“APPENDICITIS”
OLEH :
00320060
(Ns. Hendri Pencon, S.Kep) (Ns. Rizki Sari Utami M, S. Kep, M. Kep)
APPENDICITIS
A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif
dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
(Brunner dan Sudarth, 2012).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2017).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith
(batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena
parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis(Ovedolf, 2016).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2015)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2015).
B. Anatomi Fisiologi
1. Usus Halus
Usus halus (Intestinum minor) adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum panjangnya sekitar 6 m,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan.
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya sekitar 25cm berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit disebut Papila vateri. Pada
papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus wirsungi / duktus pankreatikus). Empedu dibuat di hati, untuk dikeluarkan ke
duodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan
bantuan lipase. Empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung oleh empedu dan di
alirkan ke usus dua belas jari. Empedu mengandung garam- garam empedu dan zat
pewarna empedu (bilirubin). Garam empedu berfungsi mengemulsikan lemak, zat
warna empedu berwarna kecoklatan, dan dihasilkan dengan cara perombakansel darah
merah yang sudah tua di hati.
a. Jejunum
Panjangnya 2-3 meter berkelok-kelok terdapat sebelah kiri atas dari intestinum
minor dengan perantaraan lipatan peritoneum, berbentuk kipas (mesenterium).
Akar mesenterium memungkinkan keluar masuk arteri dan vena mesenterika
superior. Pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium penampung jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal
dan banyak mengandung pembuluh darah.
b. Ileum
Ujung batas antara jejunum dan ileum tidak jelas, panjangnya kira-kira 4-5 meter.
ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileoselkalis. Orifisium ini diperkuat oleh spinter ileoselkalis
dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula
baukini, berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolom assendens tidak masuk
kembali kedalam ileum.
Di dalam usus halus terjadi proses pencernaan kimiawi dengan melibatkan
berbagai enzim pencernaan. Karbohidrat di cerna menjadi glukosa, lemak di
cerna menjadi asam lemak dan gliserol dan protein di cerna menjadi asam amino.
Jadi, pada usus dua belas jari, seluruh proses pencernaan karbohidrat, lemak, dan
protein di selesaikan. Selanjutnya, proses penyerapan (absorpsi) akan
berlangsung di usus kosong dan sebagian di usus penyerap karbohidrat setiap
dalam bentuk glukosa
Lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol. Vitamin dan mineral tidak
mengalami pencernaan dan dapat di tarima langsung oleh usus halus. Pada
dinding usus penyerap terdapat jonjot-jonjot usus yang disebut vili. Vili berfungsi
untuk memperluas daerah penyerapan usus halus sehingga sari-sari makanan
dapat terserap lebih banyak dan cepat, dinding vili banyak mengandung kapiler
darah atau pembuluh limfe. (pembuluh getah bening usus). Agar dapat mencapai
darah. Sari-sai makanan harus menembus sel dinding usus halus yang selanjutnya
masuk pembuluh darah atau pembuluh limfe, Glukosa, Asam amino, Vitamin,
dan Mineral setalah diserap oleh usus halus melalui kapiler darah akan dibawah
oleh darah melalui pembuluh vena porta hepar ke hati. Selanjutnya, dari hati ke
jantung kemudian di edarkan ke seluruh tubuh.
Asam lemak dan gliserol bersama empedu membentuk suatu larutan yang disebut
misel. Pada saat bersentuhan dengan sel vili usus halus. Gliserol dan asam lemak
dan gliserol dibawah oleh pembuluh getah bening usus (pembuluh kil), dan
akhirnya masuk ke dalam peredaran darah. Sedangkan garam empedu yang telah
masuk ke darah menuju ke hati untuk dibuat empedu kembali. Vitamin yang larut
dalam lemak (Vitamin A,D,E dan K) diserap oleh usus halus diangkut melalui
pembuluh getah bening. Selanjutnya, vitamin-vitamin tersebut masuk kesistem
peredaran darah.
Umumnya makanan diserap saat mencapai akhir usus halus. Sisa makanan yang
tidak diserap, secara perlahan-lahan bergerak menuju usus besar. Absorpsi
makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung di dalam usus halus
melalui 2 (dua) saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di
sebelah dalam permukaan vili usus.
Fungsi usus halus terdiri dari :
1) Menerima zat-zat rnakanan yang sudab dicerna untuk diserap melalu i
kapiler- kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk emulsi, lemak.
2. Usus Besar
Bagian dari usus besar yaitu kolon asenden, kolon tranversum, kolon descenden,
rectum dan sigmoid.
Makanan yang tidak dicerna diusus halus, misalnya selulosa bersama dengan lendir
akan menuju ke usus besar menjadi fases. Dalam usus besar juga terdapat bakteri
escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa makanan.
Bakteri e.coli juga menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting dalam proses
pembekuan darah.
Usus besar terdiri dari bagian yang naik, yaitu mulai dari usus buntu (apendiks),
bagian mendatar, bagian menurun, dan berakhir pada anus. Didalam usus besar fases
di dorong secara teratur dan lambat oleh gerakan pristalsis menuju ke rektum (poros
usus). Gerakan pristalsis dikendalikan oleh otot polos (otot tak sadar). Pada saat buang
air besar otot sfingeres dianus di pengaruhi oleh otot lurik (otot sadar). Jadi, proses
defekasi (buang air besar) dilakukan dengan adanya konstrasi otot dinding perut yang
di ikuti dengan mengendurnya otot sfingeter anus dan konstraksi kolon serta rektum,
akibatnya feses dapat terdorong keluar anus.
C. Penyebab dan Faktor Pedisposisi
D. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2. Mual, muntah
3. Anoreksia, malaisse
4. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
5. Spasme otot
6. Konstipasi, diare
E. Patofsiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks.
Penyumbatan tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks memiliki keterbatasan sehingga terjadi peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang menyebabkan edema, diapedesis
bakteridan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai
dengan nyeri epigastrium.Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambahdan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang meluas dan mengenai peritoneum setempat
akan menyebabkan nyeri perut kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif
akut. Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang
rapuh tersebut pecah maka akan terjadi apendisitis perforasi.
F. Pathway Keperawatan
Obstruksi Abdomen
Gangguan Dehidrasi
NYERI
Pola Tidur
Appendiktomy
HIPERTERMI
GANGGUAN
Insisi Bedah
MOBILISASI
FISIK
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboraturium
Pemeriksaan laboraturium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendiksitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reactive (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pada pasien biasanya ditemukan
jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil di atas 75 %. Sedangkan pada
pemeriksaan CRP biasanya ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-
12 jam setelah inflamasi jaringan.
2. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya leukosit, eritrosit dan bakteri di dalam urine. Pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkarkan diagnosis banding seperti infeksi saluran
kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis hampir sama dengan
appendiksitis.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendiksitis akut antara
lain adalah Ultrasonografi dan CT-Scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan
bagian yang memanjang pada tempatnya yang terjadi inflamasi pada appendiks.
Sedangkan pada pemeriksaan CT-Scan ditemukan pada bagian yang menyilang
dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta
adanya pelebaran dari saekum.
4. Pemeriksaan USG
Bila pemeriksaan fisik meragukan dapat dilakukan pemeriksaan USG, juga pada
wanita juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis bandingseperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
I. Pengkajian Fokus
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda : Tachikardi
3. Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/lepas abdomen, penurunan bising usus
4. Cairan/makanan
Gejala : anoreksia, mual, muntah
5. Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau
nafas dalam.
6. Keamanan
Tanda : demam
7. Pernapasan
Tanda : Tachipnea, Pernapasan dangkal
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi
iskemia, neoplasma)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan perforasi dan prosedur operasi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
4. Hipertermi berhubungan dengan Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses
penyakit (missal infeksi dan kanker), ketidak sesuain pakaian dengan suhu
lingkungan, peningkatan laju metabolism, respon trauma, aktivitas berlebih ,
penggunaan incubator.
5. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (misal kelembaban
lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap,
jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan), kurang control tidur, kurang privasi,
restrain fisik, ketiadaan teman tidur, tidak familiar dengan peralatan tidur.
K. Perencanaan Keperawatan
Kondisi kilnis :
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru obstruktif
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasive
6. Kondisi penggunaan
terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban pecah sebelum
waktunya
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Immunosupresi
12. Leukositopenia
13. Gangguan fungsi hati
3 Gangguan pola tidur berhubungan SLKI : SIKI
dengan tindakan prosedur Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi:
invasive yang menyebabkan nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan pola tidur 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
di luka operasi membaik dengan kriteria : 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik
Penyebab : 1. Klien dapat istirahat cukup dan/atau psikologis)
➢ Hambatan lingkungan 2. Tidak ada keluhan sulit tidur 3. Identifikasi makanan dan minuman yang
(mis. kelembapan 3. Tidak ada keluhan sering terjaga mengganggu tidur (mis. kopi, teh, alkohol,
lingkungan sekitar, suhu 4. Tidak ada keluhan tidak puas tidur makanan mendekati waktu tidur, minum
lingkungan, pencahayaan, 5. Pola tidur tidak berubah banyak air sebelum tidur)
kebisingan, bau tidak 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/ Terapeutik:
tindakan)
➢ Kurang control tidur
➢ Kurang privasi 1. Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan,
➢ Restrain fisik kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
➢ Ketiadaan teman tidur
2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
➢ Tidak familiar dengan
peralatan tidur 3. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
Gejala dan Tanda Mayor
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
Subjektif :
1. Mengeluh sulit tidur 5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
2. Mengeluh sering terjaga kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi,
3. Mengeluh tidak puas tidur terapi akupresur)
4. Mengeluh pola tidur
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
berubah
tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga
5. Mengeluh istirahat tidak
cukup Edukasi
Objektif : -
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Smeltzer, Bare (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
PPNI (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Doagnostik
, Edisi 1. Jakarta : DPP . PPNI
PPNI (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan , Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI