LAPORAN PENDAHULUAN
( APENDISITIS )
PPN 26
NIM : 1490121003
2021
1. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut
merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan
terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan
pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan
laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi,
terutama disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang
pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.
2. Pengertian
Apendisitis adalah peradamgan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan Tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2005 dalan Nanda NICNOC
2015).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnyaapendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009).
Sistem organ pencernaan adalah sistem organ yang menerima makanan, mencerna
untuk dijadikan energi dan nutrient, serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Pada
dasarnya system pencernaan makanan yang terbentang dari mulut atau oris sampai ke anus
dalam manusia diebagi menjadi 3 bagian :
Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan, saluran pernapasan
harus memiliki persediaan air, elektrolit, dan makanan yang terus menerus, untuk ini
dibutuhkan :
4) Sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal yang membawa zat yang akan
diabsorpsi
Saluran pencernaan makanan menerima makanan dari luar dan mempersiapkan bahan
makanan untuk diserap oleh tubuh melalui proses mengunyah, menelan, dan menyerap zat
cair yang terdapat mulai dar mulut sampai ke anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah
menyediakan zat nutrien yang sudah dicerna secara berkesinambungan, untuk didistribusikan
ke dalam sel melalui sirkulasi dengan unsur-unsur (air,elektrolit,dan zat gizi).
a) Mulut
Merupakan organ yang pertama dari saluran pencernaan yang meluas dari bibir
sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara mulut dengan faring, terdiri dari;
- Vestibulum oris : Bagian di anatar bibir dan pipi diluar, gusi dan gigi bagian dalam,
bagian atas dan bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan membran mukosa bibir, pipi
dan gusi.
- Kavitas oris propia : Bagian diantara arkus alveolaris, gusi dan gigi.
b) Faring
- Nasofaring
- Orofaring
- Laringofaring
c) Esofagus
Merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring. Panjangnya kira-kira 25 cm.
Pada peralihan dari esofagus ke lambung terdapat sfingter kardiak yang dibentuk oleh
lapisan otot sirkuler esofagus. Sfingter ini terbuka secara refleks pada akhir peristiwa
menelan. Sedangkan pada bagaian bawah 2,5 cm cm diatas berbatasab dengan lambung
terdapat otot sirkuler esofagus yang berfungsi sebagai sfingter esofagus. Secara otomatis
sfingter esofagus menutup apabila gelombang peristaltik menelan berjalan menuruni
esofagus. Fungsi utama sfingter esofagus bawah mencegah isi lambung naik lagi ke
esofagus.
d) Lambung
Merupakan sebuah kantong muskuler yang letaknya antara esofagus dan usu halus,
sebelah kiri abdomen, di bawah diafragma bagian depan pankreas dan limpa. Lambung
merupakan saluran yang dapat mengembang karena danya gerakan peristaltik terutama di
daerah epigaster. Fungsi lambung yaitu :
e) Usus Halus
Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan
berakhir pada sekum. Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan saluran pencernaan dan
absorpsi pencernaan. Usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:
- Duodenum : bentuknya melengkung seperti kuku kuda, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Bagian kanan dari duodenum terdapat bagian tempat
bermuaranya saluran empedu dan saluran pankreas yang dinamakan papila vateri.
Dinding duodenum mempunyainlapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar Brunner yang memproduksi getah bening.
- Jejenum : panjangnya 2-3 meter berkelok-kelok terdapat sebelah kiri atas dari
intestinum minor dengan perantaraan lipatanperitonium, berbentuk kipas.
- Ileum : ujung batas antara jejunum dsn ileum tidak jelas, panjangnya kira-kira 4-5
meter. Ileum merupakan usus halus yang terletak sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum.
f) Usus Besar
- Sekum : kantong lebar terletak pada fosa iliak dekstra. Ilium memasuki fossa
iliaka sisi kira ostium iliosekalis. Bentuknya seperti cacing disebut umbai cacing
yang panjangnya kira-kira 6 cm.
- Kolon asendens : memanjang dari sekum ke fosa iliaka kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen, panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan
di bawah hati, membelok ke kiri.
- Kolon transversum : panjangnya kira-kira 38 cm, membujur dari kolon asendens
sampai ke kolon desendens. Berada di bawah abdomen sebelah kanan tempat
belokan yang disebut fleksura lienalis
- Kolon desendens : panjangnya lebuh kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen
bagian kiri dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan
ilium kiri.
- Kolon sigmoid : lanjutan dari kolon desemdens, panjangnya 40cm. Terletak
mirinf dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf s.
- Rektum Propia
- Pars analis rekti
Defekasi adalah hasil refleks apabila bahan feses masuk ke dalam rektum.
Dinding rektum akan meregang menimbulkan impuls aferens yang disalurkan
melalui pleksus mesenterikus dan menimbulkan gelombang peristaltik pada
kolon desendens. Kolon sigmoid mendorong feses ke arah anus. Apabila
gelombang peristaltik sampai di anus, sfingter ani internus dihambat dan
sfingter ani ektermus melemas sehingga terjadi defekasi.
b. Fisiologi
Fungsi pencernaan menurut Syaifuddin, 2011:223 adalah:
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan zat nutrien (zat yang sudah
dicerna), air dan garam berasal dari zat makanan untuk didistribusikan ke sel-sel melalui
sistem sirkulasi. Zat makanan merupakan sumber energi bagi tubuh seperti ATP yang
dibutuhkan sel-sel untuk melaksanakan tugasnya. Agar makanan dapat dicerna secara
optimal dalam saluran pencernaan, maka saluran pencernaan harus mempunyai
persediaan air, elektrolit dan zat makanan yang terus menerus. Untuk ini dibutuhkan:
Pergerakkan makanan melalui saluran pencernaan. Sekresi getah pencernaan. Absorbsi
hasil pencernaan, air dan elektrolit. Sirkulasi darah melalui organ gastrointestinal yang
membawa zat yang diabsorbsi. Pengaturan semua fungsi oleh sistem saraf dan hormon.
Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
2. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan
lender 1- 2 ml/hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir
ke sekum. Hambatan aliran lender dimuara apendiks tampaknya berperan dalam
phatogenesis apendiks.
Menurut klasifikasi :
a. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan Faktor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia
jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite.
b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis
akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah Kembali ke
bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan perut.
c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikrokospik (fibrosis
menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.
5. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks olehhiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebutakan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatanakan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltratapendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masihkurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Pathway
Peningkatan intra
lumen
Cemas
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik.
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah)
c. Pemeriksaan radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)
- Ultrasonografi (USG), CT scan.
- Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram.
7. Penatalaksanaan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam
tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Teknik laparoskopik, apendektomi
laparoskopik sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan
yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi, Laparoskopi
itu dikerjakan untuk diagnose dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada
Wanita. ( NANDA NICNOC, 2015)
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Biodata Pasien ( Nama, TTL, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Alamat, Suku
Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Status Pernikahan dll)
2) Keluhan Utama
3) Riwayat Kesehatan
4) Riwayat Kesehatan
5) Riwayat / Keadaan Psikososial
6) Pemeriksaan Fisik
7) Pola Kebiasaan Sehari-hari
b. Analisa Data
c. Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
kemampuan untuk f) Kolaborasi tim medis dalam anaerobdan hasil aerob gra negatif.
infeksi
Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
Amin Huda Nurarif, H. K. (2015). Aplikai Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta.
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.Jogjakarta:
Mediaction
PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI