Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS TUMOR INTRAKRANIAL


DI RUANG BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Disusun Oleh :
Sri Wahyu Sawitri
2214901024

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Ns. Hidayatul Rahmi, M.Kep ) ( )

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN DASAR (PPKD)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
T.A. 2022/2023
A. Konsep Tumor Otak

1. Pengertian
Menurut Brunner & Suddarth (2014) Tumor otak adalah lesi intracranial
lokal yang menempati ruang di dalam tengkorak. Tumor otak primer berasal dari
sel dan struktur di dalam otak. Tumor otak sekunder, atau metastatic, terbentuk dari
struktur-struktur di luar otak (paru, payudara, saluran gastrointestinal bawah,
pancreas, ginjal dan kulit).Tumor otak adalah tumor intracranial termasuk juga lesi
desak ruang (lesi/ berkas organ yang karena proses pertumbuhannya dapat
mendesak organ yang da disekitarnya, sehingga organ tersebut dapat mengalami
gangguan) jinak maupun ganas, yang tumbuh di otak meningen dan tengkorak
(Ariani A, 2012).

Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas
maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik
yang terdapat dalam ruang intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang
mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang
berasal dari sel-sel saraf di meningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari
sel penunjang (neuroglia), sel epitel pembuluh darah, dan selapu otak
(Satyanegara, 2010).

2. Stadium Tumor Otak


a. Tumor Sel Glial
Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat dilakukan berdasarkan derajat

keganasan (grading) :
1) WHO grade I : Tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas
pasca reseksi cukup baik.
2) WHO grade II : Tumor bersifat infiltrasi, aktivitas mitosis rendah, namun
sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung untuk bersifat progresif
kea rah derajat keganasan yang lebih tinggi.
3) WHO grade III : Gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan

infiltrasi tinggi, dan terdapat anaplasia.


4) WHO grade IV : Mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya
berhubungan dengan progresivitas penyakit yang cepat pada pre/post
operasi.
b. Meningioma
1) Grade I (umumnya jinak) : meningotelia, psamomatosa, sekretorik,
fibroblastik, angiomatosa, limfoplasmosit, transisional, mikrokistik,
dan metaplastik.
2) Grade II (memiliki angka rekurensi yang tinggi, terutama bila tindakan
reseksi tidak berhasil mengangkat tumor secara total) : clear- cell,
chordoid, atipikal. Tipe chordoid biasanya disertai dengan
penyakit Castleman (kelainan proliferasi limfoid).
3) Grade III (anaplastik) : papiler (jarang dan tersering pda anak-anak),
rhabdoid dan anaplastik. Grade III ini merupakan meningioma malignan
dengan angka invasi lokal yang tinggi, rekurensi tinggi, dan metastasis.

3. Etiologi
Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang
menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe
tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliputi factor herediter, congenital,
virus, toksin, dan defisiensi immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa
tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit
peradangan. Metastase ke otak dari tumor bagian tubuh lain juga dapat
terjadi.
Karsinoma metastase lebih sering menuju ke otak dari pada sarkoma. Lokasi
utama dari tumor otak metastase berasal dari paru-paru dan payudara
(Jitowiyono S, 2012).
Menurut Harsono (2015) Tumor otak lebih sering mengenai pria dari pada
wanita, dengan perbandingan 55:45, sedangkan meningioma lebih sering
timbul pada wanita dari pada pria dengan perbandingan 2 : 1 .
Menurut Wismaji S dkk (2011) faktor risiko terjadinya tumor otak meliputi :
1. Radiasi
Meningkatnya insiden tumor otak, terutama meningioma dilaporkan terjadi
pada pasien yang pernah menerima radiasi walaupun dalam dosis rendah.
Radiasi yang dapat meninmbulkan mutasi dan perubahan genetik adalah
sparsely ionizing berupa y-photon dan x-ray, densely ionizing berupa
neutron dan ion berat, dan non ionizing berupa gelombang
elektromagnetik.
2. Kimia

Berbagai zat kimia dapat menginduksi tumor sel mesenkimal dan glial.
Karsinogen kimia yang paling potensial adalah senyawa nitrogen, senyawa
tersebut banyak ditemukan pada makanan (daging yang diawetkan atau
diasap dan beberapa buah dan sayuran). Selain itu senyawa nitrat tersebut
juga dapat ditemukan pada kosmetik dan beberapa produk industri.
3. Virus
Limfoma serebral, terutama limfoma sel B, banyak terdapat pada pasien
dengan penurunan imunitas (imunosupresan), misalnya pada pasien
dengan HIV, pasca transplantasi organ atau imunodefisiensi kongenital.
Adanya tumor tersebut juga dipengaruhi oleh infeksi virus Epstein Barr
(EBV).
Selain tiga faktor tersebut, faktor host juga dapat mempengaruhi
perubahan genetika sel melalui sistem seluler dan sistemik. Pada fase
selular, sel yang berada pada fase aktif membelah akan lebih rentan
terkena kerusakan oleh radiasi, kimia atau virus sehingga lebih mudah
mengalami mutasi genetik. Hal ini menjelaskan mengapa tumor tumbuh
dari lapisan germinal.

4. Patofisiologi
Faktor risiko terjadi tumor otak meliputi faktor radiasi, kimia, dan virus.
Meningioma terjadi pada pasien yang pernah menerima radiasi dalam dosis
rendah seperti x-ray dan gelombang elektromagnetik. Zat kimia yang
berpotensi mengakibatkan tumor otak adalah senyawa nitrogen, senyawa
tersebut banyak ditemukan pada makanan seperti daging yang diawetkan dan
diasap serta dapat ditemukan pada kosmetik dan produk industri lainnya.
Adanya virus Epstein Barr (EBV) dapat mengakibatkan tumor otak yang
dapat terjadi pada pasien dengan penurunan immunosupresan misalnya pada
pasien dengan HIV, pasca transplantasi organ atau imunodefisiensi kongenital
(Wismaji S dkk, 2011).

Adanya pertumbuhan sel yang abnormal dari faktor risiko yang terjadi dapat
mengakibatkan tumor otak. Adanya lesi desak ruang juga dapat mendesak
jaringan otak sehat disekitarnya sehingga terjadi defisit neurologis sesuai
dengan lokasi tumor, tipe tumor serta pertumbuhan tumor tersebut (Wismaji
S dkk, 2011).

Gejala klinis yang terjadi akibat adanya masa intrakranial disebabkan oleh
lesi desak ruang tumor terhadap ruang intrakranial, sehingga terjadi
penekanan jaringan disekitar otak yang dapat mengakibatkan edema serebri
akibat penumpukan cairan interstisial disekitar tumor. Adanya edema serebri
menandakan adanya tumor ganas seperti glioblastoma dan medullablastoma
(Wismaji S dkk, 2011). Edema disekitar tumor dapat mengakibatkan
hidrosefalus yang terjadi akibat obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal,
hidrosefalus terjadi pada tumor yang berada di fosa posterior dan lebih
banyak terjadi pada anak-anak. Hidrosefalus dan edema serebri dapat
menyebabkan herniasi serebral yang menekan struktur penting yang dapat
mengakibatkan perubahan sirkulasi cairan, sehingga sirkulasi sel-sel terjadi
mengalami penurunan dan terjadinya penurunan oksigen sehingga
mengakibatkan sirkulasi menjadi anaerob dan terjadinya hipoksia serebral
yang dapat mengakibatkan masalah ketidakefektifan jaringan otak serta
kompensasi takipnea sehingga munculnya masalah gangguan pola nafas.

Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor;


bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor,
dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor
menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mengambil tempat
dalam ruang yang relatif tetap dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan edema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanismenya belum
seluruhnya dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang
menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh
kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intrakranial dan meningkatkan tekanan intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan
serebrosipnal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan
hidrosefalus (Ariani A. 2012).

Peningkatan tekanan intrakranial akan mebahayakan jiwa bila terjadi cepat


akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Tanda dan
gejala terjadinya peningkatan tekanan intrakranial adalah tekanan darah
meningkat, nyeri kepala progresif yang dapat mengakibatkan nyeri akut,
mual-muntah proyektil yang dapat menimbulkan masalah gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, serta terjadinya penurunan kesadaran yang
dapat mengakibatkan menekan saraf otak sehingga dapat menimbulkan
hemiparise yang dapat terjadi masalah risiko cidera dan defisit perawatan
diri.. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-
bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan
intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja
menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal,
kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim. (Ariani A.
2012).
Menurut Wismaji S dkk, (2011) Tanda dan gejala tumor otak bisa dilihat
bedasarkan lokasi tumor tersebut. Tumor serebellum atau otak kecil dapat
mengakibatkan gangguan kesimbangan, sikap badan serta aktivitas otot yang
dapat menimbulkan masalah risiko cidera. Tumor enchepalon atau otak
tengah dibagi menjadi bagian thalamus yang dapat mengakibatkan gangguan
sensasi somatik dan dapat menimbulkan masalah risiko cidera, serta bagian
epitalamus yang dapat mengakibatkan gangguan penciuman dan dapat
menimbulkan masalah perubahan peresepsi sensori, dan bagian hipotalamus
yang berperan dalam pengaturan suhu yang dapat menimbulkan masalah
hipertermi. Tumor meningen dapat mengakibatkan gangguan gaya berjalan,
serta gangguan kepribadian. Tumor sereblum dibagi menjadi bagian lobus
parietal yang dapat mengakibatkan gangguan sensori nyeri, bagian lobus
temporal dapat mengakibatkan gangguan pendengaran, kerusakan konstruksi
verbal dan menimbulkan masalah perubahan persepsi sensori, bagian lobus
frontal dapat mengakibatkan gangguan gerak aktivitas serta gangguan
kepribadian,bagian lobus ocipital dapat mengakibatkan gangguan visual yang
dapat menimbulkan masalah perubahan persepsi sensori dan mengakibatkan
nyeri kepala yang dapat menimbulkan masalah nyeri akut.

5. Tanda dan Gejala


Menurut Ariani A. (2012) Trias klasi tumor otak adalah nyeri kepala, muntah,
dan papiledema. Namun gejala sangat bervariasi tergantung pada tempat lesi
dan kecepatan pertumbuhannya.
1) Nyeri kepala
Mungkin nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering di
jumpai pada penderita tumor otak. Nyeri dapat digambarkan bersifat
dalam, terus menerus, tumpul, dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini
paling hebat waktu pagi hari dan menjadi lebih hebat oleh aktivitas yang
biasanya meningkatkan tekanan intrakranial, seperti membungkuk, batuk,
atau mengejan sewaktu buang air besar. Nyeri kepala sedikit berkurang
jika diberi aspirin dan kompres dingin pada tempat yang sakit.

Nyeri kepala yang dihungkan dengan tumor otak disebabkan oleh traksi
dan penggeseran struktur peka nyeri dalam intrakranial. Struktur peka
nyeri ini termasuk arteri, vena, serta sinus-sinus vena dan saraf otak.

Lokasi nyeri kepala cukup berarti karena sepertiga dari nyeri kepala ini
terjadi pada tempat tumor, sedangkan dua pertiga lainnya terjadi di dekat
atau di atas tumor. Nyeri kepala oksipital merupakan gejala pertama pada
tumor fossa posterior. Kira-kira sepertiga lesi supratentorial menyebabkan
nyeri kepala frontal. Jika keluhan nyeri kepala yang terjadi menyeluruh,
maka nilai lokasinya kecil dan pada umumnya menunjukan pergeseran
ekstensif kandungan intrakranial yang meningkatkan tekanan intrakranial.

2) Nausea dan Muntah


Nausea dan muntah terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada
medulla oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan batang otak.
Muntah dapat terjadi tanpa diawali nausea dan dapat proyektil.

3) Papiledema
Papiledema disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan
pembengkakan papila saraf optikus. Bila terlihat pada pemeriksaan
funduskopi, tanda ini mengisyaratkan peningkatan tekanan intrakranial.
Seringkali sulit menggunakan tanda ini sebagai diagnosis tumor otak
karena pada beberapa individu fundus tidak memperlihatkan edema
meskipun tekanan intrakranial amat tinggi. Menyertai papiledema dapat
terjadi gangguan penglihatan, termasuk pembesaran bintik buta dan
amaurosis fugaks (saat-saat di mana penglihatan berkurang).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan tumor otak meliputi :
a. Radiasi
Terapi radiasi pancaran eksternal (external-beam radiation), sebagai

terapi tunggal atau dikombinasikan dengan reseksi bedah.


Stereotaktik radiasi dilakukan pada tumor yang pertumbuhannya lambat

(Tarwoto, 2013).
b. Kemoterapi
Dilakukan dengan indikasi tertentu sesuai dengan umur, status neurologi,
tipe tumor. Biasanya dilakukan sesudah pembedahan dengan radioterapi
(Tarwoto, 2013).
c. Pembedahan
Pemilihan terapi ditentukan oleh tipe dan letak dari tumor. Kombinasi
terapi sering dilakukan, misalnya radiasi dengan pembedahan atau
kemoterapi. Pembedahan intrakranial pada umumnya dilakukan untuk
seluruh tipe kondisi patologi dari otak untuk mengurangi tekanan
intrakranial dan mengangkat tumor. Pembedahan ini juga dilakukan
melalui pembukaan tengkorak yang disebut Craniotomy. Obat-obatan
yang sering diberikan meliputi : kortikosteroid, antikonvulsi, antasid dan
laxatives, terapi cairan/elektrolit, oksigenisasi dan dukungan ventilator.
Selain itu juga klien dilakukan monitor tekanan intrakranial dan
rehabilitasi neurologi (Widagdo W, dkk 2008).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Tumor Otak


Menurut Muttaqin A (2010) pengkajian keperawatan pada pasien sistem saraf

meliputi :
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,
nomor registrasi.
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada klien gangguan sistem saraf biasanya akan terlihat
bila sudah terjadi disfungsi neurologis. Keluhan yang sering didapatkan
meliputi kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, konvulsi (kejang), sakit kepala yang hebat, nyeri otot,
kaku kuduk, sakit pinggang, tingkat kesadaran menurun (GCS<15),akral
dingin, dan ekspresi rasa takut (Muttaqin A, 2010).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien tumor otak mengeluh nyeri kepala, mual, muntah,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dihubungan dengan perubahan didalam
intrakranial . keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi, dapat
terjadinya latergi, tidak responsif dan koma (Muttaqin A, 2008).
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit kesehatan sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya (Muttaqin A, 2008).

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Kaji adanya tumor intrakranial pada generasi terdahulu. Pengkajian juga
dilakukan ada atau tidaknya riwayat penyakit keturunan seperti hipertensi,
asma dan penyakit yang dapat memperburuk klien seperti penyakit
jantung, jika klien menderita penyakit tersebut.
f. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola aktivitas dan istirahat
Biasanya pada pasien sol atau tumor otak timbul gejala malaise

dengan tanda ataksia, masalah berjalan, serta kelumpuhan.


2) Sirkulasi
Adanya riwayat kardiopatologi seperti endokarditis dengan tanda

tekanan darah meningkat.


3) Pola eliminasi
Biasanya pada pasien SOL adanya inkontinensia urine.
4) Pola nutrisi
Biasanya terjadi kehilangan nafsu makan , anoreksia, mual-muntah,
turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
5) Hygiene
Biasanya pasien SOL ketergantungan semua kebutuhan, perawatan

diri (pada masa akut).


6) Neurosensori
Biasanya terdapat gejala nyeri kepala, parestasia, timbul kejang,
gangguan penglihatan, penurunan status mental dan kesadran
kehilangan memori, sulit dalam keputusan, afasia, mata pupil anisokor
(peningkatan TIK), kejang umum lokal.
7) Nyeri/ kenyamanan
Biasanya sakit kepala akan diperburuk oleh ketegangan,

leher/punggung kaku, tamapak terus terjaga, meangis atau mengeluh.


8) Pola pernafasan
Biasanya ada riwayat infeksi sinus atau paru dengan tanda
peningkatan kerja pernafasan dan perubahan mental.

g. Pemeriksaan Fisik
1) Secara sitemik dari kepala sampai ujung kaki

a) Kepala

Biasanya pada kepala ada benjolan, adanya nyeri kepala.

b) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada benjolan, adanya


kesulitan menelan.

c) Muka

Biasanya Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan

fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, dan tidak ada edema.

d) Mata

Biasa pada pasien dengan tumor otak mengalami anemis.

e) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal bila


pasien sadar, tidak adalesi atau nyeri tekan.

f) Hidung

Biasanya tidak ada deformitas, tak ada pernapasan cuping hidung.

g) Mulut dan faring


Biasanya tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut pucat.

h) Thoraks

Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

i) Paru

(1) Inspeksi

Pernapasan meningkat.

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahanlainnya.

(4) Auskultas

Nafas tidak normal, biasanya ada suara tambahan lainya


seperti stridor dan ronchi.

j) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus cordis.

(2) Palpasi

Iktus tidak teraba.

(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

k) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris.

(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani.

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit

l) Sistem integumen

Turgor kulit kering, CRT >2 detik, adanya


udema. m)Ekstremitas
Biasa adanya udem pada ekstermitas jika pasien tidak sadar.

2) Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow
Coma Scala (GCS). Biasanya pada pasien dengan tumor otak datang
dengan keluhan penurunan kesadaran dengan nilai GCS >15.

3) Pemeriksaan Saraf Kranial


Tabel 2.1
Pemeriksaan saraf kranial

Nervus Respon
I Pada klien tumor intracranial yang tidak mengompresi
saraf ini tidak ada kelainan pada funsi penciuman.
II Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian
tertentu dari lintasan visual.
III, IV, Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf
VI ke VI memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya
glioblastoma multiforme.
V Pada keadaan tumor intracranial yang tidak
mengompresi saraf trigeminus maka tidak ada kelainan
pada fungsi saraf ini. Pada neurolema yang
mengganggu saraf ini akan didapatkan adanya paralisis
wajah unilateral.
VII Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
VIII Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor
lobus temporalis menyebabkan tinnitus dan halusinasi
pendengaran yang mungkin diakibatkan iritasi korteks
pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan.
IX, X Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
XI Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
XII Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indra pengecapan normal
(Sumber : Muttaqin A, 2008)

4) Pemeriksaan kekuatan Otot


Biasanya pasien dengan tumor otak terjadinya hemiparise atau
kelumpuhan. Kekuatan otot <4.

5) Tingkat Kesadaran
Biasanya pasien dengan tumor otak masuk dengan penurunan
kesadaran yaitu seperti latergi, stupor, bahkan sampai semikoma.

6) Pemeriksaan refleks Patologis


a) Tanda Babinski
Biasanya pada pasien tumor otak tanda Babinski negatif (-),
adanya reaksi yang terdiri atas pengembangan dan ekstensi jari-
jari kaki serta elevasi ibu jari kaki atas penggoresan telapak kaki
bagian lateral.
b) Chadock
Biasanya pada pasien tumor otak refleks chadock negatif (-),
adanya respon ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan ibu jari
lainnya.
c) Oppenheim
Biasanya pada pasien tumor otak refleks chadock negatif (-),
adanya pengerutan Krista anterior tibia dari proksimal ke distal
d) Gordon
Biasanya pada pasien tumor otak refleks chadock negatif (-),
adanya respon ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan ibu jari
lainnya.
e) Hoffman-Trommer
Biasanya pada pasien tumor otak refleks chadock negatif (-),
adanya respon ibu jari telunjuk dan jari lainnya fleksi.

7) Pemeriksaan Fisiologis
Menurut Morton G (2005) pemeriksaan fisiologis meliputi :
a) Reflek Biseps
Biasanya pada pasien dengan tumor otak yang mengalami
penurunan kesadaran atau hemiparise, refleks biseps positif (+),
tidak adanya fleksi siku yang cepat yang dapat dilihat dan
dipalpasi.
b) Refleks Triseps
Biasanya pada pasien dengan tumor otak yang mengalami
penurunan kesadaran atau hemiparise, refleks triseps positif (+)
tidak adanya ekstensi cepat pada siku.
c) Refleks Brakioradialis
Biasanya pada pasien dengan tumor otak yang mengalami
penurunan kesadaran atau hemiparise refleks brakioradialis positif
(+), tidak adanya fleksi siku kanan, supinasi lengan bawah, dan
fleksi jari-jari tangan dan tangan.
d) Refleks Kuadriseps (Kejutan Lutut atau Patelar)
Biasanya pada pasien dengan tumor otak yang mengalami
penurunan kesadaran atau hemiparise refleks kuadriseps positif (+)
Lutut klien tidak terekstensi dan quadriceps harus berkontraksi.
e) Refleks Achilles (Kejutan Pergelangan Kaki)
Biasanya pada pasien dengan tumor otak yang mengalami
penurunan kesadaran atau hemiparise refleks achilles positif (+),
tidak menyebabkan plantar fleksi dan diikuti dengan relaksasi otot.

8) Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal

a) Pemeriksaan Kaku kuduk, dengan cara:


Biasanya pada pasien tumor otak pemeriksaan kaku kuduk positif
(+) adanya tahanan, pasien merasa nyeri, meringis.

b) Brudzinski I ( Brudzinski’s neck sign )


Biasanya pada pasien dengan tumor otak Brudzinski I negatif (-)
tidak terdapat gerakan infolunter ( fleksi abnormal ) di sendi lutut
dan panggul kedua tungkai.
c) Tanda Laseque
Biasnya pasien tumor otak tanda laseque negatif (-), tidak terdapat
tahanan dan serta sudut mencapai 70°.
d) Brudzinski II
Biasanya pasien dengan tumor otak Brudzinski II negatif (-), tidak
adanya gerakan infolunter (fleksi abnormal) pada kaki.
e) Pemeriksaan Kernig
Biasanya pada pasien tumor otak yang mengalami penurunan
kesadaran tidak terdapat tahanan bisa mencapai sudut 135°, Kernig
sign negatif (-).

h. Pemeriksaan Diagnostik
Setiap kasus yang dicurigai terdapat lesi intracranial harus menjalani
evaluasi medis lengkap dengan perhatian khusus pada pemeriksaan
neurologis. Penyelidikan diagnostic spesifik dilakukan setelah
pemeriksaan neurologis dan dimulai dari tindakan non-invasif yang
menimbulkan risiko paling kecil sampai tindakan yang mempergunakan
teknik invasive dan yang lebih berbahaya.
Pedoman interpretasi data klinik (2011) Biasanya pada pasien tumor otak
akan mengalami peningkatan jumlah leukosit, fungsi utama leukosit
adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit organisme
asing dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan antibody dan
peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada infark
pulmonal.
Radiogram tengkorak member informasi yang sangat berharga mengenai
struktur, penebalan, dan klasifikasi (posisi kelenjer pineal yang
mengapur), dan posisi seta tursika.
Elektroensefalogram memberikan informasi mengenai perubahan
kepekaan neuron. Pergeseran kandungan intraserebri dapat dilihat pada
ekoensefalogram. Sidik otak radioaktif memperlihatkan daerah-daerah
akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor intracranial maupun
oklusio vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkankerusakan sawar
pada otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif
(Muttaqin, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnose keperawatan yang lazim di jumpai pada tumor otak
menurut Muttaqin A (2008) adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan desak
ruang oleh masa tumor intracranial.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan gangguan
neurologis, keletihan otot-otot pernapasan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, traksi dan
pergeseran struktur peka nyeri dalam rongga intracranial.
d. Risiko cidera berhubungan dengan serangan kejang, penurunan tingkat
kesadaran.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran.
f. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
asupan nutrisi yang kurang, dan muntah.
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis.
h. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan gangguan
yang mempengaruhi regulasi tubuh
i. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak
adekuat.
j. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien dengan Tumor Otak
adalah seperti yang tertera pada tabel dibawah ini :
SDKI SLKI SIKI

Ketidakefektifan a. Circulation status Oxygen Therapy


perfusi jaringan Kriteria hasil: a. Periksa mulut,
serebral 1. Tekanan systole dan hidung, dan sekret
diastole dalam trakea
rentang yang
diharapkan b. Pertahankan jalan
2. Tidak ada napas yang paten
ortostatikhipertensi c. Atur peralatan
3. Tidak ada tanda- oksigenasi
tanda peningkatan d. Monitor aliran
tekanan intrakranial oksigen
e. Pertahankan posisi
b. Perfusi jaringan: serebral pasien
Kriteria hasil: f. Observasi tanda-tanda
1) Mempertahankan hipoventilasi
tekanan intrakranial g. Monitor adanya
2) Tekanan darah dalam kecemasan pasien
rentang normal terhadap oksigenasi
3) Tidak ada nyeri
kepala Monitoring Peningkatan
4) Tidak ada muntah Intrakranial
5) Memonitor tingkat a. Monitor tekanan
kesadaran perfusi serebral
b. Catat respon pasien
terhadap stimulasi
c. Monitor tekanan
intrakranial pasien
dan respon neurologi
terhadap aktifitas

d. Monitor intake dan


output cairan
e. Kolaborasi dalam
pemberian antibiotic
f. Posisikan pasien pada
posisi semi fowler
g. Minimalkan stimulasi
dari lingkungan
Vital Sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Monitor vital sign
saat pasien berbaring,
duduk, dan berdiri
c. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
d. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
e. Monitor kualitas dari
nadi
f. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
g. Monitor pola
pernapasan abnormal
h. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
i. Monitor sianosis
perifer
j. Monitor adanya
cushling triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
k. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
Ketidakefektifan a. Respiratory Status : Airway management
pola nafas Ventilation a. Buka jalan nafas.
Indikator : b. Posisikan pasien
1) Respiratory rate dalam untuk
rentang normal memaksimalkan
2) Tidak ada retraksi ventilasi.
dinding dada c. Identifikasi pasien
3) Tidak mengalami perlunya pemasangan
dispnea saat istirahat alat jalan nafas.
4) Tidak ditemukan d. Lakukan fisioterapi
orthopnea dada bila perlu
5) Tidak ditemukan e. Auskultasi suara
atelectasis nafas , catat adanya
suara tambahan
f. Monitor respirasi dan
b.Respiratory Status : status O2
Airway Patency
Indikator : Oxygen Therapy
1) Respiratory rate dalam a. Pertahankan jalan
rentang normal nafas yang paten
2) Pasien tidak cemas b. Atur peralatan
3) Menunjukkan jalan oksigenisasi
nafas yang paten c. Monitor aliran
oksigen
d. Pertahankan posisi
pasien
e. Observasi adanyan
tanda – tanda
hipoventilasi
f. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenisasi

Vital Sign Monitoring


a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor vital sign
saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri
d. Monitor TD, nadi, RR
sebelum, selama dan
setelak aktivitas
e. Monitor kualitas nadi
f. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
g. Monitor suara paru
h. Monitor pola
pernapasan abnormal
i. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign.

Nyeri Akut Pain Level Pain management


Indikator: a. Lakukan pengkajian
a. Melaporkan nyeri nyeri secara
b. Durasi nyeri komprehensif
c. Menunjukkan lokasi termasuk lokasi,
nyeri karakteristik, durasi,
d. Meringis frekuensi, kualitas
e. Ekspresi wajah nyeri dan faktor presipitasi
kegelisahan b. Observasi reaksi non
f. Fokus menyempit verbal dari
g. Ketegangan otot ketidaknyamanan
h. Kehilangan selera makan c. Gunakan teknik
i. Mual komunikasi terapeutik
j. Intoleransi makanan untuk mengetahui
pengalaman nyeri
Pain Control pasien
Indikator : d. Kaji kultur yang
a. Mengakui timbulnya mempengaruhi respon
nyeri nyeri
b. Menjelaskan faktor
e. Evaluasi pengalaman
penyebab nyeri masa lampau
c. Menggunakan buku
f. Evaluasi bersama
harian untuk memantau pasien dan tim
gejala dari waktu ke kesehatan lain tentang
waktu ketidakefektifan
d. Menggunakan tindakan kontrol nyeri masa
pencegahan lampau
menggunakan non
g. Bantu pasien dan
analgesik ukuran lega keluarga untuk
menggunakan analgesik mencari dan
seperti yang dianjurkan menemukan
e. Laporan nyeri
dukungan
dikendalikan h. Kontrol lingkungan
yang dapat
Comfort Level mempengaruhi nyeri
Indikator : seperti suhu ruangan,
a. Reaksi obat pencahayaan dan
b. Otonomi pribadi kebisingan
c. Relokasi adaptasi i. Kurangi faktor
d. Lingkungan yang aman presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,non
farmakologi dan inter
personal)
k. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
l. Ajarkan teknik non
farmakologis
m. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
n. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
q. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi,
karakteristik,kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis,dan
frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
e. Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
f. Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian,dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV,IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian anlgesik
pertama kali
i. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
j. Evaluasi efektifitas
analgesic,tanda dan
gejala (efek samping)
4. Implementasi
Menurut Rohmah (2012), pelaksanaan adalah realisasi tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta
menilai data yang baru. Komponen tahap implementasi diantaranya sebagai berikut:
1. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter
Tindakan Keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standart practice American
nurses Assosiation undang-undang praktik perawat negara bagian dan kebijakan institusi
perawatan kesehatan.
2. Tindakan Keperawatan kolaboratif
Tindakan yang dilakukan oleh perawat biasa perawat bekerja dengan anggota
perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahap untuk
mengatasi masalah pada pasien dengan Tumor Otak.

5. Evaluasi
Evaluasi hasil asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir
dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan disebutkan juga evaluasi
pencapaian jangka panjang (Hidayat, 2004). Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil
evaluasi yaitu:
1. Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan tingkah laku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapain tujuan yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah
diterapkan.
3. Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali tidak menunjukkan
perubahan prilaku perkembangan kesehatan bahkan timbul masalah yang baru.

6. Dokumentasi
Dokumentasi diartikan sebagai pekerjaan mencatat atau merekam jalannya peristiwa yang
dianggap berharga atau penting, otentik serta rahasia dan sewaktu-waktu dapat digunakan
sebagai dasar hukum. Manfaat dokumentasi adalah sebagai alat komunikasi antar anggota
keperawatan dan antar anggota tim kesehatan lainnya, sebagai dokumen resmi dalam sistem
pelayanan kesehatan dan dapat juga sebagai alat yang digunakan dalam bidang pendidikan
serta sebagai alat pertanggung jawaban asuhan keperawatan yang telah diberikan. Prinsip
dokumentasi menurut (Perry & Potter, 2005) adalah :
1. Jangan menghapus dengan menggunakan tip-ex atau mencoret tulisan salah ketika
mencatat. Karena seakanakan perawat mencoba menyembunyikan informasi atau merusak
catatan. Cara yang benar adalah dengan membuat satu garis pada tulisan yang salah, tulis
kata “salah” lalu di paragraf kemudian tulis catatan yang benar.
2. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik pasien maupun tenaga kesehatan lain,
karena pernyataan tersebut dapat digunakan sebagai bukti terhadap perilaku yang tidak
profesional atau asuhan keperawatan yang tidak bermutu.
3. Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan menulis dapat diikuti
dengan kesalahan tindakan.
4. Catat hanya fakta, catatan harus akurat dan reliable.
5. Jangan biarkan pada akhir catatan perawat kosong, karena orang lain dapat menambahkan
informasi yang tidak benar pada bagian yang kosong tadi.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, A.2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika

Bruner and Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta : EGC

Ginsberg, L. 2008. Neurologi. Jakarta : Erlangga

Harsono. 2015. Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Hidayat, A. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba
Medika

Jitowiyono, S &Kristiyanasari, W. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi.


Yogyakarta :Nuha Medika.

Muttaqin,A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, A. 2010. Pengkajian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. 2015. Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Jakarta :Salemba Medika

Satyanegara.2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama.

Sujarweni, W. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : Gava Media

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : CV Sagung Seto

Widagdo, W dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Trans info Media

Wismaji, S dkk. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : CV Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai