Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RETENSIO PLASENTA

Oleh
LISA INDRIANI

NIM : D.22.10.014

CI INSTITUSI CI LAHAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

PANRITA HUSADA BULUKUMBA

2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retensio plasenta adalah kondisi ketika plasenta atau ari-ari tertahan di dalam rahim.
Kondisi ini sangat berbahaya, serta menyebabkan infeksi dan perdarahan pasca melahirkan yang
mengakibatkan kematian. Persalinan terbagi dalam tiga tahap. Pada tahap pertama ibu hamil
akan mengalami kontraksi, yang memicu pembukaan pada leher rahim. Kemudian, ibu hamil
memasuki tahap kedua atau proses persalinan. Pada tahap ini, ibu mulai mendorong bayi keluar
setelah bayi lahir, plasenta akan keluar beberapa menit setelah bayi dilahirkan. Proses keluarnya
plasenta ini adalah tahap ketiga atau tahap terakhir. Plasenta tidak keluar didalam rahim bahkan
hingga lewat dari 30 menit adalah organ yang terbentuk di dalam rahim ketika masa kehamilan
dimulai. Organ ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi dan oksigen untuk janin, serta membuang
limbah sisa metabolisme dari darah. Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan,
perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40% hingga 60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%, menurut WHO dilaporkan bahwa 15 hingga 20%
kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah 0,8 hingga 1,2% untuk setiap
kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum
dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan
perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapatkan perawatan medis yang
cepat (Gumilar & Ratih Pradnyani, 2020)

Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Angka
Kematian Ibu (AKI) masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Kemenkes
RI dalam program SDG’s bahwa target sistem kesehatan nasional yaitu ada pada goals ke-3
menerangkan bahwa pada tahun 2030, mengurangi Angka Kematian Ibu hingga dibawah 70 per
100.000 kelahiran hidup (Gumilar & Ratih Pradnyani, 2020)
Angka Kematian Ibu di Indonesia yang merupakan indikator keberhasilan upaya kesehatan
ibu, diantaranya dapat dilihat dari indikator AKI selama masa kehamilan, persalinan dan nifas
yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan dan nifas. Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak
tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Pada
tahun 2012 AKI meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu
tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI,
2016). Upaya pemerintah dalam menurunkan AKI di Indonesia salah satu dengan cara
meningkatkan kualitas asuhan kehamilan atau antenatal care (ANC), dengan tujuan utamanya
adalah untuk menurunkan angka kesakitan serta kematian (Hidayat & Zuraida, 2021)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan Patologis dengan Retensio Plasenta di RSUD H.
Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar ibu bersalin dengan Retensio Plasenta di RSUD H. Andi
Sulthan Daeng Radja Bulukumba
b. Untuk mengetahui data baik data subjektif dan objektif pada ibu bersalin dengan
Retensio Plasenta di RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Konsep Medis
A. Definisi
Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir ½ jam sesudah bayi lahir.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah
jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banya, artinya hanya sebagian
plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan
segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada
kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta
perkreta . Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai
20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya
plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang
amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta
sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang
berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua
basalis. Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang
berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate,
pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales
dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan
sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk
hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin (Hidayat & Zuraida, 2021)
B. Etiologi
Penyebab Retentio Plasenta menurut adalah:
a. Secara fungsional:
a) His kurang kuat (penyebab terpenting)
b) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta
yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
b. Secara patologi – anatomi:
a) Plasenta akreta
b) Plasenta inkreta
c) Plasenta perkreta sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
 Plasenta belum lepas dari dinding uterus
 Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Apabila plasenta belum lahir
sama sekali, tidak terjadi perdarahan; Plasenta
belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding
uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserasio plasenta) (Sari et al., 2018)
Menurut Manuaba (2008) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
1) Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive,
plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
2) Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan retensio
plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
 Darah penderita terlalu banyak hilang.
 Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak
terjadi.
 Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam Plasenta manual dengan
segera dilakukan : 1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang 2.
Terjadi perdarahan postpartum berulang 3. Pada pertolongan persalinan
dengan narkosa 4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah
jam (Sari et al., 2018)
C. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri
mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta
berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus.
Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di
uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-
serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah
terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan
menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru
tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase,
yaitu:
1) Fase laten ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2) Fase kontraksi ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3) Fase pelepasan plasenta fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan
plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif
dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi
permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4) Fase pengeluaran Dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga
rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan
akibat, bukan sebab (Sari et al., 2018)
Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi.
Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu
menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada
semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin
padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk
ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat
melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta
meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat
keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring
dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan (Hidayat
& Zuraida, 2021)
D. Penatalaksanaan Medik
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah
dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil
pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl
0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat
putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-
hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder (Triana et al., 2020)
E. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
1. Perdarahan Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan
hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak
menutup.
2. Infeksi Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
3. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis (Triana et al., 2020)
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak
abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal
pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan
lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa
perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
Syok haemoragik (Andriyani et al., 2021)
F. Terapi
Terapi yang dilakukan pada pasien yang mengalami retensio plasenta adalah sebagai berikut :
1. Bila tidak terjadi perdarahan perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus
atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian
dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah
terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
2. Bila terjadi perdarahan lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan
pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta
tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia
(Andriyani et al., 2021)
Cara untuk melahirkan plasenta:
1) Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong
meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
2) Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose) Melahirkan plasenta dengan
cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari
insertio dan mengeluarkanya.
3) Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam
pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan
plasentanya (Khotimah et al., 2022)
2. KonsepKeperawatan
A. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut:
a. Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat obstetrik (Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas)
b. Keluhan Utama : Klien mengatakan panas
c. Sirkulasi :
a) Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah
bermakna)
b) Pelambatan pengisian kapiler
c) Pucat, kulit dingin/lembab
d) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
e) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
f) Haemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
d. Eliminasi: Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina.
e. Nyeri/Ketidaknyamanan : Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan
abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
f. Keamanan : Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin
tersembunyi) Dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia
mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie,
ekstensi episiotomi kedalam kubahvagina, atau robekan pada serviks.
g. Seksualitas :
a) Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen
placentayang tertahan)
b) Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel,
polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa. Pemeriksaan fisik
meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi) (Khotimah et al., 2022)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di
butuhkan untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.
3. Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan placenta.
4. Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi, kelemahan.
5. Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.
C. Intervensi
1. Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Agar tidak terjadi deficit volume cairan, seimbang antara inteks dan output baik
jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
1) Kaji kondisi status hemodinamika, R/ Memberikan pengukuran lebih langsung dari
volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
2) Pantau pemasukan dan pengeluaran ciran harian R/ Bermanfaat dalam
memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat
ditunjukan dengan keluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.
3) Observasi nadi dan tekanan darah R/ Hal ini dapat menunjukan hipovolemi dan
terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume
cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
4) Berikan diet makanan berstektur halus R/ mudah untuk diabsorbsi sistem pencernaan
sehingga tidak membutuhkan energi banyak untuk metabolisme.
5) Nilai hasil lab HB/HT R/ Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml
darah membawa 0,5mgHb.
6) Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi R/ untuk meningkatkan volume sirkulasi
dan mencegah pembekuan.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di
butuhkan untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.
Tujuan : Agar tidak terjadi perubahan perfusi jaringan selama perawatan perdarahan
Intervensi :
1) Kaji tanda vital, warna kulit dan ujung jari. R/ memastikan bahwa tidak adanya
perfusi jaringan
2) Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh. R/ Suhu lingkungan dan tubuh berpengaruh
dalam vascular, apabila suhu tubuh rendah maka akan membuat vascular kontriksi
sehingga dapat menghambat distribusi nutrient dan oksigen
3) Nilai hasil lab hb/ ht dan jumlah sel darah merah. R/ Anemia sering menyertai
infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak system imun
4) Berikan sel darah merah dan tambahan o2 sesuai indikasi. R/ penggantian sel darah
merah yang hilang dan memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi
kejaringan.
3. Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan placenta.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirumah sakit di harapkan tidak
terjadi peningkatan suhu
Intervensi :
1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab panas
R/ Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab panas
2) Anjurkan kompres air hangat R/ Air hangat bias mendilatasi pori – pori
3) Anjurkan klien memakai pakaian yang tipis R/ Pakaian yang tipis bias meningkatkan
evaporasi
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic R/ Antibiotic akan membunuh
bakteri dan kuman
4. Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi, kelemahan.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas tanpa adanya komplikasI
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktifitas
2) Kaji pengaruh aktifitas terhadap kondisi uterus
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktifitas sehari-hari
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai kondisi klien
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktifitas
5. Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.
Tujuan : klien mampu beradaptasi dengan tindakan yang dilakukan
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan R/ Pendekatan awal pada
pasien melalui keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS R/ mengurangi rasa takut pasien
terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan R/
menambah rasa percaya diri pasien akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal (sentuhan, belaian dll) R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan
menunbuhkanrasaamanpadaklien.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, S., Windahandayani, veroneka yosefpa, Damayanti, D., Faridah, U., & Anggraini, N.
(2021). Penyakit akibat kegawatdaruratan obstretri (1st ed.). yayasan kita menulis.

Gumilar, khanisya erza, & Ratih Pradnyani, N. N. ayu. (2020). Pengantar kuliah obstretri (1st ed.).
AIRLANGGA UNIVERSITY PRESS.

Hidayat, T., & Zuraida, E. (2021). Obstretri Patologi (M. Ulfah (ed.); 1st ed.). CV. Amerta Media.

Khotimah, Jaya KK, I. F., Limbong, M., & Purnamasari, N. (2022). Obstetri dan Genokologi (A.
Karim (ed.); 1st ed.). yayasan kita menulis.

Sari, D. kurnia, Rahardjo, M., & Joko, T. (2018). Ilmu Kebidanan Patologi. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, vol.6 no.6.

Triana, A., Damayanti, I. P., Afni, R., & Yanti, J. S. (2020). Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Genokologi (1st ed.). CV budi utama.

Anda mungkin juga menyukai