Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMATEMESIS

Disusun Oleh :
RIYANTI IRAWAN
2214901070

Pembimbing Akademik Pembimbing Akademik

( Ns. Revi Neini Ikbal, M.Kep ) ( Ns. Weni Mailita, M.Kep )

Pembimbing Klinik

( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TA. 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMATEMESIS MELENA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran tinja yang

berwarna hitam seperti teh yang mengandung darah dari pencernaan. Warna

hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antar darah dengan

asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi

atau kemerah-merahan dan bergumpal gumpa (Nurarif, 2016).

Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar

(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan

asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan

sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari

muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas

yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal,

dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan perdarahan saluran pencernaan

atas serta dicernanya darah pada usus halus (Davey, 2017).

Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung

campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace &

Borley, 2017).

Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan lengket

yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah

pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi

hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari

saluran cerna atas. ( Sylvia, A price. 2018 ).

Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas

(SCBA) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena

pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum (Nurarif, 2016).
2. Etiologi

Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas :

a. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.

b. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan

lain-lain.

c. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura

trombositopenia dan lain-lain.

d. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.

Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan

bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam

perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian

atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan

rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Davey, 2017).

e. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,

alkohol, dan lai-lain. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal

perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha

penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab

perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah

pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran

makan bagian atas.(Nurarif. 2016)

3. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai

anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,

mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran

darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa

proses tersebut dari tubuh.

Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan

mempersiapkan nya untuk diasimilasi tubuh. Selain itu mulut memuat gigi untuk

mengunyah makanan, dan lidah yang membantu untuk cita rasa dan menelan.

Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan cairan pencerna penting ke

dalam saluran pencernaan. Saluran-saluran pencernaan dibatasi selaput lendir

(membran mukosa), dari bibir sampai ujung akhir esofagus, ditambah lapisan-lapisan

epitelium.

Organ saluran pencernaan dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,

lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi

organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung

empedu.

1) Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada

hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal

dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan
masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput

lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.

Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman

dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai

macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh

gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah

dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan

tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga

mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan

menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan

berlanjut secara otomatis

2) Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari

bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan

merupakan pertahanan terhadap infeksiKerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang

keledai. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan

normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam

kerongkongan.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara

ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi

lambung menghasilkan 3 zat penting :


a) Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap

kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah

kepada terbentuknya tukak lambung.

b) Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh

pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan

sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

3) Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di

antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus

melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan

pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah

kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.

4) Usus besar

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa

bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga

berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk

fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan

gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang

bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

5) Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah

suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak

dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis

reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan

oleh umbai cacing.

6) Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada

organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah

dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga

abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

7) Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah

ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir

di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.

Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,

yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam

rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB)

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam

rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan

defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus

besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi

untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

8) Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi

utama yaitu   menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting

seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat

dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan

melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan

mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke

dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk

inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.
Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi

melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

9) Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki

berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.Organ ini

memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam

tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan

obat.

4. Patofisiologi

Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu juga

riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi alkohol

yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus peptikum.

Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah lebih kearah

Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke gastritis (30-

40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang varises (Davey, 2017).

Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan yang

berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan

kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya

meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan

riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai kolaps

hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy

(adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan

perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak) (Davey, 2017).

Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan

kepada factor-faktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh darah

(vasculopathy) seperti pada tukak peptic, pecahnya varises esophagus; factor

trombosit (thrombopathy) seperti pada ITP, factor kekurangan zat-zat pembentuk

darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati dan lain-lain. Malahan pada

serosis hati dapat terjadi ketiganya : vasculopathy, pecahnya varises esophagus,


thrombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi perifer akibat

hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-sel hati (Davey,

2017).

Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi yaitu

pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinngi dan

kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena tekanan vena porta yang

terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh peningkatan tekanan intra abdomen

yang tiba-tiba seperti pada mengejan, mengangkat barang berat, dan lain-lain (Davey,

2017).

Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer, seperti

pada : hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-lain. Dapat

pula secara sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan iatrigenic seperti

penderita dengan terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, drug-induce

thrombocytopenia, pemberian transfuse darah yang massif, dan lain-lain (Davey,

2017).
5. Pathway

Sumber : (Davey, 2017).


6. Manifestasi klinik

Gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien melena adalah sebagai berikut:

a. Gelisah

b. Suhu badan mungkin meningkat

c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada

d. Berak yang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih

e. Rasa sakit di perut

f. Rasa kembung

g. Tonus dan turgor  kulit berkurang

h. Selaput lendir dan bibir kering (Mubin, 2016).

7. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien hematemesis melena adalah:

a. Koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan

kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan

parenkim hati)

b. Syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan

tekanan darah menurun)

c. Aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran

napas)

d. Anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari)

(Mubin, 2016).

8. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan tinja

Makroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi

gula, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap

berbagai antibiotika (pada diare persisten).

2) Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K,Ca dan

Potassium serum pada diare yang disertai kejang).

3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.

4) Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan

kualitatif terutama pada diare kronik (Mubin, 2016).

b. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan fisik

 Penurunan berat badan

 Anemia

 Demam

2) Pemeriksaan khusus

 Colon rektal

 Rektosigmoideskopi

 Barium enema

 Barium meal

3) Pemeriksaan laboratorium

 LED

 Hipokalsemia

 Avitaminosis D

 Serum albumin tinggi

4) Radiologis

5) Kolonoskopi (Mubin, 2016).

9. Penatalaksanaan medis

Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan

sebaiknya diraat di rumah sakit  untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian

atas meliputi :

a. Pengawasan dan pengobatan umum

1) Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek

sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.

2) Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila

perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.

3) Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis  slama

belum ada darah.

4) Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang

CVP monitor.

5) Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk

mengikuti keadaan perdarahan.

6) Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan

mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.

7) Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom

(Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau

ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.

8) Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika yg

tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini

dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh

bakteri usus, dan dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

b. Pemasangan pipa naso-gastrik

Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage

(kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air  pada

kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan

terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan

akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air

sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu
tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera

dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.

c. Pemberian pitresin (vasopresin)

Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan

mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan

tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti.

Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi

vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat

tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu

pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya

penyakit jantung koroner/iskemik.

d. Pemasangan balon SB Tube

Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya

varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan

kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian

alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul

pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang

baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran

makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB

tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak

pernah dijumpai.

e. Pemakaian bahan sklerotik

Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak

3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises

kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose

umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer

dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan

saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.

f. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan

perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan

operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,

pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan

berhenti dan fungsi hari membaik. Selain cara-cara diatas, adapula metode lain

untuk menghentikan perdarahan varises esophagus, antara lain :

1) Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R)

yang langsung disuntikkan intravena.

2) Endoscopic band ligator

Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan

sebagai berikut :

a) Laser photo coagulation

b) Diathermy coagulation

c) Adrenalin injection (Mubin, 2016).

B. Konsep asuhan keperawatan teoritis

1. Pengkajian

a. Identitas pasien, meliputi :

Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-laki

maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS,

dan Diagnosa medis

b. Keluhan utama

biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang

secara tiba-tiba.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara

tiba-tiba

2) Riwayat kesehatan dahulu


Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis hepatitis,

hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas, riwayat

penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan obatulserorgenik, kebiasaan /

gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).

3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan makan

yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat mempengaruhi

anggota keluarga yang lain

d. Pola-pola fungsi kesehatan

1) Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat

ulserogenik

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah,

kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk

makanan yang lunak yang mudah dicerna

3) Pola aktivitas dan latihan

Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein (hydroprotein)

yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot

dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi

atau harus berhenti bekerja 

4) Pola eliminasi

Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB terjadi

konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti petis,

konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi pekat.

5) Pola tidur dan istirahat

Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut

membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.


6) Pola hubungan peran

Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam

menjalankan perannya seperti semula.

7) Pola reproduksi seksual

Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan

estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido

dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus

haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien

sebagai pasangan suami dan istri.

8) Pola penaggulangan stres

Biasanya kx dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi masalahnya

namun sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka kx dapat destruktif

lingkungan sekitarnya.

9) Pola tata nilai dan kepercayaan

Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.

e. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak seimbangan

nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna,

mual, muntah, kembung.

2) Sistem respirasi

Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan

hipoksia, ascites.

3) Sistem kardiovaskuler

Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati

menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).

4) Sistem gastrointestinal.

Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.

5) Sistem persyarafan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara

lambat tak jelas.

6) Sistem geniturianaria / eliminasi

Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites),

penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap

pekat, diare / konstipasi (Nurarif, 2016).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pola nafas tidak efektif b.d posisi tubuh yang menghambat ekspnsi paru

b. Resiko hipovolemia b.d kehilangan cairan secara aktif

c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

3. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen pola nafas
efektif b.d posisi keperawatan 3 x 24 jam Observasi:
tubuh yang pola nafas efektif. a. Monitor pola nafas
menghambat ekspansi Kriteria hasil: frekuensi, kealaman
paru a. Penggunaan otot b. Monitor bunyi nafas
bantu nafas sedang tambahan
b. Frekuensi nafas Terapeutik:
sedang c. Pertahankan kepatenan
c. Kedalaman nafas jalan nafas
sedang d. Posisikan semi fowler
e. Berikan oksigen
Edukasi:
f. Anjurkan batuk efektif
Kolaborasi:
g. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, mukolitik,
ekspektoran.
2. Resiko hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Observasi:
b.d kehilangan cairan keperawatan 3 x 24 jam a. Periksa tanda dan gejala
secara aktif diharapkan kebutuhan hipovolemia (mis:
nutrisi mencukupi frekuensi nadi meningkat,
Kriteria hasil : nadi teraba lemah, TD
a. Kekuatan nadi menurun, membran
sedang mukosa kering
b. Turgor kulit sedang b. Monitor intake cairan outp
c. Intake cairan sedang ut cairan
d. Suhu tubuh sedang Terapeutik:
c. Hitung kebutuhan cairan
d. Berikan asupan cairan oral
Edukasi:
e. Anjurkan memperbanyak a
supan cairan oral
f. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi:
g. Kolaborasi pemberian
cairan IV : Nacl, RL
h. Kolaborasi pemberian
produk darah
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Aktivitas
b.d kelemahan keperawatan 3 x 24 jam Observasi:
diharapkan dapat melakukan a. Identifikasi gangguan
aktivitas fungsi tubuh yang
Kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
a. Kemudahan b. Monitor kelelahan fisik
melakukan aktivitas c. Monitor pola dan jam tidur
sehari-hari cukup Terapeutik
meningkat d. Sediakan lingkungan
b. Kekuatan tubuh nyaman dan rendah
cukup meningkat stimulus
c. e. Lakukan latihan rentang
gerak
f. Berikan aktivitas distraksi
Edukasi:
g. Anjurkan tirah baring
h. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
i. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
A.

B.

DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. (2017). At A Glance Medicine. Jakarta: EGC

Grace, P. A. dan Borley, N.R. (2017). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Mansjoer, Arif (2018). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media. Aesculapius.

Mubin (2016).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.). Jakarta:
EGC.

Nettina, Sandra M. (2017). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC

Nurarif. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Hematemesis.


Yogyakarta : Media Action Publishing.
PPNI. (2018 ). Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018 ). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018 ). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorrain M, 2017, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, edisi 6, Jakarta: EGC.
Sylvia, A Price. 2019. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi 6.Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai