CRITICAL APPRAISAL
BLOK KEDOKTERAN KELUARGA
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
2017-2018
Skenario
Pasien laki-laki berumur 46 tahun datang ke Rumah Sakit Umum “YARSI” mengeluh berat
badannya turun, pasien juga mudah lelah, sering merasa haus dan sering buang air kecil dalam
dua bulan terakhir. Riwayat hipertensi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84 x/menit,
pernapasan 16 x/menit. Dokter menduga pasien mengalami Diabetes Melitus Tipe 2 sehingga
dilakukan pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) didapatkan 186 mg/dL. Selanjutnya dokter
mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk
menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 namun karena harus berpuasa, pasien meminta
dilakukan pemeriksaan yang dapat selesai lebih cepat dan dokter menuliskan rujukan untuk
pemeriksaan HbA1C (Glycated hemoglobin) di laboratorium “YARSI”. Pasien bertanya
kepada dokter apakah ada perbedaan efektivitas dari Tes Toleransi Glukosa Oral dan HbA1C.
PICO
P (Population) : Pria berumur 46 tahun dengan keluhan klasik DM
I (Intervention) : Pemeriksaan HbA1C
C (Comparison) : Tes Toleransi Glukosa Oral
O (Outcomes) : Menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2
Untuk mengetahui efektivitas hemoglobin A1c (HbA1c) ≥ 6,5% dalam mendiagnosis diabetes
dibandingkan dengan glukosa plasma puasa (FPG) ≥ 126 mg / dL dan glukosa plasma 2 jam
(2hPG) ≥ 200 mg/dL pada cohort diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis, kami
menyertakan 5.764 subjek dewasa tanpa diabetes yang ditetapkan untuk pengukuran HbA1c,
FPG, 2hPG dan BMI. Dibandingkan dengan kriteria FPG, sensitivitas HbA1c ≥ 6,5% hanya
43,3% (106 subjek). Dibandingkan dengan kriteria 2hPG, sensitivitas HbA1c ≥ 6,5% hanya
28,1% (110 subjek). Pasien yang menderita diabetes menggunakan kriteria 2hPG tetapi
memiliki HbA1c <6,5% lebih mungkin berusia lebih tua (64 ± 15 berbanding 60 ± 15 tahun, P
= 0,01, mean ± STD), perempuan (53,2% berbanding 38,2%, P = 0,008 ), lebih ramping (29,7
± 6,1 versus 33,0 ± 6,6 kg/m (2), P = 0.000005) dan kecil kemungkinannya menjadi perokok
saat ini (18,1% berbanding 29,1%, P = 0,02) dibandingkan dengan HbA1c ≥ 6,5%.
Kesepakatan diagnostik dalam setting klinis mengungkapkan bahwa HbA1c ≥ 6,5% saat ini
cenderung tidak mendeteksi diabetes daripada yang didefinisikan oleh FPG dan 2hPG. HbA1c
≥ 6,5% mendeteksi kurang dari 50% pasien diabetes yang didefinisikan oleh FPG dan kurang
dari 30% pasien diabetes yang didefinisikan oleh 2hPG. Bila diagnosis diabetes dengan HbA1c
diragukan, FPG dan/atau 2hPG harus diperoleh.
I. APAKAH HASIL DALAM ARTIKEL INI VALID?
1. Adakah perbandingan yang dilakukan secara independent dan blind terhadap suatu standar
rujukan (gold standard)?
Independent:
Pemeriksaan HbA1C sejak tahun 2009 dijadikan alat diagnosis untuk Diabetes Mellitus
Tipe 2 (DM Tipe 2) dan di tahun 2010 ditetapkan nilai standar HbA1C untuk kriteria
diagnosis oleh American Diabetes Association (ADA).
Blind:
Penelitian dilakukan pada responden yang sebelumnya belum terdiagnosa DM Tipe 2.
2. Apakah sampel pasien penelitian sesuai dengan spektrum penderita pada setting praktik
klinik saat uji diagnostik tersebut akan diaplikasikan?
Ya, sesuai. Kriteria inklusinya yaitu pasien yang belum terdiagnosa DM Tipe 2, berumur
≥18 tahun, pernah melakukan pemeriksaan HbA1c, Glukosa Plasma Puasa (GPP), Glukosa
Plasma 2 Jam Post-prandial (GP2PP) dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Kriteria ekslusinya
yaitu pasien yang memiliki riwayat diabetes, yang menggunakan insulin dan/atau obat
antidiabetik.
3. Apakah hasil tes yang sedang dievaluasi mempengaruhi keputusan untuk menjalankan
standar rujukan?
Ya, mempengaruhi. Pemeriksaan HbA1c direkomendasikan sebagai alat diagnosis DM Tipe
2 karena praktis, mudah dilakukan dan memiliki faktor variabilitas yang rendah. Namun
dari hasil penelitian dengan kriteria diagnosis HbA1c ≥ 6,5%, didapatkan nilai sensitivitas
yang rendah sehingga tidak adekuat dalam menegakkan diagnosis DM Tipe 2 pada penderita
dengan keadaan awal diabetes.
II. APA HASILNYA?
≥ 200 mg/dL
HbA1c/TTGO < 200 mg/dL Total
(Diabetes)
≥ 6,5% (Diabetes) 110(a) 36(b) 146
𝑎 110 110
Sensitivitas = 𝑎+𝑐 𝑥 100% = 𝑥 100% = 𝑥 100% = 28,06%
110+282 392
𝑑 5336 5336
Spesifisitas = 𝑏+𝑑 𝑥 100% = 36+5336 𝑥 100% = 5372 𝑥 100% = 99,3%
𝑠𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 28,06% 28,06%
Likelihood Ratio positif = 1–𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑓𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = = = 40,08
1–99,3% 0,7%
𝑎 110 110
Positive Predictive Value (PPV) = 𝑎+𝑏 𝑥 100% = 110+36 𝑥 100% = 146 𝑥 100% = 75,3%
𝑑 5336 5336
Negative Predictive Value (NPV) = 𝑐+𝑑 𝑥100% = 282+5336 𝑥100% = 5618 𝑥100% = 94,9%
1. Apakah sensitivity hasil tes atau data yang dibutuhkan untuk penghitungannya ditampilkan?
Ya, ditampilkan. Sensitifitas HbA1c dibanding TTGO/GP2PP yang didapatkan dari hasil
penelitian sebesar 28,06%.
2. Apakah specificity hasil tes atau data yang dibutuhkan untuk penghitungannya ditampilkan?
Ya, ditampilkan. Spesifisitas HbA1c dibanding TTGO/GP2PP yang didapatkan dari hasil
penelitian sebesar 99,3%.
3. Apakah likelihood ratio hasil tes atau data yang dibutuhkan untuk penghitungannya
ditampilkan?
Ya, ditampilkan. Likelihood Ratio Positif dan Likelihood Ratio Negatif HbA1c dibanding
TTGO/GP2PP yang didapatkan dari hasil penelitian 40,08 dan 0,724.