Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DYPSNEA

(SESAK NAPAS)

OLEH :
LISA INDRIANI
D.22.10.014

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dipsnea atau sesak napas adalah gejala yang umum terlihat sebagai perasaan nyeri
karena kesulitan bernapas, napas menjadi pendek (sesak napas) dan pasien merasa
tercekik pada saat bernapas. Adanya penggunaan otot-otot pernapasan tambahan seperti
otot sterno-kleidomastoideus, scalenus, trapezius dan pectoralis mayor. Selain itu kadang-
kadang juga disertai pernapasan cuping hidung, akipnea dan hiperventilasi. Akipnea
adalah meningkatnya frekuensi pernapasan melebihi frekuensi pernapasan normal yaitu
sampai 20 kali per menit, dan takipnea ini dapat muncul dengan atau tampa dipsnea.
Hiper ventilasi adalah meningkatnya pentilasi untuk mempertahankan pengeluaran
karbon dioksida normal (Khotimah et al., 2022)

Angka kejadian penyakit saluran pernapasan memiliki prevalensi yang cukup tinggi,
di Amerika sendiri kira-kira 35 juta warganya mengalami gangguan respirasi obstruktif.
gangguan ini menyebabkan angka morbitas yang tinggi, kira-kira ia menghabiskan uang
154 juta dolar Amerika untuk mengatasi efeknya. Selain itu gangguan ini merupakan
penyebab kematian ke-tiga tersering di dunia, setelah gangguan jantung dan kangker dan
angka ini terus naik. Pada tahun 2008 insiden mortalitasnya hingga 135.5/100.000
kematian (Khotimah et al., 2022)
Menurut WHO 2012, jumlah PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkiraan
meningkat menjadi 400 juta jiwa ditahun 2020 mendatang, dan setengan dari angka
tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk negara Indonesia (Gumilar & Ratih
Pradnyani, 2020)
Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013 insiden dan prevalensi penyakit saluran
pernapasan akut di Indonesia adalah 1,8 persen dan 4,5 persen. Lima provinsi yang
mempunyai insiden dan prevalensi pneumoni tertinggi untuk semua umur adalah Nusa
Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barata dan Sulawesi selatan.
Penyakit paru merupakan penyakit utama mematikan di dunia dengan prevalensi 17,4 di
dunia masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2%, penyakit paru obstruksi kronik 4,8%,
tuberculosis 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1% dan asma 0,3% (Gumilar & Ratih
Pradnyani, 2020)
Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan ke-5 tertinggi didunia yaitu 7,8
juta jiwa. Penderita PPOK di rumah sakit umum daerah pandang arang boyolali
berdasarkan data inhalansi rekam medik pada tahun 2014 sebanyak 217 jiwa, pada tahun
2015 sebanyak 84 dan 47 jiwa diantaranya mengalami komplikasi dan tidak menutup
kemungkinan jumlah tersebut akan meningkat di tahun mendatang (Gumilar & Ratih
Pradnyani, 2020)
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyakit dypsnea
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dypsnea
2. Untuk mengetahui penyebab dypsnea
3. Untuk mengetahui patofisiologi dypsnea
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dypsnea
5. Untuk mengetahui komplikasi dypsnea
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dypsnea
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Konsep Medis
A. Definisi
Dispnea adalah gejala pertama yang dirasakan pasien akibat terganggunya pertukaran
oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli yang berisi cairan. Dispnea akan semakin
parah apabila melakukan aktivitas yang berat seperti naik tangga dan mengangkat beban
yang berat. (Bradero et al, 2008). Sedangkan pengertian dispnea menurut Djojodibroto
(2009) dispnea adalah gejala subjektif berupa keinginan penderita untuk meningkatkan
upaya untuk mendapatkan udara pernapasan. Karena dispnea sifatnya subjektif sehingga
dispnea tidak dapat diukur. Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas
ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea
dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial
atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis,
asma), kecemasan (Sari et al., 2018)
B. Etiologi
Penyebab dispnea menurut adalah :
1. Sistem kardiovaskuler : gagal jantung
2. Sistem pernapasan : PPOK, Penyakit parenkim paru, hipertensi pulmonal, faktor
mekanik di luar paru (asites, obesitas, efusi pleura)
3. Psikologis (kecemasan)
4. Hematologi (anemia kronik)
5. Otot pernafasan yang abnormal (penyakit otot, kelumpuhan otot) (Sari et al., 2018)
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang
fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas
antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat
sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah
sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada
saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi
peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga
dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami
penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance
paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi
untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya
compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan
jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama (Sari et al., 2018)
C. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus
dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.Unit fungsional dasar
dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri.Sering
dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar
terganggu.Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan
nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi
rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru
yang sehat.Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan
tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim
hati.Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati
tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik,
maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati.Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan
melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan
regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun
bilirubin yang sudahmengalamikonjugasi (bilirubin direk).Jadi ikterus yang timbul disini
terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi
bilirubin. Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke
dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu
dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada icterus (Hidayat & Zuraida, 2021)
Sesak napas merupakan keluhan subjektif dari seorang yang menderita penyakit paru.
Keluhan ini mempunyai jangkauan yanga luas, sesuai dengan interpretasi seseorang
mengenai arti sesak napas tadi. Pada dasarnya, sesak napas baru akan timbul bila
kebutuhan ventilasi dapat meningkat pada beberapa keadaan seperti aktivitas jasmani
yang bertambah atau panas badan yang meningkat (Hidayat & Zuraida, 2021)
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada dyspnea adalah :
a. Manifestasi Pulmoner
Berupa keluhan atau tanda penyakit, baik akibat langsung maupun akibat tidak
langsung dari proses yang ada di paru. Manifestasi ini dapat berupa :
a) Manifestasi pulmoner primer, merupakan tanda yang ditimbulkan langsung oleh
proses setempat.
b) Manifestasi pulmoner sekunder, merupakan perubahan akibat kelainan paru yang
dapat menimbulkan gangguan dalam pertkaran gas dan penigkatan pembuluh
darah.
b. Manifestasi Ekstrapulmoner
Berupa perubahan – perubahan atau kelainan yang terjadi di luar paru akibat dari
penyakit yang ada di paru;
a) Metastasis, merupakan penyebaran penyakit paru ke luar paru seperti kanker paru
menyebar ke tulang, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.
b) Non metastasis, merupakan gejala sistemik yang dapat berupa gejala umum
(panas, anorexia, rasa lelah) dan gejala khusus (jari tabuh, osteoartropi) (Triana et
al., 2020)
E. Komplikasi
Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskuler, emboli paru, penyakit paru
interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema,
bronkitis, asma), kecemasan. Sesak napas dapat disebabkan oleh beberapa penyakit
seperti asma, penggumpalan darah pada paru – paru sampai pneumonia. Sesak napas juga
dapat disebabkan karena kehamilan (Price dan Wilson, 2006). Dalam bentuk kronisnya,
sesak napas atau dispnea merupakan suatu gejala penyakit – penyakit seperti asma,
emfisema, berupa penyakit paru-paru lain (Ariani et al., 2020)
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah arteri
dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG (Ariani et al., 2020)
G. Penatalaksanaan Medis
a. Penanganan Umum Dispnea
a) Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring dengan bantal
yang tinggi.
b) Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung derajat sesaknya.
c) Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang diderita.
b. Terapi Farmakologi
a) Olahraga teratur
b) Menghindari alergen
c) Terapi emosi
c. Farmakologi
a) Quick relief medicine
b) Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran pernapasan,
memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat serangan datang. Contoh :
bronkodilator.
c) Long relief medicine.
d) Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi pada sesak nafas,
mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu
yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk inhalasi (Ariani et al., 2020)
2. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b) Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
c) Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk.
d) Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga
pasien.
c. Pola kesehatan fungsional Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi
adalah :
a) Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan Bagaimana perilaku individu
tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya faktor risiko sehubungan
dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen.
b) Pola metabolik-nutrisi Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan
mempengaruhi oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang
kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
c) Pola eliminasi Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d) Aktivitas-latihan Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan
oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan
aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
e) Pola istirahat-tidur Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat.
f) Pola persepsi-kognitif Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera
pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan
pasien.
g) Pola konsep diri-persepsi diri Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi
seseorang (pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap
diri sendiri (gemuk/ kurus).
h) Pola hubungan dan peran Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat
yang memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i) Pola reproduksi-seksual Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi
dikaji
j) Pola toleransi koping-stress Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi
pasien.
k) Keyakinan dan nilai Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi
oksigenasi, adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama
pasien (Khotimah et al., 2022)
d. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran: kesadaran menurun.
b) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c) Head to toe
1) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena
hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie (karena emboli atau
endokarditis)
2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan
mulut
3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada
kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat (tacypnea),
pernafasan lambat (bradypnea)

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan keenggangan untuk bernapas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (PPNI, 2016)
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan seresi yang tertahan
1) Latihan Batuk Efektif (I.01006)
a. Observasi
a) Identifikasi kemampuan batuk
b) Monitor adanya retensi sputum
c) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
d) Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah dan karakteristik)
b. Terapeutik
a) Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
b) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
c) Buang sekret pada tempat sputum
c. Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
c) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
d) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-
3
d. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas


1) Pemantauan respirasi
a. Observasi

a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas


b) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
c) Monitor kemampuan batuk efektif
d) Monitor adanya produksi sputum
e) Monitor adanya sumbatan jalan napas
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g) Auskultasi bunyi napas
h) Monitor saturasi oksigen
i) Monitor nilai AGD
j) Monitor hasil x-ray toraks

b. Terapeutik

a) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


b) Dokumentasikan hasil pemantauan

c. Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-


perfusi
1) Terapi oksigen
a. Observasi

a) Monitor kecepatan aliran oksigen


b) Monitor posisi alat terapi oksigen
c) Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
d) Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah ), jika
perlu
e) Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
f) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g) Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
h) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
i) Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

b. Terapeutik

a) Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu


b) Pertahankan kepatenan jalan nafas
c) Berikan oksigen tambahan, jika perlu
d) Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
e) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi pasien

c. Edukasi
a) Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah

d. Kolaborasi

a) Kolaborasi penentuan dosis oksigen (PPNI, 2018)


DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Permadi, P. I., & Suryanto. (2020). PENYAKIT PARU-PARU DAN PERNAPASAN
(1st ed.). UB Press.
Gumilar, khanisya erza, & Ratih Pradnyani, N. N. ayu. (2020). PENATALAKSANAAN ASMA
BRONKIAL (1st ed.). AIRLANGGA UNIVERSITY PRESS.
Hidayat, T., & Zuraida, E. (2021). ASMA (M. Ulfah (ed.); 1st ed.). CV. Amerta Media.
Khotimah, Jaya KK, I. F., Limbong, M., & Purnamasari, N. (2022). BUKU AJAR ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN (A. Karim (ed.); 1st
ed.). yayasan kita menulis.
PPNI. (2016). standar diagnosis keperawatan indonesia (cetakan 1). DEWAN PENGURUS
PUSAT PPNI.
PPNI. (2018). STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA (EDISI 1). DEWAN
PENGURUS PUSAT PPNI.
Sari, D. kurnia, Rahardjo, M., & Joko, T. (2018). EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR. Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol.6 no.6.
Triana, A., Damayanti, I. P., Afni, R., & Yanti, J. S. (2020). EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
TIDAK MENULAR (1st ed.). CV budi utama.

Anda mungkin juga menyukai