Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN

( APENDISITIS )

PPN 26

NAMA : Welhelmus Louk

NIM : 1490121003

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


IMMANUEL BANDUNG

2021
1. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut
merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan
terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan
pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan
laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi,
terutama disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang
pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.

2. Pengertian
Apendisitis adalah peradamgan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan Tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2005 dalan Nanda NICNOC
2015).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnyaapendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009).

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 3 yaitu :


a. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoreum local.
b. Apendisitis rekurens
c. Apendisitis kronis
1. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

Gambar 1. Sistem Pencernaan Tubuh Manusia

Sistem organ pencernaan adalah sistem organ yang menerima makanan, mencerna
untuk dijadikan energi dan nutrient, serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Pada
dasarnya system pencernaan makanan yang terbentang dari mulut atau oris sampai ke anus
dalam manusia diebagi menjadi 3 bagian :

- Proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut sampai ke lambung.


- Proses penyerapan sari makanan yang terjadi di dalam usus
- Proses pengeluaran sisa-sisa makanan melalui anus
-

Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan, saluran pernapasan
harus memiliki persediaan air, elektrolit, dan makanan yang terus menerus, untuk ini
dibutuhkan :

1) Pergerakan makanan melalui saluran pencernaan


2) Sekresi getah pencernaan

3) Absorpsi hasil pencernaan air dan elektrolit

4) Sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal yang membawa zat yang akan
diabsorpsi

5) Pengaturan semua fungsi oleh sistem saraf dan hormon

Susunan saluran pencernaan terdiri dari oris(mulut); faring (tekak); esofagus


(kerongkong); ventrikulus (lambung); intesnium minor (usus halus); intesnium mayor (usus
besar); rektum; dan anus (dubur).

Saluran pencernaan makanan menerima makanan dari luar dan mempersiapkan bahan
makanan untuk diserap oleh tubuh melalui proses mengunyah, menelan, dan menyerap zat
cair yang terdapat mulai dar mulut sampai ke anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah
menyediakan zat nutrien yang sudah dicerna secara berkesinambungan, untuk didistribusikan
ke dalam sel melalui sirkulasi dengan unsur-unsur (air,elektrolit,dan zat gizi).

a) Mulut

Merupakan organ yang pertama dari saluran pencernaan yang meluas dari bibir
sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara mulut dengan faring, terdiri dari;

- Vestibulum oris : Bagian di anatar bibir dan pipi diluar, gusi dan gigi bagian dalam,
bagian atas dan bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan membran mukosa bibir, pipi
dan gusi.

- Kavitas oris propia : Bagian diantara arkus alveolaris, gusi dan gigi.

b) Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkong


panjangnya kira-kira 12 cm. Faring melanjutkan diri ke esofagus untuk pencernaan
makanan. Faring terdiri atas 3 bagian :

- Nasofaring

- Orofaring

- Laringofaring

Mekanisme faring melakukan gerakan mencegah masuknya makanan ke jalan


pernapasan dengan menutup sementara hanya beberapa detik, mendorong makanan
masuk ke dalam esofagus dan tidak membahayakan pernapasan. Dalam hal ini terjadi
penyilangan antara jalan makanan dengan jalan pernapasan. Jalan makanan masuk ke
belakang dan jalan pernapasan masuk ke depan melewati epiglotis lateral melalui
filiformis masuk ke esofagus.

c) Esofagus

Merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring. Panjangnya kira-kira 25 cm.
Pada peralihan dari esofagus ke lambung terdapat sfingter kardiak yang dibentuk oleh
lapisan otot sirkuler esofagus. Sfingter ini terbuka secara refleks pada akhir peristiwa
menelan. Sedangkan pada bagaian bawah 2,5 cm cm diatas berbatasab dengan lambung
terdapat otot sirkuler esofagus yang berfungsi sebagai sfingter esofagus. Secara otomatis
sfingter esofagus menutup apabila gelombang peristaltik menelan berjalan menuruni
esofagus. Fungsi utama sfingter esofagus bawah mencegah isi lambung naik lagi ke
esofagus.

d) Lambung

Merupakan sebuah kantong muskuler yang letaknya antara esofagus dan usu halus,
sebelah kiri abdomen, di bawah diafragma bagian depan pankreas dan limpa. Lambung
merupakan saluran yang dapat mengembang karena danya gerakan peristaltik terutama di
daerah epigaster. Fungsi lambung yaitu :

- Fungsi penampung makanan yang masuk melalui esofagus, menghancurkan


makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltik lambung dan getah
lambung.
- Fungsi bakterisid: oleh asam lambung
- Membantu proses pembentukan eritrosit: lambung menghasilkan zat faktor intrinsik
bersama dengan faktor ekstrinsik dari makanan, membentuk zat yang disebut anti-
anemik yang berguna untuk pertukaran eritrosit yang disimpan ddalam hati.

e) Usus Halus

Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan
berakhir pada sekum. Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan saluran pencernaan dan
absorpsi pencernaan. Usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:
- Duodenum : bentuknya melengkung seperti kuku kuda, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Bagian kanan dari duodenum terdapat bagian tempat
bermuaranya saluran empedu dan saluran pankreas yang dinamakan papila vateri.
Dinding duodenum mempunyainlapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar Brunner yang memproduksi getah bening.
- Jejenum : panjangnya 2-3 meter berkelok-kelok terdapat sebelah kiri atas dari
intestinum minor dengan perantaraan lipatanperitonium, berbentuk kipas.
- Ileum : ujung batas antara jejunum dsn ileum tidak jelas, panjangnya kira-kira 4-5
meter. Ileum merupakan usus halus yang terletak sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum.

Fungsi usus halus yaitu :


- Menyekresi cairan usus
- Menerima cairan empedu dan pankreas melalui duktus kholedukus dan duktus
pankreatikus
- Mencerna makanan
- Mengabsorpsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino,
karbohidrat dalam bentuk monoksida.
- Menggerakan kandungan usus

f) Usus Besar

Merupakan saluran pencernaan berupa usu berpenampang luas atau


berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5-1,7 meter dan penampang 5-5 cm.
Bagian dari usus besar yaitu :

- Sekum : kantong lebar terletak pada fosa iliak dekstra. Ilium memasuki fossa
iliaka sisi kira ostium iliosekalis. Bentuknya seperti cacing disebut umbai cacing
yang panjangnya kira-kira 6 cm.
- Kolon asendens : memanjang dari sekum ke fosa iliaka kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen, panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan
di bawah hati, membelok ke kiri.
- Kolon transversum : panjangnya kira-kira 38 cm, membujur dari kolon asendens
sampai ke kolon desendens. Berada di bawah abdomen sebelah kanan tempat
belokan yang disebut fleksura lienalis
- Kolon desendens : panjangnya lebuh kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen
bagian kiri dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan
ilium kiri.
- Kolon sigmoid : lanjutan dari kolon desemdens, panjangnya 40cm. Terletak
mirinf dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf s.

Fungsi usus besar yaitu :


- Menyerap air dan elektrolit untuk kemudian sisa massa membentuk massa
yang lembek yang disebut feses.
- Menyimpan bahan feses.
- Tempat tinggal bakteri koli

g) Rektun dan Anus

Rektum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan


intestinum mayor dengan anus sepanjang 12cm, dimulai dari pertengahan sakrum
dan berakhir pada kanalis anus. Rektum terletak dalam rongga pelvis, di depan os
sakrum dan os koksigis. Rektum terdiri dari dua bagian :

- Rektum Propia
- Pars analis rekti
Defekasi adalah hasil refleks apabila bahan feses masuk ke dalam rektum.
Dinding rektum akan meregang menimbulkan impuls aferens yang disalurkan
melalui pleksus mesenterikus dan menimbulkan gelombang peristaltik pada
kolon desendens. Kolon sigmoid mendorong feses ke arah anus. Apabila
gelombang peristaltik sampai di anus, sfingter ani internus dihambat dan
sfingter ani ektermus melemas sehingga terjadi defekasi.

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm


(kisaran 3- 15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65%
kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya4 . Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens.
Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks4 . Persarafan parasimpatis
berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus5.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi
apendiks akan mengalami gangrene.

b. Fisiologi
Fungsi pencernaan menurut Syaifuddin, 2011:223 adalah:
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan zat nutrien (zat yang sudah
dicerna), air dan garam berasal dari zat makanan untuk didistribusikan ke sel-sel melalui
sistem sirkulasi. Zat makanan merupakan sumber energi bagi tubuh seperti ATP yang
dibutuhkan sel-sel untuk melaksanakan tugasnya. Agar makanan dapat dicerna secara
optimal dalam saluran pencernaan, maka saluran pencernaan harus mempunyai
persediaan air, elektrolit dan zat makanan yang terus menerus. Untuk ini dibutuhkan:
Pergerakkan makanan melalui saluran pencernaan. Sekresi getah pencernaan. Absorbsi
hasil pencernaan, air dan elektrolit. Sirkulasi darah melalui organ gastrointestinal yang
membawa zat yang diabsorbsi. Pengaturan semua fungsi oleh sistem saraf dan hormon.
Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
2. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan
lender 1- 2 ml/hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir
ke sekum. Hambatan aliran lender dimuara apendiks tampaknya berperan dalam
phatogenesis apendiks.

Menurut klasifikasi :
a. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan Faktor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia
jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite.
b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis
akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah Kembali ke
bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan perut.
c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikrokospik (fibrosis
menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.

5. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks olehhiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebutakan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatanakan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltratapendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masihkurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Pathway

Fekalit, bolus ascaris, benda asing, dan jaringan parut

Obstruksi pada lumen appendiks

Keetidakseimbangan antara Migrasi bakteri dari colon ke


produksi dan ekskresi mucus appendiks

Peningkatan intra
lumen

Arteri terganggu Terhambatnya aliran limfe Obstruksi vena

Edema dan ulserasi


mukosa
Terjadinya infark pada
Nyeri epigastrium Edema dan peningakatan
usus
tekanan intara lumen

Nekrosis appendiks Nyeri akut


Peradangan pada dinding appendiks
Ganggren

Appendiks Peradangan meluas ke peritonium Mual dan muntah Mekanisme kompensansi


ganggrenosa tubuh
Pembedahan Absorbsi makanan tidak
adekuat, pengeluaran Peningkatan leukosit dan
cairan aktif peningkatan suhu tubuh
Cemas pasien dan Luka insisi post Risiko infeksi
keluarga, bedah
pengungkapan Hipertermi
cemas,
pengungkapan Nyeri saat ekstremitas kanan
pertanyaan digerakan, saat istirahat dan volume cairan kurang nutrisi kurang dari
beraktivitas dari kebutuhan kebutuhan

Nyeri akut Intoleransi aktivitas

Cemas
6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan fisik.

- Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana


dinding perut tampak mengencang (distensi).
- Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari
diagnosis apendisitis akut.
- Dengan Tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi –
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan
dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
- Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axila), lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.
- Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritorium tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di
rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum
lebih menonjol.
b. Pemeriksaan Laboratorium

Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah)
c. Pemeriksaan radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)
- Ultrasonografi (USG), CT scan.
- Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram.

7. Penatalaksanaan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam
tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Teknik laparoskopik, apendektomi
laparoskopik sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan
yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi, Laparoskopi
itu dikerjakan untuk diagnose dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada
Wanita. ( NANDA NICNOC, 2015)

8. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Biodata Pasien ( Nama, TTL, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Alamat, Suku
Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Status Pernikahan dll)
2) Keluhan Utama
3) Riwayat Kesehatan
4) Riwayat Kesehatan
5) Riwayat / Keadaan Psikososial
6) Pemeriksaan Fisik
7) Pola Kebiasaan Sehari-hari

b. Analisa Data

Setelah melakukan pengkajian, selanjutnya data yang di dapatkan dianalisa untuk


menentukan diagnose keperawatan dari apendisitis

c. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencederaan fisik

2) Resiko infeksi berhubungan dengan Efek prosedur invasif

3) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Kelemahan


d. Perencanaan Keperawatan

Rencana Keperawatan

No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional

1. Nyeri TUPEN : Intervensi : Rasional :


berhubungan a) Kaji skala nyeri lokasi,
dengan agen injuri Setelah dilakukan asuhan karakteristik dan laporkan perubahan a) Berguna dalam pengawasan dan keefesien
keperawatan 1x4 jam, nyeri dengan tepat. obat, kemajuan penyembuhan, perubahandan
fisik (luka insisi
post bedah diharapkan nyeri karakteristik nyeri.
berkurang b) Monitor tanda-tanda vital
appenditomi). b) Deteksi dini terhadap perkembangan
TUPAN : Setelah c) Pertahankan istirahat dengan posisi kesehatan pasien.
dilakukan asuhan semi fowler.
keperawatan 3x24jam, c) Menghilangkan tegangan abdomen yang
d) Dorong ambulasi dini. bertambah dengan posisi terlentang.
diharapkan nyeri
berkurang dengan e) mengajarkan Teknik relaksasi d) Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
napas dalam
Kriteria hasil : e) Meningkatkan relaksasi dan mengurangi
f) Kolaborasi tim dokter dalam nyeri.
a) Melaporkan nyeri
pemberian analgetika.
berkurang
f) Menghilangkan nyeri
b) Klien tampak rileks
c) Dapat tidur dengan baik
d) Tanda – tanda vital
dalam batas normal
Rencana Keperawatan

No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional

2. Resiko infeksi TUPEN : Intervensi : Rasional :


berhubungan a) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
dengan Efek Setelah dilakukan asuhan pada area insisi a) Dugaan adanya infeksi
prosedur invasif keperawatan 1x4 jam,
diharapkan resiko infeksi b) Monitor tanda-tanda b) Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepis,
berkurang vital.Perhatikan demam, abses, peritonitis.
menggigil, berkeringat, perubahan
TUPAN : Setelah mental c) Mencegah transmisi penyakit virus ke
dilakukan asuhan
keperawatan 3x24jam, c) Lakukan teknik isolasi untuk orang lain
diharapkan resiko infeksi infeksi enterik, termasuk cuci
berkurang dengan tangan efektif. d) Mencegah meluas dan membatasi
penyebaran organisme infektif
Kriteria hasil : d) Pertahankan teknik aseptic ketat
pada perawatan lukainsisi / /kontaminasi silang.
a) Klien bebas dari terbuka, bersihkandengan betadine.
tanda-tanda infeksi e) Menurunkan resiko terpajan.
e) Awasi / batasi pengunjung dan siap
b) Menunjukkan kebutuhan. f) Terapi ditunjukkan pada bakteri

kemampuan untuk f) Kolaborasi tim medis dalam anaerobdan hasil aerob gra negatif.

mencegah timbulnya pemberian antibiotic

infeksi
Rencana Keperawatan

No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional

3. Defisit Perawatan TUPEN : Intervensi : Rasional :


Diri berhubungan a) Mandikan pasien setiap hari sampai
Setelah dilakukan asuhan klien mampu melaksanakan sendiri a) Agar badan menjadi segar, melancarkan
dengan keperawatan 1x4 jam, peredaran darah dan meningkatkan
serta cuci rambut dan potong kuku
Kelemahan diharapkan deficit klien. kesehatan.
perawatan diri berkurang
b) Ganti pakaian yang kotor dengan
TUPAN : Setelah b) Untuk melindungi klien dari kuman dan
yang bersih.
dilakukan asuhan meningkatkan rasa nyaman
keperawatan 3x24jam, c) Berikan Hynege Edukasi padaklien
diharapkan deficit dan keluarganya tentang pentingnya c) Agar klien dan keluarga dapat termotivasi
perawatan diri berkurang kebersihan diri.
untuk menjaga personal hygiene.
dengan
d) Berikan pujian pada klien tentang
Kriteria hasil : kebersihannya. d) Agar klien merasa tersanjung dan lebih
kooperatif dalam kebersihan
1. Kemampuan mandi e) Bimbing keluarga klien memandikan
meningkat / menyeka pasien
e) Agar keterampilan dapat diterapkan
2. Kemampuan f) Bersihkan dan atur posisi serta
mengenakan pakaian f) Klien merasa nyaman dengan tenun yang
tempat tidur klien.
meningkat
bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
3. Mempertahankan
kebersihan diri dan
mulut meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, H. K. (2015). Aplikai Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta.
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.Jogjakarta:
Mediaction
PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai