A. Defenisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di
luar rongga uterus (Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Meternal dan
Neonatal, 2001).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang di tandai dengan
terjadinya implantasi di luar endometrium kavum uteri setelah fertilisasi
(Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2001).
Kehamilan Ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektra uterin tidak
sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars
interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus,
tetapi jelas bersifat ektopik (Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga, 1992).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/
nidasi/ melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di
luar rongga rahim. Sedangkan yang disebut sebagai Kehamilan Ektopik
Terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur
pada dinding tuba.
B. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam
bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan
penyebab kehamilan ektopik terganggu, yaitu:
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum
yang dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:
a. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi
silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa
tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil
zigot pada tuba falopii.
b. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya
tuba atau penyempitan lumen Kelainan pertumbuhan tuba,
terutama divertikulum, ostium asesorius dan hipoplasi.
c. Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang
kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
d. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada Adneksia
e. Penggunaan IUD
2. Faktor Fungsional
a. Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan
duktus mulleri yang abnormal
b. Refluks menstruasi
c. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon
estrogen dan progesteron
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang
dibuahi.
4. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi
sebelumnya.
C. Manifestasi Klinis
Dikenal trias gejala klinik KET, yaitu :
1. Amenorrhoe
Lamanya aminorea bervariasi dari beberapa hari sampai
beberapa bulan. Dengan aminorea terdapat hamil muda yaitu morning
sicknes, mual-mual, perasaan ngidam.
2. Nyeri Abdomen
Disebabkan kehamilan tuba yang pecah, rasa nyeri dapat
menjalar keseluruh abdomen tergantung perdarahan didalamnya. Bila
rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma dapat terjadi
nyeri di daerah bahu.
3. Perdarahan
Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat
perdarahan kedalam cavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi.
Gejala lain yang dapa muncul antara lain :
a. Syock Hipovolemia
b. Nyeri bahu dan leher
c. Nyeri pada palpasi : perut penderita biasanya tegang dan agak
gembung.
d. Nyeri pada toucher
e. Pembesaran Uterus
f. Tumor dalam rongga panggul
g. Gangguan berkemih
h. Perubahan darah
D. Klasifikasi
Menurut Titus, klasifikasi pembagian tempat-tempat terjadinya
kehamilan ektopik,
1. Kehamilan tuba
a. Intertisial (2%)
b. Istmus (25%)
c. Ampula (17%)
d. Fimbriae (17%
2. Kehamilan Ovarial (0,5%)
3. Kehamilan Abdominal (0,1%)
a. Primer
b. Sekunder
4. Kehamilan tuba-ovarial
5. Kehamilan Intraligamenter
6. Kehamilan Servikal
7. Kehamilan Tanduk rahim rudimenter
E. Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampula
tuba (lokasi tersering, ismust, fimbriae, pars interstisialis, kornu uteri,
ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat
berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara intercolumnar.
Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot,
endosalping yang relative sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot
mati dan kemudian di reabsorbsi.
Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot.
Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping
yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis
dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping
dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut.
Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut di
pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan
tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopikpun
mengalami hipertropi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron,
sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda hegar dan Chadwick pun
ditemukan. Endometriumpun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa
trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertropik, hiperkromatik,
intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuola. Perubahan selular
demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat pada
implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya
kehamilan, suatu saat kehamilan akan terkompromi.
Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah :
1. Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi
2. Abortus kedalam lumen tuba
3. Ruptur dinding tuba.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam,
sehingga pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan,
khususnya pada kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami
atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis.
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu
diagnosis kehamilan ektopik:
1. HCG-β
Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic
Gonadotropin-Beta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam
diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan
intrauterin dengan kehamilan ektopik.
2. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang
diisap berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan
adanya darah di kavum Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata
disamping uterus.
4. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis
terakhir apabila hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk
kehamilan ektopik terganggu meragukan. Namun beberapa dekade
terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi
5. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah
tidak invasif, artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga
perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal
endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah kavum
Douglas berisi cairan.
6. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat
membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan
bimanual, di luar kantong janin dapat diraba suatu tumor.
7. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam
letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi
vertebra Ibu.
8. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari
biasa, dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika
diagnosis kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG
(Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine)
(1,4,8,15). Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen,
perdarahan vagina abnormal, dan amenore.
G. Penatalaksanaan
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada
bahaya terhadap jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi
sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi. Kekurangan dari terapi
konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di rongga
abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat
dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah
di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-
perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun
salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan
terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk
mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka
kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba
berfungsi.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan
dalam divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk
rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit
bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum
penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak
mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium
bila dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan
maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi.
Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang
sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi
pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan
melakukan terapi konservatif.
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
3.1 Pengkajian
Adanya Amenorrhoe
Adanya nyeri
Adanya perdarahan
Syock Hipovolemia
Pembesaran Uterus
Gangguan berkemih
Perubahan darah
perdarahan .
pada uterus.
4. Pasien sadar/berorientasi
5. Keseimbangan pemasukan/pengeluaran
6.
T
a
k
a
d
a
e
d
e
m
a
I
n
t
e
r
v
e
n
s
i
:
1. Awasi tanda vital, kaji pengisisn kapiler,
warna kulit atau membran mukosa dan dasar
kuku
Rasional : Memberikan informasi tentang
derajat/keadekuatan perfusi
Kolaborasi :
2. Nadi teraba
penggantian
3. Tidak meringis.
Intervensi :
pembedahan diindikasikan.
pembedahan.
1. Tanda
vital masih dalam
rentang normal.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan
tugas, catat laporan kelelahan, keletihan, dan
kesulitan dalam menyelesaikan tugas.
Rasional : Mempengaruhi pemilihan intervensi/
bantuan.
2. Me
miliki harapan untuk
masa depan.
Intervensi :
1. Berikan lingkungan yang terbuka dimana
pasien merasa bebas untuk dapat
mendiskusikan perasaan dan masalah secara
realistis.
Rasional : Kemampuan komunikasi terapiutik
seperti aktif mendengarkan, diam, selalu
bersedia, dan pemahaman dapat memberikan
pasien kesempatan untuk berbicara secara
bebas dan berhadapan dengan
perasaan/ kerugian actual.
berbeda.
petunjuk.
I
V
P
E
N
U
T
U
P
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN