Anda di halaman 1dari 23

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

DENGAN PLASENTA PREVIA


D
I
S
U
S
U
S
U
N
OLEH :

NOFRIDY HANDAYANI HIA


052019029

PEMBIMBING : SRI RUMONDANG, S.KEP., NS

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES SANTA ELISABETH MEDAN
2020
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah


rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.1.3
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang mana
perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi pada
kehamilan diatas 28 minggu.2Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan
Indonesia tahun 2012 sebanyak 40-60% penyebab kematian ibu adalah perdarahan
dan 3-4% diantaranya adalah perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum juga
merupakan penyabab peningkatan angka kejadian kesakitan dan kematian ibu dan
janin.

Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab


obsetri langsung yaitu perdarahan 28%, preeklamsia/eklampsia 24%, infeksi 11
%, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obsetri 5% dan lain-lain
11%.5Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu dapat terjadi pada
masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Salah satu penyebab perdarahan
tersebut adalah plasenta previa. Beberapa rumah sakit umum pemerintah angka
kejadian plasenta previa berkisar 1,7% sampai 2,9%, sedangkan di negara maju
kejadiannya lebih rendah yaitu <1%.

Belum diketahui secara pasti penyebab plasenta previa namun kerusakan


dari endometrium pada persalinan sebelumnya dan gangguan vaskularisasi
desidua dianggap sebagai mekanisme yang menjadi faktor penyebab plasenta
previa. Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya plasenta previa
yaitu ibu hamil yang umurnya telah mencapai lebih dari 35 tahun dan ibu hamil
yang umurnya kurang dari 20 tahun, Paritas adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukkan keadaan seseorang wanita yang pernah melahirkan keturunan baik
yang mampu hidup atau tidak. Banyaknya paritas meningkatkan terjadinya faktor
risiko plasenta previa, Riwayat seksio sesarea dapat meningkatkan terjadinya
plasenta previa dikarenakan adanya perlukaan uterus disegmen bawah rahim. dan
riwayat kuretase, Kuretase merupakan salah satu faktor risiko untuk kejadian
plasenta previa ibu dengan riwayat kuretase memiliki peluang 3,4 kali untuk
kejadian plasenta previa pada kehamilan berikutnya disbandingkan dengan ibu
yang tidak memiliki riwayat kuretase .

Plasenta previa dapat menimbulkan komplikasi antara lain prolaps


plasenta, plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan secara manual dan
dibersihkan dengan kerokan, peningkatan risiko kelahiran premature dan kematian
janin mendadak, pada ibu dapat menyebabkan maternal syok sampai kematian
pada ibu akibat perdarahan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa/i program studi Ners tahap profesi STIKes Santa


elisabeth Medan mampu memberikan asuhan keperawatan maternitas kepada
klien dengan kasus plasenta previa.

1.2.2 Tujuan Khusus

 Mampu melakukan pengkajian keperawatan maternitas dengan kasus


plasenta previa
 Mampu menegakkan diagnosa keperawatan maternitas
 Mampu memberikan intervensi keperawatan maternitas
 Mampu melakukan implementasi keperawatan maternitas
 Mampu melakukan evaluasi keperawatan maternitas
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Medis

2.1.1 Defenisi

Plasenta previa adalah komplikasi kehamilan di mana plasenta terletak


dibagian bawah rahim, sebagian atau seluruhnya menutupi leher rahim. Hal
ini menyebabkan perdarahan vagina tanpa rasa sakit dan beberapa mengarah
ke perdarahan. Plasenta previa telah diklasifikasikan oleh tingkat perambahan
pada os. servikal internal. Dalam plasenta previa, perdarahan lebih mungkin
terjadi selama trimester ketiga, sebagai konsekuensi dari perkembangan
segmen bawah rahim dan pelebaran leher rahim yang disebabkan oleh
kontraksi uterus, pemeriksaan vagina juga dapat menyebabkan perdarahan
antepartum. Faktor risiko untuk pengembangan plasenta previa termasuk
pengiriman sebelum seksio sesarea, terminasi kehamilan, operasi intrauterine,
merokok, kehamilan multifetal, peningkatan paritas, usia ibu dan peningkatan
tingkat seksio caesar. Plasenta previa berhubungan dengan konsekuensi yang
merugikan bagi ibu dan anak, seperti Intra-Uterine Growth Restriction
(IUGR), kelahiran prematur, antenatal dan intra-partum perdarahan, transfusi
darah ibu dan histerektomi darurat.
2.1.2 Etiologi Plasenta Previa
Faktor-faktor predisposisi meliputi:
a. Multiparitas (80% klien yang menderita adalah multipara)
b. Usia ibu lanjut (lebih dari 35 tahun pada 33% kasus)
c. Kehamilan multipel
d. Riwayat kelahiran sesar sebelumnya
e. Insisi uterus
f. Riwayat plasenta previa sebelumnya (insidennya adalah 12 kali
lebih besar pada wanita dengan riwayat plasenta previa
sebelumnya)
Penyebab dari plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang diduga kuat menimbulkan kelainan ini. Salah satu
penyebab plasenta previa yaitu vaskularisasi desidua yang tidak memadai,
sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Multiparitas dan cacat rahim juga
berhubungan dengan kejadian plasenta previa. Hal ini berkaitan dengan proses
peradangan dan atrofi di endometrium, misalnya bekas bedah caesar, kuretase,
dan miomektomi. Cacat bekas bedah caesar bahkan dapat menaikkan insiden
dua sampai tiga kali lebih besar.
Usia lanjut juga meningkatkan angka kejadian plasenta previa.
Penelitian yang dilakukan di Parkland Hospital, Dallas, Amerika Serikat
terhadap 169.000 kelahiran yang terjadi pada tahun 1988-1999 menyimpulkan
bahwa insiden 1 : 1.500 pada ibu berusia 19 tahun atau lebih muda, dan 1 :
100 untuk ibu berusia 35 tahun atau lebih tua.
Insidensi plasenta previa meningkat hingga dua kali lipat pada wanita
perokok. Hipoksemia akibat zat karbon monoksida hasil pembakaran rokok
menyebabkan hipertrofi plasenta sebagai upaya kompensasi. Penyebab
lainnya antara lain plasenta yang terlalu besar, misalnya pada kehamilan
ganda dan kasus erotroblastosis fetalis. Kelainan tersebut menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim, sehingga dapat
menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri internum.
2.1.3 Patofisiologi Plasenta Previa
Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding
uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebihbanyak tempat
untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta
terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada
pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk
menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas.
Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300
ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada
kehamilan 40 minggu. Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot
selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium
dari vili tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang
dan hanya ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot
menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh
darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast (Kay, 2003).
Menurut Manuaba (2008) Implantasi plasenta di segmen bawah rahim
dapat disebabkan:
a) Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi
b) Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi janin
c) Villi korealis pada korion leave yang persisten
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada
segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks
tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya
sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saai itu mulailah terjadi
perdarahan. Darahnya berwarna merah segar berlainan dengan darah yang
disebabkan solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber
perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III
dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin
dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa
totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin
baru berdarah setelah persalinan mulai.
Terjadinya plasenta previa biasa terjadi pada tahap pertama setengah
dari kehamilan, dan persistensinya terhadap istilah akan tergantung padausia
kehamilan dan definisi yang digunakan untukhubungan yang tepat dari os
serviks interna ke plasenta di TVS. Dalam panduan ini, terminologi berikut
dianjurkan untuk menggambarkan hubungan ini: kapan tepi plasenta tidak
mencapai os internal, jaraknya dilaporkan dalam milimeter dari os internal;
ketika tepi plasenta tumpang tindih os internal dengan jumlah apapun, jarak
digambarkan sebagai milimeter tumpang tindih.
Sebuah tepi plasentayang persis mencapai os internal digambarkan oleh
pengukuran 0 mm.Untuk tepi plasenta mencapai atau tumpang tindih os
internal,Mustafa et al. menemukan dalam sebuah studi longitudinal sebuah
kejadian42% antara 11 dan 14 minggu, 3,9% antara 20 dan 24 minggu, dan
1,9% pada saat. Dengan tumpang tindih antara 23 mm11 dan 14 minggu,
mereka memperkirakan bahwa probabilitas plasenta previa pada saat itu
adalah 8%. Demikian pula Hill et al. Melaporkan kejadian 6,2% untuk
plasenta yang membentang di atasOs internal antara 9 dan 13 minggu. Dalam
seri mereka 1252pasien, 20 (1,6%) memiliki tumpang tindih tepi plasenta16
mm atau lebih, dan hanya 4 yang memiliki plasenta previa bertahan sampai
term (0,3%). Dua studi tambahan yang ada memeriksa berbagai jarak tumpang
tindih antara 9 dan16 minggu23,24 sepakat bahwa persistensi plasenta previa
adalahsangat tidak mungkin jika tingkat tumpang tindih plasenta tidak lebih
dari 10 mm.
Dua penelitian meneliti nilai cut-off di18 sampai 23 minggu
gestasi.25,26 Ini menemukan kejadian serupa dari plasenta mencapai atau
tumpang tindih internalOs hingga 2%, dan keseluruhan kurang dari 20% ini
bertahan sebagai plasenta previa Kemungkinan plasenta persisten previa
efektif nol saat tepi plasenta tercapainamun tidak tumpang tindih os (0 mm)
dan meningkat secara signifikan melebihi 15 mm tumpang tindih sehingga
jarak> 25 mm, tumpang tindih memiliki kemungkinan adanya plasenta previa
saat melahirkan antara 40% dan 100%.

