Anda di halaman 1dari 26

LI.1.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pencernaan Bawah


LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Makroskopis Saluran Penceranaan Bawah
Intestinum Tenue (Usus Halus)
Intestinum Tenue (Usus Halus) adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.

Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( sebelah Luar ).

Gambar 1 : Saluran cerna bawah


Sumber : http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale
dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus.
Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
Gambar 2 : Duodenum
Sumber : http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm

2. Usus Kosong (jejenum)


Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti
“kosong”.Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis
pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak
Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.

Gambar 3 : Jejenum

3. Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.

Intestinum Crassum (Usus Besar)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Berbentuk tabung muskular berongga
dengan panjang sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diemeter usus besar
sudah pasti lebih besar dari usus halus, yaitu sekitar 6,5 cm, tetapi makin dekat anus diameternya
semakin kecil.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, tranversum, desesnden dan sigmoid. Tempat
kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas secara berturut-turut disebut
sebagai feksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan
membentuk lekukan berbentuk-S. bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum,
yang membentang dari kolon sigmoid hingga anus. Satu inci dari rektum disebut sebagai kanalis
ani dan dilindungi oleh sfingter ani internus dan ani eksternus. Panjang rektum dan kanalis ani
adalah sekitar 15 cm.
Usus besar terdiri dari :
* Kolon asendens (kanan)
* Kolon transversum
* Kolon desendens (kiri)
* Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari
usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare.

1. Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar Sekum menepati dua atau tiga inci pertama dari usus besar.
Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan
mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal ke dalam usus halus.
Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam
tiga pita yang disebut sebagi taenia koli. Panjang taenia lebih pendek daripaa usus,
sehingga usus tertarik dan berkerut mebentuk kanting-kanting kecil yang disebut
haustra. Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritonium yang berisi
lemak dan melekat sepanjag taenia.
Gambar 4,5 : Appendiks dan ligamen

2. Umbai Cacing (Appendix)


Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen
atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung
dengan caecum.Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20
cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda –
bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial
(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam
sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
Gambar 6 : Usus besar
Sumber: http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm

3. Rektum dan anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di
anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan
fungsi utama anus.

Gambar 7 : Rektum

Perdarahan
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada
suplai darah yang diterima. Arteria mesentrika superior memperdarahi belahan kanan (sekum,
kolon asenden, dan duapertiga proksimal kolon tranversum), dan arteria mesentrika inferior
mendarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan
bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis
media an inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Persarafan

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dngan pengecualian sfingter
eksterna yang bersda dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis bejalan melalui saraf
vagus ke bagian tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakra
menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf
splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian
serabut pasca ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi,
serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.

Gambar 8 : Vaskularisasi
Sumber: http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm

LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Mikroskopis Saluran Penceranaan Bawah


Gambar 9 : Lapisan Saluran Cerna
Pada saluran cerna baik atas maupun bawah semua memilik lapisan yang terdiri atas
mukosa, submukosa, muskularis dan serosa/adventisia.
Mukosa
a. Epitel
Pada saluran cerna bawah dilapisi oleh epitel berlapis toraks dengan sel goblet.
Selain itu juga pada permukan lumen terdapat vili – vili guna memperluas bidang
penyerapan nutrisi.

b. Lamina Propria
Pada lamina propria terdapat vaskularisasi. Selain itu juga terdapat kelenjar –
kelenjar intestinal.

c. Muskularis mukosa
Berupa lapisan muskularis yang tipis yang membatasi lapisan mukosa dengan
lapisan submukosa.
Submukosa
Pada lapisan submukosa terdapat trdapat perdarahan yang mendarahai saluran cerna.
Selain itu terdapat juga kelenjar pada segmen – segmen tertentu seperti duodenum. Pada lapisan
ini juga terdapat Plexus Meissner.
Muskularis
Terdiri atas lapisn sirkular ynag berjalan mengelilingi (melintang) lumen dan juga
longitudinal yang memanjang. Diantara muskularis surkular dan longitudinal terdapat Pexus
Auerbach.
Intestinum Tenue (Usus Halus)
Duodenum

Gambar 10 : Duodenum
Sumber : www.onlineveterinaryanatomy.net
Jejenum
Gambar 11 : Duodenum
Sumber : Histology diFiore
Ileum

Gambar 11 : Duodenum
Sumber : Histology diFiore

Intestinum Crassum (Usus Besar)


Gambar 12 : Intestinum Crassum
Sumber : www.histology-world.com
Rectum

Gambar 13 : Duodenum
Sumber : Histology diFiore
Gambar 13 : Duodenum
Sumber : Histology diFiore

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Duodenum – Rektum


Aliran sekresi getah lambung akan dihentikan secara bertahap seiring dengan mengalirnya
makanan ke dalam usus. Di dalam lambung telah terjadi pencernaan karbohidrat dan mulai tejadi
pencernaan protein. Makanan tidak diserap di lambung. Zat yang diserap di lambung adalah etil
alkohol dan aspirin. Makanan selanjutnya memasuki usus halus.

