Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“APPENDICITIS”

OLEH :

EVA SUSANTI LUBIS

00320060

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns. Hendri Pencon, S.Kep) (Ns. Rizki Sari Utami M, S. Kep, M. Kep)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AWAL BROS BATAM
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDICITIS

A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif
dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
(Brunner dan Sudarth, 2012).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2017).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith
(batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena
parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis(Ovedolf, 2016).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2015)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2015).
B. Anatomi Fisiologi

1. Usus Halus

Usus halus (Intestinum minor) adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum panjangnya sekitar 6 m,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan.

Bagian –bagian usus halus yaitu :

Disebut juga usus 12 jari, panjangnya sekitar 25cm berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit disebut Papila vateri. Pada
papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus wirsungi / duktus pankreatikus). Empedu dibuat di hati, untuk dikeluarkan ke
duodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan
bantuan lipase. Empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung oleh empedu dan di
alirkan ke usus dua belas jari. Empedu mengandung garam- garam empedu dan zat
pewarna empedu (bilirubin). Garam empedu berfungsi mengemulsikan lemak, zat
warna empedu berwarna kecoklatan, dan dihasilkan dengan cara perombakansel darah
merah yang sudah tua di hati.

a. Jejunum

Panjangnya 2-3 meter berkelok-kelok terdapat sebelah kiri atas dari intestinum
minor dengan perantaraan lipatan peritoneum, berbentuk kipas (mesenterium).
Akar mesenterium memungkinkan keluar masuk arteri dan vena mesenterika
superior. Pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium penampung jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal
dan banyak mengandung pembuluh darah.

b. Ileum

Ujung batas antara jejunum dan ileum tidak jelas, panjangnya kira-kira 4-5 meter.
ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileoselkalis. Orifisium ini diperkuat oleh spinter ileoselkalis
dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula
baukini, berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolom assendens tidak masuk
kembali kedalam ileum.
Di dalam usus halus terjadi proses pencernaan kimiawi dengan melibatkan
berbagai enzim pencernaan. Karbohidrat di cerna menjadi glukosa, lemak di
cerna menjadi asam lemak dan gliserol dan protein di cerna menjadi asam amino.
Jadi, pada usus dua belas jari, seluruh proses pencernaan karbohidrat, lemak, dan
protein di selesaikan. Selanjutnya, proses penyerapan (absorpsi) akan
berlangsung di usus kosong dan sebagian di usus penyerap karbohidrat setiap
dalam bentuk glukosa

Lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol. Vitamin dan mineral tidak
mengalami pencernaan dan dapat di tarima langsung oleh usus halus. Pada
dinding usus penyerap terdapat jonjot-jonjot usus yang disebut vili. Vili berfungsi
untuk memperluas daerah penyerapan usus halus sehingga sari-sari makanan
dapat terserap lebih banyak dan cepat, dinding vili banyak mengandung kapiler
darah atau pembuluh limfe. (pembuluh getah bening usus). Agar dapat mencapai
darah. Sari-sai makanan harus menembus sel dinding usus halus yang selanjutnya
masuk pembuluh darah atau pembuluh limfe, Glukosa, Asam amino, Vitamin,
dan Mineral setalah diserap oleh usus halus melalui kapiler darah akan dibawah
oleh darah melalui pembuluh vena porta hepar ke hati. Selanjutnya, dari hati ke
jantung kemudian di edarkan ke seluruh tubuh.
Asam lemak dan gliserol bersama empedu membentuk suatu larutan yang disebut
misel. Pada saat bersentuhan dengan sel vili usus halus. Gliserol dan asam lemak
dan gliserol dibawah oleh pembuluh getah bening usus (pembuluh kil), dan
akhirnya masuk ke dalam peredaran darah. Sedangkan garam empedu yang telah
masuk ke darah menuju ke hati untuk dibuat empedu kembali. Vitamin yang larut
dalam lemak (Vitamin A,D,E dan K) diserap oleh usus halus diangkut melalui
pembuluh getah bening. Selanjutnya, vitamin-vitamin tersebut masuk kesistem
peredaran darah.

Umumnya makanan diserap saat mencapai akhir usus halus. Sisa makanan yang
tidak diserap, secara perlahan-lahan bergerak menuju usus besar. Absorpsi
makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung di dalam usus halus
melalui 2 (dua) saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di
sebelah dalam permukaan vili usus.
Fungsi usus halus terdiri dari :
1) Menerima zat-zat rnakanan yang sudab dicerna untuk diserap melalu i
kapiler- kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk emulsi, lemak.
2. Usus Besar

Usus besar (intestinum mayor) merupakan saluran pencernaan berupa usus


berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5-1,7 meter,
dan lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar, lapisan selaput
lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, lapisan Jaringan ikat.

Fungsi usus besar, terdiri dari:

a. Menyerap air dan makanan.


b. Tempat tinggal baktert koli.
c. Tempat feses.

Bagian dari usus besar yaitu kolon asenden, kolon tranversum, kolon descenden,
rectum dan sigmoid.

Makanan yang tidak dicerna diusus halus, misalnya selulosa bersama dengan lendir
akan menuju ke usus besar menjadi fases. Dalam usus besar juga terdapat bakteri
escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa makanan.
Bakteri e.coli juga menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting dalam proses
pembekuan darah.

Usus besar terdiri dari bagian yang naik, yaitu mulai dari usus buntu (apendiks),
bagian mendatar, bagian menurun, dan berakhir pada anus. Didalam usus besar fases
di dorong secara teratur dan lambat oleh gerakan pristalsis menuju ke rektum (poros
usus). Gerakan pristalsis dikendalikan oleh otot polos (otot tak sadar). Pada saat buang
air besar otot sfingeres dianus di pengaruhi oleh otot lurik (otot sadar). Jadi, proses
defekasi (buang air besar) dilakukan dengan adanya konstrasi otot dinding perut yang
di ikuti dengan mengendurnya otot sfingeter anus dan konstraksi kolon serta rektum,
akibatnya feses dapat terdorong keluar anus.
C. Penyebab dan Faktor Pedisposisi

Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh:


o Fekalis/ massa keras dari feses
o Tumor, hiperplasia folikel limfoid
o Benda asing

D. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2. Mual, muntah
3. Anoreksia, malaisse
4. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
5. Spasme otot
6. Konstipasi, diare

E. Patofsiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks.
Penyumbatan tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks memiliki keterbatasan sehingga terjadi peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang menyebabkan edema, diapedesis
bakteridan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai
dengan nyeri epigastrium.Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambahdan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang meluas dan mengenai peritoneum setempat
akan menyebabkan nyeri perut kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif
akut. Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang
rapuh tersebut pecah maka akan terjadi apendisitis perforasi.
F. Pathway Keperawatan

Tumor, Massa Keras Dari Benda Asing


Hiperplasia Feces
Folikel
Limfoid

Massa Kerja Feses

Obstruksi Abdomen

Suplai Aliran Darah ↓


Mukosa Terkikis

• Perforasi Peradangan Peningkatan Suhu


• Abses Pada Appendiks Tubuh
• Peritonitis

Gangguan Dehidrasi
NYERI
Pola Tidur
Appendiktomy

HIPERTERMI

GANGGUAN
Insisi Bedah
MOBILISASI
FISIK

RESIKO TERJADINYA INFEKSI


G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
2. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
3. Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboraturium
Pemeriksaan laboraturium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendiksitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reactive (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pada pasien biasanya ditemukan
jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil di atas 75 %. Sedangkan pada
pemeriksaan CRP biasanya ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-
12 jam setelah inflamasi jaringan.
2. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya leukosit, eritrosit dan bakteri di dalam urine. Pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkarkan diagnosis banding seperti infeksi saluran
kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis hampir sama dengan
appendiksitis.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendiksitis akut antara
lain adalah Ultrasonografi dan CT-Scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan
bagian yang memanjang pada tempatnya yang terjadi inflamasi pada appendiks.
Sedangkan pada pemeriksaan CT-Scan ditemukan pada bagian yang menyilang
dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta
adanya pelebaran dari saekum.
4. Pemeriksaan USG
Bila pemeriksaan fisik meragukan dapat dilakukan pemeriksaan USG, juga pada
wanita juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis bandingseperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
I. Pengkajian Fokus

1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda : Tachikardi
3. Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/lepas abdomen, penurunan bising usus
4. Cairan/makanan
Gejala : anoreksia, mual, muntah
5. Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau
nafas dalam.

Tanda : perilaku berhati-hati, berbaring kesamping atau terlentang dengan lutut


ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
atau posisi duduk tegak.

6. Keamanan
Tanda : demam
7. Pernapasan
Tanda : Tachipnea, Pernapasan dangkal

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi
iskemia, neoplasma)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan perforasi dan prosedur operasi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
4. Hipertermi berhubungan dengan Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses
penyakit (missal infeksi dan kanker), ketidak sesuain pakaian dengan suhu
lingkungan, peningkatan laju metabolism, respon trauma, aktivitas berlebih ,
penggunaan incubator.
5. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (misal kelembaban
lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap,
jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan), kurang control tidur, kurang privasi,
restrain fisik, ketiadaan teman tidur, tidak familiar dengan peralatan tidur.
K. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Nyeri aku SLKI : SIKI :
Penyebab : Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nyeri
➢ Agen pencedera fisiologis selama 3x24 jam diharapkan nyeri pada Observasi
(missal inflamasi iskemia, pasien berkurang dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
neoplasma Tingkat Nyeri : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
➢ Agen pencedera kimiawi 1. Nyeri berkurang dengan skala 2 2. Identifikasi skala nyeri
(missal terbakar, bahan 2. Pasien tidak mengeluh nyeri 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
kimia iritan 3. Pasien tampak tenang 4. Identifikasi factor yang memperingan
➢ Agen pencedera fisik 4. Pasien dapat tidur dengan tenang dan memperberat nyeri
(misal abses, amputasi, 5. Frekuensi nadi dalam batas 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
prosedur operasi , trauma normal (60-100 x/menit) tentang nyeri
dll ) 6. Tekanan darah dalam batas 6. Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
Gejala dan tanda mayor normal (90/60 mmHg -120/80 7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
Subjektif : mengeluh nyeri mmHg) kualitas hidup pasien
Objektif : 7. RR dalam batas normal (16- 8. Monitor efek samping penggunaan
➢ Tampak meringis 20x/menit) analgetik
➢ Bersikap proaktif 9. Monitor keberhasilan terapi komplementer
➢ Gelisah yang sudah diberikan
➢ Frekuensi nadi meningkat Kontrol Nyeri Terapeutik
➢ Sulit tidur 1. Melaporkan bahwa nyeri 1. Fasilitasi istirahat tidur
Gejala tanda mayor berkurang dengan menggunakan 2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (
Subjektif : - manajemen nyeri missal: suhu ruangan, pencahayaan dan
Objektif : 2. Mampu mengenali nyeri (skala, kebisingan).
➢ TD meningkat intensitas, frekuensi dan tanda 3. Beri teknik non farmakologis untuk meredakan
➢ Pola nafas berubah nyeri nyeri (aromaterapi, terapi pijat, hypnosis,
➢ Nafsu makan berubah Status Kenyamanan biofeedback, teknik imajinasi terbimbimbing,
➢ Proses berfikir terganggu 1. Menyatakan rasa nyaman setelah teknik Tarik napas dalam dan kompres hangat/
➢ Menarik diri nyeri berkurang dingin)
➢ Berfokus pada diri sendiri
➢ Diaforesisi Edukasi
Gejala dan tanda minor 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu Nyeri
Subjektif : - 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Objektif 3. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
➢ Tekanan darah meningkat 4. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
➢ Pola nafas berubah Kolaborasi
➢ Nafsu makan berubah 5. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
➢ Proses berpikir terganggu
➢ Menarik diri
➢ Berfokus pada diri sendiri
diaforesisi
2 Resiko infeksi berhubungan SLKI SIKI
dengan perforasi dan prosedur Setelah dilakukan asuhan keperawatan
Pencegahan Infeksi
operasi selama 1 x 24 jam diharapkan klien
Faktor Resiko terhindar dari resiko infeksi dengan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
➢ Penyakit kronis kriteria 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
➢ Efek procedur invasive hasil: pasien dan lingkungan pasien
➢ Malnutrisi 1. Tingkat Infeksi
3. Melakukan perawatan luka
➢ Peningkatan paparan 2. Integritas Kulit dan jaringan baik
organisme pathogen 4. Monitoring TTV
lingkungan
➢ Ketidak adekuatan
pertahanan tubuh primer
(gangguan peristaltic,
kerusakan integritas kulit,
perubahan sekresi PH,
penurunan kerja siliaris,
ketuban pecah lama,
ketuban pecah sebelum
waktunya, merokok, statis
cairan tubuh)
➢ Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder (penurunan
hemoglobin,
immunosupresi,
leukopenia, supresi respon
inflamasi, vaksinasi tidak
adekuat)

