Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per
100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (Mauldin, 1994).
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka
kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di
Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu
perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah
kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada
kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.
Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus,
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas
teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28
minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup
janin diluar uterus (Wiknjosastro, 1999).
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya
daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, R,
1998).
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh
persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975)
dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-
kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia
(1953-1962) 3% dari seluruh persalinan (Wiknjosastro, 1999).

1
Perdarahan antepartum dapat disebabkan oleh plasenta previa,
solusio plasenta, ruptura sinus marginalis, insersio velamentosa &
plasenta sirkumvalata. Yang paling banyak menurut data RSCM
jakarta tahun 1971-1975 adalah solusio plasenta dan plasenta previa.
Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu
dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai
pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa.
Komplikasi yang terjadi pada kehamilan trimester 3 dalam hal ini
perdarahan antepartum, masih merupakan penyebab kematian ibu
yang utama. Oleh karena itu, sangat penting bagi bidan mengenali
tanda dan komplikasi yang terjadi pada penderita agar dapat
memberikan asuhan kebidanan secara baik dan benar, sehingga
angka kematian ibu yang disebabkan perdarahan dapat menurun
B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan pengertian perdarahan antepartum?
2. Kalsifikasi dari perdarahan antepartum?
3. Apa saja penyebab perdarahan antepartum?
4. Tanda dan gejala dari perdarahan antepartum?
5. Penanganan pada perdarahan antepartum?
C. Tujuan penulisan
Pembaca dan penulis dapat mengetahui tentang perdarahan yang
dapat terjadi pada trimester III kehamilan sehingga dapat menurunkan
AKI yang ada di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu. (Rustam M, 1998: 269). Perdarahan
antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan di atas 28
minggu atau lebih dan sering disebut atau digolongkan perdarahan
trimester ketiga. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998: 253). Perdarahan
antepartum adalah perdarahan dari trektus genitalis setelah
perdarahan yang terjadi pada akhir kehamilan dan merupakan
ancaman serius terhadap kesehatan dan jiwa baik ibu maupun anak.
(M Hakimi, 1995: 425)kehamilan 28 minggu, yang mungkin
disebabkan karena vaginitis, polip serviks, servisitis, varises vagina
dan serviks dan lesi ganas pada vagina atau serviks. (Wagstaff, T.
Ian, 1997: 137). Perdarahan Antepartum adalah
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir
kehamilan, yaitu usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Pada triwulan
terakhir kehamilan sebab-sebab utama perdarahan adalah plasenta
previa, solusio plasenta dan ruptura uteri. Selain oleh sebab-sebab
tersebut juga dapat ditimbulkan oleh luka-luka pada jalan lahir karena
trauma, koitus atau varises yang pecah dan oleh kelainan serviks
seperti karsinoma, erosi atau polip.

B. Klasifikasi Perdarahan Antepartum


Perdarahan Antepartum dikelompokkan sebagai berikut
1. Solusio Plasenta
a. Pengertian solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan
plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah
kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir. Sedangkan Abdul

3
Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta
adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya
sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi
pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500
gram.
sulosio plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi sebelum
waktunya (FKUI.2001).
b. Klasifikasi solusio plasenta
Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat
pelepasan plasenta:
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang
terlepas.
c. Etiologi solusio plasenta
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1) Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma
preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland,
ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat
terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan
adanya hipertensi pada ibu.
2) Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
a) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

4
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan
janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan
pertolongan persalinan.
c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-
lain.
3) Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara.
Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang
diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18
pada primipara.
4) Faktor usia ibu
Dalam penelitian dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan
kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur
ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu,
makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5) Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat
menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi
di atas bagian yang mengandung leiomioma.
6) Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah
dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana
bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh
darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta
7) Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan
kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang
merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan
pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih
luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.
Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko

5
terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun
ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
8) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu
dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko
berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
9) Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi,
tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan
pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-
lain.

d. Tanda dan Gejala Solusio Plasenta


1) Perdarahan pervaginam
2) Nyeri intermiten/ menetap
3) Warna darah kehitaman dan cair
4) Bila ostium terbuka terjadi perdarahan dengan warna merah
segar
5) Nyeri tekan uterus
6) Gawat janin
7) Persalinan prematur
8) Kontraksi berfrekuensi tinggi
9) Kematian janin (saifuddin, 2007)

e. Patologi solusio plasenta


Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam
desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang
dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta,
dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi

6
penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding
uterus.

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan


sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-
plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum
jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada
pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan
maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna
kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-
menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh
kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam
menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom
subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan
medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh
plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus.
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat
juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk
ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di
antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang
biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada
kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan
uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus
pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat
tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas
(kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada
saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi
perdarahan post partum yang hebat .
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah
pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah

7
ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana
yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada
keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan
darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya.
f. Penatalaksanaan solusio plasenta
Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta
ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif lalu tentukan
apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses
berhenti secara berangsur, penderita dimobilisasi. Selama
perawatan dilakukan pemeriksaan Hb, fibrinogen, hematokrit,
dan trombosit.
Pada solusio plasenta sedang dan berat maka penganganan
bertujuan untuk mengatasi renjatan, memperbaiki anemia,
menghentikan perdarahan, dan mengosongkan uterus secepat
mungkin.
Penatalaksanaannya meliputi:
1) Pemberian tranfusi darah
2) Pemecahan ketuban (amniotomi)
3) Pemberian infus oksitosin
4) Kalau perlu dilakukan seksio sesarea
Bila diagnosa solusio plasenta secara klinis sudah dapat
ditegakkan, berarti perdarahan yang terjadi menimal 1000 cc
sehingga transfusi darah harus diberikan minimal 1000 cc.
Ketuban segera dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi
regangan dinding uterus dan untuk mempercepat persalinan
diberikan infus oksitosin 5 UI dalam 500 cc dekstrose 5 %.
Seksio sesar dilakukan bila
1) Persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6
jam

8
2) Perdarahan banyak
3) Pembukaan tidak ada atau kurang 4 cm
4) Panggul sempit
5) Letak lintang
6) Preeklamsia berat

2. Plasenta Previa
a. Pengertian plasenta previa
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah
sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan
perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim.
(Cunningham, 2006).
Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir,
(prae: didepan; vias: jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta
yang implantasinya tidak normal ialah rendah sekali hingga
menutupi seluruh atau sebagian osium internum. Implantasi
plasenta yang normal ialah pada dinding depan atau dinding
belakang rahim didaerah fundus uteri. (Obsterti Patologi, Edisi
1984).
b. Klasifikasi Plasenta Previa
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu  atau derajat
abnormalitas tertentu :
1) Placenta previa totalis
Bila plasenta menutupi ostium internum servisis seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin
bayi dilahirkan per-vaginam (normal/spontan/biasa), karena
risiko perdarahan sangat hebat.
2) Placenta previa partialis
Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi ostium
internum pembukaan jalan lahir. Pada posisi inipun risiko

9
perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan
melalui per-vaginam.
3) Placenta previa marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Bisa dilahirkan per-vaginam tetapi risiko perdarahan tetap
besar.
4) Low-lying placenta
(Plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut
juga dangerous placenta). Yaitu posisi plasenta beberapa mm
atau cm dari tepi jalan lahir sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun
bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan
aman, asal hati-hati.

Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran


dilatasi serviks saat dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan
bahwa palpasi digital untuk mencoba memastikan hubungan
yang selalu berubah antara tepi plasenta dan ostium internum
ketika serviks berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan
hebat.

c. Etiologi plasenta previa


Penyebab plasenta previa belum diketahui dengan pasti, namun
bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai
etiologi.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta
previa :
1) Umur penderita
a) mur muda karena endometrium masih belum sempurna.
b) Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang
kurang subur
2) Paritas

10
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar
karena endometrium belum sempat tumbuh.
3) Endometrium yang cacat
a) Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek.
b) Bekas operasi, bekas kuretase atau plasentamanual.
c) Pertumbuhan  tumor endometrium seperti pada mioma
uteri atau polip endometrium.
d) Gestasi ganda.
e) Endometriosis puerperal.
4) Hipoplasia endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta
previa diantaranya adalah mencakup :
a) Perdarahan (hemorrhaging).
b) Usia lebih dari 35 tahun.
c) Multiparitas.
d) Pengobatan infertilitas.
e) Multiple gestation.
f) Erythroblastosis.\
g) Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya.
h) Keguguran berulang.
i) Status sosial ekonomi yang rendah.
j) Jarak antar kehamilan yang pendek.
k) Merokok.

Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi


ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya
plasenta previa, misalnya bekas operasi rahim (bekas cesar
atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim (radang
panggul), kehamilan ganda, pernah plasenta previa, atau
kelainan bawaan rahim.

11
Sedangkan menurut Kloosterman(1973), Plasenta bertumbuh
pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat dengan jelas
diterangkan. Vaskularisasi yang berkurang atau perubahan
atropi akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan
plasenta previa, tidak selalu benar. Memang apabila aliran
darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar
maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan
memperluas permukaannya sehingga mendekati atau
menutupi pembukaan jalan lahir. Frekuensi plasenta previa
pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10
kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang
berumur kurang dari 25 tahun . Pada grandemultipara yang
berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari
grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.

d. Tanda dan gejala plasenta previa


Menurut FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa di
antaranya adalah:
1) Pendarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri dari biasanya
serta berulang.
2) Darah biasanya berwarna merah segar.
3) Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
4) Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai
kelainan letak janin.
5) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak
dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam
sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent
bleeding) biasanya lebih banyak.

Menurut  Departemen Kesehatan RI (1996) :

Gejala Utama :

12
Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan
yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.

Gejala Klinik :

1) Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan


yang terjadi pertama kali biasanya tidak banyak dan tidak
berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih
banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi
pada triwulan ketiga.
2) Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta
previa tidak mengeluh adanya rasa sakit.
3) Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
4) Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul dan tidak jarang terjadi letak janin lintang atau letak
sungsang.
5) Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung
banyaknya perdarahan, sebagian besar kasus, janinnya masih
hidup.
6) Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan
terjadi pada mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita dengan
kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20
kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya
perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan
dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut.
Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan
sampai parah.
7) Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan
diagnosis dari placenta previa. Evaluasi ultrasound
transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut) atau
transvaginal (dengan probe yang dimasukan ke dalam vagina
namun jauh dari mulut serviks) mungkin dilakukan, tergantung

13
pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari
pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa
pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik
dari pelvis pada wanita-wanita dengan placenta previa yang
dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic mungkin menjurus
pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan
pervaginam (yang keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang
pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu dengan
plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki
gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya
perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah
segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa
faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual
dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena
pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya
perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati
jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan
kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka
pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam vagina)
oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi
mengingat risiko perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
e. Penatalaksanaan
1) Terapi ekopektif
Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak terlahir
premature, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan
dalam melalui kanalis servikalis. Upaya diagnosis dilakukan
secara non-infansif pemantauan klinis dipantau secara ketat
dan baik.
Syarat-syarat terapi ekopektif:

14
a) Kehamilan reterm dan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b) Belum ada tanda-tanda inpartu.
c) Keadaan umum ibu cukp baik.
d) Janin masih hidup.
e) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis.
f) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi
plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak dan
presentasi janin.
g) Berikan tokolitik jika ada kontaraksi.
h) MgSO4 4 grm iv dosis awal dilanjutkan 4grm setiap 6 jam.
i) Betametason 24 mg iv dosis tunggal untuk pematangan
paru janin.
j) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok(bubble tes)
dan hasil amniosentesis.
k) Bila setelah usia kehamilan diatas 24 minggu, plasenta
masuh berada disekitar ostium uteri internum, maka
dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu
dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat janin.
2) Terapi aktif
a) Wanita hamil diatas 2 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera
ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturnitas
janin.
b) Untuk diagnosis plasenta previa dan menetukan cara
menyelesaikan persainan setelah semua persyaratan
terpenuhi, lakukan PDMO jika:
 Infuse atau tranfusi telah terpasang, kamar dan tim
operasi telah siap.
 kehamilan ≥ 37 minggu (BB 2500 grm) dan inpartu.

15
 Janin telah meniggal atau terdapat anomaly
kongenital mayor (misal: anensefali).
 Perdarahan dengan bagian bawah janin telah jauh
melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada
palpasi luar).

Cara menyelesaika persalinan dengan plasenta previa


adalah:

a) Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah
untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin
meninggal atau tidak punya harapan untuk hidup, tindakan
ini tetap dilaksanankan.
b) Tujuan seksio sesarea
 Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat
segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
 Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada
serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.
c) Lakukan perawatan lanjut paska bedah termaksud
pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan
cairan masuk, keluar.
3. Insersio velamentosa
a. Pengertian insersio velamentosa
insersi tali pusat yang normal pada plasenta ialah sedikit di
luar titik tengah di namakan insersi parasentral atau lebih
keluar sedikit mendekati pinggir plasenta ialah insersi lateral.
Insersi yang tepat pada pinggir plasenta disebut insersi
marginal. Insersi tersebut di atas tidak mempunyai arti klinis.
Insersi velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput
janin. Insersi velamentosa sering terdapat pada kehamilan
ganda. ( Offset Elstar,Obstetri Patologi.1984)

16
Insersio velamentosa adalah tali pusat yang tidak berinsersi
pada jaringan plasenta, tetapi pada selaput janin sehingga
pembuluh darah umblikus berjalan diantara amnion dan korion
menuju plasenta (Sarwono, Ilmu Kebidanan.2005).
b. Klasifikasi
Hubungan plasenta dengan tali pusat
1) Ditengah : keadaan ini disebut Insersio sentralis.
2) Agak kepinggir : keadaan ini disebut Insersio lateralis.
3) Dipinggir : keadaan ini disebut Insersio marginalis.
4) Diluar plasenta : keadaan ini disebut Insersio velamentosa

c. Etiologi Insersia Velamentosa


Insersi velamentosa ini biasanya terjadi pada kehamilan
ganda/ gemeli, karena pada kehamilan ganda sumber
makanan yang ada pada plasenta akan menjadi rebutan
oleh janin, sehingga dengan adanya rebutan tersebut akan
mempengaruhi kepenanaman tali pusat/ insersi.
d. Patofisiologi Insersio Velamentosa
Pada insersio velamentosa tali pusat yang dihubungkan
dengan plasenta oleh pembuluh-pembuluh darah yang
berjalan dalam selaput janin. Kalau pembuluh darah tersebut
berjalan di daerah oestium uteri internum maka disebut vasa
previa. Hal ini dapat berbahaya bagi janin karena bila
ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh darah
dapat ikut robek sehingga terjadi perdarahan inpartum dan
jika perdarahan banyak kehamilan harus segera di akhiri.
e. Tanda dan gejala Insersio velamentosa
Belum diketahui secara pasti, perdarahan pada insersi
velamentosa ini terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu
perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena
perdarahan ini berasal dari anak dengan cepat bunyi jantung

17
anak menjadi buruk. Bisa juga menyebabkan bayi itu
meninggal. Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi
velamentosa ini sebelum terjadinya perdarahan adalah
dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada ibu dengan
kehamilan gemeli dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
USG, karena untuk mengantisipasi dengan segala
kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya insersio
velamentosa ini.
f. Penanganan Insersio Velamentosa
Bidan tidak memiliki kewenangan untuk menangani insersio
velamentosa. Hanya melakukan diagnosa dan bila dicurigai
bahwa ibu hamil mengalami kehamilan ganda segera
lakukan USG. Dan apabila mengetahui ibu positif mengalami
insersio velamentosa, lakukan rujukan pada Rumah Sakit.

4. Ruptura sinus marginalis


a. Pengertian ruptura sinus marginalis
Ruptur sinus marginalis adalah terlepasnya sebagian kecil
plasenta dari tempat implantasinya di dalam uterus sebelum
bayi dilahirkan. Berdasarkan tanda dan gejalanya Ruptur
Sinus Marginalis ini merupakan salah  satu  klasifikasi dari
solusio plasenta yaitu solusio plasenta kelas 1 (ringan).
Ruptur Sinus Marginalis merupakan bagian dari solutio
placenta ringan yang jarang didiagnosis, mungkin karena
penderita selalu terlambat datang ke rumah sakit, atau
tanda-tanda dan gejalanya terlampau ringan sehingga tidak
menarik perhatian penderita maupun dokternya.
Pecahnya sinus marginalis merupakan perdarahan yang
sebagian besar baru diketahui setelah persalinan. Pada
waktu persalinan, perdarahan terjadi tanpa sakit dan
menjelang pembukaan lengkap perlu dipikirkan

18
kemungkinan perdarahan karena sinus marginalis yang
pecah. Karena pembukaan mendekati lengkap, maka
bahaya untuk ibu maupun janinnya tidak terlalu besar.
Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan
kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit,
atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.
Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah
diraba. Tekanan darah tinggi, serta tidak ada gawat janin.
Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena
dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang
berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan
kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah
perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
(sarwono, 2005).
b. Tanda dan gejala
Tanda atau gejala dari Solusio plasenta Kelas 1-ringan
(Ruptur sinus marginalis) adalah:
1) Tidak ada atau sedikit perdarahan dari vagina yang
warnanya kehitam-hitaman, kalau ada perdarahan
jumlahnya antara 100-200 cc.
2) Rahim yang sedikit nyeri atau terus menerus agak tegang
3) Tidak ada koagulopati
4) Tidak ada gawat janin
5) Pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan
6) Kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

Meskipun penyebabnya sampai kini belum diketahuidengan


pasti, tetapi lebih kepada peletakan plasenta dan usia
kehamilan yang semakin tua terjadi pada pertengahan
segmen bawah rahim, dia akan sobek pembuluh darah
pinggirnya juga akan ikut pecah sehingga terjadi ruptur,

19
plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan
permukaannya. Sehingga mendekati atau menutup
pembukaan jalan lahir. ( Sarwono Prawirohardjo, 2005).

c. Faktor resiko
Belum ada yang berhasil menemukan penyebab pasti
rupture sinus marginalis. Penyebab primer dari rupture sinus
marginalis hampir sama dengan penyebab dari terjadinya
solusio plasenta. Ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi :
1) Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma
preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland,
ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan
dengan adanya hipertensi pada ibu.
2) Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
a) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan
janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan
pertolongan persalinan.
c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-
lain.
3) Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo dilaporkan bahwa
terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan
dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan

20
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun.
4) Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan
darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang
mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya
plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu
penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.
5) Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan
kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu
yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis,
diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya
melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta
meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai
terjadinya kehamilan.
6) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu
dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko
berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang
tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
7) Pengaruh lain
Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi,
tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan
pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan
lain-lain.

21
d. Penatalaksanaan ruptura sinus marginalis
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan
bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan
observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus gejala
solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan
USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka
kehamilan harus segera diakhiri.

Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati


lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan (Sarwono,2005).
1) Tujuannya supaya janin tidak terlahir premature, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui
kanalis servisis. Syarat-syarat terapi ekspektif :
a) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti.
b) Belum ada tanda-tanda in partu.
c) Keadaan umum ibu cukup baik.
d) Janin masih hidup.
2) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis.
3) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi
plasenta.
4) Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
a) MgS04 9 IV dosis awal tunggal dilanjutkan 4 gram
setiap 6 jam.
b) Nifedipin 3 x 20 mg perhari.
c) Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.

22
5) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok dari hasil
amniosentesis.
6) Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta
masih berada disekitar ostium uteri interim.

Catatan: Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk


mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dipulangkan
untuk rawat jalan. Apabila usia kehamilan sudah cukup
matang dan pasien menginginkan dan mampu untuk
melakukan persalinan pervaginam dan tidak ada tanda-tanda
bahaya maka segera lakukan persalinan spontan
(pervaginam). Apabila direncanakan persalinan spontan
maka :

 Pantau perdarahan pervaginam


 Observasi nyeri / HIS dan ketegangan rahim
 Observasi tanda-tanda vital
 Pantau tandaa-tanda koagulopati
 Pantau tanda-tanda kegawatdaruratan janin.
 Jangan lupa untuk mengatasi kecemasan pasien dengan
cara melibatkan dan memberikan dukungan psikologis.

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala


solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG
daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan
harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio
sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan. Seksio sesaria
biasanya dilakukan pada keadaan:

 Anak hidup, pembukaan kecil.


 Terjadi toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi
pembukaan masih kecil.

23
 Panggul sempit atau letak lintang.

Perut tegang sedikit, berarti perdarahannya tidak terlalu


banyak, keadaan janin masih baik dan dapat dilakukan
penanganan secara konservatif dengan observasi ketat,
perdarahan berlangsung terus menerus ketegangan makin
meningkat, dengan janin yang masih baik harus segera
dilakukan seksio sesaria, perdarahan yang berhenti dan
keadaan baik pada kehamilan prematur dilakukan rawat
ina(manuaba,1998).

5. Plasenta sirkumvalata
a. Pengertian plasenta sirkumvalata
Plasenta sirkumvalata adalah variasi yang terbentuk jika
lempeng korion yang terletak disisi janin plasenta lebih kecil
daripada lempeng basal yang terletak disisi ibu, jika
permukaan janin dari plasenta semacam ini menyebabkan
terbentuknya cekungan sentral dengan cincin putih keabu –
abuan tebal disekelilingnya.
Plasenta Sirkumvalata adalah Plasenta yang pada
permukaan fetalis dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin
ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan di
sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh ke samping di
bawah desidua. Sebagai akibatnya pinggir plasenta mudah
terlepas dari dinding uterus dan perdarahan ini
menyebabkan perdarahan antepartum.
b. Penyebab plasenta sirkumvalata
Diduga chorion frondosum terlalu kecil dan untuk mencukupi
kebutuhan vili menyerbu ke dalam desidua diluar permukaan
frondosuin.
Insiden : 2 – 18 %.
c. Patofisiologis plasenta sirkumvalata

24
Menurut para ahli plasenta sirkumvalata sering
menyebabkan abortus dan solusio plasenta. Bila cincin putih
ini letaknya dekat sekali ke pinggir plasenta, di sebut
plasenta marginata. Kedua-duanya disebut sebagai plasenta
ekstra coriel. Pada plasenta marginata mungkin terjadi
adeksi dari selaput sehingga plsenta lahir telanjang
tertinggalnya selaput ini dapat menyebabkan perdarahan
dan infeksi.
d. Tanda dan gejala plasenta sirkumvalata
Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus
selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan
plasenta, karena perdarahan antepartum yang berbahaya
umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan
kelainan serviks tidak seberapa berbahaya. Pecahnya sinus
marginalis merupakan perdarahan yang sebagian besar baru
diketahui setelah persalinan pada waktu persalinan,
perdarahan terjadi tanpa sakit dan menjelang pembukaan
lengkap. Karena perdarahan terjadi pada saat pembukaan
mendekati lengkap, maka bahaya untuk ibu maupun
janinnya tidak terlalu besar.
e. Penaganan plasenta sirkumvalata
1) Jika pada kehamilan terjadi perdarahan intermitten dan
belum terjadi perdarahan ibu disarankan untuk beristirahat
total untuk mencegah terjadinya perdarahan.
a) Perbaiki keadaan umum ibu, memperbaiki keadaan
umum ibu dengan istirahat total dan pemberian terapi,
dan pemberian obat-obat hormonal danpenambah
darah, infus telah terpasang pada lengan dengan cara
IV 40 tpm atau guyur jika ada tanda-tanda syok, O2
terpasang 2-3 liter

25
b) Evaluasi perdarahan dan kondisi kehamilan ibu,
memantau jumlah perdarahan dan TTVibu, dan kondisi
kehamilan jika terjadi keguguran lakukan kuretase dan
jika bayi masihbisa dipertahankan atau terjadi solusio
plasenta lahirkan bayi secara sesar. Tindakan
telahdilakukan.
c) Atur posisi yang nyaman, mengatur posisi ibu
senyaman mungkin sehingga pertukaranO2 dan Co2
lancar misalnya posisi semi powler atau terlentang. Ibu
telah tidur denganposisi semi fowler dan atau
terlentang.
d) Anjurkan ibu istirahat, menganjurkan ibu untuk istirahat
total dan tidak melakukanaktifitas fisik dengan tidur
siang 1-2 jam sehari dan tidur malam 7-8 jam sehari.
Pasientelah istirahat.
e) Ingatkan ibu untuk memperhatikan kebutuhan nutrisi,
Mengingatkan ibu untukmemperhatikan kebutuhan
nutrisi dengan makan makanan yang sehat dan bergizi
secarateratur seperti nasi, lauk pauk, sayur-sayuran,
dan buah-buahan, serta minum air putih8-9 gelas
sehari, bila perlu susu 1 gelas sehari, tidak ada
pantangan makanan apapunbagi ibu. Ibu mengerti dan
mau melakukannya.
2) Jika sudah terjadi perdarahan lakukan kolaborasi dengan
tenaga kesehatan yang berwenang dalam hal ini dokter
obsgin untuk mencegah perdarahan yang dapat
mengancam jiwa ibu.
3) Jika mengakibatkan solutio plasenta lakukan penanganan
seperti pasien solutio plasenta, jika terjadi perdarahan
hebat (nyata atau tersembunyi) lakukan persalinan
segera. Seksio caesarea dilakukan jika :

26
a) janin hidup, gawat janin tetapi persalinan pervaginam
tidak dapat dilaksanakan dengan segera (pembukaan
belum lengkap)
b) janin mati tetapi kondisi serviks tidak memungkinkan
persalinan pervaginam dapat berlangsung dalam waktu
singkat
c) persiapan, cukup dilakukan penanggulangan awal dan
segera lahirkan bayi karena operasi merupakan satu-
satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan

27
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada ibu hamil lebih
dari 28 Minggu.
2. Penyebab perdarahan antepartum
a. Kelainan plasenta
b. Plasenta previa
c. Solusio previa
d. Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya
e. Kelainan serviks & vagina
f. Erosio porsionis uteri
g. Karsionamia porsionis uteri
h. Polipus servisis uteri
i. Varises vulvae
j. Trauma

B. Saran
Jika terjadi perdarahan antepartum sebagai tenaga
kesehatan harus melakukan penanganan sesegera mungkin. Bila
perlu harus melakukan rujukan ke Rumah sakit yang memiliki fasilitas
operasi dan tranfusi darah

28
DAFTAR PUSTAKA

http://jurnalbidandiah.blogspot.co.id/2012/04/makalah-lengkap-
perdarahan-antepartum.html
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/makalah-lengkap-
perdarahan-antepartum.html#ixzz487iEmKuS
http://gilalo.blogspot.co.id/2012/04/makalah-perdarahan-antepartum.html

29

Anda mungkin juga menyukai