Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

PLASENTA PREVIA
Dosen Pengampu : Eka Sulaiman.S.Kep,.Ners.,M.kep

Disusun oleh
RIFA ANDINI NATASYA
NIM : 701220022

Prodi Ilmu Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Bale Bandung

JL. R.A.A Wiranata Kusumah No. 7, Baleendah, Kab. Bandung, Jawa Barat 40375
LAPORAN PENDAHULUAN
PLASENTA PREVIA
A. Definisi
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir.
Menurut Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah
plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Menurut Prawiroharjo, plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan
lahir (prae= di depan ; vias= jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta
yang implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian
ostium internum.
Menurut Cunningham, plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian
bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan segmen bawah rahim.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum (Saifuddin, 2002).

B. Klasifikasi
Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi
dalam bentuk klinis, yaitu: a) Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri
internum pada pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat plasenta
bersamaan dengan kanalis servikalis. c) Plasenta Previa Partialis, yaitu menutupi sebagian
ostium uteri internum. d) Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa
berada di sekitar pinggir ostium uteri internum.
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir :
1. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan
menutupi sebagian ostium uteri internum.
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
1. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh
ostium.
2. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila
sebagian menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi
ostium bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya
pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan,
misalnya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi
plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa
harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002).

C. Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para
ahli, penyebab plasenta previa yaitu :
1. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah
rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima
implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk
mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang
persisten.
2. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas
operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.

D. Faktor Risiko
1. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan
kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20
tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang
cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan
endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena
plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan
berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu:
a. Umur dan paritas, pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah di
Indonesia plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil.
Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana
endometrium masih belum matang
b. Endometrium yang cacat, endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil
muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan jarak yang
pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus
luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
c. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
2. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi
plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya :
a. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan
parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi).
b. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
c. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut Sastrawinata
(2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang
luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel.
Sebab – sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio
sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan
perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena
endometrium kurang subur (Manuaba, 2001). Faktor pendorong Ibu merokok
atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi.
Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20
batang sehari) Sastrawinata,(2005).

E. Patofisiologi
Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada
trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya
segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui
tapak plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan
membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh
sebab itu, perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena
segmen bawah rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa
terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami
perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek
karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer,
2001).

F. Manifestasi Klinis
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang
2. Darah biasanya berwarna merah segar
3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin
5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali
bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent
bleeding) biasanya lebih banyak.
Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada mayoritas
(70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke
20 kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya perdarahan tidak
menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan
nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta
melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
2. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh
janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam
batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34
minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup
procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di
ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5. Isotop Scanning Atau lokasi penempatan placenta.
6. Amniocentesis
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis
untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin atau spingomyelin [LS] atau
kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi
direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.

H. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :
1. Terapi Ekspektatif
Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil
sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan
perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat bagi terapi ini adalah keadaan
ibu masih baik (Hb-normal) dan perdarahan tidak banyak, besarnya pembukaan, dan
tingkat placenta previa.

2. Terapi Aktif
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya:
a. Cara Vaginal Untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan demikian
menutup pembuluh – pembuluh darah yang terbuka (tamponade plasenta).
b. Cara Sectio caesarea, dengan maksud untuk mengosongkan rahim sehingga
dapat mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan dan juga untuk
mencegah terjadinya robekan cervik yang agak sering dengan usaha persalinan
pervaginam pada placenta previa. Menurut Winkjosastro (2002) prinsip dasar
penanganan placenta previa yaitu, setiap ibu dengan perdarahan antepartum
harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan
operasi. Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh
dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak
diperiksa dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan
penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir
selalu akan lebih banyak daripada sebelumnya, jangan sekali – kali melakukan
pemeriksaan dalam keadaan siap operasi. Apabila dengan penilaian yang
tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah berlangsung, atau yang akan
berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan janin (yang masih hidup) dan
kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai
2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda
persalinan sampai janindapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi
(Penanganan Pasif) sebaliknya, kalau perdarahan yang telah berlangsung atau
yang akan berlangsung akan membahayakan ibu dan atau janinnya,
kehamilannya telah cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai
2500 gram, atau persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus
ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan
dalam dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap operasi (Winkjosastro,
2002).
I. Komplikasi
Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba (2001),
adapun komplikasi – komplikasi yang terjadi yaitu:
a. Komplikasi pada ibu, antara lain: perdarahan tambahan saat operasi menembus
plasenta dengan inersio di depan, infeksi karena anemia, robekan implantasi plasenta
di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan
jaringan rapuh dan sulit diketahui.
b. Komplikasi pada janin, antara lain: prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intrauterine
sampai dengan kematian. Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang bisa
terjadi pada ibu dan janin antara lain:
1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak
plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah
berulang kali, penderita anemia dan syok.
2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan
mudah jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan ke
parametrium dan menjadi sebab dari kejadian placenta akreta dan mungkin
inkerta.
3) Servik dan segmen bawah raim yang rapuh dan kaya akan pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak
menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.

Anda mungkin juga menyukai