Anda di halaman 1dari 34

SKENARIO 2

BATUK DARAH
Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk darah.
Pada pemeriksaan didapatkan habitus asthenikus dan ronki basah halus yang nyaring pada
apeks paru kanan. Hasil laboratorium didaptkan anemia, LED tinggi dan ditemukan
bakteri tahan asam (BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan foto thoraks
ditemukan adanya infiltrat di apeks paru kanan. Dokter memberikan terapi obat anti
tuberkulosis (OAT) dan menganjurkan keluarga serumah dengan beliau melakukan
pemeriksaan serta menunjuk salah satu keluarga sebagai pengawas minum obat (PMO).
Dan dokter juga mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan.

IDENTIFIKASI KATA-KATA SULIT


1. Ronki Basah Halus : Suara berisi dan terputus karena aliran udara yang
melewati cairan dan terdengar saat inspirasi.
2. Habistus Asthenikus : Bentuk tubuh tinggi, kurus, dada rata atau cekung,
dan otot tidak tumbuh dengan baik.
3. Sputum : Lendir atau materi lain yang dibawa dari paru, bronkus dan
trakea yang dikeluarkan saat batuk atau muntah
4. BTA : Bakteri yang tahan asam terhadap depolarisasi
alcohol.
5. Infiltrat : Gambaran akibat adanya penumpukan cairan di paru yang
menembus sela-sela jaringan

BRAINSTORMING PROBLEM
1. Apakah pasien dapat sembuh?
2. Apakah penyakit ini dapat menular?
3. Apa yang menyebabkan keluarnya darah saat batuk?
4. Mengapa LED meningkat?
5. Mengapa terjadi anemia?
6. Mengapa keluarga di anjurkan untuk melakukan pemeriksaan?
7. Apa penyebab penyakit pada pasien?
8. Mengapa terdapat infiltrat pada apex paru?
9. Mengapa di perlukan PMO?
10. Apa perbedaan batuk darah dan muntah darah?
11. Mengapa dokter memberikan OAT?
12. Bagaimana etika batuk dalam islam?
13. Apa pemeriksaan untuk pasien?
14. Apa upaya pencegahan penyakit tersebut?
15. Apa saja gejala yang timbul?

ANALISA MASALAH
1. Bisa, namun pasien harus menjalani pengobatan yang ketat selama 6 bulan dengan
disiplin.
2. Penyakit ini dapat menular melalui droplet yang mengandung bakteri.
3. Karena aktivitas bakteri yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah.

1
4. Karena jumlah eritrosit menurun dan komposisi protein menurun, menyebabkan
peningkatan LED.
5. Karena tubuh menghasilkan sel darah putih lebih banyak, sehingga menekan
pembentukan sel darah merah. Asupan makanan yang rendah karena menurunnya
nafsu makan menyebabkan kurang nya gizi sehingga terganggu nya pembentukan
Hb, dimana pembentukan Hb membutuhkan besi dari asupan makanan.
6. Karena cara penuluran penyakit ini melalui droplet, sehingga keluarga pasien
memiliki resiko tertular yang sangat besar.
7. Mycobacterium Tuberculosis.
8. Karena O2 pada apex paru lebih banyak sehingga bakteri mycrobacterium
tuberculosis yang bersifat aerob obligat lebih suka pada daerah tersebut.
9. Agar pasien meminum obat dengan teratur dan adanya pengingat untuk menjaga
kesehatan.
10. Batuk berdarah mengeluarkan darah yang berwarna merah terang, serta darah
bercampur dengan sputum yang berasal dari paru. Muntah darah mengeluarkan
darah yang berwarna kecoklatan, serta darah yang bercampur dengan sisa makanan
yang berasal dari lambung.
11. Karena dokter mendiagnosis pasien tersebut mengidap tuberculosis paru.
12. Batuk harus menutup mulut dan menggunakan masker.
13. Tes tuberculin, tes perwarnaan BTA, rontgen paru, dan lain-lain.
14. Pemberian izoniasid, pasien menggunakan masker, vaksin BCG, pemberian
penyuluhan.
15. Batuk lebih dari 3 minggu, demam setiap malam dan keringat dingin, cepat lelah,
nafsu makan menurun dan berat badan menurun.

HIPOTESA SEMENTARA
Mycrobacterium tuberculosis merupakan bakteri tahan asam yang sangat pathogen
terhadap manusia. Penyakit yang disebabkan oleh M.Tuberkulosis disebut tuberculosis.
Penyebaran M.tuberkulosis dapat melalui droplet yang mengadung bakteri tersebut.
Bakteri ini menetap di paru dan menimbulkan berbagai jenis gejala seperti, batuk lebih
dari 3 minggu, demam dan keringat dingin pada malam hari, cepat lelah, serta penurunan
berat badan. Untuk menegakan diagnosis, dapat dilakukan berbagai pemeriksaan seperti,
foto rotgen, pemeriksaan sputum, tes tuberculin dan lain-lain. Penyakit tuberculosis dapat
ditanganin dengan mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis selama 6 bulan dengan teratur.
Pencegahan yang tepat terhadap penyakit ini yaitu dengan melakukan vaksin BCG,
penggunaan obat izoniasid, serta menutup mulut dan menggunakan masker saat batuk
sesuai etika batuk dalam islam.

SASARAN BELAJAR

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Sistem Pernafasan Bawah


LO 1.1 Makroskopi Sistem Pernafasan Bawah
LO 1.2 Mikroskopi Sistem Pernafasan Bawah
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Mycrobacterium
LO 3.1 Klasifikasi Mycrobacterium

2
LO 3.2 Morfologi dan Sifat Mycrobacterium Tuberkulosis
LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru
LO 4.1 Definiai Tuberkulosis Paru
LO 4.2 Klasifikasi
LO 4.3 Etiologi dan Faktor Resiko Tuberkulosis Paru
LO 4.4 Patofisiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru
LO 4.5 Manifestasi Klinik Tuberkulosis Paru
LO 4.6 Diagnosis dan Diangnosis Banding Tuberkulosis Paru
LO 4.7 Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
LO 4.8 Komplikasi Tuberkulosis Paru
LO 4.9 Prognosis Tuberkulosis Paru
LI. 5. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Tuberkulosis Paru
LO 5.1 Epidemiologi Tuberkulosis Paru
LO 5.2 P2M Tuberkulosis Paru
LI. 6. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk Dalam Islam

3
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Sistem Pernafasan Bawah

LO 1.1 Makroskopi Sistem Pernafasan Bawah


Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari : trakea, bronkus primer (bronchus
pricipalis), broncus sekunder (bronchus lobaris), bronkus tersier (bronchus segmentalis),
bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratory, ductus alveolaris, saccus alveolaris, alveoli.

Gambar 1.1 Makroskopi Sistem Pernafasan Bawah

1) Trachea
a) Trachea terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa,
panjangnya 12 cm untuk pria dan 10 cm untuk wanita
b) terletak di tengah-tengah leher sampai incisura jugularis dibelakang
manubrium sterni
c) masuk ke cavum toraks melalui apertura thoracis superior,pada
mediastinum superior.
d) Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid, sampai bercabang
menjadi bronkus dextra dan sinistra.
e) Percabangan menuju bronkus dextra dan sinistra disebut “bifurcatio
trachea”
f) Terdiri dari 16-20 cincin berbentuk lingkaran, berhubungan dengan
laring melalui lig. Cricotrachealis.
g) Diantara tulang rawan terdapat jar ikat lig. Intertrachealis
(lig.annulare)
2) Bronchus
Terdiri dari bronchus dextra dan sinistra, brouncus akan memberikan cabat
cabang ke setiap lobus paru
a) Bronchus dextra, terdiri dari 10 buah cabang segmen bronchiolus /
broncho pulmonalis segmen (BPS)

4
a.1 Lobus Superior, mempunyai 3 buah BPS : Segmen apikal,
posterior, anterior
a.2 Lobus Media, mempunyai 2 buah BPS : Segmen lateral dan
medial
a.3 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah BPS : Segmen superior,
media, lateral, anterior, dan posterior
b) Bronchus sinistra, terdiri dari 9 buah cabang BPS
b.1 Lobus superior, mempunyai 4 buah segmen : Cabang atas (2
buah)  apico posterior dan anterior. Cabang bawah (2 buah) 
Segmen superior dan inferior
b.2 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah segmen : Segmen superior,
mediobasal, laterobasal, anterobasal, posterobasal.

Gambar 1.2 Makroskopi Bronkus

3) Paru-paru

Gambar 1.3 Makroskopi Paru

Paru - paru (pulmo) berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan
terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya hanya diletakkan pada mediastinum oleh
radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul,yang

5
menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula. Basis pulmonis yang
konkaf merupakan tempat yang terdapat diaphragma. Facies costalis yang konveks
disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf. Facies mediastinalis yang konkaf merupakan
cetakan pericardium dan struktur mediastinum lainnya. Di sekitar pertengahan facies
mediastinalis ini, terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu cekungan tempat masuknya
bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masukdan keluar
dari paru.
Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung. Pada margoanterior pulmo sinister,
terdapat incisura cardiaca pulmonissinistri. Pinggir posterior lebih tebal dan terletak di
samping columna vertebralis. Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan
dibagioleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus:
lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir
inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai
memotong pinggir posterior sekitar 6,25 cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis
berjalan menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan
fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk
segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.
Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yangsama menjadi dua
lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister, tidak terdapat fissura
horizontalis.
Pendarahan Paru  Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima
darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens.Venae bronchiales
(yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan
vena hemiazygos.Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal
arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli
masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat
septaintersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap
radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.
Persarafan Paru  Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri
atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang
truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus.
Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi.
Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan
peningkatan sekresi kelenjar.Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari
reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis
dan parasimpatis.

LO 1.2 Mikroskopi Sistem Pernafasan Bawah

1) Trachea
Dilapisi oleh mukosa respirasi epitel bertingkat silindris. Terdiri dari 16-20 cincin
tulang rawan hialin berbentuk C yang terdapat dalam lamina propia dan menjaga agar
lumen tetap terbuka. Terdapat ligamen fibroelastis dan berkas berkas otot polos
(m.trachealis) terikat pada periosteum dan menjembatani kedua ujung bebas tulang rawan.
Ligamen mencegah overdistensi dari lumen dan musculus memungkinkan lumen
menutup.

6
2) Bronkus
Terdiri dari bronkus ekstrapulmonal (struktur mirip trachea, diameter lebih kecil)
danbronkus intrapulmonal (masih ada tulang rawan, lumen diliputi epitel bertingkat
silindristorak bersilia dengan sel goblet). Terdapat kelenjar campur di lamina propria dan
otot polosmengelilingi bronkus (bentuknya spiral).

3) Bronkiolus
Tidak terdapat tulang rawan, terdiri dari epitel selapis torak bersilia dengan
beberapa sel goblet. Tidak terdapat kelenjar. Masih dilapisi oleh otot polos.

4) Bronkiolus terminalis
Terdiri dari epitel torak bersilia atau kubis bersilia atau tanpa siliatanpa sel goblet.
Terdapat sel clara yang mensekresi surfaktan.

5)Bronkiolus respiratorius
Peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi, terdiri dariepitel selapis
kubis bersilia dan terdapat sel clara. Adanya serat kolagen, elastin dan ototpolos yang
terputus putus. Disini merupakan pertukaran gas pertama.

6) Duktus alveolaris
Berdinding tipis dan putus putus, biasanya dikelilingi sakus alveolaris (kantung yang
dibentuk oleh 2 alveoli atau lebih).

7) Alveolus
Kantung kecil yang dibentuk oleh selapis sel (seperti sarang tawon), melekat satu
sama laindan dipisahkan oleh septum intraalveolaris. Antara dinding terdapat lubang kecil
disebutstigma alveoli (porus alveolaris) yang memudahkan sirkulasi udara tapi
memudahkan bakteriuntuk menyebar. Setiap septum berisi satu atau lebih stigma
alveolaris. Septum intraalveolaris terdiri atas 2 lapis epitel gepeng di dalamnya terdapat
kapiler, serat elastin,kolagen, fibroblast dan serat retikulin. Sel epitel terdiri dari sel
pneumosit 1/ alveoli cell (intigepeng, sitoplasma tipis dan mengelilingi dinding alveolus)
dan sel pneumosit tipe 2/ selsekretoris (bentuk kubis dengan inti bulat, berkelompok 2-3
sel, sitoplasma mengandung multilamellar bodies (zat ini dilepaskan sebagai surfaktan)).
Selain itu ada sel alveolar fagosit /sel debu/ dust cell.
Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn
mikroskop elektron :
1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding
alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti
bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma
mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti
bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa
vakuola(mitosis dri makrofag).

7
Gambar 1.4 Mikroskopi Alveolus

L1 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan

Mekanisme

Paru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya
ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat
bergeser sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti
halnya dua lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat
dipisahkan. Tekanan di dalam ‘ruang’ antara paru dan dinding dada (tekanan intrapleura)
bersifat subatmosferik. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru
kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel
shaped).
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan
volume intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal
sekitar –2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi –6 
mmHg. Jaringan paru semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit
lebih negatif, dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya rekoil paru
mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai
keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di
dalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir meninggalkan paru.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan
kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun, pada awal ekspirasi, masih
terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya
rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

Volume Paru
Jumlah udara yang masuk ke dalam/keluar dari paru setiap inspirasi/ekspirasi
dinamakan volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah udara yang masih dapat masuk

8
ke dalam paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi normal disebut volume cadangan
inspirasi (inspiratory reserve volume/IRV). Begitu juga sebaliknya, jumlah udara yang
masih dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi
setelah ekspirasi biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve
volume/ERV), dan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal
disebut volume residu (residu volume/RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi
udara yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru
disebut ruang rugi pernapasan.

