1 Perdarahan Antepartum
2.1.1 Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa kehamilan di mana
umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram (Manuaba,
2010). Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), perdarahan antepartum adalah perdarahan
pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua pada kira-kira 3% dari semua
kehamilan. Jadi dapat disimpulkan perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi
pada akhir usia kehamilan
2.1.2 Jenis-jenis Perdarahan Antepartum
1. Plasenta Previa
• Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari yang letaknya tidak
normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan rahim. Pada keadaan normal ari-ari terletak dibagian atas rahim
(Wiknjosastro, 2005).
• Klasifikasi
Jenis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan plasenta atau ari-ari
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
1. Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
plasenta atau ari-ari.
2. Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan
plasenta.
3. Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta atau ari-ari berada tepat
pada pinggir pembukaan jalan ari.
4. Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada segmen bawah rahim
akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir (Wiknjosastro, 2005).
Etiologi
Mengapa plasenta atau ari-ari bertumbuh pada segmen bawah rahim tidak selalu jelas.
Plasenta previa bisa disebabkan oleh dinding rahim di fundus uteri belum menerima
implantasi atau tertanamnya ari-ari dinding rahim diperlukan perluasan plasenta atau ari-ari
untuk memberikan nutrisi janin (Manuaba, 2010).
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum di ketahui atau belum
jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya.
Strasmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang
pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan browne menekankan
bahwa faktor terpenting ialah villi khorialis persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologinya :
1) Umur dan Paritas
a. Pada primi gravida, umur di atas 35 tahun lebih sering dari pada umur di
bawah 25 tahun.
b. Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c. Di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas
kecil, hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda
dimana endometrium masih belum matang.
2) Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur muda
3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase dan
manual plasenta.
4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
6) Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba, 2010).
• Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama
dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga,
akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen
bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya
kehamilan, segmen bawah rahim akan lebih melebar lagi, dan leher rahim mulai membuka.
Apabila plasenta atau ari-ari tumbuh pada segmen bawah rahim, pelebaran segmen bawah
rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa
terlepasnya sebagian plasenta dari dinding rahim. Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta
dan dinding rahim atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak
dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal, makin rendah
letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi (Winkjosastro, 2005)
Frekuensi
Frekuensi plasenta previa pada Ibu yang hamil berusia lebih dari 35 tahun kira-kira 10
kali lebih sering dibandingkan dengan Ibu yang kehamilan pertamanya berumur kurang dari
25 tahun. Pada Ibu yang sudah beberapa kali hamil dan melahirkan dan berumur lebih dari 35
tahun. Kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan yang berumur kurang dari 25 tahun.
(Winkjosastro, 2003)
Tanda dan Gejala
Gejala utama dari plasenta previa adalah timbulnya perdarahan secara tiba-tiba dan
tanpa diikuti rasa nyeri. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga tidak berbahaya
tapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya apalagi kalau
sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya dikatakan sering
terjadi pada triwulan ketiga akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu
karena sejak saat itu bagian bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Pada plasenta previa darah yang dikeluarkan akibat pendarahan yang terjadi berwarna
merah segar, sumber perdarahannya ialah sinus rahim yang terobek karena terlepasnya ari-ari
dari dinding rahim. Nasib janin tergantung dari bahayanya perdarahan dan hanya kehamilan
pada waktu persalinan (Winkjosastro, 2005)
• Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya
ialah plasenta previa sampai kemudian temyata dugaan itu salah. Sedangkan diagnosis
bandingnya meliputi pelepasan plasenta prematur (ari-ari lepas sebelum waktunya),
persalinan prematur dan vasa previa (Winkjosastro, 2005)
Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri,
tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
anamnesis, melainkan dari pemeriksaan darah (Winkjosastro, 2005)
• Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat, guna mengatasi perdarahan antepartum
yang disebabkan oleh plasenta previa. Perlu dilakukan beberapa langkah pemeriksaan.
1) Pemeriksaan luar
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan letak janin
2) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sumber terjadinya perdarahan
3) Penentuan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk megetahui secara pasti letak plasenta atau ari-ari.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dangan radiografi, radioisotopi dan ultrasonografi.
4) Penentuan letak plasenta secara langsung.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan
jenis plasenta previa dan pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan secara langsung meraba
plasenta melalui kanalis servikalis (Winkjosastro, 2005).
• Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
Karena dihalangi oleh ari-ari maka bagian terbawah janin tidak terdorong ke dalam
pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin seperti letak kepala
yang mengapung, letak sungsang atau letak melintang.
Sering terjadi persalinan prematur atau kelahiran sebelum waktunya karena adanya
rangsangan koagulum darah pada leher rahim. Selain itu jika banyak plasenta atau ari-ari
yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi kontraksi, juga lepasnya ari-ari dapat
merangsang kontraksi (Mochtar, 2003)
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan
1) Letak janin yang tidak normal, menyebabkan persalinan akan menjadi tidak normal
2) Bila ada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan dapat
menyebabkan terjadinya prolaps funikuli
3) Sering dijumpai inersia primer
4) Perdarahan (Mochtar, 2011)
• Komplikasi Plasenta Previa
1) Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung)
2) Prolaps plasenta
3) Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan kerokan
4) Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
5) Perdarahan setelah kehamilan
6) Infeksi karena perdarahan yang banyak
7) Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah (Mochtar, 2011)
Pragnosis Plasenta Previa
Karena dahulu penanganan plasenta previa relatif bersifat konservatif, maka angka
kesakitan dan angka kematian Ibu dan bayi tinggi, kematian Ibu mencapai 8-10% dari seluruh
kasus terjadinya plasenta previa dan kematian janin 50-80% dari seluruh kasus terjadinya
plasenta previa.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan
Ibu dan bayi baru lahir jauh menurun. Kematian Ibu menjadi 0,1-5% terutama disebabkan
perdarahan, infeksi, emboli udara dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun
menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan
persalinan buatan (Mochtar, 2003).
