RETENSIO PLASENTA
Disusun oleh:
Kelompok 9
AHMAD FAHRUL
20160811014034
Dosen Pembimbing:
dr. Jefferson Nelson Munthe, Sp.OG(K)., M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah
jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat
terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta. Sewaktu suatu bagian
plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
(Prawirohardjo, 2005).
Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan
penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di
Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan
pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO dilaporkan
bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah
0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari
ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu
penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang
hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 cc selama
24 jam setelah anak lahir. Perdarahan bertanggung jawab atas 28% kematian
ibu, salah satu penyebab kematian ibu sebagian besar kasus perdarahan dalam
masa nifas yang terjadi karena retensio plasenta, sehingga perlu dilakukan
upaya penanganan yang baik dan benar yang dapat diwujudkan dengan upaya
peningkatan keterampilan tenaga kesehatan khususnya dalam pertolongan
persalinan, peningkatan manajemen Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi
Dasar dan Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Komprehensif,
ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan yang merupakan prioritas
dalam pembangunan sektor kesehatan guna pencapaian target MDG’s.
Pada kejadian retensio plasenta atau palsenta tidak keluar dalam waktu 30
menit tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan manual plasenta yaitu
tindakan untuk mengeluarkan atau melepas plasenta secara manual.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi retensio plasenta?
2. Apa etiologi/penyebab retensio plasenta?
3. Apa saja faktor resiko retensio plasenta?
4. Apa saja manifestasi klinis retensio plasenta?
5. Bagaimana patofisiologi retensio plasenta?
6. Apa saja klasifikasi retensio plasenta?
7. Bagaimana cara penegakan diagnosis retensio plasenta?
8. Bagaimana penatalaksanaan retensio plasenta?
9. Apa saja komplikasi retensio plasenta?
2.1 Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Prawirohardjo, 2009)
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu
setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya
hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan
plasenta manual dengan segera. (Manuaba, 2006 )
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahirsetengah
jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008)
Jadi menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta
adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran
bayi.
2.2 Etiologi
Penyebab retensio plasenta adalah :
1. Fungsional:
a. His kurang kuat (penyebab terpenting)
b. Plasenta sukar terlepas karena :
Tempatnya : Insersi di sudut tuba, bentuknya : Plasenta
membranacea, palsenta anularis dan ukurannya: Plasenta
yang sangat kecil. (Sastrawinata, 2005)
2. Patologi – anatomi:
a. Plasenta akreta
b. Plasenta inkreta
c. Plasenta perkreta. (Sastrawinata, 2005)
2.6 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, retensio plasenta dapat diklasifikasikan akibat:
plasenta normal yang terperangkap karena serviks yang berkontraksi
atau kelainan struktur uterus
plasenta normal masih melekat karena kegagalan kontraksi
myometrium retroplacental
adheren yang tidak normal (akreta) atau plasenta invasif (increta atau
percreta) juga dikenal sebagai placenta acreta spectrum (PAS)
2.7 Diagnosis
Diagnosis retensio plasenta dibuat berdasarkan waktu (30 menit)
setelah melahirkan bayi. Pemisahan plasenta dinilai. Kontraksi jam pasir atau
sifat plasenta yang melekat (simpel atau morbid) hanya dapat didiagnosis
selama pengangkatan manual. Konfirmasi diagnosis adanya plasenta akreta
dibuat hanya selama upaya pengangkatan manual ketika pembelahan antara
plasenta dan dinding rahim tidak dapat dilakukan.
Pemeriksaan Penunjang retensio plasenta menurut Manuaba, 2007 di
antaranya :
1. Hitung darah lengkap : Untuk menentukan tingkat hemoglobin ddan
trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada tanda yang di sertai
dengan infeksi, laukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan menghitung protombin
time( PT ) dan Activated Partial Trombositin Time ( APPT ) atau yang
sederhana dengan Colotting Time ( CT ) Ini di perlukan untuk
menyingkirkan perdarahan oleh factor lain.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Prawirohardjo, 2009 di antaranya :
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
2.9 Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan
hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat
luka tidak menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri.
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus
sedangkan kontraksi pada ostium baik.
4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferasi yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula
fisiologik dapat berubah menjadi patologik dan akhirnya menjadi
karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses
keganasan akan berjalan terus.
5. Syok haemoragik. (Prawirohardjo, 2005)
6. Penanganan Retensio Plasenta Dengan Separasi Parsial :
a. Tentukan jenis Retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil.
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila
ekspulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40
tetesan/menit. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400
mg/rektal.
d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan
manual plasenta secara hati-hati dan harus untuk menghindari
terjadinya perforasi dan perdarahan.
e. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
Soenarso, Perawatan Ibu dan Dnak Di Rumah Sakit dan Puskesmas, Depkes RI
Jakarta. Ferrer, Helen, Perawatan Maternitas, Jakarta : EGC, 1999
DEFINISI
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya
plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.
(Prawirohardjo, 2009)
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan
melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti
perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang
telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual
dengan segera. (Manuaba, 2006 )
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum
lahirsetengah jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008)
FAKTOR RESIKO
Riwayat kelahiran dengan operasi sesar sebelumnya
Riwayat dilatasi dan kuretase sebelumnya
Tindakan operasi pada uterus sebelumnya
Riwayat retensio plasenta sebelumnya
Jumlah paritas yang tinggi
Persalinan yang diinduksi
Usia maternal (≥ 30 tahun)
IntrauterinPlasenta previa
Berat plasenta yang kecil
Kelahiran prematur
e fetal death (IUFD
Manifestasi Klinis
Gejala yang selalu ada : Plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul : Tali puasat putus akibat
traksi yang berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan
lanjutan
Predisposisi Retensio Plasenta
Beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu :
Grandemultipara.
Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang
agak luas.
Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis.
Plasenta previa, karena dibagian isthmus uterus, pembuluh darah
sedikit, sehingga perlu masuk jauh kedalam.
Bekas operasi pada uterus.
PATOFISIOLOGI
KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya,
Menurut tingkat adherensinya, plasenta
retensio plasenta dapat akreta dibagi menjadi:
diklasifikasikan akibat: Placenta accreta vera — Villi menempel
pada miometrium superfisial.
plasenta normal yang
terperangkap karena serviks Placenta increta — Villi menginvasi
yang berkontraksi atau lapisan miometrium.
kelainan struktur uterus Placenta percreta — Villi menembus
ketebalan penuh miometrium.
plasenta normal masih
melekat karena kegagalan Berdasarkan jumlah plasenta yang terlibat,
kontraksi myometrium plasenta akreta terbagi menjadi:
retroplacental Adheren fokal — Hanya satu kotiledon
yang terlibat..
adheren yang tidak normal
(akreta) atau plasenta invasif Adheren parsial — Satu atau beberapa
(increta atau percreta) juga kotiledon terlibat.
dikenal sebagai placenta Adheren total — Seluruh plasenta
acreta spectrum (PAS) terlibat.
DIAGNOSIS
1, Hitung darah lengkap 2, Menentukan adanya
: Untuk menentukan gangguan koagulasi dengan
tingkat hemoglobin menghitung protombin
time( PT ) dan Activated
dan trombositopenia,
Partial Trombositin Time (
serta jumlah leukosit. APPT ) atau yang
Pada tanda yang di sederhana dengan Colotting
sertai dengan infeksi, Time ( CT ) Ini di perlukan
laukosit biasanya untuk menyingkirkan
meningkat. perdarahan oleh factor lain.
TATALAKSANA
Apabila dalam waktu setengah jam plasenta tidak lahir dan
terdapat perdarahan, maka diperlukan tindakan manual
plasenta . Teknik manual plasenta yaitu melepaskan plasenta
dari perlekatan uterus dengan gerakan yang sama dengan
yang digunakan dalam memisahkan halaman-halaman buku.
Setelah diangkat, selaput dikeluarkan dengan hati-hati
dengan cara ditelusuri dari desidua dan menggunakan ring
forceps apabila diperlukan. Metode lain adalah dengan
membersihkan rongga rahim dengan tangan yang dibungkus
dengan kain kasa
KESIMPULAN
Retensio plasenta didefinisikan apabila
plasenta tidak berhasil dilahirkan dalam waktu
30 menit setelah kelahiran bayi. Dalam
beberapa kasus, retensio plasenta dapat
disebabkan akibat plasenta akreta. Plasenta
akreta merupakan suatu bentuk invaginasi
plasenta yang langsung pada miometrium
tanpa adanya decidua basalis secara utuh atau
parsial.
KASIH