Surfaktan
Tegangan permukaan yang rendah pada waktu alveolus kecil disebabkan oleh
adanya surfaktan (suatu lipid yang merendahkan tegangan permukaan) di dalam cairan
yang melapisi alveolus. Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin
(DPPC), berbagai lipid lain, dan protein. Apabila tegangan permukaan tersebut tidak
dipertahankan rendah saat alveolus mengecil selama ekspirasi, sesuai dengan hukum
LaPlace, alveolus akan kolaps. Surfaktan juga berfungsi membantu mencegah terjadinya
edema paru.
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan Lamelar spesifik, yaitu
organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk
dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis.
Surfaktan mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus melakukan
gerakan pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat kelahiran. Setelah
lahir, bayi melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya akan
mengembang. Adanya surfaktan mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali.
Defisiensi surfaktan merupakan penyebab penting terjadinya surfaktan gawat pernapasan
bayi baru lahir (IRDS = infant respiratory distress syndrome; penyakit membran hyaline),
suatu penyakit paru serius yang terjadi pada bayi yang lahir sebelum sistem surfaktannya
berfungsi. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon
glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan, didapatkan peningkatan kadar
kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid.

Inspirasi
Tepatnya proses inspirasi adalah sebagai berikut; diafragma berkontraksi, bergerak
ke arah bawah, dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot interkosta
eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang mengembangkan rongga dada ke arah
samping kiri dan kanan serta ke depan dan ke belakang.
Dengan mengembangnya rongga dada, pleura parietal ikut mengembang. Tekanan
intrapleura menjadi makin negatif karena terbentuk isapan singkat antara membran pleura.
Perlekatan yang diciptakan oleh cairan serosa, memungkinkan pleura viseral untuk
mengembang juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-paru.
Dengan mengembangnya paru-paru, tekanan intrapulmonal turun di bawah
tekanan atmosfir, dan udara memasuki hidung dan terus mengalir melalui saluran
pernapasan sampai ke alveoli. Masuknya udara terus berlanjut sampai tekanan
intrapulmonal sama dengan tekanan atmosfir; ini merupakan inhalasi normal. Tentu saja
inhalasi dapat dilanjutkan lewat dari normal, yang disebut sebagai napas dalam. Pada
napas dalam diperlukan kontraksi yang lebih kuat dari otot-otot pernapasan untuk lebih

9
mengembangkan paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya udara lebih banyak.
Ekspirasi
Ekspirasi atau yang juga disebut ekshalasi dimulai ketika diafragma dan otot-otot
interkosta rileks. Karena rongga dada menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan
jaringan ikat elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak
alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara
didorong ke luar paru-paru sampai kedua tekanan sama kembali.
Perhatikan bahwa inhalasi merupakan proses yang aktif yang memerlukan
kontraksi otot, tetapi ekshalasi yang normal adalah proses yang pasif, bergantung pada
besarnya regangan pada elastisitas normal paru-paru yang sehat. Dengan kata lain, dalam
kondisi yang normal kita harus mengeluarkan energi untuk inhalasi tetapi tidak untuk
ekshalasi.
Namun begitu kita juga dapat mengalami ekshalasi diluar batas normal, seperti
ketika sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup balon. Ekshalasi yang demikian adalah
proses aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot lain.

Cara kerja

Ventilasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli.
Proses ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya
udara dari paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal,
pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga
udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi
tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udaraakan tertiup
keluar dari paru-paru.
Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume
thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi
kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)
sehingga terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume
cavum thorax (rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang
sehingga tekanan intra pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru. Setelah
inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik nafas
dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu
muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan
cavum thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi
maka terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa
menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu
muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis.
Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat
pernafasan (medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok
neuron inspirasi dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan
eksitasi pada neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi
sehingga terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area
inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity)

10
yang menyebabkan irama pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3
(inspirasi : ekspirasi). Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total
yang dibentuk oleh tubuh. Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa
mencapai 25 kali lipat.

Ventilasi dipengaruhi oleh :


 Kadar oksigen pada atmosfer
 Kebersihan jalan nafas
 Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
 Pusat pernafasan

Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan
darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat
tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang
sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli
dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa
normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara
simultan. Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi
karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses
pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan
karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap
perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi
oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka
kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai
dDilatasi kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat.
Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja
meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.

Difusi dipengaruhi oleh :


 Ketebalan membran respirasi
 Koefisien difusi
 Luas permukaan membran respirasi
 Perbedaan tekanan parsial

Transportasi
         Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang
membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme
ke kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan
dengan Hb (HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 %
karbondioksida larut dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb
(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 – 70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).

11
         Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika
curah jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250
ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 – 20 kali lipat.
        
Transportasi gas dipengaruhi oleh :
 Cardiac Output
 Jumlah eritrosit
 Aktivitas
 Hematokrit darah

         Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada
sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari
PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel
sebagai sisa metabolisme.

Pengaturan
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata.
Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah
berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari
pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan
meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.
Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2” : 3”. Stimulasi
neuron inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2” dan inhibisi pada
neuron ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah inhibisi hilang
kemudian sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3” dan terjadi inhibisi pada sirkuit inspirasi.
Setelah itu terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi sehingga tercipta
pernafasan yang ritmis.
Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh
 Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi.
 Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap
perubahan konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis
 Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor.
 Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar
optimal.
 Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi
saluran nafas.

12
Pengukuran Kapasitas Vital Paru-paru.

Gambar 2.1Alat Ukur Kapasitas Vital Paru

Spirometer Collin atau Autospirometer merupakan alat yang akan mengukur


kapasitas vital fungsional paru dengan beberapa variabel yakni, Tidal Volume (TV),
Inspiratory Reserve Volume (IRV), Expiratory Reserve Volume (ERV), Residual Volume
(RV), Vital Capacity (VC), Inspiratory Capacity (IC), Functional Residual Capacity
(FRC), Total Lung Capacity (TLC).
Adapaun beberapa penjelasan tentang beberapa variabel tersebut :
1. Tidal volume (TV) Adalah jumlah volume yang dihirup (inspirasi) dan dikeluarkan
(ekspirasi) pada saat bernapas. Normal = 500 ml.
2. Inspirastory reserve volume (IRV) Adalah jumlah maksimal udara yang dapat
dihirup (hiperinspirasi) diatas angka normal inspirasi tidal volum. Normal = 3100
ml.
3. Expiratory reserve volume (ERV) Adalah jumlah maksimal udara yang dapat
dikeluarkan (hiperekspirasi). diatas angka normal eskpirasi tidal volum Normal =
1200 ml.
4. Residual volume (RV) Adalah jumlah udara yang tersisa di paru-paru setelah
ekspirasi maksimal. Normal = 1200 ml.
5. Total lung capacity (TLC) Adalah volume total dari paru-paru
( IRV+ERV+RV+VT). Normal = 6000 ml.
6. Vital capacity (VC) Adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi
maksimal (TV+ERV+IRV). Normal = 4800 ml.
7. Inspiratory capacity (IC) Adalah jumlah total udara yang dapat dihirup (VT+IRV).
Normal = 3600 ml.
8. Functional residual capacity (FRC) Adalah volume yang tertinggal di paru-paru
setelah ekshalasi (ERV+RV). Normal = 2400 ml