2.1.4 Manifestasi Klinis Plasenta Previa


Kay menyebutkan bahwa gejala plasenta previa mencakup satu atau
kedua hal berikut:
1) Tiba-tiba, tanpa rasa sakit pendarahan vagina yang berkisar dari
ringan sampai berat. Darah sering berwarna merah terang. Pendarahan
dapat terjadi pada awal minggu ke-20 kehamilan tetapi yang paling
umum selama trimester ketiga.
2) Gejala persalinan prematur. Satu dari 5 wanita dengan tanda-tanda
plasenta previa juga memiliki kontraksi rahim.
Perdarahan plasenta previa mungkin taper off dan bahkan berhenti
untuk sementara. Tapi itu hampir selalu dimulai lagi hari atau minggu
kemudian. Beberapa wanita dengan plasenta previa tidak memiliki gejala
apapun. Dalam kasus ini, plasenta previa hanya dapat didiagnosis oleh USG
dilakukan untuk alasan lain.
Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan di dapatkan
belum masuk ke dalam pintu-atas panggul yang mungkin karena plasenta
previa sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa posterior; atau
bagian terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak
jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
Gejala klinis yang muncul :
- Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri
Perdarahan ini biasanya terjadi pada trimester ketiga, darah
biasanya berwarna merah segar. Dapat juga dipicu oleh trauma,
coitus (penetrasi penis), maupun pemeriksaan
bimanual/spekulum. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya
tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam
sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit.
Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih
banyak.Perdarahan ini umumnya akan berhenti tanpa penanganan
khusus sebelum kembali terjadi pada beberapa hari atau beberapa
minggu kemudian
- Bagian terdepan janin tinggi (floating). sering dijumpai kelainan
letak janin.
- Janin biasanya masih baik

2.1.5 Penatalaksanaan Plasenta Previa


Penatalaksanaan plasenta previa dibagi dua, yaitu ekspektatif
(konservatif) dan aktif.
- Konservatif : Dilakukan bila perdarahan sedikit, keadaan ibu dan janin
baik, berat janin < 2500 gram atau usia gestasi < 36 minggu. Bila terjadi
perdarahan banyak atau gawat janin, dilakukan tindakan aktif. Pemberian
tokolitik hanya pada kasus terpilih.
- Aktif : Dilakukan bila TBJ ³ 2500 gram atau usia gestasi ³ 36
minggu. Bila terjadi perdarahan banyak lakukan resusitasi cairan, atasi
anemia (transfusi), dan PDMO. Plasenta yang terletak dua sentimeter dari
OUI merupakan indikasi kontra persalinan per vaginam (RCOG
Evidence Base Level III). Cara persalinan harus berdasarkan keputusan
klinik disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Pada kasus sulit dengan
kemungkinan terjadi plasenta akreta, sebaiknya didampingi spesialis
obstetri dan ginekologi senior.

Penatalaksanaan/Terapi Spesifik
1. Terapi ekspektatif
Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir
prematur, pasien dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melaui
kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif.
Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.Syarat pemberian
terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal)
d. Janin masih hidup.
Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain :
- Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis.
- Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi placenta,
usia kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin.
- Berikan tokolitik bila ada kontriksi :
a) MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr tiap 6 jam
b) Nifedipin 3 x 20 mg/hari
c) Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru
janin
- Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari
test amniosentesis.
- Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu placenta masih
berada di sekitar ostinum uteri internum, maka dugaan plasenta
previa menjadi jelas sehingga perlu dilakukan observasi dan
konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
- Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 mingu
masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali
apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai RS
lebih dari 2 jam) dengan pesan segera kembali ke RS apabila terjadi
perdarahan ulang.
2. Terapi aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam
yang aktif dan banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa
memandang maturitas janin.Untuk diagnosis placenta previa dan
menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan
dipenuhi, lakukan PDOM jika :
- Infus / tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
- Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan in partu
- Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor
(misal : anensefali)
- Perdarahan dengan bagian terbawah jsnin telah jauh melewati
PAP (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)

2.1.6 Cara menyelesaikan persalinan dengan placenta previa


1. Seksio Cesaria (SC)
Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan
ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup
tindakan ini tetap dilakukan.Tujuan SC antara lain :
- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan
- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik
uteri, jika janin dilahirkan pervaginam
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi
sehingga cervik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan
mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi placenta sering
menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan
susunan serabut otot dengan korpus uteri. Pada saat melakukan SC
siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
dan lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan
perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Melahirkan pervagina
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada placenta.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a) Amniotomi dan akselerasi
b) Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis
dengan pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan
memecah ketuban, placent akan mengikuti segmen bawah
rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus
belum ada atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
3. Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan
tamponade placenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton
Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
4. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi
beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang
efektif untuk menekan placentadan seringkali menyebabkan
perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada
janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.

2.1.7 komplikasi

Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada
ostium dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien
biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Bahaya
plasenta previa adalah :

1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi


secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus
dapat berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak
dapat dicegah.

2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke
perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan
plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya
lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium.
Walaupun tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta
atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada
bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio
sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien
yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah
seksio sesaria tiga kali.

3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak.
Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual
ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi
perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi
a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada
keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.

4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.

5. Kehamilan prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena


tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis
untuk mengetahui kematangan paru-paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.

6. Solusio plasenta

7. Kematian maternal akibat perdarahan

8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)

9. Infeksi sepsis.
2.1.8 Faktor Risiko yang Berhubungan dengan plasenta previa

a. Usia

Faktor risiko yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta


previa adalah usia ibu, ibu dengan usia yang muda kurang dari 20 tahun lebih
berisiko mengalami plasenta previa karena pertumbuhan endometrium yang
kurang subur begitu juga dengan ibu dengan usia diatas 35 tahun karena
pertumbuhan endometrium sudah kurang subur. Ibu dengan usia diatas 35
tahun berisiko lebih tinggi karena aliran darah ke endometrium terganggu
karena kondisi endometrium kurang subur.

b. Paritas

Paritas memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian plasenta


previa, hal ini disebabkan adanya respon inflamasi dan perubahan atrofi pada
dinding endometrium yang menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
sehingga plasenta http://repository.unimus.ac.id 16 tumbuh menutupi bagian
segmen bawah rahim dan atau sebagian ostium uteri internum.

c. Riwayat Seksio Sesarea

Faktor lain yang dapat menyebabkan plasenta previa yakni riwayat


seksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Persalinan secara seksio sesarea
meningkatkan kejadian plasenta previa tiga kali lebih besar dibandingkan
dengan persalinan pervaginam dikarenakan karena cacatnya endometrium
dimana bekas luka operasi.15 Peningkatan kejadian plasenta previa ini
diperkirakan diakibatkan karena perubahan patologis yang terjadi pada
miometrium dan endometrium selama kehamilan karena adanya jaringan
parut. Perubahan patologis yang dapat terjadi meliputi pembentukan polip
infiltrasi limfosit,dilatasi kapiler dan infiltrasi sel darah merah bebas kedalam
jaringan sekitar jaringan parut selain itu jaringan parut menyebabkan
implantasi plasenta tidak optimal peningkatan terjadi malformasi vaskuler dan
peningkatan kerentanan pembuluh darah.

d. Riwayat Kuretase
Endometrium yang cacat akibat riwayat kuretase menyebabkan
keadaan endometrium kurang baik sehingga plasenta tumbuh meluas dan
menutupi ostium uteri internum,17 keadaan ini menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang baikseperti ostium uteri internum. Tindakan operatif
yang dilakukan baik vacuum aspiration (VA) dan dilatation and sharp
curettage meningkatkan terjadinya adhesi sehinggapada dinding endometrium
akan menghambat pertumbuhan plasenta meluas menutupi ostium uteri
internum untuk memenuhi kebutuhan janin.
3 Pathway Plasenta Previa
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik
a) Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil :
1) Rambut dan kulit
Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu
dan linea nigra. Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah
abdomen dan paha. Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2) Wajah
Mata : pucat, anemis, hidung, Gigi dan mulut
3) Leher
4) Payudara
- Peningkatan pigmentasi areola putting susu
- Bertambahnya ukuran dan noduler
5) Jantung dan paru
Volume darah meningkat, Peningkatan frekuensi nadi,
Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembuluh
darah pulmonal, Terjadi hiperventilasi selama kehamilan,
Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas,
Diafragma meningkat, Perubahan pernapasan abdomen menjadi
pernapasan dada.
6) Abdomen
Menentukan letak janin, Menentukan tinggi fundus uteri
7) Vagina
Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna
kebiruan ( tanda Chandwick), Hipertropi epithelium
8) Sistem musculoskeletal
Persendian tulang pinggul yang mengendur, Gaya berjalan
yang canggung, Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis
dinamakan dengan diastasis rectal
b. Khusus
1) Tinggi fundus uteri
2) Posisi dan persentasi janin
3) Panggul dan janin lahir
4) Denyut jantung janin
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
2) Pemeriksaan USG, Hb, dan Hematokrit
Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau
jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5
cm disebut plasenta letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta
previa, dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber
perdarahan lain .
3) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari ostium uetri eksternum atau dari kelainan
serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai (Johnson,
2003).
4) Transvaginal sonography (TVS)
TVS digunakan untuk menyelidiki lokasi plasenta kapan
saja saat hamil dan saat lokasi plasenta berada dianggap rendah.
Sonographers didorong untuk melaporkan jarak sebenarnya dari
tepi plasenta ke os serviks internal di TVS.
2) Diagnosa
a) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
b) Ansietas b/d ancaman status kesehatan
c) Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
3) Intervensi
No.
Diagnosa Intervensi Implementasi
DX
1. Kekurangan volume cairan b/d Dalam x24 jam Manajemen cairan (4120)
kehilangan cairan aktif diharapkan masalah :
kekurangan volume 1. Monitor status
cairan dapat teratasi hidrasi
dengan kriteria 2. Monitor tanda
hasil: tanda vital pasien
 Tekanan 3. Monitor
darah makanan/ cairan
 Keseimbang yang dikonsumsi
an intake klien setiap hari
dan output 4. Berikan cairan
selama 24 dengan tepat
jam 5. Distribusi asupan
 Turgor kulit cairan selama 24

 Berat badan jam

stabil 6. Dukung pasien

 Kelembaban dan keluarga

mebran untuk membantu

mukosa dalam pemberian


makan dengan
baik
7. Hitung atau
timbang pampers
dengan baik
2. Ansietas b/d ancaman status Dalam 3x24 jam Pengurangan
kesehatan diharapkan masalah kecemasan ( 5820)
ansietas dapat 1. Gunakan pendekatan
teratasi dengan yang tenang dan
kriteria hasil: meyakinkan
 Perasaan 2. Nyatakan dengan jelas
gelisah harapan terhadap
 Peningkatan perilaku klien
tekanan 3. Jelaskan semua
darah prosedur serta sensai
 Tidak dapat yang akan dirasakan
beristrahat klien selama
 Peningkatan prosedur (tindakan)

frekuensi 4. Dorong klien untuk

nadi mendampingi klien

 Pusing dengan cara yang


benar
5. Dorong verbalisasi
perasaan, persepsi
dan ketakutan
6. Identifikasi pada saat
terjadi perubahan
tingkat kecemasan
7. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
8. Dukung penggunaan
mekanisme koping
yang sesuai
9. Kaji untuk tanda
verbal dan nonverbal
kecemasan.

2. Gangguan rasa nyaman b/d Dalam 3x 24 jam Manajemen lingkungan


gejala terkait penyakit masalah gangguan : kenyaman ( 6482)
rasa nyaman dapat 1. Tentukan tujuan
teratasi dengan pasien dan
kriteria hasil : keluarga dalam
 Kesejahteraa mengelola
n fisik lingkungan dan
 Kontrol kenyamanan
terhadap yang optimal
gejala 2. Hindari

 Mampu gangguan yang


mengkomuni tidak perlu dan
kasikan berikan waktu
kebutuhan untuk istrahat
 Perawatan 3. Ciptakan

sesuai lingkungan
dengan yang tenang dan
kebutuhan mendukung
4. Sediakan
lingkungan
yang aman dan
bersih
5. Sesuaikan suhu
ruangan yang
paling
menyamankan
pada klien
6. Fasilitasi
tindakan
kebersihan
untuk menjaga
kenyamanan
klien
7. Posisikan
pasien untuk
memfasislitasi
kenyamanan
8. Berikan sumber
sumber edukasi
yang relevan
dan berguna
mengenai
manajemen
penyakit dan
cedera pada
pasien.

Anda mungkin juga menyukai