B. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan
beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu:
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam
kavum uteri, antara lain:
a. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan
mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong
buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan
implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
b. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis, atau
endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan lumen
c. Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi
d. Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha
untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
e. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada
adneksia
f. Penggunaan IUD
2. Faktor Fungsional
a. Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang
abnormal
b. Refluks menstruasi
c. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron
d. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
e. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.
C. Klasifikasi
Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam bukunya
mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain:
1. Tuba Fallopii
a. Pars-interstisialis
b. Isthmus
c. Ampula
d. Infundibulum
e. Fimbrae
2. Uterus
a. Kanalis servikalis
b. Divertikulum
c. Kornu
d. Tanduk rudimenter
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a. Primer
b. Sekunder
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.
D. Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampula tuba (lokasi
tersering, ismust, fimbriae, pars interstisialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen,
serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba
maupun secara intercolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujungatau
sisi jonjot, endosalping yang relative sedikitmendapat suplai darah, sehingga zigot mati
dan kemudian di reabsorbsi.
Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot yang telah
bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang
disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai
lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut.
Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut di pengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan
banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopikpun mengalami hipertropi
akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan
seperti tanda hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometriumpun berubah menjadi
desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometriummenjadi hipertropik,
hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuola. Perubahan selular
demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat pada implantasi pada
kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan
akan terkompromi. Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah :
1. Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi
2. Abortus kedalam lumen tuba
3. Ruptur dinding tuba.
E. Manifestasi klinis
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya
ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan per
vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang dengan keluhan
amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik.
Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa
vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian
bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan
intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher,
terutama saat inspirasi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran uterus, atau
massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus dibedakan
dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel ovarium. Pada
pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum Douglas menonjol dan
nyeri pada perabaan.
Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di perut
bagian bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan
usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena
lembek. Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba
dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan
syok. Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin. Amenorrhea juga
merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik. Namun sebagian pasien tidak
mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
2. Kadar HCG menurun
3. Laparaskopi
4. HB
5. Leukosit
6. Kuldossintesis
H. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektropik pada umumnya adalalah laparotomi. Dalam tindakan
demikian , beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut.
1. Kondisi ibu pada saat itu.
2. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.
3. Lokasi kehamilan ektropik.
4. Kondisi anatomis organ pelvis.
5. Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
6. Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu di lakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apakah kondisi ibu
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik di lakukan salpingektomi. Pada kasus
kehamilan ektropik di pars ampularis tuba yang belum pecah biasanya di tangani dengan
menggunakan kemoterapi untung menghindari tindakan pembedahan.
Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran
kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan dapat dilakukan
melalui:
1. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang digunakan
adalah methotrexate (obat anti kanker).
2. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi adalah
tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar daripada obat-
obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi laparaskopi.
Bila diagnosa kehamilan ektopik sudah ditegakkan, terapi definitif adalah
pembedahan :
a. Laparotomi : eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-ovarektomi) atau
insisi longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan pemencetan agar kantung
kehamilan keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit kembali.
b. Laparoskop : untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin lakukan insisi pada
tepi superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba.
c. Operasi Laparoskopik : Salfingostomi
Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta kadar β-hCG
rendah maka dapat diberikan injeksi methrotexatekedalam kantung gestasi dengan
harapan bahwa trofoblas dan janin dapat diabsorbsi atau diberikan injeksi
methrotexate 50 mg/m3 intramuskuler.
Syarat pemberian methrotexate pada kehamilan ektopik:
a. Ukuran kantung kehamilan
b. Keadaan umum baik (“hemodynamically stabil”)
c. Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan dengan baik
Keberhasilan pemberian methrotexate yang cukup baik bila :
a. Masa tuba
b. Usia kehamilan
c. Janin mati
d. Kadar β-hCG
I. Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis,
diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis
secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung
lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan
kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi,
kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain
itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi.
J. Pencegahan
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang merokok
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik.
Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan mengurangi risiko
kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi seseorang
dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit radang
panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba
yang akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.
ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN EKTOPIK
A. Pengkajian
1. Anamnesis dan gejala klinis
a. Riwayat terlambat haid
b. Gejala dan tanda kehamilan muda
c. Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan
d. Terdapat aminore
e. Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen, terutama
abdomen bagian kanan / kiri bawah
f. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul
dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Mulut : bibir pucat
2) Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
3) Abdomen : terdapat pembesaran abdomen.
4) Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam
5) Ekstremitas : dingin
b. Palpasi
1) Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri
tekan, perut teraba tegang, messa pada adnexa.
2) Genetalia : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
c. Auskultasi
Abdomen : bising usus (+), DJJ (-)
d. Perkusi
Ekstremitas : reflek patella + / +
e. Pemeriksaan fisik umum:
1) Pasien tampak anemis dan sakit
2) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
3) Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak sadar.
4) Daerah ujung (ekstremitas) dingin
5) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat, adanya tanda-
tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri
lepas dinding abdomen.
6) Pemeriksa nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai syok
7) Pemeriksaan abdomen: perut kembung, terdapat cairan bebas darah, nyeri
saat perabaan.
f. Pemeriksaan khusus:
1) Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks
2) Kavum douglas menonjol dan nyeri
3) Mungkin tersa tumor di samping uterus
4) Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan.
5) Pemeriksaan ginekologis: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris
kanan dan kiri
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan seseorang,
sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik seorang dokter dapat melakukan:
h. Laboratorium
1) Hematokrit
Tergantung pada populasi dan derajat perdarahan abdominal yang terjadi.
2) Sel darah putih
Sangat bervariasi dan tak jarang terlihat adanya leukositosis. Leoukosite
15.000/mm3. Laju endap darah meningkat.
3) Tes kehamilan
Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-hCG
positif. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2
kali lipat setiap dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya
peningkatan titer serial hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan
adanya peningkatan titer hCG yang normal. Kadar hormon yang rendah
menunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik.
i. Pemeriksaan Penunjang/Khusus
1) Setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
2) Pemeriksaan ultrosonografi (USG). Pemeriksaan ini dapat menggambarkan
isi dari rahim seorang wanita. Pemeriksaan USG dapat melihat dimana lokasi
kehamilan seseorang, baik di rahim, saluran tuba, indung telur, maupun di
tempat lain.
USG :
a) Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
b) Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
c) Adanya massa komplek di rongga panggul
3) Laparoskopi
peranan untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik sudah diganti oleh
USG
4) Laparotomi
Harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik terganggu dengan gangguan
hemostasis (tindakan diagnostik dan definitif).
5) Kuldosintesis
Memasukkan jarum kedalam cavum Douglassi transvaginal untuk
menentukan ada atau tidak adanya darah dalam cavum Douclassi. Tindakan
ini tak perlu dikerjakan bila diagnosa adanya perdarahan intraabdominal
sudah dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan lain.
6) Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
B. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Hipovolemia berhubungan dengan ruptur pada lokasi implantasi sebagai efek
tindakan pembedahan.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di
perlukan untuk pengiriman nutrient ke sel.
3. Nyeri akut yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, pendarahan intraperitonial.
4. Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau tidak
mengenal sumber-sumber informasi.
C. Intervensi keperawatan
1. Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi implantasi
sebagai efek tindakan pembedahan.
Kriteria hasil: ibu menunjukan kestabilan/ perbaikan keseimbangn cairan yang di
buktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat,
serta frekuensi berat jenis urine adekuat.
D. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,
mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat,
dan bukan atas petunjuk data petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.
E. Evaluasi keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu
Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005
Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid I. Media Aesculapius
FKUI
http://www.google.com/Gambaran Kasus Kehamilan Ektopik Terganggu di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru Provinsi Riau Periode 1 Januari 2003-31 Desember 2005
http://www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar kandungan/page:1-4
Bagian obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : FK UNPAD
Sarwono. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP
Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : YBP-SP
http://www.pusmaika’s.blogspot.com
www.google.com