13
Variabel Range Normal
1. Tidal Volume (TV) 500 ml
2. Inspiratory Reserve Volume (IRV). 3100 ml
3. Expiratory Reserve Volume (ERV) 1200 ml
4. Residual Volume (RV), 1200 ml
5.Total Lung Capacity (TLC). 6000 ml
6. Vital Capacity (VC), 4800 ml
7. Inspiratory Capacity (IC), 3600 ml
8. Functional Residual Capacity (FRC), 2400 ml

Table 2.1 Variabel Kapasitas Vital Paru

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Mycrobacterium

LO 3.1 Klasifikasi Mycrobacterium


Kuman golongan Mycobacteria berbentuk batang yang agak sulit diwarnai, tetapi
sekali berhasil diwarnai, sulit untuk dihapus dengan zat asam. Oleh karena itu disebut juga
bakteri tahan asam (BTA).

Mycobacterium tuberculosis
Kuman penyebab tuberkulosis ini berbentuk batang ramping atau sedikit bengkok
dengan kedua ujungnya membulat. Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk
bunga kol dan berwarna kuning tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal.
Diketahui bahwa pH optimal pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0. Untuk memelihara
virulensinya harus dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH 6,8. Sedangkan untuk
merangsang pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida dengan kadar 5-10%. Umumnya
koloni baru nampak setelah kultur berumur 8 minggu.
M.tuberculosis memproduksi katalase, tetapi ia akan berhenti memproduksi bila
dipanaskan pada suhu 65°C selama 20 menit dalam dapar fosfat. Mycobacterium
tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis INH, tidak memproduksi
katalase.
Uji biokimia yang sering digunakan untuk membedakan M.tuberculosis dengan
spesies lain adalah uji niasin dan nitrat. Mycobacterium tuberculosis memberikan hasil uji
niasin positif serta ia juga mereduksi nitrat. Marmot merupakan hewan yang peka terhadap
M.tuberculosis, maka dari itu ia sering digunakan sebagai hewan percobaan. Bila marmot
disuntik dengan kuman M.tuberculosis, maka 10 hari kemudian akan nampak
pembengkakan ditempat suntikan diikuti pembengkakan kelenjar limfe serta penyebaran
kuman ke seluruh tubuh.

Mycobacterium bovis
Kuman ini sulit dibedakan dari M.tuberculosis, bahkan untuk pertama kalinya
Robert Koch mengira kedua kuman ini adalah sama. Baru pada tahun 1900 Theobald
Smith berhasil membedakan kedua kuman ini dengan uji biokimia.
Mycobacterium bovis adalah penyebab Tuberkulosis pada ternak sapi. Kuman ini
sangat virulen bagi manusia dan mamalia lain. Air susu dan produk lain dari sapi yang
berpenyakit Tuberkulosis merupakan bahan yang dapat menularkan penyakit.

14
Mycobacterium bovis berbentuk lebih pendek dan lebih gemuk dibandingkan
M.tuberculosis. Kuman ini tumbuh lebih lambat daripada M.tuberculosis. Suhu optimal
pertumbuhannya adalah 35°C. Koloninya mempunyai permukaan datar berwarna putih
agak basah dan mudah pecah bila disentuh. Seperti halnya  M.tuberculosis, kuman ini
membutuhkan karbondioksida 5-10% untuk merangsang pertumbuhannya. Derajat
keasaman optimal untuk pertumbuhan adalah 6,5-6,8.
Pada uji biokimia ternyata M.bovis tidak mereduksi nitrat, uji niasinnya negatif
dan resisten terhadap pirazinamid. M.bovis bagi kelinci sangatlah patogen, sedangkan
M.tuberculosis tidaklah demikian, maka dari itu pada percobaan hewan, kelinci digunakan
untuk membedakan kedua jenis kuman ini.

Mycobacterium avium
Mycobacterium avium adalah penyebab tuberkulosis pada unggas dan kadang-
kadang babi, tetapi tidak patogen bagi marmot. Kuman ini dapat pula menyerang manusia
dan menimbulkan penyakit yang sulit diobati, karena kuman ini dapat dikatakan resisten
terhadap hampir semua jenis obat anti tuberkulosis kecuali rifampisin. Pada anak-anak
kuman ini menimbulkan limfadenitis servikalis. Bentuk kuman ini agak lebih kecil dari
M.tuberkulosis. koloninya halus berwarna putih dan tumbuh optimal pada suhu 41°C
dimana spesies laitidak dapat tumbuh.
Mycobacterium avium hanya memproduksi sedikit katalase. Uji niasin dan nitrat
memberikan hasil negatif. Untuk membedakannya dengan spesies lain dilakukan uji telurit
dimana M.avium mereduksi telurit dalam waktu 3 hari.

Mycobacterium leprae
Kuman kusta ditemukan pertama kali oleh A.Hansen pada tahun 1868 (14 tahun
sebelum kuman tuberculosis ditemukan) dari seorang penderita kusta.Kuman ini dikenal
sebagai parasit yang obligat intraseluler dan manusia adalah satu-satunya hospes yang
dikenal sampai saat ini. Kuman ini dapat ditemukan banyak sekali di dalam sel makrofag
(disebut sel lepra) yang mempunyai sitoplasma berbuih. Pada seorang penderita kusta,
kuman ini dapat diisolasi dari kerokan kulit, selaput lendir (terutama hidung) dan endotel
pembuluh darah.
Dikenal beberapa macam tipe penyakit kusta misalnya tipe lepromatous,tipe
tuberkuloid, tipe borderline dan tipe indeterminate. Salah satu cara untuk menentukan tipe
penyakit ini adalah dengan uji lepromin.
Sebagai kuman yang obligat intraseluler, maka M.leprae tidak dapat dikultur pada
media buatan seperti halnya Mycobacterium lain. Kuman ini juga tidak dapat dikultur
pada sel manusia, tetapi dapat tumbuh dan berkembang bila diinokulasi pada telapak kaki
tikus atau kulit trenggiling (armadillo). Dengan menggunakan hewan tersebut diatas
sebagai hewan percobaan, maka telah berhasil dilakukan uji resistensi kuman terhadap
obat anti kusta dan berbagai penelitian lain.

LO 3.2 Morfologi dan Sifat Mycrobacterium Tuberkulosis


Berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian
besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid) , peptodiglikan dan arabinomman.
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.

15
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini
terjadi karena kuman bersifat dormant. Artinya kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberkulosis aktif kembali. Pada jaringan, basil tuberkulosis adalah
bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 μm.
Mycobacterium adalah aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak
komponen karbon sederhana. Terdapat tiga formulasi untuk biakan mycobacterium, yaitu :
1. Medium agar semisintetik
2. Medium telur inspissated
3. Medium kaldu
Komponen Basil Tuberkel :
a. Lipid
Mycobacterium kaya akan lipid, yang terdiri dari asam mikolat, lilin, dan fosfat. Didalam
sel, lipid banyak terikat dengan protein dan polisakarida.Muramil dipeptida (dari
peptidoglikan) yang membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan
pembentukan granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis caseosa.Lipid pada beberapa hal
bertanggung jawab pada sifat tahan asamnya.
b. Protein
Setiap mycobacterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi
tuberkulin. Protein berikatan dengan wax fraction can, setelah injeksi, akan menginduksi
sensitivitas tuberkulin. Protein ini juga merangsang pembentukan berbagai antibodi.
c. Polisakarida
Peran polisakarida dalam patogenesis penyakit manusia tidak jelas.Polisakarida
tersebut dapat menginduksi hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen
dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.

KLASIFIKASI
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Order : Actinomycetales
Suborder : Corynebacterineae
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium

Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari


pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan
bergerombol. Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta
dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira
setinggi 60% (Simbahgaul, 2008). Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan
dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya.Struktur ini menurunkan
permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik.
Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam
interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat
bertahan hidup di dalam makrofag.
Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk bunga kol dan berwarna
kuning tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal.Diketahui bahwa pH
optimal pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0.Untuk memelihara virulensinya harus

16
dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH 6,8. Sedangkan untuk merangsang
pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida dengan kadar 5-10%. Umumnya koloni baru
nampak setelah kultur berumur 8 minggu.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam
keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es.Hal ini dapat terjadi
apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu
saat terdapat keadaan dimana  memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini
dapat bangkit kembali.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam
keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es.Hal ini dapat terjadi
apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu
saat terdapat keadaan dimana  memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini
dapat bangkit kembali (Hiswani M.Kes, 2010).
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C
selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari lansung
selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam.
Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.Biakan basil ini
apabila berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari
dengan suhu 20°C selama 2 tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan
disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil
ini dihancurkan oleh yodium tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol 80 % akan hancur
dalam 2-10 menit (Hiswani M.Kes, 2010).
M.tuberculosis memproduksi katalase, tetapi ia akan berhenti memproduksi bila
dipanaskan pada suhu 65°C selama 20 menit dalam dapar fosfat. Mycobacterium
tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis INH, tidak memproduksi
katalase.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus
TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikobakteria
mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya
tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena
sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable, sehingga
penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Karena pertumbuhannya
yang lamban, seringkali sulit untuk mendiagnostik tuberculosis dengan cepat.Bentuk
saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembangbiak dengan baik pada suhu 22-23 oC,
menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang
pathogen. Mikobakteria cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru

LO 4.1 Definisi Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

17
LO 4.2 Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang,persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :


1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral,tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan
alatkelamin.

Klasifikasi berdasarkan tipe pasien :


1. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OATkurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTApositif (apusan atau kultur).

18
3. Kasus setelah putus berobat (Default ) : Adalah pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTApositif.
4. Kasus setelah gagal (failure) : Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positifpada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In) : Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untukmelanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain : Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih
BTA positifsetelah selesai pengobatan ulangan.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :

a) Kategori I, ditunjukan terhadap :


 kasus baru dengan sputum (+)
 kasus baru dengan bentuk TB berat
b) Kategori II, ditunjukan terhadap :
 kasus kambuh
 kasus gagal dengan sputum BTA (+)
c) Kategori III, ditunjukan terhadap :
 kasus BTA (-), dengan kelainan paru yang tidak luas
 kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d) Kategori IV, ditunjukan terhadap : TB kronik

LO 4.3 Etiologi dan Faktor Resiko Tuberkulosis Paru


Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang
jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru
kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

Faktor Resiko

1. Faktor Sosial Ekonomi.


Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan
perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan
penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena
pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-
syarat kesehatan.

2. Status Gizi.
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain,
akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap penyakit
termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara
miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

19
3. Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia produktif (15
– 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demografi menyebabkan usia harapan
hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis
seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit
TB-Paru.

4. Jenis Kelamin.
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1
juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum
perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan
dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini
lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan
sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.

LO 4.4 Patofisiologi Tuberkulosis Paru


Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Myobacterium tuberculosis.
Setelah melalui barier mukosilier saluran napas, kuman TB akan mencapai alveoli. Kuman
akan mengalami multiplikasi di paru, yang disebut sebagai focus Gohn. Melalui aliran
limfe, kuman TB akan mencapai kelenjar limfe hilus. Fokus Gohn dan limfadenopati hilus
membentuk kompleks primer TB. Melalui kompleks primer, kuman TB akan menyebar
melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh.
Respon tubuh terhadap infeksi kuman TB berupa respon imun seluler
hipersensitifitas tipe lambat yang terjadi 4-6 minggu setelah terinfeksi. Banyaknya kuman
TB serta kemampuan daya tahan host menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Pada
sebagian besar kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman,
sebagian kecil kuman dorman.
Pada penderita dengan daya tahan tubuh buruk, respon imun tidak dapat
menghentikan multiplikasi kuman sehingga host akan sakit beberapa bulan kemudian.
Berdasar penularannya maka tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu:
Tuberkulosis primer. Terdapat pada anak-anak. Setelah 6-8 minggu akan mulai terbentuk
mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga test tuberkulin akan positif. Pada pasien ini
akan terbentuk kompleks primer TB dan selanjutnya dapat menyebar secara hematogen ke
apeks paru yang kaya oksigen. Reaktifasi dari tuberkulosis primer. Infeksi TB primer akan
mengalami reaktifasi terutama pada 2 tahun post infeksi primer maka keadaan ini disebut
sebgai tuberkulosis postprimer. Kuman akan disebarkan secara hematogen ke segmen
apikal posterior. Reaktifasi dapat kjuga terjadi melalui metastase hematogen ke berbagai
jaringan tubuh. Reinfeksi. Keadaan ini terjadi pada saat adanya penurunan imunitas tubuh
atau terjadi penularan secara terus-menerus oleh kuman TB dalam satu keluarga.

