Anda di halaman 1dari 15

CASE REPORT

BLOK ELEKTIF

PENGARUH PALLIATIVE CARE PADA PASIEN DEMENSIA DAN


KELUARGA PASIEN

DISUSUN OLEH:

FATHIA ZAHRA

1102014096

KELOMPOK 1 PALLIATIVE CARE

Dosen Tutor: dr. Linda, Sp.PD-KGH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2017 / 2018

0
PENGARUH PALLIATIVE CARE PADA PASIEN
DEMENSIA DAN KELUARGA PASIEN

Abstrak
Latar Belakang : Demensia merupakan kerusakan otak. Meski penyakitnya berkembang perlahan,
akhirnya menyebabkan otak berhenti bekerja. Keluarga yang merawat pasien dengan demensia harus
membutuhkan banyak kasih sayang, dukungan dan bantuan. Mendapatkan perawatan paliatif lebih awal
pada pasien demensia adalah penting.

Presentasi Kasus : Tn. A usia 75 tahun terdiagnosis Stroke dan Demensia. Pasien memiliki riwayat
ashma, diabetes, tekanan darah yang tinggi dan penyakit jantung. Dokter mengatakan kepada keluarga
pasien bahwa terdapat tumor dibagian otak yang sulit untuk diangkat karena posisi tumor. Pasien memilih
dirawat dirumah dengan keluarga pasien. Dan tujuan keluarga memilih perawatan paliatif adalah supaya
ada dokter yang datang ke rumah.

Tn. A sudah menikah, memiliki 3 anak. Ia sekarang tinggal di rumah anaknya dan dibantu oleh 2 care
giver dirumah. Keluarganya sudah mengetahui persis apa yang di alami Tn.A dan sudah mengikhlaskan.
Namun anaknya mengkhawatirkan kondisi istri Tn.A yang saat ini lebih menarik diri dan menjadi
pemarah.

Diskusi: Pasien demensia dengan sedikit komunikasi dapat menyebabkan masalah fisik, psikologi, dan
sosial. Untuk menjaga komunikasi, kita dapat melakukan keinginan pasien, memberi dukungan dan kasih
sayang. Intervensi yang sederhana ini bisa memperbaiki keadaan pasien. Dalam laporan kasus ini akan
dijelaskan permasalahan yang sering terjadi pada pasien demensia dengan perawatan paliatif, khususnya
psikososial.

Simpulan dan Saran : Perawatan paliatif dengan mengunjungi rumah pasien sangat meningkatkan
kualitas hidup pasien. Peran keluarga pasien dapat membantu pasien demensia merasakan nyaman.

Kata kunci : Demensia, Palliative Care, Dukungan Keluarga

Abstract
1
Introduction: Dementia is a deterioration of the brain. Although the disease progresses slowly, it finally
causes the brain to stop working. Families caring for a loved one with dementia need a lot of support and
assistance, and getting palliative care early is important.

Case presentation : Tn. A, 75 years old was diagnosed with Stroke and Dementia. Patients have a history
illness of asthma, diabetes, high blood pressure and heart disease. The Doctors said to the patient's family
there is a tumor in the brain and it’s difficult to remove because of the tumor’s position. The patient
choosed home care with his childrens. And the aim of family choosed palliative care is to have a doctor
visited their house.

He and his wife stay in her daughter house. Tn.A needs special treatment, that’s why there are 2 care
giver in the hause. His family understand his health condition. However his wife cannot control her
emotion sometimes, she can angry and upset. That’s why his daughter get worried about her mother.

Discussion : Patients dementia who less communication, it can cause physical, psychological, and social
problems. So, to improves communication with patients is by giving patients a support. A simple
interventions can improve this situation. In this case report will explain the problems that often occur in
patients with dementia palliative care, especially psychosocial.

Conclusion and advice: When a palliative care visited the patient's house is greatly improves the
patient's quality of life. With loved and support. The patient who lives with their families, will feels more
comfortable.

Keywords : Dementia, Palliative Care, Family Support.

2
PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (2002), Perawatan Paliatif adalah
pendekatan yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga
yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik,
psikososial dan spiritual.
Perawatan palitif dilakukan oleh tim multidisiplin yang melibatkan banyak
tenaga kesehatan untuk tujuan yang sama (Aitken, 2009). Menurut Kemenkes (2007),
yang merupakan penyakit terminal adalah penyakit kanker, penyakit degeneratif,
penyakit paru obstruktif kronis, kistik fibrosis, stroke, parkinson, gagal jantung,
penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS. Setiap tahunnya dilaporkan
adanya peningkatan mengenai penyakit tersebut yang diderita oleh usia dewasa dan
anak-anak.
Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan
melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penatalaksanaan nyeri,
penatalaksanaan keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis,
dukungan sosial, dukungan kultural dan spiritual, dukungan persiapan dan selama
masa dukacita (bereavement). (Kemenkes, 2007).
Penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif melalui studi Delphi pada
orang dewasa adalah Alzheimer, demensia, kanker, penyakit kardiovaskular, sirosis
hati, penyakit paru obstruktif kronik, diabetes, HIV/AIDS, gagal ginjal, multiple
sclerosis, penyakit parkinson, rheumatoid arthritis dan tuberkulosis, yang resisten
terhadap obat. (WHO, 2007).

3
Gangguan psikiatrik yang didapat pada lanjut usia adalah gangguan depresi
dan demensia. Adanya mitos bahwa para lanjut usia adalah identik dengan sakit maka
bila tidak menganggu lingkungan si kakek dan nenek jarang dibawa ke dokter/ rumah
sakit. Gangguan lain yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah gangguan tidur,
gangguan perilaku dan psikosis (kehilangan kemampuan menilai realita dengan baik.
(Brower, 2001).
Dampak positif yang ditimbulkan mengenai perawatan paliatif berupa
terciptanya hubungan yang baik antara perawat-pasien, meningkatkan keberanian
perawat dalam merawat pasien paliatif, perawat memiliki sikap yang baik, perawat
mampu membuat pasien bertahan dengan nyerinya, pasien memiliki upaya untuk
bertahan, pasien tidak mencari kesalahan perawat dan pasien memperoleh dukungan
spiritual (Kendall, 2006).
Perawatan paliatif jika ditinjau dari aspek lingkungan adalah mengenai
bagaimana lingkungan yang aman dan nyaman untuk pasien agar pasien dapat
menghabiskan hidupnya dengan kualitas yang lebih baik. Sebagian pasien paliatif
lebih banyak dirawat di rumah karena pasien mendapatkan privacy, lebih nyaman,
dan lebih bebas melakukan sesuatu sehingga lingkungan rumah harus dilengkapi alat-
alat yang dibutuhkan oleh pasien.

4
Presentasi Kasus
Tn. A usia 75 tahun, terdiagnosis Stroke dan Demensia. Pasien memiliki
riwayat ashma, diabetes, tekanan darah yang tinggi dan penyakit jantung. Pasien
memiliki riwayat operasi prostat. Keluhan utama pasien sering merasa gelisah selama
2 bulan ini. Kesadaran pasien compos mentis. Pasien sering merasa lemas, gangguan
tidur, gangguan bergerak, gangguan nafsu makan, danpenurunan berat badan. Dahulu
saat pasien mengalami stroke dan ke ruang ICU, pasien belum sadar, saat pasien
sadar ia berontak hingga tangan dan kakinya di ikat oleh perawat. Istri pasien sangat
sedih melihat suaminya, dan sekarang memiliki trauma ke Rumah Sakit.
Saat melakukan follow up di Rumah Sakit, Dokter mengatakan kepada
keluarga pasien bahwa terdapat tumor dibagian otak yang sulit untuk diangkat karena
posisi tumor. Dokter mengatakan bahwa ini termasuk operasi yang sangat sulit dan
jika tetap dilakukan operasi, kemungkinan tumor terangkat tidak sepenuhnya. Dengan
berkominukasi dengan istri dan anaknya, pasien dirawat dirumah dengan keluarga
pasien. Dan tujuan keluarga memilih perawatan paliatif adalah supaya ada dokter
yang datang ke rumah.
Saat kunjungan, kondisi Tn. A saat ini membaik, ia dapat duduk dikursi roda,
nafsu makan meningkat, dan dapat diajak berbicara, walaupun ucapannya sulit
dimengerti. Pasien sering terlihat bingung ketika anggota keluarga yang bebicara
kepadanya terlihat kesal. Pasien selalu menangis mendengar masjid yang ia bangun di
kampung halamannya. Ia takut tidak bisa mengunjungi kampung halamannya. Ia
memiliki keinginan untuk pulang ke kampung halamannya, dan sangat tidak
didukung oleh keluarga pasien dan palliative care karena kondisi pasien. Tn. A sudah
menikah, ia memiliki 3 anak. Anak pertama berada di Amerika, dan dua anak lainnya
berada di Bekasi. Ia sekarang tinggal dirumah anaknya dan dibantu oleh 2 care giver.
Keluarga pasien sudah mengetahui persis apa yang di alami Tn.A dan sudah
mengikhlaskan. Namun anaknya mengkhawatirkan kondisi istri Tn. A yang saat ini
lebih menarik diri dan menjadi pemarah.

5
Diskusi
Salah satu gangguan akibat stroke dapat terjadi Demensia/kepikunan dimana
pada penderita demensia dapat mengalami gejala perubahan kepribadian dan tingkah
laku sehingga dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Pada tahap lanjut, demensia
memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan. Sehingga
perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang
dialami oleh lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada
demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para
anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. (Nurgianti, 2012).
Banyak orang yang membutuhkan perawatan paliatif memilih untuk dirawat
di rumah dimana mereka tahu lingkungan mereka, mereka memiliki lebih banyak
privasi dan lebih banyak kebebasan untuk melakukan apa yang mereka suka.
Perawatan di rumah membutuhkan peralatan yang dibutuhkan oleh pasien. Peralatan
yang dibutuhkan tergantung pada situasi. Penggunaan peralatan dapat meningkatkan
kemandirian, membuatnya lebih mudah bagi yang merawat dan menciptakan
lingkungan yang lebih aman. (Hudson, 2012).
Berdasarkan data global burden of disease yang dikeluarkan WHO (2003),
demensia merupakan kondisi yang menyebabkan disabilitas dengan presentase
11,2%, lebih tinggi dibandingkan stroke (9,5%), penyakit jantung (5%), dan kanker
(2,4). Hampir 80% perawatan pasien demensia tersebut disediakan oleh keluarga di
rumah. (Alzheimer’s Association, 2012). Sebagian besar lansia di Indonesia lebih
memilih tinggal dirumah sendiri atau bersama keluarganya. (Kadar, 2012) dan
sebagian besar keluarga juga lebih memilih memberikan perawatan kepada lansia di
rumah (MacKenzie, 2006). Tradisi kebudayaan di Indonesia menganggap merawat
orang tua merupakan tanggung jawab anak. Selain itu, masyarakat memiliki persepsi
bahwa menempatkan orang tua yang mengalami demensia di panti sosial merupakan
bentuk pengabaian dan hal yang tidak terpuji. (MacKenzie, 2006).

6
Kualitas hidup individu dengan demensia dapat dijaga dengan pemberian
perawatan dan dukungan yang tepat. (WHO, 2012).
Membagi dukungan keluarga dalam empat tipe yaitu berupa perhatian dan
kasih sayang (dukungan emosional). Menghargai dan saling memberikan umpan
balik (dukungan penghargaan), memberikan saran nasehat dan kebutuhan dan
preferensi individu masing-masing. Selain itu, perawatan harus berpusat pada pasien
dengan tetap menghormati dan menjaga martabat pasien. (Bomar, 2004).
Care giver yang merawat individu dengan demensia perlu memahami bahwa
ketika individu memiliki demensia, kondisinya akan memburuk sampai akhir
hidupnya. (Departement of Health, 2009). Ketika pasien demensia melakukan
kesalahan, hal yang harus dilakukan keluarga adalah tetap tenang, tidak menyalahkan,
dan tidak beradu argument mengenai hal yang benar atau salah. (Jones, 2012).
Hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan emosional yang diberikan
keluarga dan palliative care kepada lansia yang mengalami demensia sudah baik.
Bentuk dukungan emosional yang diberikan kepada pasien adalah menunjukan wajah
yang menyenangkan saat berdekatan, duduk berhadapan dan memandang mata saat
berbicara dengan pasien, tidak berbicara dengan suara membentak, menggunakan
bahasa yang singkat, dan meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita pasien.
(Vera, 2013).
Bentuk dukungan emosional yang belum terpenuhi dengan maksimal yaitu
memberi sentuhan saat berbicara dengan pasien, melibatkan pasien demensia dalam
melakukan kegiatan sehari-hari, dan tidak merasa kesal ketika pasien melakukan
kesalahan. Memberikan sentuhan kepada pasien saat berinteraksi diperlukan karena
dapat memberikan ketenangan dan sebagai upaya untuk mendapatkan perhatian, serta
menunjukan rasa kepedulian. (Miller, 2004).

