Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KET (KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU)


Dosen Pengampu : Eka Sulaiman.S.Kep,.Ners.,M.kep.

Disusun oleh
RIFA ANDINI NATASYA
NIM : 701220022

Prodi Ilmu Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Bale Bandung

JL. R.A.A Wiranata Kusumah No. 7, Baleendah, Kab. Bandung, Jawa Barat 40375
A. DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi di luar
endometrium rahim. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik
yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita
tersebut (Rustam Mochtar, 2013: 159).
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi
di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterina
kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau rupture apabila masa kehamilan
berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya : tuba ) dan peristiwa ini di
sebut kehamilan ektopik terganggu (Saiffudin, 2002).

B. ETIOLOGI
Menurut Sarwono (2014: 476) faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik
diantaranya :
1. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit
atau buntu. Kerusakan tersebut menghalangi sel telur yang telah dibuahi untuk
masuk ke rahim sehingga akhirnya menempel pada tuba fallopi.
2. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh
di saluran tuba.
3. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
4. Faktor hormonal
Pil KB yang mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan tuba
melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik.
5. Faktor Risiko
a) Pilihan alat kontrasepsi yaitu penggunaan kontrasepsi jenis spiral (intrauterine
device IUD) bertujuan untuk mencegah kehamilan. Namun, apabila kehamilan
tetap terjadi, kemungkinan besar kehamilan bersifat ektopik.
b) Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya. Wanita yang mengalami
kondisi ini memiliki risiko lebih tinggi untuk kembali mengalaminya.
c) Mengidap infeksi atau inflamasi. Wanita yang pernah mengalami inflamasi
tuba fallopi atau penyakit radang panggul akibat penyakit seksual menular,
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik.
d) Proses sterilisasi pada saat pengikatan tuba atau pembukaan ikatan tuba yang
kurang sempurna juga beresiko memicu kehamilan ektopik.
e) Faktor merokok.

C. KLASIFIKASI
Menurut Prawirohardjo (2005), macam macam kehamilan. ektopik berdasarkan
lokasinya antara lain:
a. Kehamilan Ektopik Tuba
Pars interstisialis, isthmus, ampulla, infundibulum, fimbria.
b. Kehamilan Ektopik Uterus
Kanalis servikal, diverkulum, kornu, tanduk rudimenter..
c. Kehamilan Ovarium.
d. Kehamilan Ektopik Intraligamenter
e. Kehamilan Abdominal
f. Kombinasi Kehamilan dalam & luar Uterus
Kehamilan ektopik yang paling banyak terjadi adalah dituba, hal ini disebabkan
oleh adanya hambatan perjalanan ovum yang tidak dibuahi ke kavum uteri, hal
ini dapat disebabkan oleh:
a. Adanya sikatrik pada tuba
b. Gangguan kelainan bawaan pada tuba
c. Gangguan fisiologis pada tuba karena pengaruh hormonal

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Catrina M. Bain (2013: 321) gejala kehamilan ektopik terganggu diantaranya :
1. Nyeri Tekan Abdomen
Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan vagina, terutama ketika serviks
digerakkan, dapat dilakukan pada lebih dari tiga perempat wanita dengan kehamilan
tuba yang ruptur. Namun, nyeri seperti ini dapat tidak ada sebelum ruptur.
2. Nyeri Tekan Panggul
Lakukan pemeriksaan dengan hati-hati ketika memeriksa pasien untuk memastikan
bahwa kehamilan ektopik tidak mengalami ruptur proses pemeriksaan.
3. Massa Adneksa
Massa adneksa adalah benjolan di jaringan dekat rahim, biasanya di indung telur
atau tuba fallopi. Lakukan palpasi bimanual dengan lembut untuk mendapatkan
adanya massa adneksa di panggul.
4. Perubahan Uterus
Karena hormon plasenta, uterus dapat membesar selama 3 bulan pertama pada
kehamilan tuba. Konsistensinya juga dapat serupa dengan kehamilan normal. Uterus
dapat terdorong ke satu sisi oleh massa ektopik dan apabila ligamentum latum uteri
terisi darah, uterus dapat tergeser dan menyebabkan keluarnya serpihan. Serpihan
tersebut dapat disertai kram dan menimbulkan abortus spontan.
5. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau perdarahan
vaginal.
6. Menstruasi abnormal
7. Abdomen dan pelvis yang lunak.
8. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau
tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.
9. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
10. Kolaps dan kelelahan
11. Pucat
12. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
13. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
14. Gangguan kencing
15. Kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangangan peritoneum oleh
darah di dalam rongga perut
16. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-hormon
kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada
kehamilan intrauterin yang sama umurnya
17. Perubahan darah
Dapat diduga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu,
karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) didasari oleh adanya
cacat pada proses fisiologis organ reproduksi sehingga hasil konsepsi melakukan
implantasi dan maturasi di luar uterus. Hal ini paling sering terjadi karena sel telur
yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium mengalami
hambatan, sehingga embrio sudah berkembang terlebih dulu sebelum mencapai
kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar kavum uteri. Hal lain yang juga
dapat menyebabkan kehamilan ektopik walaupun jarang terjadi adalah terjadinya
pertemuan antara ovum dan sperma di luar organ reproduksi, sehingga hasil
konsepsi akan berkembang di luar uterus.
Apabila kehamilan ektopik terjadi di tuba, pada proses awal kehamilan
dimana hasil konsepsi tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, ia
dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses
seperti pada kehamilan normal. Karena tuba bukan merupakan suatu media
yang baik untuk pertumbuhan embrio, maka pertumbuhan ini dapat mengalami
beberapa kemungkinan, yaitu hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus
dalam lumen tuba, ataupun terjadi ruptur dinding tuba.
Pathway Pembuahan telur di
ovum

Perjalanan ke uterus,telur mengalami hambatan


(Endosalfingitis, hypoplasia uteri, tumor, idiopatik, bekas radang
pada tube, infeksi pelvis

Bernidasi di tuba

Kehamilan Ektopik

Kehamilan Ektopik terganggu

Abortus ke Rupture pada implantasi


dalam lumen di tuba dan uterus
tuba

Terjadi perdarahan karena


pembukaan pembuluh darah oleh
villi kuralis
Perdarahan Hipovolemia
abnormal

Pelepasan tidak
sempurna Ansietas

Nyeri abdomen

Perdarahan terus
berlangsung
Nyeri Akut
F. KOMPLIKASI
Resiko Infeksi dari kehamilan ektopik antara lain:
Komplikasi
a. Pada pengobatan konservatif, yaitu jika ruptur tuba telah lama berlangsung (4-6
minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bledding). Ini merupakan indikasi
operasi.
b. Infeksi
c. Sub-ileus karena massa pelvis
d. Sterlitas

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 β – hCG kuantitatif (diulang dalam 48 jam jika rendah) : mengindikasikan kadar yang
turun atau rendah
 USG transvaginal (β – hCG mengindikasikan gestasi lebih dari 6 minggu) :
menunjukkan tidak ada kehamilan intrauteri
 Laparoskopi memperlihatkan kehamilan diluar uterus dan / atau rupture tuba fallopi
 Kuldosentesis menunujkan darah bukan – bekuan
 Hitung sel darah putih mungkin meningkat
 Hitung sel darah merah, Hb dan Ht menurun
 Laju endap darah (LED) mungkin meningka

H. PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana Expectant (Menunggu dan Waspada)
Selain bisa menyebabkan ruptur, kehamilan ektopik juga bisa berakhir dengan
abortus tuba ataupun resorbsi. Tatalaksana expectant ini adalah tatalaksana tanpa
intrevensi baik medikamentosa maupun intervensi bedah. Sesuai dengan namanya
tatalaksana ini dilakukan dengan cara menunggu kehamilan ektopik berakhir sendiri
tanpa terjadinya ruptur. Namun, tidak semua pasien dapat ditatalaksana seperti ini.
Pasien yang dapat menjadi kandidat tatalaksana ini adalah pasien yang asimtomatis
dan hemodinamik stabil tanpa adanya tanda-tanda ruptur. Selain itu, pasien juga harus
memiliki bukti objektif terjadinya resolusi seperti kadar β-hCG yang menurun.
Namun, pada tatalaksana ini perlu ditekankan bahwa pasien harus betul-betul patuh
untuk melakukan follow-up rutin serta harus mau menerima bahwa risiko ruptur tetap
ada.
2. Medikamentosa
Obat yang paling umum digunakan sebagai terapi pada kehamilan ektopik
adalah methotrexate. Methotrexate merupakan antagonis asam folat yang
menginhibisi sintesis DNA pada sel yang aktif membelah, temasuk trofoblas.
Pemberian secara tepat pada pasien terpilih memiliki tingkat kesuksesan sampai 94%.
Methotrexate telah lama diketahui efektif mengobati berbagai jenis kanker dan
penyakit autoimun.
Keefektifan penggunaan methotrexate pada jaringan tropoblastik berasal dari
pengalaman menggunakan obat ini pada mola hidatidosa dan koriokarsinoma. Dalam
penggunaannya pada kehamilan ektopik, pemberian methotrexate dapat dilakukan
dengan injeksi dosis tunggal ataupun multipel. Kehamilan ektopik yang berlokasi di
serviks, ovarium, insterstisial, dan cornu tuba sangat diuntungkan dengan terapi
methotrexate ini karena intervensi bedah pada kasus-kasus tersebut memiliki risiko
perdarahan yang tinggi bahkan seringkali harus berakhir dengan histerektomi dan
ooforektomi.
3. Regimen dosis Multipel
Pemberian regimen methotrexate dosis multipel pada kehamilan ektopik harus
disertai pemberian leucovorin. Leucovorin adalah asam folat yang merupakan produk
akhir dari reaksi yang dikatalisasi oleh dihidrofolat reduktase. Normalnya, sel yang
membelah mengabsorbsi leucovorin sehingga dapat menrunkan aksi methotreaxate,
dengan kata lain menurunkan efek samping sistemik methotrexate.
4. Pembedahan
Intervensi bedah yang dapat dilakukan sebagai terapi pada kehamilan ektopik
adalah salpingektomi dan salpingostomi. Salpingektomi adalah pembedahan untuk
menyingkirkan/membuang Tuba Fallopi. Sementara salpingostomi adalah metode
membuka Tuba Fallopi, tetapi tanpa menyingkirkan tuba. Salpingostomi dikenal juga
dengan sebutan neosalpingostomi atau fimbrioplasti. Disebut demikian karena
prosedur ini merupakan prosedur rekonstruksi tuba dengan cara membuka fimbriae
tuba dan memperbaikinya. Pada perempuan tanpa faktor risiko infertilitas atau sudah
tidak berkeinginan untuk memiliki anak lagi, salpingektomi lebih dianjurkan. Kedua
metode pembedahan ini dapat dilakukan baik secara laparoskopi maupun laparotomi,
saat ini laparoskopi lebih sering digunakan karena lebih cepat dan cenderung
memiliki efek samping yang lebih rendah.

Anda mungkin juga menyukai