20
Gambar 4.1 Skema Patofisiologi Tuberkulosis Paru

LO 4.5 Manifestasi Klinik Tuberkulosis Paru


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batukdapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas,badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam haritanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain tb,
sepertibronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB diIndonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejalatersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan
perlu dilakukanpemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dangejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yangcukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak
ada gejalabatuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
padalimfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,

21
sementara padapleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada
sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

LO 4.6 Diagnosis dan Diangnosis Banding Tuberkulosis Paru


Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukan M.tuberculosis pada pemeriksaan
sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, atau biopsy
jaringan.Gunakan nasogastric tube (NGT).
Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang seperti uji teberkulin, foto toraks, dan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan fisik
Ditemukan konjungtiva mata atau kulit pucat karena anemia, suhu demam badan
kurus atau menurun.Tempat kelainan lesi TB paru yang dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru.Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi
yang redup dan auskultasi suara napas bronkial.Akan didapatkan juga suara napas
tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring.Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara
amforik.Ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot intercostal.Bagian paru yang sakit jadi
menciut dan menarik isi mediastinum.

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi
TB aktif adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif


meliputi:
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

Lokasi lesi umumnya didaerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen
apicallobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah ( bagian inferior) atau di
daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial). Pada awal
penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa
bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas.Bila lesi sudah
diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas.Lesi ini
dikenal sebagai tuberkuloma.Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula
berdinding tipis.Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal.Bila terjadi fibrosis
terlihat bayangan yang bergaris-garis.Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang

22
luas disertai penciutan yang dapat terjadi padasebagian atau satu lobus maupun pada satu
bagian paru.Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang
sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di
bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitamradio-lusen di pinggir
paru/pleura (pneumotoraks). Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam
bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis
fibrotic, kalsifikasi, kavitas (nonsklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.
Tuberculosis sering memberikan yang aneh-aneh, terutama gambaran radiologis,sehingga
dikatakan tuberculosis is the greatest imitator.
Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis
paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis.Gambaran kavitas sering diartikan
sebagai abses paru.Di samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam membaca
foto.Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%.Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologik
sering dilakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan fotodengan proyeksi
densitas keras.Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya
aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrate yang betul-betul nyata.Lesi penyakit yang sudah
non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotic, kalisifikasi,
kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.Pemeriksaan khusus
yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan
bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya
dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru. Pemeriksaan radiologis dada yang
lebih canggih dapat menggunakan Computed Tomography Scanning (CT Scan) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Pemeriksaan Laboratorium

Darah
Lekosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Limfosit
masih dibawah normal. LED meningkat. Hasil pemeriksaan darah didapatkan:
1. anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer
2. gama globin meningkat
3. kadar natrium darah menurun
Pemeriksaan serologis yang banyak dipakai peroksidase anti peroksida (PAP-TB),
tapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip
dasarnya, menentukan adanya antibody IgG yang spesifik terhadap antigen M.
tuberculosae.

Sputum
Penting dengan ditemukannya kumas BTA, diagnosis tuberculosis dapat
dipastikan.Bila sputum susah diperoleh bisa dengan cara bronkos-kopi diambil engan
brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). Bisa juga dari
bilasan lambung.
Kriteria sputum BTA + adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan.Diperlukan 5000 kuman dalam 1 mL sputum.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan:

23
- pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
- pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)
- pemeriksaan dengan biakan (kultur)
- pemeriksaan terhadap resistensi obat.

Teknik PCR dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau
mendeteksi M. tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan.Dari hasil biakan
biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.
Kalo hasil BTA positif tapi biakan negative, itu namanya fenomena dead bacilli
atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan OAT jangka pendek
yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.

Uji tuberculin
- Tuberculin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenic yang
kuat.
- Disuntikan secara intrakutan.
- Bisa terjadi indurasi karena vasodilatasi local, edema, endapan fibril dan
terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.
- Nilai diagnostic tinggi. Tersedia di Indonesia adalah PPD RT-23 2TU
- Uji tuberculin cara mantoux dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Di palpasi
untuk memeriksanya untuk menentukan tepi indurasi, kemudian diameter transversal
diukur. Jika tidak timbul sama sekali indurasinya berari negative. Positif kalau
indurasi >10 mm
- Bisa terjadi reaksi local yang cukup kuat bagi individu tertentu, berupa vesikel, bula
hinggal ulkus kinjungtivitis fliktenularis bahkan efusi pleura yang dapat disertai
demam walaupun jarang terjadi.
- Uji tuberculin (+), saat
1. Infeksi TB alamiah
i. Infeksi TB tanpa sakit TB
ii. Infeksi TB dan sakit TB
iii. TB yang telah sembuh
2. Imunisasi BCG
3. Infeksi mikrobakterium atipik
- Uji tuberculin (–), saat
1. tidak ada infeksi TB
2. dalam masa inkubasi infeksi TB
3. anergi (keadaan penekanan system imun tubuh yang tidak memberikan reaksi
terhadap tuberculin walapun terinfeksi TB).
Diagnosis Banding
1.Bronkopneumonia : Gejala awal : Rinitis ringan, Anoreksia, Gelisah, jika berlanjut
sampai Demam, Malaise, Nafas cepat dan dangkal.
2.Kanker paru : Kanker paru-paru stadium dini seringkali tidak menunjukkan gejala
apapun. Tapi dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadiantara lain:
- Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
- Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas

24
- Nyeri dada yang terus menerus
- Batuk darah
- Suara serak
- Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
- Selalu merasa sangat letih
- Kehilangan berat badan
3. Pneumonia
4. Abses paru
5. Bronkiektasis
6. Pneumonia aspirasi

LO 4.7 Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru


Pencegahan
Dalam pencegahan penyakit TB paru dilakukan dengan cara sebagai berikut :
A. Cara pencegahan penularan penyakit TB adalah:
a. Mengobati pasien TB Paru BTA positif, sebagai sumber penularan
hingga sembuh, untuk memutuskan rantai penularan.
b. Menganjurkan kepada penderita untuk menutup hidung dan mulut bila
batuk dan bersin.
c. Jika batuk berdahak, agar dahaknya ditampung dalam pot berisi lisol
5% atau dahaknya ditimbun dengan tanah.
d. Tidak membuang dahak di lantai atau sembarang tempat.
e. Meningkatkan kondisi perumahan danlingkungan.
f. Penderita TB dianjurkan tidak satu kamar dengan keluarganya,
terutama selama 2 bulan pengobatan pertama.
B. Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit TB:
a. Meningkatkan gizi.
b. Memberikan imunisasi BCG pada bayi.
c. Memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita yang tidak
mempunyai gejala TB tetapi mempunyai anggota keluarga yang
menderita TB Paru BTA positif.

Pencegahan (profilaksis) primer


 Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
 INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
 Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau
sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
Pencegahan (profilaksis) sekunder
 Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit
TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Pengobatan
Tuberkulosis ditularkan melalui kontak langsung dengan pasien  pada waktu
pasien batuk / bersin. Pasien menularkan kuman lewat udara dalam bentuk percikan 
dahak.

25
Dalam satu tahun pederita TB dapat menularkan penyakitnya pada 10-15 orang di
sekitarnya. Penularannya tergantung dari : jumlah kuman, lama kontak dan daya tahan
tubuh seseorang. TB dapat disembuhkan dengan minum obat secara teratur minimal 6
bulan. Dengan mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah
Sakit, praktek dokter umum, dokter ahli paru, dll.
Obat TB diminum teratur sampai dinyatakan sembuh, pada umumnya 6-8 bulan. 2
bulan pertama obat diminum setiap hari (Fase Intensif). 4 bulan berikutnya diminum
seminggu 3 X atau setiap hari (Fase Lanjutan). Sebaiknya obat diminum sebelum makan
atau sebelum tidur.
Obat TB menimbulkan efek samping mulai dari gejala ringan sampai berat. Gejala
ringan berupa : mual, pusing, sakit perut, sakit pinggang, kesemutan dan rasa terbakar.
Apabila muncul gejala tersebut mintalah pertolongan kepada petugas kesehatan. Gejala
berat berupa kulit kemerahan/gatal-gatal, vertigo, penglihatan terganggu, mata kuning,
urine/air kencing berwarna kuning keruh/kecoklatan. Apabla timbul gejala tersebut,
hentikan pengobatan dan segera mintalah  pertolongan ke petugas kesehatan terdekat.
Tujuan pengobatan dimaksudkan untuk menyembuhkan pasien, mencegak
kematian, mencegah kekambuhan, menurunkan resiko penularan dan mencegah kebal
obat. Apabila kuman TB kebal kuman akan tumbuh dan berkembang lebih banyak.
Sehingga pengobatannya butuh obat yang lebih ampuh, biaya yang lebih besar dan waktu
pengobatan yang lebih lama. Guna mencapai kesembuhan bagi pasien TB sangatlah
mudah. Hanya diperlukan keteraturan dan ketekunan mengambil dan minum obat pada
tanggal yang telah ditentukan. Langkah kedua adalah pemeriksaan dahak ulang, pada : 
1. akhir bulan ke-2 pengobatan
2. akhir bulan ke-5 pengobatan
3. akhir bulan ke-6 pengobatan

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC
(gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan
pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

a. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,


Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
b. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian  Dosis 2x/minggu  Dosis 3x/minggu


(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 15-40 (maks. 900 15-40 (maks. 900 mg)

26
mg) mg)
10-20 (maks. 600 10-20 (maks. 600
Rifampisin 15-20 (maks. 600 mg)
mg) mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisi
15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
n
Tabel 4.1 Dosis Obat Anti Tuberkulosis

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami


perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng
direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjutiIndonesia –
WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesiapada April 1994.
Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan
obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya
resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi
pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi
penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai
"pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap
hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS
dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat
pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa
wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari
kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja
sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko
tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya
implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT
akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs
Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan
TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya
sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa

a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

27
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
b. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
c. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
a. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
b. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan
pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama
4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan,
dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

A. Isonoazid (INH)
Farmakokinetika
 Absorbsi: oral & parenteral mudah, kadar max 1-2 jam setelah P.O
 Metab: asetilasi di hepar à kecepatannya ditentukan oleh genetik
 Asetilator cepat à eskimo, jepang
 T ½ 70 menit, kadar obat 30-50% asetilator lambat
 Asetilator lambat: skandinavia, yahudi, kaukasia, afrika utara
 T ½ 2-5 jam, masa paruh memanjang pd insuff hati
 Kecepatan asetilasi tdk mempengaruhi aktivitas / toksisitas INH bila
diberikan setiap hari à kec asetilator cepat bila mendapat obat seminggu
sx à penyembuhan kurang baik

Efek Samping
 Reaksi hipersensitivitas :
Demam, morbiliform, makulopapular, urtikaria
Reaksi hematologik: agranulositopenia, anemia
 Neuritis perifer
Byk terjadi pd dosis 5mg/kgbb/hr

28
Neuropatologis: vesikel sinap hilang, mitokondria bengkak & pecahnya
akson terminal à spt defisiensi piridoksin
INH à ekskresi piridoksin meningkat à Terapi ajuvan: piridoksin
10mg/hari
 Dapat mencetus kejang pd pasien riwayat kejang
 Neurotoksik lain: vertigo, ataksia, parestesia, stupor, eforia, daya ingat
berkurang sementara
 Metabolit INH à asetilhidrazin dpt sebabkan kerusakan hati, terutama pd
pasien gangguan fungsi hati
 Jarang pd pasien < 35 tahun
 Peningkatan enzim SGOT-SGPT à s/d 4 x nilai normal à asimptomatik,
obat tidak perlu dihentikan
 Pasien risiko tinggi (peminum alkohol, insuff hati) à cek SGOT-SGPt
sebulan sx à bila meningkat >5x nilai normal, INH distop
 Terjadi 4-8 minggu pengobatan dimulai

B. Rifampizin
Farmakokinetik
 Kadar max 2-4 jam setelah P.O
 Absorbsi dihambat oleh makanan & asam paraamino salisilat (selang
waktu 8-12jam)
 Metabolisme: termasuk drug inducer à eliminasi meningkat pd
pemberian berulang
 T ½ eliminasi 1,5 -5 jam
 Memanjang pd kelainan fungsi hati
 Memendek pd pemberian berulang à 40% dlm 14 hari
 Memendek pd asetilator cepat bila diberikan bersama INH
b. Obat berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk ke cairan otak
c. Luas distribusià warna oranye / merah pd urin, tinja, sputum, air mata,
saliva, keringat à Pasien harus diberitahu
d. Ekskresi melalui urin 30% setengahnya merupakan rifampisin utuh à
pasien gangguan ginjal tdk perlu penyesuian dosis
Efek samping
 Jarang ES yg tidak diinginkan
 Sering: ruam kulit, demam, mual & muntah
 Hepatitis jarang terjd pd pasien dg fungsi hepar normal
 Lansia, gangguan fs hepar, alkoholisme à insiden ikterus bertambah
 Keluhan SSP: lelah, mengantuk, sakit kepala, ataxia, bingung,
melemahnya otot
 Hindari pd kehamilan à dpt melewati sawar plasenta

Interaksi obat

29
 Krn mrpkan drug inducer à meningkatkan metabolisme obat lain:
hipoglikemik oral, kirtikosteroid, kontrasepsi oral à efektifitasnya
berkurang bila diberikan bersama rifampisin
 Mengganggu metabolisme vitamin D
 Ekskresi rifampisin dihambat oleh disulfiram & probenesid
 Obat yg sangat efektif utk pengobatan TB bersama INH

C. Etambutol
 Mek kerja: hambat sintesis metabolit sel à Metabolisme terhambat à sel
mati
 Absorbsi: 70-80% stlh P.O, kadar max 2-4 jam, T ½ eliminasi 3-4 jam
 Kadar pd eritrosit 1-2x > kadar plasma à depot etambutol à release
sedikit demi sedikit
 Dlm 24 jam 50% diekskresikan dlm bentuk asal melalui urin
 Tidak dpt menembus sawar darah otak, namun pd meningitis TB dpt
ditemukan etambutol pd kadar terapi di CSS
 Jarang menimbulkan ES pd dosis 15mg/kgBB/hr
 <2%; penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit, demam.
 ES lain: pruritus, nyeri sendi, gangguan GIT, malaise, sakit kepala,
pening, bingung, disorientasi, kaku & kesemutan pd jari
 ES penting: gangguan penglihatan (neuritis retrobulbar), bilateral:
turunnya tajam penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna,
lapangan pandang menyempit, skotoma sentral / lateral
 Intensitas meningkat ~ dosis & lama terapi à reversibel
 Pasien diingatkan utk lapor bila tjd gangguan pd mata
 Pasien dg keluhan mata sebelumnya à periksa cermat sebelum mdpt
etambutol
 Etambutol menyebabkan peningkatan asam urat pd 50% pasien à
Penurunan ekskresi asam urat
 Manfaat pd terapi TB: mencegah resistensi thdp OAT yg lain
 Pd pasien gangguan fs ginjal dosis perlu disesuaikan krn etambutol
terakumulasi dlm tubuh

D. Pirazinamid
 Enz pirazinamidase à as pirazinoat à aktif sbg tuberkulostatik
 In vitro: menghambat pertumbuhan kuman M.tb dlm monosit à
bakterisid kuat utk mikobakteria dlm makrofag
 Mudah diabsobsri & distribusi luas, ekskresi via filtrasi glomerulus, T ½
eliminasi 10-16jam, metabolit utama as hidropirazinoat
 ES: serius: bila diberikan 3g/hari à 15% pasien: kelainan hati à
peningkatan SGOT-SGPT
 Pemantauan fs hati secara berkala
 ES: hambat ekskresi as urat à pirai, atralgia, anoreksia, mual & muntah,
disuria, malaise & demam

30
E. Streptomisin
 Bukan obat ideal sebagai obat tunggal pd terapi TB
 Sifat bekteriostatik & bakteriosid thdp kuman TB
 Resistensi meningkat ~ lama pemakaian, setelah 4 bulan 80% kuman
mjd tdk sensitif lg
 Hampir semua streptomisin berada dlm plasma stlh penyuntikan, hanya
sedikit masuk dlm eritrosit
 Diekskresi mll filtrasi glomerulus, 12 jam sejumlah besar obat
diekskresi
 T ½ 2-3 jam, memanjang pd gangguan fs ginjal
 ES: sakit kepala, malaise, parestesi di wajah sekitar mulut, kesemutan
di tangan
 Reaksi hipersensitivitas pd minggu2 pertam
 Neurotoksin pd saraf kranial VIII à ototoksik à dosis besar & lama,
bbrp pasien pd dosis total 10-12 gram sdh mengalami gangguan tsb
 Pemeriksaan audimetrik basal scr berkala
 Ototoksik & nefrotoksik à sering pd pasien >65 th
 ES lain: rx anafilaktif, agranulositosis, anemia aplastik, demam obat
 Tdk dianjurkan diberikan pd ibu hamil trimester I
 Dosis total tidak boleh lebih dr 20g dlm 5 bln terakhir kehamilan utk
mencegah ketulian pd janin

LO 4.8 Komplikasi Tuberkulosis Paru


Menurut Depkes RI (2003), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan
napas.
 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Pneumotorak spontan (kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru)
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
 Insufiensi kardio pulmoner

LO 4.9 Prognosis Tuberkulosis Paru


Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi
disebabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan
debillitas, atau mengalami gangguan kekebalan yang berisiko tinggi menderita
tuberkulosis miliare

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Tuberkulosis Paru

LO 5.1 Epidemiologi Tuberkulosis Paru

31
Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakit
tuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka
tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman
dormantersebut dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebut
sebagai “ penderita tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita
tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi
di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan
estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB
diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan
percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV
dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan
perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5%
(generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi
dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk
intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar
190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih
rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan
pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama
diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu
mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun
2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan
diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan
demikian, Case Notification Rate untuk TB
BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort
tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak
pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

LO 5.2 P2M Tuberkulosis Paru


Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program
pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit
menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll).
Tujuan program: menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat
penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan
ditanggulangi adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta
tuberkulosis paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit
jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker.

Pokok – pokok pencegahan TB Paru

32
a. Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri
dariPuskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS).
Diagnosishanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja.
b. Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. DiagnosisBTA
secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan dahak yang
berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali positifdisebut
kasus BTA(+)
c. Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada
pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.
d. Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan
mikroskop binokuler.
e. Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen
f. Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan
dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow
up pemeriksaan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).
g. Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat(3
bulan sekali).
h. Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment
Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.

Pengawas minum obat atau PMO sebaiknya adalah petugas kesehatan, misalnya
bidan di desa,perawat, pekarya sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bilatidak ada
petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, PKK atautokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

LI 6. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk Dalam Islam


Adapun cara Batuk yang benar yaitu:
 Langkah 1 : sedikit berpaling dari orang sekitar anda dan tutup hidung dan mulut
atau hidung saat batuk dan bersin dengan menggunakan tissue, sapu tangan atau
lengan baju
 Langkah 2 : Segera baung tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah
 Langkah 3 : Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau menggunakan gel
pembersih tangan
 Langkah 4 : gunakan masker
Hadits Tirmidzi 2669

َ‫ح عَنْ أَبِي ه َُر ْي َرة‬ َ ‫س َم ٍّي عَنْ أَبِي‬


ٍ ِ‫صال‬ ُ ْ‫س ِعي ٍد عَنْ ُم َح َّم ِد ْب ِن ع َْجاَل نَ عَن‬ َ ُ‫س ِط ُّي َح َّدثَنَا يَ ْحيَى بْن‬ِ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َو ِزي ٍر ا ْل َوا‬
ٌ ‫سى َه َذا َح ِد‬
‫يث‬ َ ‫ص ْوتَهُ قَا َل أَبُو ِعي‬ َّ ‫س َغطَّى َو ْج َههُ بِيَ ِد ِه أَ ْو ِبثَ ْوبِ ِه َو َغ‬
َ ‫ض بِ َها‬ َ َ‫سلَّ َم َكانَ إِ َذا َعط‬ َ ‫أَنَّ النَّبِ َّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
‫يح‬
ٌ ‫ص ِح‬ َ ٌ‫سن‬ َ ‫َح‬

33
“apabila Nabi bersin, beliau menutup wajahnya dgn tangan atau kainnya sambil
merendahkan suaranya. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.” [HR. Tirmidzi
No.2669].

DAFTAR PUSTAKA
Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi

Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg

Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC

Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi diFiore. Ed. 11.Jakarta : EGC

Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p.
335-54.

Kuehnel. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed Stuttgart:
Thieme; 2003. p. 340-51.

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen Kesehatan Republic


Indonenesia. Bakti Husada.

Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.

Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI
Snell. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran

Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta

34

Anda mungkin juga menyukai