PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per
100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (Mauldin, 1994).
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka
kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di
Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu
perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah
kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada
kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.
Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus,
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas
teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28
minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup
janin diluar uterus (Wiknjosastro, 1999).
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya
daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, R,
1998).
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh
persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975)
dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-
kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia
(1953-1962) 3% dari seluruh persalinan (Wiknjosastro, 1999).
1
Perdarahan antepartum dapat disebabkan oleh plasenta previa,
solusio plasenta, ruptura sinus marginalis, insersio velamentosa &
plasenta sirkumvalata. Yang paling banyak menurut data RSCM
jakarta tahun 1971-1975 adalah solusio plasenta dan plasenta previa.
Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu
dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai
pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa.
Komplikasi yang terjadi pada kehamilan trimester 3 dalam hal ini
perdarahan antepartum, masih merupakan penyebab kematian ibu
yang utama. Oleh karena itu, sangat penting bagi bidan mengenali
tanda dan komplikasi yang terjadi pada penderita agar dapat
memberikan asuhan kebidanan secara baik dan benar, sehingga
angka kematian ibu yang disebabkan perdarahan dapat menurun
B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan pengertian perdarahan antepartum?
2. Kalsifikasi dari perdarahan antepartum?
3. Apa saja penyebab perdarahan antepartum?
4. Tanda dan gejala dari perdarahan antepartum?
5. Penanganan pada perdarahan antepartum?
C. Tujuan penulisan
Pembaca dan penulis dapat mengetahui tentang perdarahan yang
dapat terjadi pada trimester III kehamilan sehingga dapat menurunkan
AKI yang ada di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta
adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya
sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi
pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500
gram.
sulosio plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi sebelum
waktunya (FKUI.2001).
b. Klasifikasi solusio plasenta
Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat
pelepasan plasenta:
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang
terlepas.
c. Etiologi solusio plasenta
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1) Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma
preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland,
ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat
terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan
adanya hipertensi pada ibu.
2) Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
a) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
4
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan
janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan
pertolongan persalinan.
c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-
lain.
3) Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara.
Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang
diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18
pada primipara.
4) Faktor usia ibu
Dalam penelitian dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan
kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur
ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu,
makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5) Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat
menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi
di atas bagian yang mengandung leiomioma.
6) Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah
dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana
bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh
darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta
7) Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan
kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang
merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan
pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih
luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.
Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko
5
terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun
ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
8) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu
dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko
berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
9) Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi,
tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan
pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-
lain.
6
penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding
uterus.
7
ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana
yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada
keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan
darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya.
f. Penatalaksanaan solusio plasenta
Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta
ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif lalu tentukan
apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses
berhenti secara berangsur, penderita dimobilisasi. Selama
perawatan dilakukan pemeriksaan Hb, fibrinogen, hematokrit,
dan trombosit.
Pada solusio plasenta sedang dan berat maka penganganan
bertujuan untuk mengatasi renjatan, memperbaiki anemia,
menghentikan perdarahan, dan mengosongkan uterus secepat
mungkin.
Penatalaksanaannya meliputi:
1) Pemberian tranfusi darah
2) Pemecahan ketuban (amniotomi)
3) Pemberian infus oksitosin
4) Kalau perlu dilakukan seksio sesarea
Bila diagnosa solusio plasenta secara klinis sudah dapat
ditegakkan, berarti perdarahan yang terjadi menimal 1000 cc
sehingga transfusi darah harus diberikan minimal 1000 cc.
Ketuban segera dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi
regangan dinding uterus dan untuk mempercepat persalinan
diberikan infus oksitosin 5 UI dalam 500 cc dekstrose 5 %.
Seksio sesar dilakukan bila
1) Persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6
jam
8
2) Perdarahan banyak
3) Pembukaan tidak ada atau kurang 4 cm
4) Panggul sempit
5) Letak lintang
6) Preeklamsia berat
2. Plasenta Previa
a. Pengertian plasenta previa
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah
sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan
perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim.
(Cunningham, 2006).
Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir,
(prae: didepan; vias: jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta
yang implantasinya tidak normal ialah rendah sekali hingga
menutupi seluruh atau sebagian osium internum. Implantasi
plasenta yang normal ialah pada dinding depan atau dinding
belakang rahim didaerah fundus uteri. (Obsterti Patologi, Edisi
1984).
b. Klasifikasi Plasenta Previa
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu atau derajat
abnormalitas tertentu :
1) Placenta previa totalis
Bila plasenta menutupi ostium internum servisis seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin
bayi dilahirkan per-vaginam (normal/spontan/biasa), karena
risiko perdarahan sangat hebat.