Meskipun dukungan keluarga yang diberikan sudah baik namun pada


beberapa bentuk dukungan perlu ditingkatkan seperti perlunya peningkatan

7
penerapan komunikasi pada dukungan emosional. Keluarga dan palliative care juga
perlu meningkatkan dukungan penghargaan dengan meminta pendapat pasien
demensia dan memberikan pujian ketika pasien dapat melakukan hal positif.
Pada kasus Tn. A ini terdapat masalah yang memicu pasien jadi merasa lebih
sering bingung dan gelisah ketika di ajak berbicara. Pada saat melakukan kunjungan
Dr. Maria A Witjaksono MPALLC menyatakan pasien sekarang memiliki kondisi
yang sangat baik. Karena sempat membicarakan apa saja hal yang dapat keluarga
bantu untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal ini menjadi peningkatan sendiri
bagi Tn. A yang mengakibatkan perubahan beberapa perilaku seperti dapat
berkomunikasi, meningkatnya nafsu makan dan dapat duduk dikursi roda. Kondisi
pasien yang meningkat ini merupakan tujuan dari dokter paliatif. Oleh karena itu,
keluarga dan palliative care merupakan komposisi care giver terbesar memegang
peranan penting dengan perawatan atau dukungan yang diberikan untuk menjaga
kualitas hidup lansia yang mengalami demensia.

Aspek Agama Islam

8
Agama Islam memandang masyarakat lansia dengan pandangan terhormat
sebagaimana perhatiannya terhadap generasi muda. Agama Islam memperlakukan
dengan baik para lansia dan mengajarkan metode supaya keberadaan mereka tidak
dianggap sia-sia dan tak bernilai oleh masyarakat. Dukungan terhadap para lansia dan
penghormatan terhadap mereka adalah hal yang ditekankan dalam Islam. Nabi
Muhammad Saw bersabda, penghormatan terhadap para lansia muslim adalah
ketundukan kepada Tuhan. Beliau mengegaskan, berkah dan kebaikan abadi bersama
para lansia kalian.
Dalam Islam, penuaan sebagai tanda dan simbol pengalaman dan ilmu. Para
lansia memiliki kedudukan tinggi di masyarakat, khususnya, dari sisi bahwa mereka
adalah harta dari ilmu dan pengalaman, serta informasi dan pemikiran. Oleh sebab
itu, mereka harus dihormati, dicintai dan diperhatikan serta pengalaman-
pengalamannya harus dimanfaatkan.
Nabi Muhammad Saw bersabda, hormatilah orangorang yang lebih tua dari
kalian dan cintai serta kasihilah orang-orang yang lebih muda dari kalian. Oleh
karena itu, pemerintah dan masyarakat berkewajiban memperhatikan kondisi para
lansia. Republik Islam Iran dengan memperhatikan perintah-perintah agama Islam
menilai lansia sebagai hal yang sangat penting, sehingga pemerintah Tehran terus
berupaya menyiapkan sistem yang menangani dan membantu para lansia di negara ini
dan mengucurkan berbagai bantuan, baik materi maupun moral kepada mereka,
supaya dapat hidup dengan layak, sehat dan bahagia.
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra : 23-24

9
Artinya : “Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah
selain dia dan hendaklah berbuat baik ibu bapakmu. Jika salah seorang diantara
keduanya atau kedua-duanya sampai usia lanjut dalam pemeliharaan, maka jangan
sekali-sekali engkau mengatakan kepada ke duanya perkataan “Ah” dan janganlah
engkau membentak mereka dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah “Wahai tuhanku sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku diwaktu kecil”. Oleh sebab itu Kebutuhan para lanjut usia (Lansia)
tidak hanya terbatas pada perawatan medis dan kesehatan. Namun kebutuhan sosial
dan ekonomi mereka seperti jaminan dan hak-hak-hak pensiunan, serta kebutuhan
mental seperti perhatian dan menjaga martabat mereka sangat lebih diperlukan.
Sehingga para lanjut usia selalu berada dalam kesehatan fisik dan mentalnya dengan
baik.”
Orang yang pikun tidak diwajibkan shalat. Pembebanan syariat ( taklif )
ditujukan untuk yang berakal. Karena itu, Allah mewajibkan berbagai bentuk ibadah
kepada manusia selama ia berakal sehingga dapat memahami perintah, larangan, serta
tujuan ibadah tersebut.
Adapun orang yang tidak berakal tidak dibebani kewajiban-kewajiban syar’i.
Oleh karena itu, orang gila, anak kecil, dan orang yang belum baligh tidak dibebani
kewajiban syariat. Inilah dimensi rahmat Allah di balik pembebanan syariat.

10
Syariat Islam dibangun di atas ajaran yang ringan dan mudah.
Allah Ta’ala memberikan keringanan bagi hamba yang memiliki udzur/kesulitan
dalam melaksanakan ibadah sesuai dengn udzur yang ada agar mereka dapat
melaksanakan ibadah tanpa mengalami kesulitan. Allah Ta’ala berfirman :
ٍ ‫َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم ِفي الدِّي ِن ِمنْ َح َر‬
‫ج‬
“Allah sekali-kali tidak menjadikan kesulitan bagimu dalam beragama “ (Al
Hajj:78).
Juga firman-Nya,
ْ ‫س َر َوالَ يُ ِري ُد بِ ُك ُم ا ْل ُع‬
‫س َر‬ ْ ُ‫يُ ِري ُد هّللا ُ بِ ُك ُم ا ْلي‬
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu“
(Al Baqarah:185).

Yang lebih wajib lagi daripada kesabaran suami-istri ketikateman hidupnya


sakit ialah kesabaran anak laki-laki terhadappenyakit kedua orang tuanya. Sebab hak mereka
adalah sesudahhak Allah Ta'ala, dan berbuat kebajikan atau berbakti kepada mereka
termasuk pokok keutamaan yang diajarkan oleh seluruhrisalah Ilahi. Karena itu Allah
menyifati Nabi Yahya a.s.dengan firman-Nya:

"Dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi
durhaka." (Maryam: 14).

Simpulan

11
Palliative care adalah perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan dilihat dari berbagai macam aspek. Psikososial merupakan salah
satu aspek penting untuk meningkatkan kondisi pasien dan aspek lingkungan pasien
merupakan aspek penting untuk memutuskan dimana pasien akan dirawat dalam sisa
akhir hidupnya.
Pasien demensia akan terlihat gelisah dan bingung, pengaruh palliative care
terhadap pasien demensia dengan mengajak pasien berbicara, memotivasi,
memberikan dukungan serta kasih sayang sangatlah meningkatkan kualitas hidup
pasien demensia. Pasien menunjukan peningkatan pada kondisinya, seperti dapat
berkomunikasi, tertawa, bercanda, nafsu makan, dan duduk dikursi roda. Sebagian
besar pasien demensia memilih perawatan di rumah karena sudah terbiasa dengan
lingkungan tersebut, lebih bebas untuk melakukan sesuatu, mempunyai privasi, dan
dapat berkumpul bersama keluarga yang dicintai, itu dapat membuat pasien nyaman
dan aman dalam menghabiskan sisa hidupnya.
. Pasien sangat baik dalam agama, walaupun hanya bisa shalat di tempat tidur.
Ia bercerita tentang membangun masjid di kampung halamannya merupakan harapan
yang sudah ia wujudkan. Dan selalu menangis bahagia setiap mendengar masjidnya
ramai.

Saran
Pasien harus banyak mendapatkan kasih sayang, dukungan dan bantuan dari
keluarga maupun dari palliative care. Seorang palliative care memiliki peran penting
dalam memberikan dukungan untuk keluarga pasien jika ada yang merasa tidak
sanggup untuk menghadapi pasien demensia. Dengan dilakukannya dukungan untuk
pasien demensia, kualitas hidup pasien akan membaik.
Lingkungan untuk kenyamanan pasien juga sangat berperan penting dalam
kondisi pasien. Orang-orang disekitar pasien, komunikasi kepada pasien sangat
penting untuk membuat pasien merasa tidak sendirian, depresi, gelisah.

12
Membantu keluarga pasien, memberikan motivasi kepada istri pasien dalam
menghadapi kehilangan sangat membantu pasien untuk tabah. Mengunjungi perawat
paliatif atau palliative care center dan dilanjutkan dengan follow up dari dokter
layanan primer, dapat memberikan perasaan lebih baik bagi pasien dan keluarga.
Memberi kesempatan untuk memperdalam mengenai agama sangat
bermanfaat untuk semua pasien termasuk pada pasien yang belum ataupun tidak
beragama.

Ucapan Terima Kasih

Saya mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT karena atasrahmat dan
karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas case report ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada dr. Maria A. Witjaksono. MPALLC beserta suster
Dwi selaku pihak dari Unit Paliatif RS Kanker Dharmais yang telah membantu dan
membimbing dalam pembuatan case report ini. Tidak lupa saya ucapkan banyak
terima kasih kepada Bapak A beserta keluarga selaku narasumber dan pasien yang
bersedia untuk saya kunjungi dan membantu dalam pembuatan case report ini.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr. Hj. Riani Wikaningrum, DMM.MSc
selaku dosen pengampu bidang kepeminatan palliative care dan kepada tutor saya dr.
Linda Armelia, Sp.PD-KGH. yang telah meluangkan waktu untuk membimbing saya
dalam pembuatan case report ini. Bagi semua kelompok 1 palliative care yang
sangat kompak dan membantu dalam melaksanakan tugas ini, serta semua pihak yang
telah membantu kelancaran dalam penyusunan case report ini, saya ucapkan terima
kasih. Semoga case report ini bermanfaat bagi saya dan teman-teman semua. Akhir
kata saya mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.

Daftar Pustaka

13
Alzheimer’s Association 2012. Alzheimer’s Disease Facts and Figures. Alzheimer’s
& Dementia, Volume 8, Issue 2.
http://www.alz.org/downloads/facts_figures_2012.pdf.
Alzheimer’s Society 2012. Dementia 2012: A national challenge. London:
Alzheimer’s Society. https://www.alzheimers.org.uk/dementia2012.
Departement of health 2009. Living well with dementia: A National Dementia
Strategy. London, UK.
https://www.dh.gov.uk/en/poeople/NationalDementiaStrategy/.
Friedman, M.M., Bowden, D., & Jones, M 2003. Family nursing: Theory and
practice (3rded.). Philadephia: Appleton & Lange.
Hudson P, Hudson R 2012. Supporting A Person Who Needs Palliative Care : A
Guidline For Family And Friends (2nd ed.). Australia : Victoria Parade.
Kaakinen, J.R., Duff, V,G., Coehlo, D.P., & Hanson, S.M.H 2010. Family health
care nursing: Theory, practice and research, 4th edition. Philadelphia: F.A
Davis Company.
Kadar, K.S., Francis, K., & Sellick, A 2012. Ageing in Indonesia – Health status and
Challenges for the future. Ageing-Int. doi 10.1007/s12126-01209159-y.
KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007. Tentang Kebijakan
Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
MacKenzie, J 2006. Stigma and Dementia: East European and South Asian family
carers negotiating stigma in the UK. Dementia, 5, 233-247.
Nurgianti. 2012. Demensia Pasca Stroke. Jakarta: RSIJ. Diakses pada 23 juni 2013,
http://www.rsi.co.id/artikel/artikel-kesehatan/content/166-demensia-pasca-
stroke.
Vera, R 2013. Dukungan Keluarga pada Lansia yang Mengalami Demensia. Jakarta:
Universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S46565 vera
%20rakhmawati%20nugraheni

14

Anda mungkin juga menyukai