Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

PLASENTA PREVIA

Oleh:
Mardhiyyah Nurul Hasanah
NIM 182011101080

Pembimbing:
dr. Endang Ma’ruf Randi, Sp.OG

KSM/LAB OBSGYN RSD dr. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
2

LAPORAN KASUS

PLASENTA PREVIA

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi

Oleh:
Mardhiyyah Nurul Hasanah
NIM 182011101080

Pembimbing:
dr. Endang Ma’ruf Randi, Sp.OG

KSM/LAB OBSGYN RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
3

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN....................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................5
BAB III. LAPORAN KASUS.............................................................16
BAB IV. KESIMPULAN....................................................................24
4

BAB 1. PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. Menurut WHO tahun 2008, angka kematian
maternal di negara-negara berkembang berkisar antara 750-1000 per 100.000
kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu salah satunya adalah perdarahan yang
disebabkan oleh plasenta previa. Berdasarkan data yang didapatkan oleh WHO
tahun 2008 prevalensi plasenta previa sekitar 458 dari 100.000 kelahiran setiap
tahunnya, sedangkan prevalensi plasenta previa menurut WHO tahun 2009 sekitar
320 dari 100.000 kelahiran. Prevalensi plasenta previa di Indonesia yang
dilaporkan oleh beberapa peneliti berkisar antara 0,26 – 0,37% dari seluruh
jumlah kehamilan.
Perdarahan obstetri yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang
terjadi setelah bayi atau plasenta lahir pada umumnya menyebabkan perdarahan
yang berat dan jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dapat
mendatangkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya yaitu plasenta previa.
Antisipasi dalam perawatan prenatal sangat mungkin dilakukan karena pada
umumnya penyakit ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa
perdarahan berulang yang awalnya tidak banyak, tanpa disertai rasa nyeri, dan
terjadi pada waktu yang tidak tentu tanpa didahului oleh trauma. Plasenta previa
sering disertai oleh kelainan letak janin atau pada kehamilan lanjut, bagian bawah
janin tidak masuk ke dalam panggul, tetapi masih mengambang di atas pintu atas
panggul. Perempuan yang menderita plasenta previa harus segera dirujuk ke
rumah sakit terdekat tanpa melakukan pemeriksaan dalam karena perbuatan
tersebut dapat memprovokasi perdarahan berlangsung semakin deras dengan
cepat.
5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan, dinding
belakang rahim, atau di daerah fundus uteri. Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau
sebagian dari ostium uteri internum pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Sejalan
dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke
arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta
tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas
dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan servuks yang tertutup
oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari
plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun
dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital.
Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam
asuhan antenatal araupun intranatal.

2.2 Klasifikasi
Plasenta previa dibagi berdasarkan kemungkinan implantasinya:
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Low-laying placenta (plasenta letak rendah) adalah plasenta yang
berimplantai pada segmen bawah rahim yang tepi bawahnya berada pada
jarak ≤ 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm
dianggap plasenta letak normal.
6

2.3 Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi
dan pada usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
daripada kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut mempertinggi angka
kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan
insidennya berkisar 1,7%-2,9%. Di negara maju insidensinya lebih rendah yaitu
kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas
tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.

2.4 Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi
7

desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau
atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kuretase, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan
kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor
risiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan
menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai
insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon
monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi
sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan
ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum.

2.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
rnungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagairnana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (efficement) dan membuka (dilation)
ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari
plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi. Perdarahan di tempat itu relatif
banyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak rnampu berkontraksi
dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat
pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan
akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali ada laserasi mengenai sinus yang
besar dari plasenta sehingga perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih
lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim berlangsung progresif dan
8

bertahap, maka laserasi yang baru akan mengulang kejadian perdarahan.


Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain. Darah yang
keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Pada plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh
karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu
pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah
30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada urnur kehamilan 34 minggu ke
atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum,
maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk
hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan
trornboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi
koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang perrumbuhan vilinya bisa sampai
menembus ke buli- buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta
dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segrnen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna, atau setelah uri lepas karena
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.

2.6 Manifestasi Klinis


Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir
trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan
9

berhenti sendiri. Perdarahan kemudian terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas
setelah beberapa waktu kemudian. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan
yang lebih banyak bahkan seperti mengalir.
Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai
persalinan, perdarahan biasa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta.
Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi
sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai
pasca persalinan. Perdarahan juga bisa bertambah disebabkan serviks dan segmen
bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan.
Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan
misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.
Dikarenakan plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi
abdomen sering ditemukan bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis
dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat
ibu hamil merasa nyeri dan perut tegang.

2.7 Diagnosis
1) Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan ≥20 minggu
2) Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia
3) Syok
4) Tidak ada kontraksi uterus
5) Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul
6) Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin
Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG
10

2.8 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak dan fatal.
1. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah
sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan
kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai
ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan
bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang
perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam
miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal
plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian
terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas
timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi
pada uterus yang pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta akreta terjadi
10%-35% pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali, naik menjadi
60%-65% bila telah seksio sesarea 3 kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh
karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di
tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi
perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina,
ligasi arteria ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika,
maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah
11

melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu


merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan oleh karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosentesis
untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid
untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan
selain masa perawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk
solusio plasenta (Risiko Relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan
letak janin (RR 2,8), perdarahan pascapersalinan (RR 1,2), kematian
maternal akibat perdarahan (50%), dan disseminated intravascular
coagulation (DIC) 15,9 %.

2.9 Penatalaksanaan
Penanganan Aktif
1. Tujuannya adalah segera melahirkan anak (terminasi)
Indikasi :
a. Jika perdarahan merembes dan diagnosis sudah ditegakkan plasenta
previa langsung seksio sesaria tanpa double set up, dengan
memperhatikan keadaan umum ibu, perbaikan keadaan umum
dilakukan dalam waktu relatif cepat. Lakukan konsultasi dengan
anastesi selama menunggu persiapan operasi sampai memungkinkan
untuk dilakukan operasi.
b. Gawat janin, perdarahan aktif, dan banyak dengan evaluasi bertahap
(perdarahan profus lebih dari 500 cc dalam 30 menit)
2. Double set up (DSU)
a. Batasan
i. Examination in theater
12

ii. Merupakan cara pemeriksaan yang akurat tentang hubungan antara


plasenta dengan OUI
b. Indikasi
i. Dilakukan hanya bila kehamilan akan diakhiri
ii. Kehamilan aterm
iii. Kehamilan preterm dimana perawatan konservatif diputuskan
gagal, yaitu :
 perdarahan masih merembes keluar dari vagina
 perdarahan bercak, akan tetapi menyebabkan penurunan Hb
lebih dari 2 gr% dengan pemeriksaan serial 3 kali tiap 6 jam.
iv. Diagnosis plasenta previa dari USG meragukan (inkonklusif)
v. Adanya perdarahan pervaginam yang tidak aktif pada saat inpartu
dengan kecurigaan plasenta letak rendah /plasenta marginalis
c. Persiapan
i. Persiapan darah
ii. Tim kamar operasi sudah siap operasi (operator, asisten dan
instrumen menggunakan gaun operasi)
d. Prosedur dan tata laksana
i. Pasien dikerjakan di meja operasi dengan posisi litotomi
ii. Kandung kencing dikosongkan
iii. Masukkan 2 jari kedalam vagina, raba setiap bagian dari fornik,
apakah teraba ada plasenta antara jari dengan bagian terbawah
janin (bantalan)
iv. Bila tidak teraba bantalan, maka jari dimasukkan ke cervical os dan
raba sekitarnya hingga teraba ujung plasenta
v. Bila tidak ada teraba plasenta, diagnosis plasenta previa dapat
disingkirkan
vi. Bila ujung plasenta teraba, tetapi tidak meluas sampai di servical
os, dan tidak ada perdarahan pecahkan ketuban, dan tunggu partus
pervaginam (sesuai penatalaksanaan plasenta previa parsialis)
vii. Bila teraba plasenta, hentikan pemeriksaan dan lakukan SC
13

e. Interpretasi hasil temuan saat DSU :


i. Bila plasenta previa totalis, dilakukan seksio sesaria
ii. Bila plasenta previa parsialis, dilakukan amniotomi. Pada keadaan
ini seksio dilakukan bila:
 Setelah 12 jam tak terjadi persalinan
 Terjadi perdarahan lagi
 Terjadi gawat janin
 Terjadi febris (infeksi intra uterin)
iii. Bila tak teraba plasenta, dilakukan inspekulo untuk melihat asal
perdarahan, bila perdarahan berasal dari OUI tetap dilakukan
amniotomi, selanjutnya sama dengan penatalaksanaan plasenta
previa parsialis

Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang dari 2500 gr dan atau umur
kehamilan kurang dari 37 minggu) dengan syarat bayi hidup dengan
perdarahn sedikit/berhenti
2) Cara perawatan konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan transfusi sampai HB lebih dari
10 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga
kemungkinan perawatan konservatif gagal) dengan deksametasone 5
mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti penderita dipindahkan ke ruangan setelah
sebelumnya dilakukan USG di IRD
e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi, denyut jantung janin, dan
perdarahan setiap 6 jam.
f. Perawatan konservatif gagal bila terjadi perdarahan berulang
(penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah
dilakukan mobilisasi.
14

h. Nasihat waktu pulang :


 Istirahat.
 Dilarang koitus/manipulasi vagina.
 MRS bila terjadi perdarahan lagi.
 Periksa ulang (ANC) 1 minggu kemudian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan USG persalinan direncanakan sebagai berikut :
1) Bila plasenta menutupi OUI, tunggu sampai kehamilan 35 – 36 minggu
kemudian USG ulang (dipertimbangkan). Bila jarak tepi plasenta 0 sampai 20
mm (plasenta letak rendah) dan tidak ada kelainan lain seperti kepala sudah
masuk PAP, tidak ada klinis perdarahan, persalinan pervaginam bisa
dianjurkan. Bila kepala belum masuk dan ada klinis perdarahan persalinan
direkomendasikan dengan SC. Bila plasenta overlapping lebih 0 mm dari OUI
persalinan direncanakan dengan SC.
2) Bila plasenta letaknya normal (>20 mm dari OUI) ditunggu inpartu, persalinan
diharapkan normal.
a. Plasenta previa pada kehamilan aterm tanpa komplikasi: Perencanaan
operasi SC dilakukan setelah umur kehamilan 38 minggu, kalau
memungkinkan umur 38 – 39 minggu
b. Plasenta previa akreta: Pada waktu melakukan SC hindari insisi pada
lokasi plasenta, Plasenta tidak diangkat namun langsung dilakukan
histerektomi atau penanganan konservatif
15
16

BAB 3. LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Ny. NF
Tanggal Lahir : 25-05-1982
Usia : 37 tahun
Alamat : Gayam Rambigundam Rambipuji
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Status : Menikah
Tanggal masuk RS : 6-Februari-2020

3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Pasien mengeluhkan perdarahan dari jalan lahir

Riwayat perjalanan penyakit


Pasien merasa hamil kurang lebih 8 bulan. Pasien mengeluhkan keluar
darah banyak diserati gumpalan dari jalan lahir sekitar pukul 21.00 (5-02-
2020), dibawa ke PKM Rambipuji pukul 21.30 (5-02-2020). Di PKM diperiksa
dan dicurigai APB. Dari PKM dirujuk ke PONEK RSD Dr. Soebandi karena
APB.

Riwayat penyakit dahulu dan operasi


Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami perdarahan. Pasien
menyangkal adanya riwayat kencing manis, darah tinggi, perdarahan yang sulit
berhenti maupun riwayat trauma. Pasien juga menyangkal adanya kebiasaan
merokok, minum alkohol, mengonsumsi obat-obatan tertentu.
17

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sehubungan
dengan keluhan yang dialami pasien.
HPHT : 25-06-2019
HPL : 02-04-2020
Riwayat menarche : 16 tahun
Riwayat menstruasi : teratur tiap bulan, selama 7 hari, nyeri (-)
Riwayat marital : menikah 1 kali, selama 18 tahun
Riwayat Obstetri :
1. Laki-laki /17 tahun /3000 gram/spontan/Bidan
2. Perempuan /15 tahun/3200 gram/spontan/puskesmas
3. Laki-laki/12 tahun/ 2800 gram/ spontan/puskesmas
4. Hamil ini
Riwayat ANC : rutin tiap bulan di posyandu

Riwayat Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan suntik KB 3 bulan

3.3 Pemeriksaan Fisik


 Status Generalis
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Kepala/Leher : Anemis (+) Ikterik (-) Sianosis (-) Dispneu (-)
TD : 137/79 mmHg HR : 84x/m
RR : 18 x/m Tax : 36,6 °C
Thorax/Jantung : S1 S2 tunggal reguler, Ekstrasistol (-) Gallop
(-) Murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+ Rhonki -/- Wheezing -/-
Ekstremitas : akral hangat +/+ odem -/-
TB : 150 cm
BB : 68 kg
 Status Obstetri
18

Abdomen : Inspeksi : BSC (-) cembung


Auskultasi : Bu (+) Normal, DJJ : 138 x/menit
Perkusi : Redup
Palpasi : L1 : TFU 28 cm
L2 : Teraba punggung kanan
L3 : Presentasi kepala
L4 : Belum masuk PAP
Genitalia : fluxus (+) sedikit, VT tidak dilakukan

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Hematologi lengkap (6-02-2020)
Hb : 7,8 g/dl (12,0 – 16,0 g/dl)
Leukosit : 8,8 x 109/L (4,5 - 11 x 109/L)
Trombosit : 230 x 109/L (150 – 450 x 109/L)
Hct : 23,7 % (36-46 %)

USG di VK Bersalin RSD dr Soebandi

Hasil USG:
 tampak janin intrauterin
 janin tunggal
19

 tampak plasenta di corpus lateral dextra menutupi OUI


 plasenta previa totalis

3.5 Diagnosis
G4P3003Ab000 gr. 31-32 mgg J/T/H/I + APB e.c plasenta previa totalis +
Anemia

3.6 Tatalaksana
 Perawatan konservatif
 Asam Mefenamat 4x1tab
 Histolan 4x1 tab
 Nifedipin 2x1tab
 Transfusi PRC 2 kolf/hari s/d Hb ≥8

3.7 Prognosis
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad functionam : dubia
 Ad sanationam : dubia ad bonam

7-2-2020 Observasi
06.30 08.00
TD:130/70 mmHg TD:120/80 mmHg
HR : 88x/m HR : 88x/m
RR : 20x/m RR : 20x/m
o
Tax : 36 C Tax : 36,4oC
His : + jarang His:+jarang
Djj : 132x/m Djj : 145x/m

7-02-2020 Terapi
 memberikan obat nifedipin 1 tab, histolan 1 tab, danAsam
mefenamat 1 tab.
20

24-05-2019 Observasi
09.00 12.00
TD : 120/80 mmHg TD : 130/90 mmHg
HR : 96x/m HR : 84x/m
RR : 20x/m RR : 18x/m
Tax : 35,6oC Tax : 36,6oC
His : - His : -
Djj : 140x/menit Djj : 148x/menit

7-02-2020 Terapi
 Transfusi PRC
 Mendapat injeksi Dexametason 2x6ml

7-02-2020 Pukul 21.00 WIB


S : perdarahan di jalan lahir
O : keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
C/P : dbn
tekanan darah : 130/80 mmHg
nadi : 84 x/menit, teratur, kuat angkat
pernapasan : 20 x/menit, teratur
suhu : 36,60C
Abd : TFU 28 cm, nyeri tekan (-), DJJ
132x/menit, his -
Ge : Fluxus (+), VT tidak dilakukan
A : G4P3003Ab000 uk 31-32 mgg J/T/H/I + APB e.c PP totalis +
Anemia
P : - Perawatan konservatif
- Asam Mefenamat 4x1tab
- Histolan 4x1 tab
- Nifedipin 2x1tab
- Inj dexametason
- Transfusi PRC jika HB <8
21

7-02-2020 Pukul 22.30 WIB terapi


- Diberikan transfusi PRC
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi lengkap (8-02-2020)
Hb : 9,1 g/dl (12,0 – 16,0 g/dl)
Leukosit : 14,5 x 109/L (4,5 - 11 x 109/L)
Trombosit : 164 x 109/L (150 – 450 x 109/L)
Hct : 26,2 % (36-46 %)

24-05-2019 Observasi
8.30 12.00
TD : 120/60 mmHg TD : 120/70 mmHg
HR : 96x/m HR : 84x/m
RR : 20x/m RR : 20x/m
Tax : 36oC Tax : 36,5oC
TFU 28 cm TFU 28 cm
His – His –
DJJ : 138x/m DJJ : 130x/m
Fluxus + sedikit Fluxus (-)

BAB 4. KESIMPULAN
22

Plasenta previa dapat terjadi pada setiap kehamilan, walaupun insidennya


meningkat pada usia lanjut, multiparitas, riwayat oprasi, riwayat plasenta previa
dan perokok. Diagnosis dini sangatlah penting untuk menentukan prognosis dan
merencanakan terapi. Setiap pasien dengan perdarahan pervaginam pada trimester
dua dan tiga, plasenta previa dan solutio plasenta harus selalu dicurigai.
Kemungkinan ini tidak boleh disingkirkan sampai pemeriksaan yang sesuai,
termasuk USG jelas membuktikan ketiadaannya. Pemeriksaan dalam tidak boleh
dilakukan karena akan memperberat perdarahan yang sudah terjadi.
Komplikasi terbesar untuk ibu adalah perdarahan dan syok akibat
perdarahan, sampai kematian. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi antara lain
anemia karena perdarahan. Jika terjadi keadaan tersebut, syok harus segara
ditangani dan terminasi kehamilan diperlukan walaupun janin imatur.
Kehamilan pada plasenta previa dapat diakhiri melalui persalinan
pervaginam ataupun perabdominal. Tetapi persalinan pervaginam hanya dapat
dilakukan jika plasenta hanya menutupi sebagian dari jalan lahir. Satu-satunya
cara untuk mengakhiri kehamilan pada plasenta previa totalis adalah
perabdominal.
Persalinan prematur adalah causa utama kematian perinatal walaupun sudah
dilakukan penatalaksanaan menunggu pada plasenta previa. Untuk kasus ini,
perencanaan mencakup pencegahan kelahiran preterm dengan tokolisis, dan
pematangan paru guna mempersiapkan bayi lebih viabel untuk hidup diluar
uterus. Untuk memperkecil kematian perinatal maka bayi prematur harus dirawat
secara intensif setelah lahir.

DAFTAR PUSTAKA
23

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan


Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.

Kurniawati, N dan Triyawati, L. -. Pengaruh Usia dan Paritas terhadap Kejadian


Plasenta Previa pada Ibu Hamil Trimester III di RSUD dr. Wahidin Sudiro
Husodo Mojokerto. Prodi Kebidanan Stikes Dian Husada Mojokerto.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta.

SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2015.


Panduan Praktik Klinik Obstetri dan Ginekologi.

Anda mungkin juga menyukai