2) Placenta previa partialis
Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi ostium
internum pembukaan jalan lahir. Pada posisi inipun risiko
9
perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan
melalui per-vaginam.
3) Placenta previa marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Bisa dilahirkan per-vaginam tetapi risiko perdarahan tetap
besar.
4) Low-lying placenta
(Plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut
juga dangerous placenta). Yaitu posisi plasenta beberapa mm
atau cm dari tepi jalan lahir sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun
bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan
aman, asal hati-hati.
10
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar
karena endometrium belum sempat tumbuh.
3) Endometrium yang cacat
a) Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek.
b) Bekas operasi, bekas kuretase atau plasentamanual.
c) Pertumbuhan tumor endometrium seperti pada mioma
uteri atau polip endometrium.
d) Gestasi ganda.
e) Endometriosis puerperal.
4) Hipoplasia endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta
previa diantaranya adalah mencakup :
a) Perdarahan (hemorrhaging).
b) Usia lebih dari 35 tahun.
c) Multiparitas.
d) Pengobatan infertilitas.
e) Multiple gestation.
f) Erythroblastosis.\
g) Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya.
h) Keguguran berulang.
i) Status sosial ekonomi yang rendah.
j) Jarak antar kehamilan yang pendek.
k) Merokok.
11
Sedangkan menurut Kloosterman(1973), Plasenta bertumbuh
pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat dengan jelas
diterangkan. Vaskularisasi yang berkurang atau perubahan
atropi akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan
plasenta previa, tidak selalu benar. Memang apabila aliran
darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar
maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan
memperluas permukaannya sehingga mendekati atau
menutupi pembukaan jalan lahir. Frekuensi plasenta previa
pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10
kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang
berumur kurang dari 25 tahun . Pada grandemultipara yang
berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari
grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.
Gejala Utama :
12
Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan
yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.
Gejala Klinik :
13
pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari
pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa
pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik
dari pelvis pada wanita-wanita dengan placenta previa yang
dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic mungkin menjurus
pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan
pervaginam (yang keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang
pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu dengan
plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki
gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya
perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah
segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa
faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual
dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena
pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya
perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati
jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan
kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka
pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam vagina)
oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi
mengingat risiko perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
e. Penatalaksanaan
1) Terapi ekopektif
Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak terlahir
premature, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan
dalam melalui kanalis servikalis. Upaya diagnosis dilakukan
secara non-infansif pemantauan klinis dipantau secara ketat
dan baik.
Syarat-syarat terapi ekopektif:
14
a) Kehamilan reterm dan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b) Belum ada tanda-tanda inpartu.
c) Keadaan umum ibu cukp baik.
d) Janin masih hidup.
e) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis.
f) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi
plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak dan
presentasi janin.
g) Berikan tokolitik jika ada kontaraksi.
h) MgSO4 4 grm iv dosis awal dilanjutkan 4grm setiap 6 jam.
i) Betametason 24 mg iv dosis tunggal untuk pematangan
paru janin.
j) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok(bubble tes)
dan hasil amniosentesis.
k) Bila setelah usia kehamilan diatas 24 minggu, plasenta
masuh berada disekitar ostium uteri internum, maka
dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu
dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat janin.
2) Terapi aktif
a) Wanita hamil diatas 2 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera
ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturnitas
janin.
b) Untuk diagnosis plasenta previa dan menetukan cara
menyelesaikan persainan setelah semua persyaratan
terpenuhi, lakukan PDMO jika:
Infuse atau tranfusi telah terpasang, kamar dan tim
operasi telah siap.
kehamilan ≥ 37 minggu (BB 2500 grm) dan inpartu.
15
Janin telah meniggal atau terdapat anomaly
kongenital mayor (misal: anensefali).
Perdarahan dengan bagian bawah janin telah jauh
melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada
palpasi luar).
a) Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah
untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin
meninggal atau tidak punya harapan untuk hidup, tindakan
ini tetap dilaksanankan.
b) Tujuan seksio sesarea
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat
segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada
serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.
c) Lakukan perawatan lanjut paska bedah termaksud
pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan
cairan masuk, keluar.
3. Insersio velamentosa
a. Pengertian insersio velamentosa
insersi tali pusat yang normal pada plasenta ialah sedikit di
luar titik tengah di namakan insersi parasentral atau lebih
keluar sedikit mendekati pinggir plasenta ialah insersi lateral.
Insersi yang tepat pada pinggir plasenta disebut insersi
marginal. Insersi tersebut di atas tidak mempunyai arti klinis.
Insersi velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput
janin. Insersi velamentosa sering terdapat pada kehamilan
ganda. ( Offset Elstar,Obstetri Patologi.1984)
16
Insersio velamentosa adalah tali pusat yang tidak berinsersi
pada jaringan plasenta, tetapi pada selaput janin sehingga
pembuluh darah umblikus berjalan diantara amnion dan korion
menuju plasenta (Sarwono, Ilmu Kebidanan.2005).
b. Klasifikasi
Hubungan plasenta dengan tali pusat
1) Ditengah : keadaan ini disebut Insersio sentralis.
2) Agak kepinggir : keadaan ini disebut Insersio lateralis.
3) Dipinggir : keadaan ini disebut Insersio marginalis.
4) Diluar plasenta : keadaan ini disebut Insersio velamentosa
17
anak menjadi buruk. Bisa juga menyebabkan bayi itu
meninggal. Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi
velamentosa ini sebelum terjadinya perdarahan adalah
dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada ibu dengan
kehamilan gemeli dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
USG, karena untuk mengantisipasi dengan segala
kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya insersio
velamentosa ini.
f. Penanganan Insersio Velamentosa
Bidan tidak memiliki kewenangan untuk menangani insersio
velamentosa. Hanya melakukan diagnosa dan bila dicurigai
bahwa ibu hamil mengalami kehamilan ganda segera
lakukan USG. Dan apabila mengetahui ibu positif mengalami
insersio velamentosa, lakukan rujukan pada Rumah Sakit.
18
kemungkinan perdarahan karena sinus marginalis yang
pecah. Karena pembukaan mendekati lengkap, maka
bahaya untuk ibu maupun janinnya tidak terlalu besar.
Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan
kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit,
atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.
Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah
diraba. Tekanan darah tinggi, serta tidak ada gawat janin.
Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena
dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang
berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan
kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah
perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
(sarwono, 2005).
b. Tanda dan gejala
Tanda atau gejala dari Solusio plasenta Kelas 1-ringan
(Ruptur sinus marginalis) adalah:
1) Tidak ada atau sedikit perdarahan dari vagina yang
warnanya kehitam-hitaman, kalau ada perdarahan
jumlahnya antara 100-200 cc.
2) Rahim yang sedikit nyeri atau terus menerus agak tegang
3) Tidak ada koagulopati
4) Tidak ada gawat janin
5) Pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan
6) Kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
19
plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan
permukaannya. Sehingga mendekati atau menutup
pembukaan jalan lahir. ( Sarwono Prawirohardjo, 2005).
c. Faktor resiko
Belum ada yang berhasil menemukan penyebab pasti
rupture sinus marginalis. Penyebab primer dari rupture sinus
marginalis hampir sama dengan penyebab dari terjadinya
solusio plasenta. Ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi :
1) Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma
preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland,
ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan
dengan adanya hipertensi pada ibu.
2) Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
a) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan
janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan
pertolongan persalinan.
c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-
lain.
3) Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo dilaporkan bahwa
terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan
dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
20
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun.
4) Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan
darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang
mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya
plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu
penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.
5) Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan
kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu
yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis,
diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya
melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta
meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai
terjadinya kehamilan.
6) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu
dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko
berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang
tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
7) Pengaruh lain
Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi,
tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan
pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan
lain-lain.
21
d. Penatalaksanaan ruptura sinus marginalis
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan
bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan
observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus gejala
solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan
USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka
kehamilan harus segera diakhiri.
22
5) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok dari hasil
amniosentesis.
6) Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta
masih berada disekitar ostium uteri interim.
23
Panggul sempit atau letak lintang.
5. Plasenta sirkumvalata
a. Pengertian plasenta sirkumvalata
Plasenta sirkumvalata adalah variasi yang terbentuk jika
lempeng korion yang terletak disisi janin plasenta lebih kecil
daripada lempeng basal yang terletak disisi ibu, jika
permukaan janin dari plasenta semacam ini menyebabkan
terbentuknya cekungan sentral dengan cincin putih keabu –
abuan tebal disekelilingnya.
Plasenta Sirkumvalata adalah Plasenta yang pada
permukaan fetalis dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin
ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan di
sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh ke samping di
bawah desidua. Sebagai akibatnya pinggir plasenta mudah
terlepas dari dinding uterus dan perdarahan ini
menyebabkan perdarahan antepartum.
b. Penyebab plasenta sirkumvalata
Diduga chorion frondosum terlalu kecil dan untuk mencukupi
kebutuhan vili menyerbu ke dalam desidua diluar permukaan
frondosuin.
Insiden : 2 – 18 %.
c. Patofisiologis plasenta sirkumvalata
24
Menurut para ahli plasenta sirkumvalata sering
menyebabkan abortus dan solusio plasenta. Bila cincin putih
ini letaknya dekat sekali ke pinggir plasenta, di sebut
plasenta marginata. Kedua-duanya disebut sebagai plasenta
ekstra coriel. Pada plasenta marginata mungkin terjadi
adeksi dari selaput sehingga plsenta lahir telanjang
tertinggalnya selaput ini dapat menyebabkan perdarahan
dan infeksi.
d. Tanda dan gejala plasenta sirkumvalata
Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus
selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan
plasenta, karena perdarahan antepartum yang berbahaya
umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan
kelainan serviks tidak seberapa berbahaya. Pecahnya sinus
marginalis merupakan perdarahan yang sebagian besar baru
diketahui setelah persalinan pada waktu persalinan,
perdarahan terjadi tanpa sakit dan menjelang pembukaan
lengkap. Karena perdarahan terjadi pada saat pembukaan
mendekati lengkap, maka bahaya untuk ibu maupun
janinnya tidak terlalu besar.
e. Penaganan plasenta sirkumvalata
1) Jika pada kehamilan terjadi perdarahan intermitten dan
belum terjadi perdarahan ibu disarankan untuk beristirahat
total untuk mencegah terjadinya perdarahan.
a) Perbaiki keadaan umum ibu, memperbaiki keadaan
umum ibu dengan istirahat total dan pemberian terapi,
dan pemberian obat-obat hormonal danpenambah
darah, infus telah terpasang pada lengan dengan cara
IV 40 tpm atau guyur jika ada tanda-tanda syok, O2
terpasang 2-3 liter
25
b) Evaluasi perdarahan dan kondisi kehamilan ibu,
memantau jumlah perdarahan dan TTVibu, dan kondisi
kehamilan jika terjadi keguguran lakukan kuretase dan
jika bayi masihbisa dipertahankan atau terjadi solusio
plasenta lahirkan bayi secara sesar. Tindakan
telahdilakukan.
c) Atur posisi yang nyaman, mengatur posisi ibu
senyaman mungkin sehingga pertukaranO2 dan Co2
lancar misalnya posisi semi powler atau terlentang. Ibu
telah tidur denganposisi semi fowler dan atau
terlentang.
d) Anjurkan ibu istirahat, menganjurkan ibu untuk istirahat
total dan tidak melakukanaktifitas fisik dengan tidur
siang 1-2 jam sehari dan tidur malam 7-8 jam sehari.
Pasientelah istirahat.
e) Ingatkan ibu untuk memperhatikan kebutuhan nutrisi,
Mengingatkan ibu untukmemperhatikan kebutuhan
nutrisi dengan makan makanan yang sehat dan bergizi
secarateratur seperti nasi, lauk pauk, sayur-sayuran,
dan buah-buahan, serta minum air putih8-9 gelas
sehari, bila perlu susu 1 gelas sehari, tidak ada
pantangan makanan apapunbagi ibu. Ibu mengerti dan
mau melakukannya.
2) Jika sudah terjadi perdarahan lakukan kolaborasi dengan
tenaga kesehatan yang berwenang dalam hal ini dokter
obsgin untuk mencegah perdarahan yang dapat
mengancam jiwa ibu.
3) Jika mengakibatkan solutio plasenta lakukan penanganan
seperti pasien solutio plasenta, jika terjadi perdarahan
hebat (nyata atau tersembunyi) lakukan persalinan
segera. Seksio caesarea dilakukan jika :
26
a) janin hidup, gawat janin tetapi persalinan pervaginam
tidak dapat dilaksanakan dengan segera (pembukaan
belum lengkap)
b) janin mati tetapi kondisi serviks tidak memungkinkan
persalinan pervaginam dapat berlangsung dalam waktu
singkat
c) persiapan, cukup dilakukan penanggulangan awal dan
segera lahirkan bayi karena operasi merupakan satu-
satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan
27
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada ibu hamil lebih
dari 28 Minggu.
2. Penyebab perdarahan antepartum
a. Kelainan plasenta
b. Plasenta previa
c. Solusio previa
d. Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya
e. Kelainan serviks & vagina
f. Erosio porsionis uteri
g. Karsionamia porsionis uteri
h. Polipus servisis uteri
i. Varises vulvae
j. Trauma
B. Saran
Jika terjadi perdarahan antepartum sebagai tenaga
kesehatan harus melakukan penanganan sesegera mungkin. Bila
perlu harus melakukan rujukan ke Rumah sakit yang memiliki fasilitas
operasi dan tranfusi darah
28
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnalbidandiah.blogspot.co.id/2012/04/makalah-lengkap-
perdarahan-antepartum.html
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/makalah-lengkap-
perdarahan-antepartum.html#ixzz487iEmKuS
http://gilalo.blogspot.co.id/2012/04/makalah-perdarahan-antepartum.html
29