Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN RETENSIO PLASENTA

DI RUANGAN VK RSUD RUTENG

OLEH KELOMPOK 2:
1. VENANSIUS RENTANG (23203005)
2. REINILDIS MALA (23203019)
3. KRISDOLISTA ECIN (23203003)
4. INGGRIDA F.KOJA (23203006)
5. LUDGARDIS EHOL (23203018)
6. MARIA O.MURNI (23203024)
7. ADELINA SIA (23203042)

PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATHOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG


2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Retensio Plasenta


Retensio plasenta (plasental retention) adalah plasenta yang belum lahir
dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest plasenta)
merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum dini (early postpartum hemorrhage)
atau perdarahan postpartum lambat (late postpartum hemorrhage) yang
biasanya terjadi dalm 6-10 hari pasca persalinan.
Menurut Prawirohardjo (2015), Retensio plasenta adalah plasenta tetap
tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir. Plasenta sukar
dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang
kuat antara plasenta dan uterus.
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang
berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang
diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani setelah 5 menit, kebanyakan
bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum
menyebutnya untuk tertahan. Istilah retensio plasenta dipergunakan jika
plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi
waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak,
artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti
perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta Kala tiga yang
normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan


pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta
bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil
darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase
kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tandatanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang
mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat,
uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun
masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah
plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh
dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah
rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi
ini oleh adanya tekanan interabdominal. Namun, wanita yang berbaring
dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara
spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan
persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan
menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada
tali pusat.
B. Jenis-Jenis Retensio Plasenta
1. Plasenta adhesiva : implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta : implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan myometrium

3. Plasenta inkreta : implantasi jonjot korion plasenta hingga


mencapai/memasuki myometrium
4. Plasenta perkreta : implantasi jonjot korion plasenta menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata : tertahannya plasenta di cavum uteri disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
C. Penyebab Retensio Plasenta
Plasenta belum lahir bisa karena belum lepasnya plasenta dari dinding uterus
atau plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio placenta). Belum
lepasnya plasenta dari dinding uterus disebabkan oleh :
1. Placenta belum lepas dari dinding uterus
a. Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi
karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta.
b. Plasenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini tidak
terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
2. Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.
Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan
perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena : a. Penanganan kala III
yang keliru/salah
b. Terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
placenta (placenta inkaserata).
Menurut Wiknjosastro (2015) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2
golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1. Sebab fungsional
a. His yang kurang kuat (sebab utama)
b. Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut tuba)
c. Ukuran plasenta terlalu kecil
d. Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut
2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh
lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta inkreta : vili korialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium.
b. Plasenta akreta : vili korialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
c. Plasenta perkreta : vili korialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
D. Resiko Kejadian Retensio Plasenta
1. Umur
Faktor risiko terjadinya retensio plasenta diantaranya adalah usia ibu
bersalin berisiko tinggi, yaitu usia < 20 tahun dan usia > 35 tahun. Pada
wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun dengan 2-5 kali
lebih tinggi daripada perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada usia
20-29 tahun. Perdarahan pasca persalinan meningkat kembali setelah usia
30-35 tahun. Hal ini dapat terjadi karena pada usia di bawah 20 tahun
fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang secara sempurna.
Sedangkan, pada wanita usia lebih dari 35 tahun fungsi reproduksinya
mengalami penurunan atau kemunduran sehingga pada persalinan dapat
terjadi komplikasi seperti perdarahan pasca persalinan yang diakibatkan
retensio plasenta.
2. Paritas
Ibu dengan paritas tinggi terjadi kemunduran dan cacat pada
endometrium yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas
implantasi plasenta pada persalinan sebelumnya, sehingga vaskularisasi
menjadi berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan janin, plasenta
akan mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis akan menembus
dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi plasenta adhesiva
sampai perkreta. Pada paritas tinggi juga mengalami peningkatan resiko
kejadian retensio plasenta pada persalian berikutnya, hal ini karena pada
setiap kehamilan jaringan fibrosa menggantikan serat otot di dalam uterus
sehingga dapat menurunkan kontraktilitasnya dan pembuluh darah menjadi
lebih sulit di kompresi dan menyebabkan perlengketan ditempat
implantasi.
3. Anemia
Anemia pada ibu hamil dan bersalin dapat menyebabkan kontraksi
serat-serat myometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah
yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta menjadi lemah
sehingga memperbesar resiko terjadinya retensio plasenta karena
myometrium tidak dapat berkontraksi.
Ibu dengan anemia dapat menimbulkan gangguan pada kala uri yang
diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum (Wiknjosastro, 2014).
Ibu yang memasuki persalinan dengan konsentrasi hemoglobin yang
rendah (di bawah 10g/dl) dapat mengalami penurunan yang lebih cepat
lagi jika terjadi perdarahan, bagaimanapun kecilnya. Anemia berkaitan
dengan debilitas yang merupakan penyebab lebih langsung terjadinya
retensio plasenta.
4. Interval Kelahiran Anak
Usaha pengaturan jarak kelahiran akan membawa dampak positif
terhadap kesehatan ibu dan janin.Interval kelahiran adalah selang waktu
antara dua persalinan Perdarahan postpartum karena retensio plasenta
sering terjadi pada ibu dengan interval kelahiran pendek (<2 tahun ),
seringnya ibu melahirkan dan dekatnya jarak kelahiran mengakibatkan
terjadinya perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah.

E. Anatomi
Plasenta berbentuk bundar dengan diameter 15 – 20 cm dan tebalnya
2.5 cm, berat plasenta bervariasi sesuai dengan berat bayi lahir yaitu 1/6 dari
berat bayi lahir (Simkin dkk, 2014; Rianti dan Resmisari, 2016). Tali pusat
berhubungan dengan plasenta dan insersinya di tengah atau insersio sentral.
Bila agak ke pinggir disebut insersi lateralis dan kalau di pinggir disebut
insersi marginalis. Plasenta umumnya terbentuk lengkap pada umur
kehamilan 16 minggu. Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang
dinding uterus agak ke atas keatas rahim/fundus uteri. Hal ini fisiologi karena
permukaan korpus utei lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk
berimplantasi.
Plasenta terdiri dari tiga bagian menurut Wiknjosastro (2014) yaitu;
bagian janin (foetalportion) teridiri dari korion frotundum dan villi. Villi yang
matang teridiri dari villi korialis, ruang-ruang intervillier; darah ibu yang
berada di ruang intervilier berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua
basalia. Pada systole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg ke
dalam ruang intevillier sampai mencapai lempeng korionik (chorionic plate)
pangkal dari kotiledon . Darah tersebut membanjiri semua villi korialis dan
kembali perlahan-lahan ke pembuluh balik (vena) di desidua dengan tekanan
80 mmHg.
Pada permukaan janin diliputi oleh amnion, di bawah lapisan amnion
berjalan cabang pembuluh darah tali pusat. Bagian maternal, terdiri dari
desidua kompakta yang terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon yang
terdiri dari 15-20 kotiledon. Desidua basalis pada pasenta matang disebut
lempeng korionik, dimana sirkulasi uteoplasental berjalan ke ruang intervilli
melalui tali pusat. Pertukaran terjadi melalui sinsitial membran. Darah ibu
mengalir di seluruh plasenta diperkirakan meningkat dari 300 ml tiap menit
pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40
minggu. Seluruh ruang intervilier mempunnyai volume lebih kurang 150-200
ml. Permukaan semua villiaris diperkirakan seluas 11 meter persegi, dengan
demikian pertukaran zat terjamin. Tali Pusat merentang dari pusat janin ke
plasenta bagian permukaan janin. Panjangnya rata-rata 50-55 cm dengan
diameter 1-2.5 cm, dan terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis
dan satu jelly warton. Jenis perlekatan plasenta :
1. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
2. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
3. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.

Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :


1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan
hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat
luka tidak menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim meingkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot d’entre dari tempat perlekatan
plasenta.
3. Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
4. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi
karsinoma invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak
abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa
perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari
serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun
kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan
abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah menjadi
kanker.
5. Syok haemoragik dan Ansietas
Syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak yang disebabkan oleh
perdarahan antepartum.

F.. Patofisiologi dan WOC


Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi.
Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir
persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi,
melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang
berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak
uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika
jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh
darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium
yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh
darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta
perdarahan berhenti. Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh
darah di dalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinussinus maternalis ditempat insersinya plasenta
terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka
tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan
darah sehingga perdarahan akan terhenti. Pada kondisi retensio plasenta,
lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin, karena
melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi
dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka
serta menimbulkan perdarahan.

WOC

Sebab fungsional Sebab patologik Plasenta belum Plasenta sudah


(perlekatan lepas dari lepas tetapi belum
abnormal) dinding rahim dilahirkan
1. His yang
kurang kuat 1. Plasenta Melahirkan
(sebab utama) akreta plasenta secara
2. Tempat 2. Plasenta manual
inkreta
melekatnya 3. Plasenta
Tarikan tali pusat
yang kurang perketra
menguntungk
Intersio uteri
an (contoh : RETENSIO PLASENTA
di sudut tuba)
Tidak dapat Nyeri
3. Ukuran
berkontraksi secara
plasenta efektif (terjadi
terlalu kecil retraksi dan Dx : nyeri akut
kontraksi otot
4. Lingkaran
uterus)
kontraksi
pada bagian Sinus-sinus
bawah perut maternalis tetap
terbuka penutupan
embuluh darah
terhambat

Perdarahan
Dx : risiko infeksi
pervagina

Dx : Resiko syok Kehilangan banyak


darah

Dx : kekurangan
volume cairan
Sumber : https://www.scribd.com/document/367354202/LP-Retensio-Plasenta

G.. Tanda dan Gejala Retensio Plasenta


1. Separasi/Akreta Parsial
a. Konsistensi uterus kenyal
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang – banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering
2. Plasenta Inkarserata
a. Konsistensi uterus keras
b. TFU 2 jari bawah pusat
c. Bentuk uterus globular
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
3. Plasenta Akreta
a. Konsistensi uterus cukup
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit/tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta melekat seluruhnya
h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali
pusat.

Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

1. Waktu hamil
a. Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
b. Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya
menyertai plasenta previa
c. Terjadi persainan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh
perdarahan
d. Kadang terjadi ruptur uteri
2. Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
3. Persalinan kala III
a. Retresio plasenta menjadi ciri utama
b. Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat
perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh petugas
kesehatan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara
manual
c. Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri,
keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-
usaha untuk mengeluarkan plasenta
d. Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta

H. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila
plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila
disertai perdarahan. Tindakan penanganan retensio plasenta :
Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir, atau terjadi perdarahan
sementara placenta belum lahir, lakukan :
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.

b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat


atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. Pastikan bahwa
kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi, kemudian coba
melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Manual plasenta :
1) Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2) Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam
keadaan suci hama.
3) Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan
dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi
plasenta dilepas-disisihkan dengan tepi jari-jari tanganbila sudah lepas
ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada lukaluka atau sisa-sisa
plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat
terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder. (Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014)
Terapi
Terapi yang dilakukan pada pasien yang mengalami retensio plasenta
adalah sebagai berikut : 1. Bila tidak terjadi perdarahan
Perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi,
pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian
dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa
apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau
Strassman.
2. Bila terjadi perdarahan
Lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran
manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta
tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan
hysterectomia.

Cara untuk melahirkan plasenta :


1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan
penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong
ringan.
2. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose).
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam
cavum uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.
3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose
yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan
hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.

Manual Plasenta :
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir dimana
sebelumnya telah dilakukan manajemen aktif kala III yaitu pemberian
oksitosin 10 iu pada 15 menit pertama dan 10 iu pada 15 menit kedua serta
ada tanda-tanda pelepasan plasenta, maka harus diusahakan tindakan untuk
mengeluarkannya. Tindakan untuk melepas plasenta dari implantasinya dapat
menggunakan tangan dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.T
indakan tersebut dikenal dengan plasenta manual.
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat
implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri
secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan
penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
adhesive dan plasenta akreta serta Plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
a. Darah penderita terlalu banyak hilang.
b. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak
terjadi.
c. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
Manual Plasenta dengan segera dilakukan :
1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
2. Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
3. Pada pertolongan persalinan dengan narkoba.
4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di
atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam).
Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat
dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang
adekuat.
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data,
mengelompokkan data menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah
dan keadaan klien. Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi
yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Datadata
tersebut dikumpulkan meliputi :
a) Pengumpulan data
1) Identitas
Nama klien : digunakan untuk membedakan antara klien yang satu
dengan yang lain
Umur : usia ibu bersalin berisiko tinggi, yaitu usia < 20 tahun dan usia
>35 tahun. Pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20
tahun dengan 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan pasca persalinan
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pasca persalinan
meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun (Mochtar, 2010). Hal ini
dapat terjadi karena pada usia di bawah 20 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita belum berkembang secara sempurna. Sedangkan, pada
wanita usia lebih dari 35 tahun fungsi reproduksinya mengalami
penurunan atau kemunduran sehingga pada persalinan dapat terjadi
komplikasi seperti perdarahan pasca persalinan yang diakibatkan
retensio plasenta.
Agama : untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan
kepada ibu selama memberikan asuhan
Suku/bangsa : untuk menentukan adat istiadat atau budayanya
Pendidikan : untuk memudahkan kita dalam memberikan asuhan pada
ibu.
Pekerjaan : untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial
ekonominya agar nasehat kita sesuai.
Alamat : untuk mengetahui ibu tinggal dimana.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan klien saat itu. Pada klien
post manual plasenta mengeluh pusing karena perdarahan akibat
dari komplikasi retensio plasenta. (Manuaba, 2007)
b) Riwayat penyakit sekarang
Mengenai penyakit yang dirasakan klien pada saat di rumah sampai
klien harus di rawat di rumah sakit dengan menggunakan teknik
PQRST. Pada umumnya klien di bawa ke rumah sakit dengan alasan
perdarahan post partum akibat retensio plasenta atau terlambatnya
kelahiran plasenta dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir.
Penanganan pertama pada klien retensio plasenta yaitu
dilakukannya tindakan manual plasenta. Pada klien post manual
plasenta mengeluh pusing karena perdarahan akibat dari komplikasi
retensio plasenta, pusing dirasakan bertambah apabila banyak
melakukan aktivitas dan berkurang apabila di istirahatkan.
c) Riwayat penyakit terdahulu
Mengenai penyakit yang pernah dialami oleh klien yang dapat
mempengaruhi penyakit sekarang dan dapat memperberat/diperberat
karena kehamilan misalnya penyakit diabetes mellitus, penyakit
ginjal, penyakit jantung dan hipertensi.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Mengenai penyakit-penyakit yang pernah dialami oleh keluarga
klien yang lain seperti kehamilan kembar, gangguan mental,
penyakit yang dapat diturunkan dan penyakit yang dapat ditularkan.
e) Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
Apakah mempunyai riwayat gemeli, atonia uteri, plasenta adhesive,
ikreta, perkreta, inkarserasio plasenta, kelainan plasenta fenestrate,
membranacea bilobata, plasenta succenturiata, plasenta spiria, atonia
rahim, overdistensi rahim, kontraksi uterus hipertonik, grademulti.
3) Riwayat Ginekologi dan Obstetri
1) Riwayat Ginekologi
(1) Riwayat Menstruasi
Meliputi siklus haid, lamanya haid, sifat darah (warna, bau,
gumpalan), dismenorhoe, HPHT, dan taksiran persalinan.
(2) Riwayat perkawinan
Status perkawinan, umur pada waktu menikah, lama perkawinan
dan berapa kali kawin.
(3) Riwayat KB
Pernah menjadi akseptor, jenis konrtasepsi yang digunakan
sebelum hamil, waktu dan lamanya penggunaan, masalah yang
didapati dengan penggunaan kontrasepsi tersebut, jenis
kontrasepsi yang direncanakan dan jumlah anak yang
direncanakan keluarga.

2) Riwayat Obstetri
(1) Riwayat kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu Meliputi
umur kehamilan, tanggal melahirkan, jenis persalinan, tempat
persalinan, berat anak waktu lahir, masalah yang terjadi dan
keadaan anak.
(2) Riwayat Kehamilan
Sekarang Usia kehamilan, keluhan selama hamil, gerakan anak
pertama dirasakan oleh klien. Apakah klien mendapatkan
imunisasi TT, perubahan berat badan selama hamil, tempat
pemeriksaan kehamilan dan frekuensi memeriksakan
kehamilannya.
(3) Riwayat Persalinan Sekarang Merupakan persalinan yang
keberapa bagi klien, tanggal melahirkan, jenis pesalinan, apakah
terjadi perdarahan, banyaknya perdarahan, jenis kelamin bayi,
berat badan bayi, dan APGAR skor, serta keadaan masa nifas.
4) Pola pemenenuhan kebutuhan dasar
(1) Sirkulasi :
a) Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai
kehilangan darah bermakna)
b) Pelambatan pengisian kapiler
c) Pucat, kulit dingin/lembab
d) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal
(placentaa tertahan)
e) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
f) Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah
kehilangan darah.
(2) Eliminasi :
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas
vagina.
(3) Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal
(fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
(4) Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap
(mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi
baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara
vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi
episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.
(5) Seksualitas :
Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak
menonjol (fragmen placenta yang tertahan). Kehamilan baru dapat
mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel,
polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Kesadaran Klien dapat terjadi penurunan kesdaran/tidak akibat
perdarahan.
b) Keadaan umum
Dikaji tentang keadaan klien secara keseluruhan, pada klien post
manual plasenta biasanya ditemukan keadaan yang lemah.
c) Tanda vital
Dikaji tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan tindakan manual
plasenta.
d) Pemeriksaan fisik head to toe
(1) Kepala
Dikaji bentuk kepala, kebersihan kulit kepala dan keluhan yang
dirasakan pada daerah kepala.
(2) Wajah
Pada klien post manual plasenta wajah tampak pucat.
(3) Mata
Dikaji keadaan konjungtiva, sklera, fungsi penglihatan,
pergerakan kedua mata, kebersihan, bila keadaan konjungtiva
pucat maka dapat dipastikan anemis.
(4) Hidung
Dikaji keluhan yang dirasakan oleh klien, adanya reaksi alergi,
perdarahan, kesimetrisan, kebersihan dan fungsi penciuman.
(5) Telinga
Dikaji keluhan yang dirasakan oleh klien, kesimetrisan, fungsi
pendengaran dan kesimetrisan.
(6) Mulut
Dikaji keluhan yang dirasakan, mukosa mulut dan keadaan bibir,
keadaan gigi, lidah, fungsi pengecapan dan fungsi menelan.
Pada klien post manual plasenta mukosa bibir kering dan tampak
pucat.
(7) Leher
Dikaji keluhan yang dirasakan, pada klien post manual plasenta
tidak ditemukan pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar getah
bening, tidak ada peningkatan JVP.
(8) Dada
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, suara nafas vesikuler,
frekuensi nafas, irama jantung reguler, bunyi jantung s1 dan s2.
(9) Payudara
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, kedaan payudara, bentuk,
hyperpigmentasi aerola, keadaan putting susu, dan keseimetrisan
serta pengeluaran ASI.
(10) Abdomen
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, tinggi fundus uteri hari ke5
yaitu 3 cm bawah pusat, bising usus normal 5-12 x/menit.
(11) Genetalia
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, dikaji keadaan perineum,
adanya pengeluaran lochea. Pada 2 hari pertama lochea berupa
darah yang disebut lochea rubra, setelah 3-4 hari merupakan
darah encer yang disebut lochea serosa dan pada hari kesepuluh
menjadi cairan putih atau kekuningan yang disebut lochea alba.
Lochea berbau amis, dan yang berbau busuk menandakan
adanya infeksi.
(12) Anus
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, ada/tidaknya hemoroid.
(13) Ekstermitas
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, dikaji adanya oedema,
pergerakan dan kebersihan.
(14) Ambulasi
Pada klien dengan post manual plasenta biasanya dalam waktu 2
hari sudah bisa turun dari tempat tidur dan melakukan aktivitas
ringan seperti makan dan minum.

6) Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb)
dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah
leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit
biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin
Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau
yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time
(BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan
oleh faktor lain.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan Volume Cairan (Hipovolemia) berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif
2. Nyeri melahirkan berhubungan dengan dilatasi serviks
3. Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan
4. Resiko Infeksi berhubungan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
D. INTERVENSI

No Dx Tujuan dan Kriteria


Keperawat an Hasil Intervensi RASIONAL

I. Kekurangan Setelah dilakukan Manajemen


Volume hipovolemia: 1. Mengetahui
tindakan keperawatan
Cairan/hipovolemia selama 1x24 menit 1. Identifikasi
penyebab untuk
kemungkinan
diharapkan masalah menentukan
penyebab
klien teratasi, dengan intervensi
ketidakseimbangan
kriteria hasil: penyelesaian
elektrolit
Status cairan: 2. Mengetahui
2. Monitor adanya
1. Tekanan darah keadaan umum
kehilangan cairan
2. Frekuensi Nadi pasien
3. Keseimbangan dan elektrolit
3. Mengetahui
intake dan output 3. Monitor status perkembangan
selama operasi hidrasi (membran
rehidrasi
4. Turgor kulit mukosa, tekanan
4. Evaluasi intervensi
ortostatik,
5. Mengetahui
keadekuatan denyut keadaan umum
nadi) pasien
6. Rehidrasi optimal
4. Monitor keakuratan
intake dan output
cairan
5. Monitor vital signs
6. Monitor pemberian
terapi IV
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
tindakan keperawatan 1. Kaji secara 1. Untuk mengetahui
selama 1x30 menit komprehensip tingkat nyeri pasien
diharapkan masalah terhadap nyeri
klien teratasi, dengan termasuk lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, durasi,
Pain control frekuensi, kualitas,
1. Melaporkan nyeri intensitas nyeri dan
yang terkontrol faktor presipitasi
2. Menggunakan
2. Untuk mengetahui
tindakan 2. Observasi reaksi
tingkat
pengurangan ketidaknyaman secara
ketidaknyamanan
(nyeri) tanpa nonverbal
dirasakan oleh pasien
analgesik
3. Tingkat nyeri
3. Untuk mengalihkan
berkurang dari 3. Gunakan strategi
perhatian pasien dari
komunikasi terapeutik
rasa nyeri
untuk
mengungkapkan
pengalaman nyeri dan
penerimaan klien
terhadap respon nyeri

4. Untuk mengetahui
4. Tentukan pengaruh apakah nyeri yang
pengalaman nyeri dirasakan klien
terhadap kualitas
hidup (nafsu makan, berpengaruh terhadap
tidur, aktivitas,mood, yang lainnya
hubungan sosial)

5. Tentukan faktor yang 5. Untuk mengurangi


dapat memperburuk factor yang dapat
nyeri memperburuk nyeri
yang dirasakan klien.

6. Lakukan evaluasi 6. Untuk mengetahui


dengan klien dan tim apakah terjadi
kesehatan lain tentang pengurangan rasa
ukuran pengontrolan nyeri atau nyeri yang
nyeri yang telah dirasakan klien
dilakukan bertambah.

7. Berikan informasi 7. Pemberian “health


tentang nyeri education” dapat
termasuk penyebab mengurangi tingkat
nyeri, berapa lama kecemasan dan
nyeri akan hilang, membantu klien
antisipasi terhadap dalam membentuk
ketidaknyamanan dari mekanisme koping
prosedur terhadap rasa nyeri

8. Control lingkungan 8. Untuk mengurangi


yang dapat tingkat
mempengaruhi respon ketidaknyamanan
ketidaknyamanan yang dirasakan klien.
klien( suhu ruangan,
cahaya dan suara)
9. Hilangkan faktor 9. Agar nyeri yang
presipitasi yang dapat dirasakan klien tidak
meningkatkan bertambah.
pengalaman nyeri
klien( ketakutan,
kurang pengetahuan)

10. Ajarkan cara 10. Agar klien mampu


penggunaan terapi non menggunakan teknik
farmakologi (distraksi, nonfarmakologi
guide imagery, dalam memanagement
relaksasi) nyeri yang dirasakan.

11. Pemberian analgetik


11. Kolaborasi pemberian dapat mengurangi
analgesic rasa nyeri pasien

3. Resiko Setelah dilakukan Syock management


Syok tindakan keperawatan 1. Anjurkan pasien untuk
selama 1x24 menit banyak minum
diharapkan syok tidak
terjadi dengan kriteria
hasil:
Keparahan
kehilangan darah
1. Kehilangan darah
yang terlihat
2. Perdarahan vagina
2. Observasi tanda-tanda
3. Kulit dan membran
vital tiap 4 jam.
mukosa pucat
4. Tanda-tanda vital

1. Peningkatan intake
cairan dapat
meningkatkan volume
intravascular sehingga
dapat meningkatkan
volume intravascular
yang dapat
meningkatkan perfusi
jaringan.

2. Perubahan tandatanda
vital dapat merupakan
indikator
terjadinya dehidrasi
secara dini

3. Observasi terhadap 3. Dehidrasi merupakan


tanda-tanda terjadinya shock bila
dehidrasi. dehidrasi tidak
ditangani secara baik.

4. Intake cairan yang


4. Observasi intake adekuat dapat
cairan dan output. menyeimbangi
pengeluaran cairan
yang berlebihan.

5. Cairan intravena
5. Kolaborasi dalam
dapat meningkatkan
pemberian cairan
volume intravaskular
infus/transfusi
yang dapat
meningkatkan perfusi
jaringan sehingga
dapat mencegah
terjadinya shock.

6. Koagulan membantu
6. Pemberian dalam proses
koagulantia dan pembekuan darah dan
uterotonika
uterotonika. merangsang kontraksi
uterus dan
mengontrol
perdarahan

4. Resiko Setelah dilakukan Kontrol Infeksi 1.


Infeksi tindakan keperawatan Cuci tangan setiap 1. Mencegah terjadi
selama 3 x 24 jam sebelum dan sesudah infeksi nosokomial.
infeksi tidak terjadi melakukan tindakan
dengan kriteria hasil: keperawatan.
Kontrol resiko
1. Memonitor faktor 2. Instruksikan pada 2. Mencegah infeksi.
resiko individu pengunjung untuk
2. Menjalankan mencuci tangan
strategi kontrol sebelum dan sesudah
resiko yang berkunjung pada
sudah di tentukan pasien.
3. Menggunakan
3. Nutrisi yang baik
sistem dukungan 3. Tingkatkan intake
dapat meningkatkan
personal untuk nutirsi.
imun
mengurangi resiko
4. Suhu tubuh
4. Untuk mencegah
5. Pembekakan sisi 4. Berikan antibiotic bila
terjadi infeksi.
luka perlu.

5. Mengidentifikasi dini
5. Observasi tanda dan
infeksi dan mencegah
gejala infeksi.
infeksi berlanjut.

6. Nilai leukosit
6. Monitor nilai leukosit.
merupakan indicator
adanya infeksi.

7. Berikan perawatan 7. Membantu

pada area luka. penyembuhan luka


dan mencegah
terjadinya infeksi.

8. Ajarkan klien dan 8. Agar klien dan


keluarga cara keluarga dapat secara
menghindar infeksi mandiri meenghindari
infeksi tanpa bantuan
perawat.

Sumber : Sumber : https://www.scribd.com/document/367354202/LP-


RetensioPlasenta

E. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada
klien terkait dengan dukungan pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi pendidikan untuk klien dan keluarga atau tindakan untuk mencegah
masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal dan keterampilan
dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implemenntasi harus berpusat
kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi
(Prawiroardjo, 2010)

F. EVALUASI
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi
berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan pros keperawatan. Tahap
evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan berkesinambungan
yang melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam
keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenihan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasi dari proses keperawatan. Tujuan dari evaluasi
antara lain :
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
b. Untuk menilai keeefektifan efesien, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan
c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
d. Mendapatkan umpan balik
e. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta : 2015.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell.
Rianti, S.P., dan Resmisari, 2016, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9,
Jakarta : EGC
Wiknjosastro, 2014, Ilmu Kandungan Edisis ke empat Cetakan ke 2, Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai