektif
b. Data Objektif
2. A: Analisa/assessment
Analisa atau interprestasi data berdasarkan data yang terkumpul
3. Diagnosa potensial
Diagnosa potensial adalah masalah yang sudah di identifikasi akan terjadi yang membutuhkan
antisipasi secara cepat.
4. Tindakan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter untuk dikonsultasikan atau di
tangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain dengan kondisi klien
5. P: perencanaan dan pelaksaan/planning of action
6. Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam rencana asuhan menyeluruh tersebut. Tahapan pelaksanaan sesuai dengan
yang ada dalam kasus ruptur perineum derajat II.
7. Evaluasi
Langkah akhir dari proses asuhan kebidanan adalah evaluasi. Evaluasi adalah tindakan
pengukuran antara kebersihan oleh rencana. Tujuan dari evaluasi dalam asuhan kebidanan adalah
mengetahui ketetapan kesempurnaan antara hasil yang di capai dengan tujuan yang di tetapkan.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kelanjutan dari kerangka teori atau landasan teori yang diseuaikn
dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai, yakni sesuai dengan apa ang telah ditulis
dalam rumuan masalah (Machfoedz, 2009).
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan
metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dan pendokumntasian.
Maka kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut:
Asuhan kebidanan 7 langkah Varney
1. Pengkajian
2. Interprestasi data
3. Identifikasi diagnosa masalah potensial
4. Tindakan segera
5. Rencana asuhan menyeluruh
6. Pelaksanaan asuhan
7. evaluasi
B. Definisi Operasional
1. Asuhan kebidanan
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang diberikan oleh seorang
bidan yang menjadi tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang
mempunyai kebutuhan/masalah di bidang kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan, nifas,
bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
2. Ruptur perineum
Ruptur perineum adalah luka perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara
alamiah karena proses desakkan kepala janin atau bahu pada saat persalinan.
3. Ibu nifas dengan ruptur perinum
Ibu nifas dengan ruptur perineum adalah ibu nifas dengan luka hecting ruptur perineum
disertai dengan masa penyembuhan luka Perineum.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Dalam penyusunan proposal ini, penulis menggunakan metode penulisan sebagai berikut:
1. Studi kasus
Pada kasus ini digunakan pendekatan pemecahan masalah dalam asuhan kebidana yang
meliputi pengkajian, analisa masalah. Diagnosa, diagnosa potensial, tindakan segera, rencana
tindakan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Studi kepustakaan
Penulis mempelajari literatur yang menyangkut mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas
dan ruptur perineum.
3. Studi dokumenter
Studi dokumenter yaitu membaca dan mempelajari status dan menginterprestasikan data
yang sehubungan dengan klien, baik yang bersumber dari catatan dokter, bidan atau perawat
maupun sumber lisan yang menunjang.
4. Diskusi
Diskusi dilakukan dengan tim kesehatan yang bertugas diruang Kasuari RSU Anutapura
palu, dokter, bidan dan perawat yang melayani langsung klien secara cliical instruktur (CI) dan
pembimbing dari pihak akademik.
B. Lokasi dan Tempat Penelitian
Lokasi pengambilan kasus adalah di Ruang Kasuari RSU Anutapura Palu, waktu penelitian
bulan mei-juni 2014.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Subjek berupa benda. Semua benda yang
memiliki sifat atau ciri, adalah subjek yang bisa diteliti (Machfoedz,2009).
2. Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil dari populasi (Machfoedz, 2009).
Karena penelitian merupakan studi kasus maka yang akan menjadi sampel adalah 1 orang
ibu nifas yang bersalin dengan robekan perineum derajat II di ruang Kasuari RSU Anutapura
palu.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penyusunan proposal ini untuk memperoleh bahan dan data lainnya, penulis
mengunakan metode yang lazim digunakan yaitu:
1. Data sekunder
Data yang diperoleh dengan menggunakan studi kepustakaan, penulis banyak menggunakan
bahan-bahan masukkan untuk melandasi konsep kebidanan. Adapun sumber-sumber yang di
maksud adalah buku asuhan kebidanan, buku ruptur perineum, buku perawatan luka perinem dan
metode penelitian.
2. Data primer
Dalam pengumpulan data penulis melakukan pengamatan secara langsung pada klien di
ruang Kasuari RSU Anutapura Palu dengan menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Anamnese
Anamnese adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara
seorang dokter dengan pasiennya seara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui
tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu
masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau pembuktian terhadap informasi keterangan yang
diperoleh.
c. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
2. Pemeriksaan fisik khusus berhubungan dengan pemeriksaan pada ibu post partum dengan
robekan perineum derajat II.
d. Analisa data
Dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan manajemen asuhan kebidanan melalui
asuhan yang diberikan secara langsung. Dengan ini dapat diketahui keberhasilan asuhan
kebidanan yang telah dilakukan.
e. Pengolahan dan penyajian data
Pengolahan data ini menggunakan metode pendekatan manajemen asuhan kebidanan untuk
membantu pemecahan masalah klien melalui proses 7 langkah varney yang di dokumentasikan
dalam bentuk narasi dengan menggunaan asuhan ebidanan dalam bentuk SOAP.