PLASENTA PREVIA
Disusun Oleh:
1102014194
Pembimbing:
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan
referat dengan judul “Plasenta Previa” sebagai salah satu tugas kepanitraan
Obstetri dan Ginekologi RS Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto. Tidak lupa
shalawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak terdapat
kekurangan. Semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua
baik sekarang maupun di hari yang akan datang.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
4
kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada
beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7%
sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari
1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi.1
Faktor risiko timbulnya plasenta previa belum diketahui secara pasti namun
dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi
terjadi pada ibu yang berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi
sebelumnya serta gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko
terjadi plesenta previa. Plasenta previa dapat meningkatkan mortalitas dan
morbiditas pada ibu dan janin.3,7
5
2.4. Patofisiologi Plasenta Previa
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru
akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang
tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar
tanpa rasa nyeri (painless).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus ke buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta
dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retentio placentae), atau
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik.1
7
3) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim, sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2
cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal.1
8
Menurut Browne :
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir
trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan
berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas
setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan terjadi
perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak
rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan, perdarahan bisa
sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat
berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas
rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan.
9
terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering ditemui bagian
terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak
memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut
tidak regang.1
Dewasa ini double set-up examination pada banyak rumah sakit sudah jarang
dilakukan berhubung telah tersedia alat ultrasonografi. Transabdominal
ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberi
kepastian diagnosis plasenta previa dengan ketepatan tinggi sampai 96%-98%.
Walaupun lebih superior jarang diperlukan transvaginal ultrasonografi untuk
medeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang tidak ahli pemakaian
transvaginal ultrasonografi bisa memprovokasi perdarahan lebih banyak. Di
tangan yang ahli dengan transvaginal ultrasonografi dapat dicapai 98% positive
predictive value dan 100% negative predictive value pada upaya diagnosis
plasenta previa. Transperineal sonografi dapat mendeteksi ostium uteri intranum
dan segmen bawah rahim, dan teknik ini dilaporkan 90% positive predictive
value dan 100% negative predictive value dalam diagnosis plasenta previa.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi
kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa. MRI kalah praktis jika
dibandingkan dengan USG, terlebih dalam suasana yang mendesak.1
PLASENTA SOLUSIO
KLINIS RUPTUR UTERI
PREVIA PLASENTA
Sewaktu hamil dan
Terjadinya Sewaktu hamil Inpartu
inpartu
Bergantung pada
Perdarahan Recurrent Non-recurrent pembuluh darah
yang pecah
Darah tua + darah
Warna Darah Darah baru Darah baru
beku
11
Tak sebanding
Sesuai dengan darah Perdarahan keluar
Anemia dengan darah yang
yang keluar dan kedalam
keluar
Toksemia
- Bisa ada -
Gravidarum
Nyeri Perut Tidak ada Ada Ada, di SBR
Uteriin-bois,
Defrans muscular,
Palpasi Biasa dan floating bagian-bagian
meteoritis
anak sulit diraba
His Biasa Kuat Hilang
DJJ + - -
Periksa Ketuban tegang
Jaringan plasenta Robekan
Dalam menonjol
Ketuban robek pada Tipis kreater,
Plasenta Biasa1,5
pinggir cekung
12
hipotensi dan takikardia, pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan
yang cukup berat, lebih berat daripada penampakannya secara klinis. Transfusi
darah yang banyak perlu segera diberikan. Pada keadaan yang kelihatan stabil
dalam rawatan di luar rumah sakit hubungan suami isteri dan kerja rumah tangga
dihindari kecuali jika setelah pemeriksaan ultrasonografi ulangan, dianjurkan
minimal setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi
ostium uteri internum. Bila hasil USG tidak demikian, pasien tetap dinasihati
untuk mengurangi kegiatan fisiknya dan melawat ke tempat jauh tidak
dibenarkan sebagai antisipasi terhadap perdarahan ulang sewaktu-waktu.
Pasien dengan semua klasifikasi plasenta previa dalam trimester ketiga yang
dideteksi dengan uitrasonografi transvaginal belum ada pembukaan pada serviks
persalinannya dilakukan melalui seksio sesarea. Seksio sesarea juga dilakukan
apabila ada perdarahan banyak yang mengkhawatirkan.1
1) Terminasi
Syarat bagi terapi ekspektatif ialah bahwa keadaan ibu dan anak masih baik
(Hb-nya normal) dan perdarahan tidak banyak. Pada terapi ekspektatif, pasien
dirawat di rumah sakit sampai berat anak ± 2500 gr atau kehamilan sudah sampai
37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokalisasi
plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Jika
kehamilan 37 minggu telah tercapai, kehamilan diakhiri menurut salah satu cara
yang telah diuraikan.
3. Besarnya pembukaan
14
4. Tingkat plasenta previa
5. Paritas
1. Pemecahan ketuban.
15
Jika his tidak ada atau kurang kuat setelah pemecahan ketuban, dapat
diberikan infus pitosin. Jika perdarahan tetap ada, dilakukan seksio sesarea.
3. Cunan Willett-Gauss
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak dan fatal,
16
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah
sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
2) Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta
perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat
tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya
tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta
akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbulah perdarahan dalam kala tiga.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea.
Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10% sampai 35%. pada pasien yang pernah
seksio sesarea satu kali, naik menjadi 60% sampai 65% bila telah seksio
sesarea 3 kali.
3) Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat
ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada
retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria ovarika,
pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan
yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi
17
total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak
langsung dari plasenta previa.
4) Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5) Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan
amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercapat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan
tidak invasif dengan USG di samping ketersediaan transfusi darah dan infus
cairan telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih
radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio
18
sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan
jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program
keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan
demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin
masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan
maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum
sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada
satu penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan
(1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%. Hubungan hambatan
pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti.1
19
BAB III
KESIMPULAN
21