Kondisi kilnis :
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru obstruktif
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasive
6. Kondisi penggunaan
terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban pecah sebelum
waktunya
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Immunosupresi
12. Leukositopenia
13. Gangguan fungsi hati
3 Gangguan pola tidur berhubungan SLKI : SIKI
dengan tindakan prosedur Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi:
invasive yang menyebabkan nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan pola tidur 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
di luka operasi membaik dengan kriteria : 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik
Penyebab : 1. Klien dapat istirahat cukup dan/atau psikologis)
➢ Hambatan lingkungan 2. Tidak ada keluhan sulit tidur 3. Identifikasi makanan dan minuman yang
(mis. kelembapan 3. Tidak ada keluhan sering terjaga mengganggu tidur (mis. kopi, teh, alkohol,
lingkungan sekitar, suhu 4. Tidak ada keluhan tidak puas tidur makanan mendekati waktu tidur, minum
lingkungan, pencahayaan, 5. Pola tidur tidak berubah banyak air sebelum tidur)
kebisingan, bau tidak 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/ Terapeutik:
tindakan)
➢ Kurang control tidur
➢ Kurang privasi 1. Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan,
➢ Restrain fisik kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
➢ Ketiadaan teman tidur
2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
➢ Tidak familiar dengan
peralatan tidur 3. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
Gejala dan Tanda Mayor
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
Subjektif :
1. Mengeluh sulit tidur 5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
2. Mengeluh sering terjaga kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi,
3. Mengeluh tidak puas tidur terapi akupresur)
4. Mengeluh pola tidur
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
berubah
tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga
5. Mengeluh istirahat tidak
cukup Edukasi
Objektif : -
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

Gejala dan Tanda Minor 2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur


Subjektif :
3. Anjurkan menghindari makanan/minuman
1. Mengeluh kemampuan
yang mengganggu tidur
beraktivitas menurun
Objektif : -
4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
Kondisi Klinis Terkait mengandung supresor terhadap tidur REM
1. Nyeri / kolik
5. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
2. Hipertiroidisme
terhadap gangguan pola tidur (mis.
3. Kecemasan
psikologis:gaya hidup, sering berubah shift
bekerja)
4. Penyakit paru obstruktif
5. Kehamilan 6. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
6. Periode pasca partum nonfarmakologi lainnya
7. Kondisi pasca operasi

4 Gangguan mobilitas fisik SLKI SIKI


berhubungan dengan nyeri Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan mobilisasi
Penyebab selama 3X24 jam diharapkan masalah Observasi :
1. Kerusakan integritas teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
struktur tulang 1. Pasien meningkat dalam aktivitas 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.
2. Perubahan metabolisme fisik. 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
3. Ketidakbugaran fisik 2. Mengerti tujuan dari peningkatan sebelum memulai mobilisasi.
4. Penurunan kendali otot mobilitas. 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
5. Penurunan massa otot 3. Memverbalisasikan perasaan dalam mobilisasi.
6. Penurunan kekuatan otot meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah. Terapeutik :
7. Keterlambatan 4. Memperagakan penggunaan alat. 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
perkembangan (mis. Pagar tempat tidur).
8. Kekakuan sendi 2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu.
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
11. Gangguan meningkatkan pergerakan.
muskuloskeletal
12. Gangguan neuromuskular Edukasi :
13. Indeks masa tubuh diatas 1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
persentil ke-75 sesuai usia 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
14. Efek agen farmakologis (Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
15. Program pembatasan dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk
gerak di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
16. Nyeri kursi)
17. Kurang terpapar informasi
tentang aktivitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakukan
pergerakan
21. Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh sulit
menggerakkan
ekstremitas
Objektif
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM)
menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan
pergerakan
3. Merasa cemas saat
bergerak
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak
terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait


1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthirtis
6. Ostemalasia
7. Keganasan
5 Hipertermi berhubungan dengan SLKI : SIKI
proses penyakit (missal infeksi Termoregulasi Manajemen Demam
dan kanker), Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 7
Observasi
Penyebab jam, maka hipertermia menurun atau
➢ Dehidrasi suhu tubuh dalam rentang normal dengan 1. monitor tanda –tanda vital (mis, suhu tubuh,
➢ Terpapar lingkungan keriteria hasil frekuensi nadi, frekuensi napas, dan tekanan
panas 1. Menggigil menurun darah)
➢ Proses penyakit (mis. 2. Tidak tampak kulit yang 2. monitor intake dan output cairan
Infeksi memerah 3. monitor komplikasi akibat demam (mis,
dan kanker) 3. Tidak ada kejang kejang, penurunan, kesadaran, kadar
➢ Ketidaksesuaian pakaian 4. Tidak tampak Akrosianosis elektrolit abnormal, ketidakseimbangan
dengan suhu lingkungan 5. Konsumsi oksigen menurun asam-basa, aritmia)
6. Piloereksi menurun
7. Tidak tampak pucat Terapeutik
➢ Peningkatan laju 8. Tidak terdapat takikardia 1. Tutupi badan dengan selimut/pakaian dengan
metabolissme 9. Tidak tampak takipnea tepat (selimut/pakaian tipis saat merasa dingin
➢ Respon trauma 10. Tidak terdapat bradikardia dan selimut/pakaian merasa panas)
➢ Aktivitas berlebih 11. Tidak ada hipoksia 2. Lakukan tepid sponge, jika perlu
➢ Penggunaan incubator 12. Suhu tubuh membaik 3. Berikan oksigen, jika perlu
Gejala dan tanda Mayor 13. Suhu kulit membaik
Subyektif : Tidak tersedia 14. Kadar glukosa membaik Edukasi
Obyektif : 1. Anjurkan tirah baring
1. Suhu tubuh diatas nilai
2. Anjurkan memperbanyak minum
normal
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi:
Subyektif : Tidak tersedia 1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
Obyektif : intravena, jika perlu
1. Kulit merah 2. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
2. Kejang 3. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
3. Takikardi
4. Tachipnea
5. Kulit terasa hangat

Kondisi Klinis Terkait


1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Smeltzer, Bare (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

PPNI (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Doagnostik
, Edisi 1. Jakarta : DPP . PPNI

PPNI (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan , Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai