Anda di halaman 1dari 8

Jurnal : Hubungan Riwayat Pre Eklamsia, Retensio Plasenta, Atonia Uteri

Dan Laserasi Jalan Lahir Dengan Pejadian Perdarahan Post Partum


Pada Ibu
Judul Artikel : Atonia Uteri

Tahun : 2015

Penulis : Yuliawati, Yetti Anggraini

Disusun Oleh :

Nama : Novinda Walangitan

Nim : 1614201266

Kelas : A4 Semester VI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

FAKULTAS KEPERAWATAN

MANADO
HUBUNGAN RIWAYAT PRE EKLAMSIA, RETENSIO PLASENTA,
ATONIA UTERI DAN LASERASI JALAN LAHIR DENGAN KEJADIAN
PERDARAHAN POST PARTUM PADA IBU

PEMBAHASAN

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang 359/100.000 kelahiran hidup, sedangkan


target dari melebihi 500 ml setelah bayi lahir (Saifuddin, 2010: Millenium Development Goals
(MDG’s) yaitu 523).

Perdarahan postpartum menyebabkan terjadinya anemia, menurunkan daya tahan tubuh


dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas. Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2012
di Indonesia sebesar 359/100.000 kelahiran hidup dengan penyebab karena perdarahan sebesar
40-60%, dan disebabkan oleh retensio plasenta berkisar 16-17%, preeklamsi 12%, infeksi jalan
lahir 20-30%, sisa plasenta 10%, laserasi jalan lahir 4-5%.

Angka ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka perdarahan post partum di RS
Mardi Waluyo sebesar 38 kasus 3,55% dari 1069 persalinan (Rekam Medis RS Mardi Waluyo
Metro, 2013).

1. Pre Eklampsia
Kejadian pre eklampsia sering diawali pada ibu hamil dikarenakan pada ibu hamil
mengalami peningkatan volume plasma yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan
oedema dan protein urea (Bobak, 2004:631). Selain itu besarnya frekuensi ibu dengan pre
eklampsia kemungkinan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu dari faktor tersebut
adalah paritas. Seorang ibu dengan primigravida dan grandemulti mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. Selain itu, faktor
lain yang kemungkinan dapat menjadi penyebab frekuensi pre eklampsia adalah umur ibu. Usia
ibu yang berisiko mengalami pre eklampsia adalah <20 dan >35 tahun (Bobak, 2004: 634).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan antara lain dengan memberikan
informasi atau penyuluhan tentang faktor risiko dan tanda gejala perdarahan kepada ibu hamil
terutama mengenai pre eklampsia yang berisiko untuk mengalami perdarahan post partum.
Selain itu, menganjurkan kepada ibu hamil agar melakukan kunjungan ANC minimal 4 kali
selama kehamilan agar pre eklampsia dapat dideteksi secara dini untuk mencegah perdarahan
post partum.

2. Retensio Plasenta
Retensio plasenta berkaitan dengan sukarnya pelepasan plasenta pada kala tiga. Saat ini
sedang digencarkan tindakan manajemen aktif kala tiga, hal ini karena sebagian besar
tertinggalnya sisa plasenta (retensio plasenta) dalam uterus dapat disebabkan karena kontraksi
uterus yang melemah. (Winkjosastro, 2010:527). Penyebab terjadinya retensio plasenta terjadi
banyak faktor risiko diantaranya umur yang berisiko. Umur ibu yang kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun perlu dilakukan pemeriksaan sesuai standar yang meliputi keadaan umum ibu
(Manuaba, 2010:402).

Salah satu upaya yang diharapkan petugas kesehatan adalah selalu melakukan tindakan
manajemen aktif kala tiga, selain itu jika terdapat ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau
lebih 35 tahun perlu dilakukan pemeriksaan sesuai dengan standar yang meliputi keadaan umum
ibu dan menganjurkan mengkomsumsi nutrisi yang baik dan menjaga stamina ibu menghadapi
persalinan serta perlu dilakukan motivasi pada ibu untuk mencegah kehamilan usia muda dan
menghindari kehamilan diusia tua dengan mengikuti program KB.

3. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan
sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan
fungsi oklusi pembuluh darah. (Faisal, 2008). Penyebab dari atonia uteri diantaranya salah
penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus
(Wiknjosastro, 2005). Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena
persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal
ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan,
seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium
sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin
bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus
couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif.

Upaya yang dapat dilakuakan diantaranya dengan memastikan tindakan manajemen aktif kala
tiga dilakukan secara tepat, mencegah terjadinya partus lama dan penggunaan obat-obatan secara
terukur sehingga mencegah terjdinya kelelahan otot miometrium.

4. Laserasi Jalan Lahir


Robekan perineum (laserasi jalan lahir) terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. (Angsar, 1999).

Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan
tibatiba ketika janin dilahirkan. Baik kepala maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan
pada dinding vagina. Kadangkadang robekan terjadi akibat ekstraksi dengan forceps. Diagnosa
ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan langsung. Untuk dapat menilai keadaan bagian
dalam vagina, perlu diadakan pemeriksaan dengan spekulum (Smith, 2004).

Usaha yang dapat dilakukan guna mengurangi resiko terjadinya laserasi jalan lahir
diantaranya dengan melakukan senam hamil, pijat perenium dan mengatur jarak kehamilan
disamping tenaga kesehatan yang menolong persalinan terutama saat membantu pertolongan
pengeluaran kepala dapat memimpin kekuatan ibu mengedan dan menahan perenium, sehingga
elastisitas perenium dapat diregang secara perlahan–lahan.

5. Hubungan Riwayat Pre Eklampsia Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum


Peningkatan kejadian pre eklampsia yang mengalami perdarahan post partum dikarenakan
pada ibu dengan pre eklampsia mengalami penurunan volume plasma yang mengakibatkan
hemokonsentrasi dan peningkatan hemaktokrit maternal. Pengawasan antenatal care menjadi
cara penting untuk mencegah terjadinya pre eklampsia terutama dalam pengukuran tekanan
darah dan protenuria (Lenovo, 2009: 265).

Untuk itu, upaya pencegahan ibu dengan pre eklampsia mengalami perdarahan post
partum pada paritas tinggi atau berisiko perlunya melakukan pemeriksaan dan kunjungan
kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan dan mendeteksi dini terutama komplikasi kehamilan
sehingga dapat mencegah perdarahan post partum.

Untuk itu, ibu dengan usia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun dan paritas tinggi
lebih dari 3 perlunya pemeriksaan antenatal care secara rutin >4x untuk mendeteksi dini
komplikasi kehamilan diantaranya pre eklampsia untuk dapat mencegah perdarahan post partum.

6. Hubungan Riwayat Retensio Plasenta dengan Kejadian Perdarahan Post Partum

Retensio plasenta merupakan salah satu faktor risiko timbulnya kejadian perdarahan post
partum dan dapat terjadi 16-17% (Mochtar, 2011: 206). Hal ini dapat berkaitan dengan
manajemen aktif kala tiga pelepasan plasenta. Sepanjang plasenta belum terlepas tidak akan
menimbulkan perdarahan dan apabila sebagian plasenta sudah terlepas dapat menimbulkan
perdarahan. Tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus dapat menimbulkan kontraksi yang
melemah. Akibatnya pembuluh darah yang terbuka pada saat proses persalinan tidak dapat cepat
tertutup sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan post partum (Winkjosastro, 2010:
527). Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat 1 orang (1,5%) ibu dengan retensio plasenta
tidak mengalami perdarahan post partum.

Untuk itu, diharapkan ibu melakukan antenatal care teratur sehingga komplikasi deteksi
dini dapat dicegah melalui kunjungan ANC dan melakukan motivasi keluarga untuk tetap
menjaga fisik dan stamina ibu selama menghadapi persalinan agar tidak menimbulkan faktor
risiko terjadi retensio plasenta.

7. Hubungan Riwayat Atonia Uteri dengan Kejadian Perdarahan Post Partum


Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Saifuddin (2002) dan Sumarni (2012) bahwa
penyebab perdarahan post partum paling banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu
yaitu disebabkan oleh karena atonia uteri yang kejadiannya berkisar 1-3% dari seluruh
persalinan. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Sari (2011) di Rumah Sakit dr. H. Anshari
Shaleh Banjarmasin didapatkan proporsi perdarahan postpartum karena atonia uteri sebesar
48,8%, dan terdapat hubungan antara perdarahan post partum dengan antonia uteri dengan p
value 0,001 dan OR:7,255. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi menyebabkan
otot-otot rahim tidak segera berkontraksi (mengerut) dan beretraksi (memendek) dalam rangka
proses pengeluaran ariari. Hal ini akan menyebabkan pembuluh pembuluh darah yang berada
diantara anyaman otototot rahim tidak terjepit, proses ini akan menyebabkan terjadinya
perdarahan (Oxorn, 2010: 413).

8. Hubungan Riwayat Laserasi Jalan Lahir dengan Kejadian Perdarahan Post Partum
Hasil analisis hubungan laserasi jalan lahir dengan perdarahan post partum memperlihatkan
dari 65 ibu responden pada kelompok kasus ibu dengan perdarahan post partum mengalami
laserasi sebanyak 43 orang (66,2%), sedangkan dari 65 ibu responden pada kelompok kontrol ibu
yang tidak perdarahan post partum yang mengalami laserasi sebanyak 4 orang (6,2%).

Hasil analisis hubungan laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum
didapatkan nilai p-value=0,000 (nilai p< =0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara
laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum. Hasil analisis diperoleh pula nilai
OR=29,807 (CI: 9,58592,696), artinya ibu yang mengalami laserasi jalan lahir memiliki 29,8 kali
mengalami perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami laserasi
jalan lahir. Sejalan dengan hasil penelitian Sari (2011) di Rumah Sakit dr. H. Anshari Shaleh
Banjarmasin didapatkan proporsi perdarahan postpartum karena laserasi jalan lahir sebesar
23,2%, dan terdapat hubungan antara perdarahan post partum dengan laserasi jalan lahir dengan
nilai p value 0,017 dan OR: 2,86.

Perdarahan pada ruptur perineum dapat terjadi hebat khususnya pada ruptur derajat dua dan
tiga atau jika ruptur meluas kesamping atau naik ke vulva mengenai klitoris. (Oxorn, 2010: 451).
KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa dari 130 responden didapatkan frekuensi ibu nifas yang
mengalami pre eklamsia sebesar 10%, retensio plasenta sebesar 6,9%, atonia uteri sebesar 6,9%
dan laserasi jalan lahir sebesar 36,2%. Ada hubungan pre eklampsia dengan kejadian perdarahan
post partum dengan p-value = 0,019 dan OR =6,417 , ada hubungan retensio plasenta dengan
kejadian perdarahan post partum dengan p-value= 0,038 dan OR=8,982, ada hubungan atonia
uteri dengan kejadian perdarahan post partum dengan p-value = 0,038 dan OR=8,982 dan ada
hubungan laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum dengan pvalue=0,000 dan
OR=29,807.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum pada ibu
nifas adalah menjaring ibu hamil agar tetap melakukan ANC secara teratur serta melakukan
pemantauan persalinan menggunakan partograf.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdemik Jensen Dkk 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta Buku
Kedokteran Indonesia EGC. .

Dinas Kesehatan Kota Metro. 2013, Profil Kesehatan Kota Metro Tahun 2012, Kota Metro.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.

Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun2012. Bandar Lampung.


Helen Varney dkk, 2006 Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta Katalog Dalam Terbitan EGC.

Hidayat, Aziz Alimul 2009, Metode Penelitian Dan Teknik Analiss Data, Jakarta Salemba
Medika.
Kementrian Kesehatan RI. 2012, Profil Kesehatan Indonesia 2011, Jakarta.

Khumaira, Marsha 2012, ilmu kebidanan, Yogyakarta Shafa-Syifa Gun’z.

Manuaba Dkk, 2010, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan KB, Jakata: EGC.
Maryunani Anik 2013, Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal, Jakarta CV Trans
Info Media.

Notoatmodjo, Sokidjo., 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta Rineka Cipta.

Nugroho Taufan 2012, Ilmu Kebidanan,Yogyakarta Nuha Medika.

Oxorn Harry, 2010, Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan,Yayasan Essentia
Medica, Yogyakarta.

Prawirohardjo Sarwono, 2010, Ilmu Kebidanan. Edisi Ke Empat.

Jakarta Yayasan Bina Pustakasarwono.

Sofian Amru, 2011, Sinopsis Obstetri :Obstetri Fisiologis, Obstetri Patologis, Jakarta
Sugiyono, 2010, Statistik Untuk Penelitian, Bandung Alfa Beta.

Sumarni, 2012, Hubungan Pre Eklampsia Dan Sisa Plasenta Dengan Kejadian Perdarahan Post
Partum.

Anda mungkin juga menyukai