Penanganan Plasenta Previa
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22 minggu harus dianggap
penyebabnya adalah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penderita harus dibawa
ke rumah sakit yang fasilitasnya cukup.
Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
1) Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir sebelum waktunya dan tindakan yang
dilakukan untuk meringankan gejala-gejala yang diderita. Penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis.
Syarat-syarat bisa dilakukannya terapi ekspektatif adalah kehamilan belum matang,
belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum Ibu cukup baik dan bisa dipastikan janin
masih hidup
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah rawat inap, tirah baring dan
pemberian antibiotik, kemudian lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan
tempat menempelnya plasenta, usia kehamilan letak dan presentasi janin bila ada kontraksi.
Berikan obat-obatan MgSO4 4 gr IV, Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis
tunggal untuk pematangan paru-paru janin
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium
uteri internum maka dugaan plasenta previa menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan
observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat (Manuaba,
2010).
2) Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak
harus segera dilaksanakan secara aktif tanpa memandang kematangan janin. Bentuk
penanganan terapi aktif
a. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan Ibu dan anak atau
untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
b. Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat
melakukan pertolongan lebih lanjut
c. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap
melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.
b) Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang paling banyak dilakukan
(Manuaba, 2010).
2. Solusio Plasenta
Pengertian Solusio Plasenta
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari tempat perlekatannya
yang normal pada rahim sebelum janin dilahirkan (Saifuddin, 2006).
•
Klasifikasi Solusio Plasenta
Menurut derajat lepasnya plasenta
1) Solusio Plasenta Parsialis
Bila hanya sebagian saja plasenta terlepasnya dari tempat perletakannya.
2) Solusio Plasenta Totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepasnya dari tempat perlekatannya
3) Prolapsus Plasenta
Bila plasenta turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan dalam.
• Etiologi Solusio Plasenta
Penyebab Solusio Plasenta adalah
1) Trauma langsung terhadap Ibu hamil
a) Terjatuh trauma tertelungkup
b) Tendangan anak yang sedang digendong
c) Atau trauma langsung lainnya
2) Trauma Kebidanan, artinya solusio plasenta terjadi karena tindakan kebidanan yang
dilakukan :
a) Setelah versi luar
b) Setelah memecahkan air ketuban
c) Persalinan anak kedua hamil kembar
3) Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang pendek faktor predisposisi
terjadinya solusio plasenta adalah:
a) Hamil tua
b) Mempunyai tekanan darah tinggi atau eklampsia
c) Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
d) Tekanan vena kava inferior yang tinggi
e) Kekurangan asam folik
(Manuaba, 2010).
g. Vagina
- Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda Chandwick )
- Hipertropi epithelium
h. System musculoskeletal
- Persendian tulang pinggul yang mengendur
- Gaya berjalan yang canggung
- Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal
2. Khusus
- Tinggi fundus uteri
- Posisi dan persentasi janin
- Panggul dan janin lahir
- Denyut jantung janin
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan inspekulo
- Pemeriksaan radio isotopic
- Ultrasonografi
- Pemeriksaan dalam
Plasenta previa dapat terjadi pada semua tingkat ekonomi namun pada umumnya
terjadi pada golongan menengah kebawah , hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
yang dimilikinya.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman plasenta pada
segmen bawah rahim (Susan Martin Tucker,dkk 1988:523)
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan ketidak mampuan
merawat diri. Sekunder keharusan bedrest (Linda Jual Carpenito edisio :326)
3. Resiko rawat janin : fital distress berhubungan dengan tidak ada kuatnya perfusi darah
ke plasenta (Lynda Jual Carpenito,2000: 1127) post seksio.
4. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot
perut (Susan Martin Tucker,dkk 1988 : 624).
3.3 Intervensi dan Rasional
1. Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman plasenta pada
segmen bawah rahim.
• Tujuan : Klien tidak mengalami perdarahan berulang
• Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk membatasi perserakan.
Rasional : Pergerakan yang banyak dapat mempermudah pelepasan plasenta sehingga
dapat terjadi perdarahan.
b. Kontrol tanda-tanda vital (TD, Nadi, Pernafasan, suhu).
Rasional : Dengan mengukur tanda-tanda vital dapat diketahui secara dini kemunduran
atau kemajuan keadaan klien.
c. Kontrol perdarahan pervaginam.
Rasional : Dengan mengontrol perdarahan dapat diketahui perubahan perfusi jaringan
pada plasenta sehingga dapat melakukan tindakan segera.
d. Anjurakan klien untuk melaporkan segera bila ada tanda-tanda perdarahan lebih banyak.
Rasional : Pelaporan tanda perdarahan dengan cepat dapat membantu dalam melakukan
tindakan segera dalam mengatasi keadaan klien.
e. Monitor bunyi jantung janin.
Rasional : Denyut jantung lebih >160 serta <100 dapat menunjukkan gawat janin
kemungkinan terjadi gangguan perfusi pada plasenta.
f. Kolaborasi dengan tim medis untuk mengakhiri kehamilan.