Disusun Oleh :
Riyanti Irawan, S. Kep
Nim : 2214901070
(Ns. Revi Neini Ikbal, S. Kep, M. Kep) ( Ns. Muhammad Riski, S.Kep )
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau
tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas adalah
suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
kondisi di mana kadar oksigen yang masuk ke dalam darah melalui paru sangat
rendah. Sementara itu, untuk bekerja dengan baik, organ tubuh seperti jantung
dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen. Tak hanya itu, gagal napas juga
terjadi lantaran kadar karbon dioksida dalam darah lebih tinggi dari pada kadar
oksigen. Gagal napas terjadi karena adanya kegagalan dalam proses pertukaran
pertukaran gas. Pertukaran gas yang dimaksud adalah mengirim oksigen dari
udara yang dihirup ke dalam darah dan menyingkirkan karbon dioksida dari
darah ketika mengembuskan napas. Gagal napas juga dapat disebabkan oleh
2. Klasifikasi
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik,
3. Etiologi
a. Kelainan di luar paru-paru
c) Poliomyelitis bulbar
d) Ensefalitis
2) Kelainan neuromuscular
a) Trauma medulaspinalis servikalis
b) Sindroma guilainbare
d) Miastenia gravis
e) Distrofi otot
b) Pneumotoraks tension
c) Efusi leura
e) Obesitas: sindrom Pickwick
c) Fibrosis kistik
a) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu barah)
b) Sarkoidosis
c) Scleroderma
d) Edema paru-paru
e) Kardiogenik
f) Nonkardiogenik (ARDS)
g) Atelektasis
4. Manifestasi Klinis
g. Ada retraksi dada
(Djojodibroto, 2019).
5. Patofisiologi
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien
dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia
pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi
bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik
opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas
6. Komplikasi
dari normal).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
3) Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang
b. Radiologi:
3) Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal <
(Ikawati, 2019).
8. Penatalaksanaan Medis
memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar
10-12g/dl.
jalan nafas yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung,
Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan
tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam
insufisiensi adrenalin.
e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume
mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada
B. Konsep Laparaskopi
1. Pengertian
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara
metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai
karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan
pengobatan berupa, transplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan
rawat jalan dalam waktu yang lama (Kinta, 2017).
2. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun (Kinta,2017).
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus
(Mutaqin & Arif, 2019).
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Toto, 2018) :
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas
biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara
bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan
luka. Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada
2 jenis dialisis :
(1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin
dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa
keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser,
darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh
dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di
bersihkan, darah
dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di
rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
(2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan
bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
a) Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
b) Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian
gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi
coroner.
c) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat
diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
d) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
e) Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang tahapan dalam proses keperawatan,
tahap dimulai dengan: tahap pengkajian, tahap diagnosa keperawatan, tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan serta tahap evaluasi. (Lukman, 2018).
2. Pengkajian Primary Survey
Pengkajian yang perlu dilakukan yakni pengkajian primer yang meliputi
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. Pengkajian primer yang
dilakukan pada pasien dengan cedera kepala menurut Lukman (2018) sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut :
a. Airway
1) Mengkaji bagaimana kondisi jalan nafas pasien dimana dilakukan dengan
memeriksa apakah adanya obstruksi jalan nafas akibat dari adanya benda asing,
oedema, darah, muntahan, lidah, cairan. Jika pasien saat diberikan pertolongan
tidak responsif, stabilkan kepala dan leher dan gunakan manuver dorong rahang
untuk memastikan jalan napas terbuka. Jika tidak dicurigai adanya cedera
tulang belakang, gunakan head tilt, chin lift manuver.
2) Mengkaji bagaimana suara nafas pasien dan amati apakah terdapat snoring,
gurgling, maupun crowning.
b. Breathing
1) Mengkaji apakah pasien dapat bernafas dengan spontan atau tidak
2) Memperhatikan gerakan dada pasien apakah simetris atau tidak
3) Mengkaji irama nafas apakah cepat, dangkal atau normal
4) Mengkaji keteraturan pola nafas
5) Mendengarkan, mengamati, serta mengkaji suara paru apakah terdapat
wheezing, vesikuler, maupun ronchi
6) Mengkaji apakah pasien mengalami sesak nafas
7) Mengkaji respiratory rate pasien
c. Circulation
1) Mengkaji nadi pasien apakah teraba atau tidak, jika teraba hitung berapa denyut
nadi permenit
2) Mengkaji tekanan darah pasien
3) Mengamati apakah pasien pucat atau tidak
4) Menghitung CRT pasien perdetik
5) Menghitung suhu tubuh pasien dan rasakan akral pasien apakah teraba dingin
atau hangat
6) Mengamati apakah terdapat perdarahan pada pasien, dan kaji lokasinya serta
jumlah perdarahan
7) Mengkaji turgor pasien
8) Mengkaji adanya diaphoresis
9) Mengkaji riwayat kehilangan cairan berlebihan
d. Disability
1) Mengkaji tingkat kesadaran pasien
2) Mengkaji nilai GCS pasien yang meliputi mata, verbal, dan motoriknya
3) Mengkaji pupil pasien apakah isokor, unisokor, pinpoint, atau medriasis
4) Mengkaji adanya reflek cahaya
e. Esposure
Mengkaji adanya cedera lain yang dapat mempengaruhi kondisi pasien, seperti ada
tidaknya laserasi, edema dan lainnya
f. Foley Chatete
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika ada tidak
dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang untuk memantau produksi
urin yang keluar.
g. Gastric tube
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi
resiko muntah.
h. Monitor EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut jantung.
3. Pengkajian Secondary
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat trauma
pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai.
a. Identitas pasien
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak badan, gelisah, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan tingkat kesadaran.
2) Riwayat Penyakit
Adanya penurunan kesadaran, gelisah.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala. Pengkajian pemakaian obat- obat yang
sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan riwayat penyakit keluarga yang dapat memperberat cedera.
c. Pengkajian 11 pola fungsional Gordon
1) Pola Persepsi-Manajer Kesehatan
Merupakan persepsi pasien tentang status kesehatan umum.
Mengambarkan persepsi keluarga terhadap kesehatan dan upaya preventif
kesehatan lingkungan.
2) Pola Nutrisi
Pada pola ini, masukan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit,Asupan
makanan (kebiasaan makan,jenis dan banyaknya, kesukaan dan pantangan,
kemamouan mengunyah,menelan, makan sendiri gigi,membran mukosa nafsu
makan, pola makan, diet, perubahan Bb dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
diambil, mual / muntah, Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah / manfaat kulit,
makanan kesukaan. Asupan cairan (banyaknya perhari, mual dan muntah)
3) Pola Eliminasi
Pada penderita biasanya tidak terjadi perubahan pola pembuangan dan
persepsi klien. BAB ( kaji pola defiksi, jumlah, karakteristik,
frekuensi/hari ,warna,bau dan faktor yang mempengaruhi BAB). BAK ( kaji
pola miksi,jumlah jumlah, karakteristik, frekuensi/hari ,warna,,bau dan faktor
yang mempengaruhi pola eliminasi seperti diit,obat,tindakan.
4) Pola Latihan-Aktivitas
Pola latihan, aktifitas, bersenang-senang, dan rekreasi dan kegiatan sehari-
hari, mobilisasi (kaji massa/tonus otot,tremor,rentang gerak,kekuatan,
deformitas). Faktor yang mempengaruhi gerakan dan latihan sakit,pembatasan,
tindakan dan pengaturan posisi.
5) Pola Kognitif Perseptual
Keadekuatan alat sensori, persepsi nyeri, fungsional kognitif dan
observasi tingkat nyeri lokasi, intensitas, frekuensi kualitas dan durasi (PQRST)
6) Pola Istirahat - Tidur
Pola tidur, periode istirahat-relaksasi selama 24 jam serta kualitas dan
kuantitas dan persepasi tentang energi. Jumlah jam tidur pada siang dan malam,
masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh
letih. post operasi biasanya sulit untuk tidur dan beristirahat karena merasa tidak
nyaman.
7) Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Pola ini menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri,
peran, identitas dan ide diri sendiri. Pada umumnya memecahkan gangguan
konsep diri, merasa cemas dan takut jika ditinggal pasangan.Merasa tidak
berdaya dan berguna lagi .
8) Pola Peran dan Hubungan
Pola ini menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran terbadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal pekerjaan, tempat tinggal, tidak
punya rumah, tingkah laku yang pasif / agresif terhadap orang lain, masalah
keuangan dll.
9) Pola Reproduksi / Seksual
Pada pola ini menggambarkan kepuasan dan ketidak puasan yang
dirasakan dgn seksualtas atau masalah yang aktual atau dirasakan dengan
seksualitas, dampak sakit berpikir terhadap seksualitas, riwayat haid,
pemeriksaan mamae riwayat penyakit hub seks, pemeriksaan genital.
10) Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres)
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stres dan penggunaan
system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stres, Interaksi dengan
orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan,
efek penyakit terhadap tingkat stres.
11) Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan jelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual,
menerangkan sikup dan keyakinan dalam melakuanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan budaya, berbagi dengan
orang lain, membuktikan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pantangan dalam agama selama sakit.
d. Pemeriksaan Fisik
Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih
sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
b) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
c) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
d) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
e) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
f) Kepala
Bersih atau tidak, karakteristik rambut, simetris, ada nyeri kepala atau
tidak.
g) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
h) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
i) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan).
j) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
k) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
l) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
m)Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
n) Paru
- Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
- Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
o) Jantung
- Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
p) Abdomen
- Inspeksi
Adanya bekas post laparascopy, bentuk datar/tidak, simetris, ada
hernia/tidak.
- Palpasi
Turgor kulit baik/tidak, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
- Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
- Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
q) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB
(Setiyohadi, 2018).
4. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (infeksi)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan infasif
d. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (SDKI, 2018).
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan atau tidur
Djojodibroto, R.D. (2019). Respirologi (Respiratory Medicine). Cetakan I, Hal 120, Penerbit
Buku Kedokteran. Jakarta : EGC
Helmi, Zairin N. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Operatif Apendiktomy
Et Cause Appendisitis Kronic. Jakarta: Salemba medika
Kinta. (2017). Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: Salemba
Emban Patria
Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2019). Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
PPNI. (2018 ). Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Pelepasan dari
fibrinopeptida dan Trauma tipe ll
Henti asam amino pheocytes
simpatetik
hipotalamus
Penurunan
Trauma endothelium
surfactan
Vasokontriksi paru dan epithelium
paru alveolar
Atelektasis
Perubahan volume Peningkatan
darah menuju sirkulasi permeabilitas
paru
Fungsi Broncho
Peningkatan tekanan residu spasme
hidrostatik kapiler Edemaparu kapasitas
pulmonal menurun
Kelebihan Penurunanpenge
Pemenuhan
volume cairan mbangan paru
paruberkur
ang
Hipoksemia
Cairan menumpuk di
intestinium
Abnormalitas
ventilasi -
Mencairkan Peningkatankerj perfusi
sistem surfaktan apernapasan
Ketidakefektifan
Gangguan
pola nafas
Ronchi pertukaran
Infiltrat
gas
alveolar
Ketidakefektifa
n bersihan jalan Woc Respiratory Disorder
nafas
Sumber : Djojodibroto, 2019
Woc CKD
Sumber : Kinta, 2017
Woc Laparaskopi
Sumber : Jitowiyono, 2019