Anda di halaman 1dari 28

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “R” P2A0H2 USIA 39-

40 MINGGU DENGAN RETENSIO PLASENTA


TANGGAL 07 DESEMBER 2022

Oleh :

VANNESYA RIVANY
2010070130012

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
TAHUN 2021
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Retensio Plasenta


2.1.1 Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta

hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar

gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.

(Mika, 2016). Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah

janin lahir. Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh serviks, terlepas

sebagian, secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta).

2.1.2 Etiologi

Plasenta yang sukar dilepaskan dengan manajemen aktif kala tiga bisa

disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Bila

sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus disebut sisa

plasenta dan dapat menimbulkan perdarahan pots partum primer atau

lebih sering sekunder. (Anik, 2013). Kegagalan plasenta untuk lahir dapat

terjadi karena ketidaknormalan perlekatan plasenta pada miometrium,

atau karena plasenta telah berhasil terlepas namun tetap berada dalam

uterus karena sebagian serviks tertutup. Kegagalan pelepasan plasenta

jauh lebih mengkhawatirkan daripada terperangkapnya plasenta di dalam

uterus. (Salma, 2018)

Sudah lama diketahui bahwa istilah retensio plasenta mencakup sejumlah

patologi. Beberapa plasenta hanya terjebak di belakang serviks yang

tertutup, ada pula yang patuh pada dinding rahim namun mudah
7

dipisahkan secara manual (placenta adherens) sedangkan yang lainnya

secara patologis menyerang miometrium (placenta accreta). Terdapat 3

mekanisme utama penyebab dari retensio plasenta, yaitu:

1. Invasive Plasenta

Perlekatan plasenta yang tidak normal yang disebabkan karena trauma

pada endometrium karena prosedure operasi sebelumnya. Hal ini

menyebabkan kelainan pada perlekatan plasenta mulai dari plasenta

adherent, akreta hingga perkreta. Proses ini menghambat pelepasan

plasenta yang mengarah ke retensio plasenta. Mekanisme ini terdapat

pada karakteristik pasien dan riwayat obstetrik.

2. Hipoperfusi Plasenta

Hubungan antara hipoperfusi plasenta dengan retensio plasenta adalah

adanya oxidative stress, yang diakibatkan oleh remodelling arteri spiral

yang tidak lengkap dan plasentasi yang dangkal, hal ini umum pada

hipoperfusi plasenta dengan retensio plasenta. Pada model kedua ini

terdapat pada hipoperfusi plasenta, berkaitan dengan komplikasi

kehamilan terkait plasenta.

3. Kontraktilitas yang tidak Adekuat

Tidak adekuatnya kontraksi pada retro-placental myometrium adalah

mekanisme ke tiga yang menyebabkan retensio plasenta. Pada model

ketiga berkaitan dengan persalinan itu sendiri (Salma, 2018)

1.2.1 Faktor Resiko

Faktor-faktor yang mempengaruhi retensio plasenta menurut Salma (2018)

sebagai berikut:
8

1. Usia

Usia adalah masa hidup ibu yang dihitung sejak lahir dalam satuan tahun.

Usia merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan yang dapat

mengakibatkan kematian maternal.Hal ini disebabkan usia ibu berkaitan

dengan penurunan kualitas dari tempat plasentasi atau perbedaan

angiogenesis yang bertanggung jawab atas peningkatan risiko terjadinya

retensio plasenta. Seorang ibu dengan usia35 tahun atau lebih merupakan

faktor risiko tinggi pada ibu yang dapat mempertinggi risiko kematian

perinatal dan kematian maternal. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, usia 35 tahun keatas merupakan usia berisiko terjadi kesakitan

dan kematian maternal dengan risiko sebesar 5,4 kali dan semakin

meningkat pada usia >40 tahun dengan risiko sebesar 15,9 kali

dibandingkan usia lebih muda.Semakin meningkat usia ibu semakin

meningkat pula risiko untuk terjadi retensio plasenta. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan semakin tinggi usia berisiko 1,8 kali untuk

terjadi retensio plasenta.

2. Paritas

Para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. Primipara adalah

wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali, Multipara

(pleuripara) adalah wanita yang telah melahirkan anak hidup beberapa

kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali, dan

Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih

dari lima kali. Ibu bersalin dengan paritas yang tinggi berisiko terjadi

kesakitan dan kematian maternal. Berdasarkan penelitian yang sudah

dilakukan, paritas 2 berisiko 1,19 kali terjadi kesakitan maternal dan


9

meningkat pada paritas ≥ 3 berisiko 1,45 kali.Kejadian Retensio Plasenta

sering terjadi pada ibu multipara dan grandemultipara dengan implantasi

plasenta dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta,

dan plasenta perkreta. Retensio plasenta akan mengganggu kontraksi otot

rahim dan akan menimbulkan perdarahan. Retensio plasenta tanpa

perdarahan dapat diperkirakan bahwa darah penderita terlalu banyak

hilang, keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan

tidak terjadi, kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.

Semakin meningkat paritas semakin meningkat pula kelainan pada tempat

implantasi plasenta. Dengan kehamilan berulang, otot rahim digantikan

oleh jaringan fibrosa, dengan penurunan dari kekuatan kontraktil rahim

akhirnya dapat menyebabkan atonia uteri dan retensio plasenta.Pasien

multipara dan grandemultipara memiliki risiko tinggi terhadap kejadian

perdarahan pasca persalinan dan retensio plasenta.Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan, multiparitas berisiko 1,47 kali terjadi perdarahan

dan 1,03 kali terjadi retensio plasenta.

3. Kadar hemoglobin

Kadar haemoglobin merupakan faktor predisposisi terjadinya plasenta

akreta. Bahaya anemia saat persalinan adalah gangguan his (kekuatan

mengejan), kala pertama dapat berlansung lama, dan terjadi partus

terlantar, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan

sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti

retensio plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonia uteri, kala

empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri.

Menurut penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa ada hubungan


10

anemia dengan kejadian retensio plasenta. Ibu dengan anemia dapat

menimbulkan gangguan pada kala uri yang dikuti retensio plasenta. Ibu

yang memasuki persalinan dengan konsentrasi haemoglobin yang rendah

dibawah 10g/dl dapat mengalami penurunan yang cepat lagi jika terjadi

perdarahan. Anemia berkaitan dengan debilitas yang merupakan

penyebab lebih langsung terjadinya retensio plasenta.

4. Riwayat seksio sesarea

Retensio plasenta/ perlengketan plasenta perlu diwaspadai terjadi pada

Vaginal Birth After Caesar (VBAC) saat melakukan penatalaksanaan kala

III. VBAC adalah proses melahirkan pervaginam setelah pernah

melakukan seksio sesarea. Hal ini dikarenakan perlekatan plasenta yang

tidak normal dapat disebabkan oleh trauma pada endometrium karena

prosedure operasi sebelumnya sehingga menyebabkan kelainan pada

perlekatan plasenta mulai dari plasenta adherent, akreta, hingga perkreta.

5. Pre eklamsia

Pre eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai proteinuria. Pre eklamsia merupakan penyulit kehamilan yang

akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala

klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan

preeklamsia berat.

Kondisi ini sering ditemukan bersamaan dengan IUGR dan IUFD. Hal ini

dianggap menyebabkan gangguan plasentasi sehingga plasenta melekat

lebih dalam. Plasentasi yang terganggu dan IUGR terjadi akibat dari

perbedaan model arteri spiral yang tidak sempurna dengan otot polos di

arteri spiral plasenta menyebabkan reperfusi cedera perfusi di dalam


11

jaringan plasenta dan stres oksidatif. Plasenta pada kehamilan dengan

preeklamsia dan IUGR ditandai dengan atherosis dan peningkatan tanda-

tanda histologis maternal seperti plasenta infark, meningkat ikatan

jaringan dan fibrosis vili terminal. Preeklmasia juga terkait dengan respon

inflamasi sistemik yang berlebihan pada tubuh ibu dan jaringan plasenta

namun histologis akut peradangan tidak meningkat.

6. Persalinan pre-term

.Retensio plasenta ditemukan sangat berkaitan dengan persalinan

premature, terutama kurang dari 27 minggu usia kehamilan. Hal ini

diyakini bahwa faktor risiko seperti serangan jantung atau degenerasi

fibrinoid dari arteriol desidua sering menyebabkan persalinan prematur

dan perlekatan abnormal dari plasenta.

7. Kehamilan kembar

Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih.

Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih tinggi terhadap

bayi dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar

harus dilakukan pengawasan hamil yang lebih intensif. Setelah persalinan,

terjadi gangguan kontraksi otot rahim yang menyebabkan atonia uteri,

retensio plasenta, dan plasenta rest. Pada kehamilan kembar perlu di

waspadai komplikasi postpartum berupa retensio plasenta, atonia uteri,

plasenta rest, perdarahan postpartum, dan infeksi.

1.2.2 Patofisiologis

Setelah bayi lahir uterus akan teraba keras dengan fundus uteri

di atas pusat dalam beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi

untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus. Otot uterus


12

(myometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga

uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan tersebut mengakibatkan ukuran

tempat implantasi plasenta berkurang, sehingga plasenta menekuk

menebal dan kemudian akan terlepas dari dinding uterus kemudian

plasenta akan turun ke bagian bawah uterus, kedalam vagina dan lahir

melalui vagina.

Plasenta terlepas biasanya dalam waktu 6-15 menit setelah bayi

lahir. Pengeluaran plasenta, disertai dengan pengeluaran darah.

1. Cara-cara pelepasan plasenta a. Metode ekspulsi Schultz

Pelepasan plasenta yang dimulai dari tengah (sentral), ditandai

dengan tali pusat bertambah panjang yang tampak dari vagina,

perdarahan biasanya tidak terjadi sebelum plasenta lahir, kemudian

menjadi banyak setelah plasenta lahir. Lebih besar kemungkinan

terrjadinya pada plasenta yang melekat di fundus (Widiastini, 2018).

Plasenta keluar seperti payung yang dilipat dengan membrane fetalis

yang mengkilap keluar lebih dahulu

b. Metode ekspulsi Matthew-Duncan

Pelepasan plasenta yang dimulai dari pinggir (marginal) ke

tengah plasenta. Perdarahan mulai terjadi sejak sebagian plasenta

terlepas sampai plasenta terlepas seluruhnya. Secara fisiologis, setelah

plasenta lahir, otot-otot uterus akan berkontraksi menyebabkan

pembuluh-pembuluh darah terjepit sehingga perdarahan akan segera

terhenti (Widiastini, 2018). Plasenta keluar dengan permukaan maternal

yang kasar keluar lebih dahulu (Herry,2010)


13

2. Tanda-tanda pelepasan plasenta

a. Perubahan bentuk uterus dari discoid menjadi globuler

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,

uterus

berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah

pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah,

uterus menjadi bulat dan fundus berada di atas pusat.

b. Tali pusat memanjang (tanda afeld)

Tali pusat bertambah panjang disebabkan karena setelah

plasenta terlepas, plasenta akan turun ke segmen bawah uterus sampai

rongga vagina. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.

c. Semburan darah mendadak dan singkat

Semburan darah disebabkan karena darah yang terkumpul di

belakang plasenta akan membantu plasenta terlepas dan terdorong ke

luar (Widiastini, 2018)

I. Tanda dan Gejala Retensio Plasenta

Gejala yang selalu ada: Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,

kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang kadang timbul: Tali pusat putus akibat traksi

berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.Tertinggalnya plasenta (sisa

plasenta), gejala yang selalu ada: Plasenta atau sebagian plasenta atau sebagian selaput

(mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala-gejala yang

kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
14

Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini untuk menentukan

sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta,

karena retensio bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

1. Plasenta adhesive

Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta

sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis. 2. Plasenta akreta

Plasenta akreta adalah implementasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian

lapisan myometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada

plasenta akreta vili chorialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim dari

pada biasa ialah sampai kebatas atas lapisan otot Rahim. Plasenta akreta ada yang

kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim.

Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih

erat berhubungan dengan dinding Rahim dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta,

inkreta, dan percreta jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua,

misalnya desidua yang terlalu tipis.

3. Plasenta inkreta

Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati

lapisan miometrium.

4. Plasenta perkreta

Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan

myometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.


15

5. Plasenta inkarserata

Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh

kontriksi ostium uteri.

Diagnosa Retensio Plasenta

Diagnosa retensio plasenta ditegakkan apabila terdapat kondisi plasenta yang belum

keluar dalam 30 menit setelah bayi lahir. Tanda-tanda pelepasan plasenta merupakan tanda

yang penting untuk membedakan antara diagnosis plasenta trapped dengan plasenta

adherens atau akreta.

1. Anamnesa

Gejala utama pasien retensio plasenta adalah tertahannya plasenta dalam

rahim selama lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Selain itu, beberapa gejala lain seperti

demam, perdarahan hebat, nyeri hebat, duh vagina berbau, dan tampak jaringan pada

vagina, juga bisa ditemukan.Status obstetrik dan ginekologi pasien secara lengkap juga

harus ditanyakan. Penemuan riwayat sectio caesarea akan meningkatkan risiko terjadinya

plasenta akreta pada pasien. Faktor risiko lainnya, seperti riwayat retensio plasenta,

abortus, preeklampsia, penggunaan ergometrin, dan stillbirth juga harus digali. (Lim , 2014)

2. Pemeriksaan Fisik

Perdarahan umumnya terjadi pada pasien retensio plasenta sehingga

evaluasi syok harus dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan vagina dan uterus.

Diagnosis plasenta trapped, adherens, dan akreta juga dapat ditentukan melalui

pemeriksaan fisik.

a. Evaluasi Syok
16

Pasien retensio plasenta sering kali memiliki perdarahan hebat sehingga status

hemodinamik pasien harus diperhatikan terlebih dahulu. Tanda-tanda syok hipovolemik,

seperti takikardia, hipotensi, penurunan urine output, akral dingin, dan penurunan

kesadaran harus dipantau

b. Pemeriksaan Vagina dan Uterus

Apabila bayi sudah lahir dan plasenta belum dilahirkan setelah lebih dari 30 menit, maka

diagnosis retensio plasenta dapat ditegakkan. Pada pasien retensio

plasenta akan ditemukan plasenta yang masih berada di dalam uterus dengan sebagian

korda umbilikus pada orifisium serviks.

Membedakan plasenta trapped dengan plasenta adherens dan akreta adalah melalui

terdapatnya tanda-tanda pelepasan plasenta. Pada saat klinisi melakukan traksi tali pusat

terkendali awasi tanda-tanda pelepasan plasenta dari dinding uterus, yaitu:

1. Korda umbilikal yang memanjang

2. Semburan darah mendadak dan singkat

3. Perubahan tinggi dan dan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular

4. Meningginya tinggi fundus uterus

5. Kontraksi fundus

Apabila terdapat tanda-tanda lepasnya plasenta dan plasenta teraba pada ujung orifisium

serviks, akan tetapi plasenta tidak dapat dikeluarkan, maka diagnosis plasenta trapped

dapat ditegakkan. (Lim, 2014). Plasenta akreta dan adherens umumnya tidak memiliki

tanda-tanda pelepasan plasenta. Diagnosis

plasenta akreta dan adherens dapat dibedakan hanya dengan tindakan manual plasenta.

Apabila seluruh plasenta dan desidua dapat dilepaskan dengan bersih dari dinding uterus,
17

maka diagnosis plasenta adherens dapat ditegakkan. Pada plasenta akreta, umumnya

sudah terjadi invasi ke miometrium, sehingga plasenta akan sulit dilepaskan dari dinding

uterus melalui tindakan manual plasenta.

(Garmi, 2012)

3. Diagnosis Banding

Diagnosis retensio plasenta umumnya mudah ditegakkan dan sangat mudah dibedakan

dengan perdarahan postpartum lainnya. Akan tetapi, atonia uteri

terkadang dapat sulit dibedakan atau dapat terjadi bersamaan dengan retensio

plasenta.Atonia uterus merupakan keadaan di mana uterus gagal berkontraksi setelah

lahirnya bayi. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah perdarahan hebat, nyeri

abdomen, dan gangguan hemodinamik. Tanda dan gejala atonia uterus dapat juga

ditemukan pada pasien retensio plasenta. Hal ini dikarenakan atonia uterus dapat menjadi

salah satu penyebab terjadinya retensio plasenta.

Yang membedakan antara atonia uterus atau retensio plasenta adalah tidak adanya

kontraksi uterus dengan plasenta yang sudah berhasil dilahirkan. (Greenbaum, 2017)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan retensio plasenta didahului dengan stabilisasi hemodinamik, terutama

pada pasien dengan perdarahan hebat. Terapi definitif untuk retensio plasenta adalah

manual plasenta. Terapi medis lain, seperti prostaglandin, asam traneksamat, nitrogliserin,

dan oxytocin juga dapat diberikan.


18

1. Penanganan awal

Pada penanganan retensio plasenta harus dibedakan antara pasien dengan

perdarahan hebat dan tanpa perdarahan hebat. Pada pasien perdarahan hebat atau dengan

gangguan hemodinamik harus dilakukan stabilisasi hemodinamik secara cepat. Resusitasi

cairan harus dilakukan dengan cepat pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil. Dua

jalur intravena dengan kateter intravena ukuran

besar (16 gauge) dapat dipasang pada penanganan awal. Apabila diperlukan, transfusi

darah dapat dilakukan. (Ayadi, 2016)

2. Traksi tali pusat terkendali

Pada pasien retensio plasenta dapat dilakukan traksi tali pusat terkendali

terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan lainnya. Traksi tali pusat terkendali umumnya

menggunakan maneuver Brandt-Andrews, yaitu dengan satu tangan klinisi pada abdomen

untuk menahan fundus uterus dan mencegah inversio uterus, sedangkan satu tangan

lainnya melakukan regangan tali pusat dengan menahan tali pusat pada klem. Apabila

tindakan ini tidak berhasil maka baru dilakukan tindakan atau terapi medis lainnya. (Silver,

2015)

3. Intervensi farmakologis

Beberapa intervensi farmakologis, seperti oxytocin, carboprost,

tromethamine, asam traneksamat, dan nitrogliserin.

a. Injeksi Oxytocin Vena Intraumbilikal

Penggunaan injeksi oxytocin vena intraumbilikal dalam manajemen kala III persalinan

dan retensio plasenta telah ditemukan memiliki efikasi yang bermakna. Penggunaan
19

injeksi oxytocin vena intra-umbilikal akan menyebabkan kontraksi retroplasenta, sehingga

dapat memudahkan terjadinya separasi plasenta.

Selain itu, penggunaan oxytocin juga dapat mengurangi perdarahan pada pasien. Injeksi

umumnya dilakukan menggunakan selang nasogastrik bayi ukuran 10 yang dipasang pada

vena umbilikus 5 cm sebelum insersi korda umbilikus pada plasenta. Dosis oxytocin yang

dapat digunakan beragam, dari 10 IU sampai 100 IU, dengan dosis yang lebih tinggi lebih

disarankan. Interval injeksi oxytocin vena

intraumbilikal dengan tindakan manual plasenta adalah sekitar 15 – 45 menit. (Weeks,

Berghella dan Barss, 2016)

b. Oxytocin Intravena

Penggunaan oxytocin intravena dapat diberikan pada pasien retensio plasenta, terutama

dengan perdarahan hebat atau atonia uterus. Penggunaan oxytocin diharapkan akan

membantu separasi plasenta, meningkatkan kontraksi uterus, dan menurunkan perdarahan.

Oxytocin dapat diberikan dengan dosis 10-30 IU dalam 500 mL cairan salin normal untuk

mencegah atonia uterus. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)

c. Carboprost Tromethamine

Carboprost tromethamine merupakan prostaglandin analog F2-á dengan efek uterotonik

poten dan durasi aksi yang lebih panjang. Obat diberikan pada pasien retensio plasenta

dengan perdarahan hebat yang tidak membaik dengan terapi oxytocin. Injeksi carboprost

tromethamine dapat diberikan intraumbilikal dengan dosis 0,5 mg yang disuspensi dalam

20 mL cairan salin normal. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)

d. Asam Traneksamat

Asam traneksamat merupakan agen antifibrinolitik yang dapat digunakan


20

pada pasien retensio plasenta dengan perdarahan berat yang tidak membaik dengan

oxytocin. Pemberian asam traneksamat memiliki efek untuk mengurangi perdarahan dan

stabilisasi bekuan darah dengan mencegah pemecahan dari bekuan menjadi produk

degradasi fibrin. Dosis asam traneksamat yang dapat diberikan adalah 1 gram injeksi

intravena. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)

e. Nitrogliserin

Nitrogliserin (gliseril trinitrat) umumnya digunakan pada pasien retensio uterus yang

memiliki kontraksi serviks atau segmen uterus bawah yang berlebihan

dan menyebabkan sulitnya ekspulsi plasenta. Pemberian nitrogliserin dapat menginduksi

relaksasi otot polos miometrium dan serviks sehingga mempermudah pengeluaran

plasenta.Nitrogliserin dapat diberikan dengan dosis dua spray (400 mikrogram per spray)

di bawah lidah. Selain itu, pemberian secara injeksi intravena dapat juga diberikan dengan

dosis 50 mikrogram dan maksimum dosis kumulatif 200 mikrogram.Tablet sublingual juga

dapat diberikan dengan

dosis 0,6–1 mg. Efek relaksasi uterus akan terjadi 1 menit setelah obat diberikan dan akan

bertahan selama 1-2 menit. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)

4. Manual plasenta

Tindakan manual plasenta merupakan terapi definitif pasien retensio plasenta. Tindakan

ini merupakan tindakan yang menyebabkan rasa nyeri, sehingga anestesi umumnya

diperlukan. Anestesi regional, seperti anestesi spinal, lebih disarankan dibandingkan

anestesi umum karena meminimalisir risiko kegagalan intubasi. Akan tetapi, apabila

pasien memiliki hemodinamik tidak stabil dan perdarahan hebat, maka anestesi umum

lebih disarankan.
21

Tindakan manual plasenta dapat meningkatkan risiko endometritis. Oleh karena itu,

antibiotik profilaksis spektrum luas sebaiknya diberikan. Antibiotik spektrum luas yang

direkomendasikan adalah ampicillin dan clindamycin dosis tunggal. Apabila pembukaan

serviks terlalu kecil untuk tangan klinisi, maka pemberian nitrogliserin dapat diberikan.

(Weeks, Berghella dan Barss, 2016)

Tindakan manual plasenta dilakukan apabila traksi tali pusat terkendali dan terapi

farmakologis gagal melahirkan plasenta. Tindakan ini dilakukan dengan tangan klinisi

menelusuri korda umbilikus untuk mengidentifikasi letak

dan ujung plasenta dengan uterus. Pelepasan plasenta dilakukan dengan menggunakan

jari-jari tangan dengan gerak sisi ke sisi. Tangan lainnya sebaiknya diletakkan pada

fundus uterus untuk mencegah terjadinya perforasi uterus. Tindakan kuretase setelah

manual plasenta tidak rutin dilakukan karena risiko terjadi perforasi uterus dan sindroma

Asherman.

Apabila masih terdapat sisa plasenta setelah dilakukan manual plasenta,

maka klinisi dapat melakukan manual plasenta kembali secara perlahan untuk

melepaskan sisa plasenta. Apabila sisa plasenta menyebabkan perdarahan hebat pada

pasien, maka tindakan kuretase dapat dilakukan untuk melepaskan sisa plasenta dari

dinding uterus. (Weeks, Berghella dan Barss, 2016)

5. Ekstraksi Instrumen

Apabila tindakan manual plasenta tidak berhasil, maka penggunaan forseps kepala besar,

seperti forseps Bierer dan forseps cincin, dapat dilakukan. Tindakan dapat dilakukan

dengan cara forseps menggenggam dan melepaskan plasenta dari dinding uterus. USG

dapat dimanfaatkan untuk membantu saat

melakukan tindakan ini.(Weeks, Berghella dan Barss, 2016)


22

6. Histerektomi

Histerektomi merupakan tindakan lini akhir yang dapat dilakukan pada pasien retensio

uterus. Tindakan histerektomi ini dilakukan pada plasenta pasien yang tidak dapat

dilahirkan dengan manual plasenta maupun ekstraksi instrument.

(Lim, 2014)
23
19

BAB III
TINJAUAN KASUS

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL PADA Ny “S”


G2P1A0H1 USIA KEHAMILAN 17 - 18 MINGGU DENGAN
ABORTUS IMINENS
TANGGAL 06 DESEMBER - 07 DESEMBER 2022

1. PENGUMPULAN DATA :
A. Identitas/Biodata :

B.
20

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL PADA Ny “S” G2P1A0H1 USIA


KEHAMILAN 17 - 18 MINGGU DENGAN ABORTUS IMINENS
TANGGAL 06 DESEMBER - 07 DESEMBER 2022

S O A P

Pasien datang di antar keluarga Dx : - Menginformasikan kepada ibu


jam 10.00 WIB dengan : hasil pemeriksaannya dan ibu
KU : Sedang Ny S umur 26 tahun G2P1A0H1
mengalami abortus iminens :
- Ibu mengatakan ini kehamilan usia kehamilan 18– 19 minggu
ke 2 Tekanan Darah : 110/70 mmHg KU : Sedang
- ibu mengatakan keluar bercak Nadi : 80x/ menit dengan Abortus Iminens.. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
darah dari vagina berwarna Nadi : 80x/ menit
merah kecoklatan sejak pukul Pernapasan : 20x/ menit Dasar : Pernapasan : 20x/ menit
08.00 Suhu : 36,2 ˚C
Suhu : 36,2 ˚C Ibu mengatakan hamil , HPHT
- Ibu mengatakan nyeri pinggang
06 - 08 - 2022 Pemeriksaan Penunjang :
menjalar ke ari-ari A. inspeksi: - HB : 11,5 gr/dL
- Ibu mengatakan nyeri hilang - kepala: bersih, tidak ada Ibu mengatakan ini kehamilan - Plano Test : (+)
timbul. ketombe dan kulit kepala tidak yang ke dua positif
- Ibu mengatakan HPHT : 06 - lembab - Leukosit : 12,700
08 - 2022 - muka: tidak odema, simetris kiri
KU : sedang
TP: 13 - 05 - 2023 - Rapid Test : (-)
Dan kanan, tidak ada closma Tekanan Darah : 110/70 mmHg negative
gravidarum
21

- mata: conjungtiva tidak pucat, Nadi : 80x/ menit


Sclera tiddak iterik
Pernapasan : 20x/ menit Evaluasi : Ibu mengetahui hasil
- mulut: bersih, tidak ada caries
pemeriksaaannya.
- leher: tidak ada pembengkakan Suhu : 36,2 ˚C
kelenjar thyroid dan kelenjar - Menganjurkan ibu untuk bedres
Djj : 138x/i
limfe total dan membatasi aktivitas
- dada: payudara simetris kiri dan kanan, Pemeriksaan Penunjang : ibu.ibu tidak boleh banyak
Mamae bersih, putting susu menonjol dan
tidak ada pembengkakan. bergerak,ibu dianjurkan untuk
- HB : 11,5 gr/dL
- abdomen: tidak ada bekas operasi istirahat baring ini bertujuan
- Plano Test : (+) positif
- ekstremitas atas: tidak ada odema untuk mencegah darah yang
- Leukosit : 12,700
- ekstremitas bawah: odema tidak ada, keluar dari vagina dan
varices tiidak ada - Rapid Test : (-) negative
mengurangi rasa nyeri yang
keluar becak darah dari
dirasakan ibu,agar nyeri yang
kemaluan berwarna merah
dirasakan ibu berkurang.
B.Palpasi kecoklatan sejak pukul 08.00
E: Ibu paham dan mau
dan disertai nyeri Ari Ari
LI: tidak di lakukan melakukannya.
hilang timbul
Masalah :
LII tidak dilakukan - - Memberikan dukungan
Keluar bercak darah dari psikologis untuk ibu dan
LIII : tidak di lakukan kemaluan berwarna merah keluarga agar tidak stress dalam
kecoklatan menghadapi bercak darah yang
LIV : tidak dilakukan keluar dan rasa nyeri,beri ubu
-nyeri pinggang menjalar ke
dukungan bahwa ibu kuat dan
C. Auskultasi ari-ari
bisa melawan rasa nyeri dan
22

Djj : 138x/i -Di diagnosa Abortus Iminens. bisa mempertahankan


kehamilan nya. Dan memberi
Irama: teratur Dignosa potensial: abortus
kepada suami agar memberikan
Tindakan segera kolaborasi suport kepada ibu agar
D. Perkusi
dengan dokter kehamilan bisa
dipertahakankan dan rasa nyeri
reflek patella ka/Ki : +/+ Kebutuhan :
bisa berkurang.
Pemeriksaan Penunjang : - Informasikan hasil Evaluasi : Ibu dan keluarga
pemeriksaan. keluarga paham
- HB : 11,5 gr/dL - Anjurkan ibu bedrest
- Plano Test : (+) positif - Berikan dukungan - Melakukan kolaborasi dengan
- Leukosit : 12,700 emosional. Dokter dan terapi yang
- Rapid Test : (-) negative - Kolaborasi dengan Dokter diberikan
- - Pemaasangan infus RL 20 X
tetes per menit
- Asam folat 2x500 gram
- Asam mefenamat 3x500 gram
- Flagistin 1x1
Evaluasi :Ibu paham dan mau
meminum obatnya
23

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL PADA Ny “S” G2P1A0H1 USIA


KEHAMILAN 17 - 18 MINGGU DENGAN ABORTUS IMINENS
TANGGAL 06 - 07 DESEMBER 2022

S O A P

Tanggal : 07 - 12 - 2022 Dx : - Menginformasikan kepada ibu


hasil pemeriksaannya dan ibu
Pukul 10.00 KU : Sedang Ny S umur 26 tahun G2P1A0H1
mengalami abortus iminens :
- Ibu mengatakan ini kehamilan Tekanan Darah : 110/70 mmHg usia kehamilan 18– 19 minggu KU : Sedang
ke 2 dengan Abortus Iminens.. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Ibu mengatakan tidak ada lagi Nadi : 80x/ menit
Nadi : 80x/ menit
keluar bercak darah Pernapasan : 20x/ menit Dasar :
- Ibu mengatakan nyeri pinggang Pernapasan : 20x/ menit
menjalar ke ari-ari berkurang Suhu : 36,2 ˚C Ibu mengatakan hamil , HPHT Suhu : 36,2 ˚C
- Ibu mengatakan nyeri sudah 06 - 08 - 2022 Pemeriksaan Penunjang :
berkurang Djj : 14x/i - HB : 11,5 gr/dL
Ibu mengatakan ini kehamilan - Plano Test : (+)
positif
24

Irama : teratur yang ke dua - Leukosit : 12,700


- Rapid Test : (-)
Pemeriksaan Penunjang : KU : sedang
negative
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- HB : 11,5 gr/dL
Nadi : 80x/ menit Evaluasi : Ibu mengetahui hasil
- Plano Test : (+) positif
pemeriksaaannya.
- Leukosit : 12,700 Pernapasan : 20x/ menit
- Menganjurkan ibu istirahat
- Rapid Test : (-) negative Suhu : 36,2 ˚C
yang cukup setalah di rumah
Djj : 140x/i nantinya, ibu harus membatasi
kegaiatan ibu ,ibu tidak boleh
Pemeriksaan Penunjang :
melakukan aktivitas yang
- HB : 11,5 gr/dL berat,ibu tidur dengan teratur
- Plano Test : (+) positif siang 1-2 jam dan pada malam
- Leukosit : 12,700 hari 7-8 jam.
- Rapid Test : (-) negative E: Ibu paham dan mau
melakukannya.

Masalah :
- - Menganjurkan ibu untuk
-nyeri pinggang menjalar ke memperhatikan asupan pada
ari-ari ibu, dengan mengonsumsi gizi
seimbang dengan tinggi protein
-Di diagnosa Abortus Iminens.
dan kalsium dengan tujuan
Kebutuhan : untuk membantu pertumbuhan
25

- Informasikan hasil dan perkembangan janin,agar


pemeriksaan. tumbuh dengan baik,dengan
- Anjurkan ibu istirahat yang mengonsumsi makanan yang
cukup tinggi protein bisa di dapatkan
- Anjurkan ibu pada daging, kacang –
mengonsumsi gizi kacangan dan syuran yang
seimbang berwarna hijau gelap karna
- Terapi yang diberikan bagus untuk vitamin tambahan
- Ibu sudah boleh pulang pada bayi,dan minum kurang
lebih 8 gelas per hari.
Tindakan Segera: tidak ada Evaluasi : Ibu paham dan mau
melakukkannya

- terapi yang diberikan


- infus ibu sudah di buka
- Asam folat 2x500 gram
- Asam mefenamat 3x500 gram
- Flagistin 1x1
- Ibu sudah boleh pulang
Evaluasi :Ibu paham dan mau
meminum obatnya
26
27

Anda mungkin juga menyukai