1.2 Tujuan
2.1.1 Defenisi
Penatalaksanaan/Terapi Spesifik
1. Terapi ekspektatif
Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir
prematur, pasien dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melaui
kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif.
Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.Syarat pemberian
terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal)
d. Janin masih hidup.
Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain :
- Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis.
- Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi placenta,
usia kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin.
- Berikan tokolitik bila ada kontriksi :
a) MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr tiap 6 jam
b) Nifedipin 3 x 20 mg/hari
c) Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru
janin
- Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari
test amniosentesis.
- Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu placenta masih
berada di sekitar ostinum uteri internum, maka dugaan plasenta
previa menjadi jelas sehingga perlu dilakukan observasi dan
konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
- Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 mingu
masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali
apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai RS
lebih dari 2 jam) dengan pesan segera kembali ke RS apabila terjadi
perdarahan ulang.
2. Terapi aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam
yang aktif dan banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa
memandang maturitas janin.Untuk diagnosis placenta previa dan
menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan
dipenuhi, lakukan PDOM jika :
- Infus / tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
- Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan in partu
- Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor
(misal : anensefali)
- Perdarahan dengan bagian terbawah jsnin telah jauh melewati
PAP (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)
2.1.7 komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada
ostium dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien
biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Bahaya
plasenta previa adalah :
2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke
perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan
plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya
lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium.
Walaupun tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta
atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada
bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio
sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien
yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah
seksio sesaria tiga kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak.
Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual
ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi
perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi
a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada
keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
6. Solusio plasenta
9. Infeksi sepsis.
2.1.8 Faktor Risiko yang Berhubungan dengan plasenta previa
a. Usia
b. Paritas
d. Riwayat Kuretase
Endometrium yang cacat akibat riwayat kuretase menyebabkan
keadaan endometrium kurang baik sehingga plasenta tumbuh meluas dan
menutupi ostium uteri internum,17 keadaan ini menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang baikseperti ostium uteri internum. Tindakan operatif
yang dilakukan baik vacuum aspiration (VA) dan dilatation and sharp
curettage meningkatkan terjadinya adhesi sehinggapada dinding endometrium
akan menghambat pertumbuhan plasenta meluas menutupi ostium uteri
internum untuk memenuhi kebutuhan janin.
3 Pathway Plasenta Previa
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik
a) Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil :
1) Rambut dan kulit
Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu
dan linea nigra. Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah
abdomen dan paha. Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2) Wajah
Mata : pucat, anemis, hidung, Gigi dan mulut
3) Leher
4) Payudara
- Peningkatan pigmentasi areola putting susu
- Bertambahnya ukuran dan noduler
5) Jantung dan paru
Volume darah meningkat, Peningkatan frekuensi nadi,
Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembuluh
darah pulmonal, Terjadi hiperventilasi selama kehamilan,
Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas,
Diafragma meningkat, Perubahan pernapasan abdomen menjadi
pernapasan dada.
6) Abdomen
Menentukan letak janin, Menentukan tinggi fundus uteri
7) Vagina
Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna
kebiruan ( tanda Chandwick), Hipertropi epithelium
8) Sistem musculoskeletal
Persendian tulang pinggul yang mengendur, Gaya berjalan
yang canggung, Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis
dinamakan dengan diastasis rectal
b. Khusus
1) Tinggi fundus uteri
2) Posisi dan persentasi janin
3) Panggul dan janin lahir
4) Denyut jantung janin
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
2) Pemeriksaan USG, Hb, dan Hematokrit
Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau
jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5
cm disebut plasenta letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta
previa, dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber
perdarahan lain .
3) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari ostium uetri eksternum atau dari kelainan
serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai (Johnson,
2003).
4) Transvaginal sonography (TVS)
TVS digunakan untuk menyelidiki lokasi plasenta kapan
saja saat hamil dan saat lokasi plasenta berada dianggap rendah.
Sonographers didorong untuk melaporkan jarak sebenarnya dari
tepi plasenta ke os serviks internal di TVS.
2) Diagnosa
a) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
b) Ansietas b/d ancaman status kesehatan
c) Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
3) Intervensi
No.
Diagnosa Intervensi Implementasi
DX
1. Kekurangan volume cairan b/d Dalam x24 jam Manajemen cairan (4120)
kehilangan cairan aktif diharapkan masalah :
kekurangan volume 1. Monitor status
cairan dapat teratasi hidrasi
dengan kriteria 2. Monitor tanda
hasil: tanda vital pasien
Tekanan 3. Monitor
darah makanan/ cairan
Keseimbang yang dikonsumsi
an intake klien setiap hari
dan output 4. Berikan cairan
selama 24 dengan tepat
jam 5. Distribusi asupan
Turgor kulit cairan selama 24
sesuai lingkungan
dengan yang tenang dan
kebutuhan mendukung
4. Sediakan
lingkungan
yang aman dan
bersih
5. Sesuaikan suhu
ruangan yang
paling
menyamankan
pada klien
6. Fasilitasi
tindakan
kebersihan
untuk menjaga
kenyamanan
klien
7. Posisikan
pasien untuk
memfasislitasi
kenyamanan
8. Berikan sumber
sumber edukasi
yang relevan
dan berguna
mengenai
manajemen
penyakit dan
cedera pada
pasien.