Intestinum Tenue (Usus Halus)


Usus halus merupakan tempat berlangsungnya pencernaan dan penyerapan. Usus halus di
bagi menjadi tiga segmen, yaitu:
1. Duodenum (20 cm/ 8 inci) : pencernaan di lumen duodenum di bantu oleh enzim-
enzim pankreas. Garam-garam empedu mempermudah pencernaan dan penyerapan
lemak.
2. Jejenum (2,5 m/ 8 kaki)
3. Ileum (3,6 m/12 kaki)

Proses motalitas yang terjadi di dalam usus halus mencakup :


1. Segmentasi : merupakan proses mencampur dan mendorong secara perlahan kimus.
Kontraksi segmental mendorong kimus ke depan dan ke belakang. Kimus akan berjalan ke
depan karena frekuensi segmentasi berkurang seiring dengan panjang usus halus.
Kecepatan segmentasi di duodenum adalah 12 kontraksi/menit, sedangkan kecepatan
segmentasi di ileum adalah 9 kontraksi/menit. Segmentasi lebih sering terjadi di bagian
awal usus halus daripada di bagian akhir, maka lebih banyak kimus yang terdorong ke
depan daripada ke belakang. Akibatnya, kimussecara perlahan bergerak maju ke bagian
belakang usus halus dan selama proses ini kimus mengalami proses maju mundur
sehingga terjadi pencampuran dan penyerapan yang optimal.
2. Komplek motilitas migratif : jika sebagian makanan sudah diserap maka proses
segmentasi akan berhenti dan digantikan oleh komplek motilitas migratif yang akan
“menyapu” bersih usus diantara waktu makan.

Usus halus mensekresikan 1,5 liter larutan garam dan mukus cair yang disebut sukus
enterikus ke dalam lumen yang fungsinya adalah (1) mukus menghasilkan proteksi dan limbrikasi;
(2) sekresi encer ini menghasilkan H2O untuk ikut serta dalam pencernaan makanan secara
enzimatik. Proses pencernaan di usus halus dilakukan oleh enzim-enzim pankreas. Dalam keadaan
normal, semua produk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak serta sebagian besar elektrolit,
vitamin, dan air diserap oleh usus halus. Sebagian besar penyerapan terjadi di duodenum dan
jejenum.
Organ pencernaan yang terakhir adalah usus besar yang terdiri dari kolon, sekum,
apendiks, dan rektum. Dalam keadaan normal kolon menerima 500 ml kimus dari usus halus
setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna,
komponen empedu yang tidak diserap, dan sisa cairan. Zat-zat yang tersisa untuk dieliminasi
merupakan feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan feses sebelum defekasi.
Feses akan dikeluarkan oleh refleks defekasi yang disebabkan oleh sfingter anus internus
(terdiri dari otot polos) untuk melemas dan rektum serta kolon sigmoid untuk berkontraksi lebih
kuat. Apabila sfingter anus eksternus (terdiri dari otot rangka) juga melemas maka akan terjadi
defekasi. Peregangan awal di dinding rektum menimbulkan rasa ingin buang air besar. Ketika
terjadi defekasi biasanya dibantu oleh mengejan volunter yang melibatkan kontraksi simultan otot-
otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis dalam posisi tertutup sehingga meningkatkan
tekanan intra-abdomen yang membantu pengeluaran feses.
(Sherwood,2001)

Usus Besar
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang pling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selsai dlam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa
feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi. Banyaknya bakteri yang terdapat di
dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Obstruksi Ileus


LO.3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Obstruksi Ileus
Ileus adalah kondisi dimana proses mengalirnya / berjalannya isi saluran makan dari
mulut ke anus terganggu. Gangguan perlintasan ini bisa berupa sumbatan (obstruksi) baik penuh
atau sebagian dan juga bisa berupa kurangnya daya dorong (peristaltik) saluran cerna.
Obstruksi usus adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke
distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus
yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut.
Klasifikasi obstruksi usus berdasarkan :
 Kecepatan timbul (speed of onset) : akut, kronik, kronik dengan serangan akut
 Sifat sumbatan
- Simple obstruction : sumbatan tanpa disertai gangguan aliran darah
- Strangulated obstruction : sumbatan disertai gangguan aliran darah sehingga
timbul nekrosis, gangren dan perforasi
 Etiologi
- Kelainan dalam lumen, di dalam dinding dan di luar dinding usus
 Letak sumbatan
- Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ileum terminal)
- Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus)

LO.3.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Obstruksi Ileus


1. Perlengketan
Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasda
jaringan parut setelah pembedahan abdomen
2. Intusepsi
Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya
akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh
gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi
pada anak-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat
disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon)
dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.

Gambar 9 : Intususepsi
Sumber : http://www. meladianmaulidah.blogspot.com

3. Volvulus
Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi.
Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya.
Tindakan bedah, infeksi dan bahkan endometriosis sering menyebabkan peradangan
peritoneum loka atau generalisata (peritonitis). Pada penyembuhan dapat terjadi perlekatan
antara segmen usus atau dinding abdomen dan tempat operasi.
Gambar 10 : Volvulus
Sumber : http://www.commondigestivedisorders.blogspot.com

4. Hernia
Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen
atau defek di dinding rongga peritoneum yang memungkinkan terbentukkan tonjolan
peritoneum mirip kantong yang dilapisi serosa.
5. Tumor
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus.
6. Inkarserasi (terperangkap)
Massa visera yang meningkat di dalam hernia sehingga massa tersebut
terperangkap akibat adanya stasis dan edema secara permanen.
7. Strangulasi
Gangguan lebih lanjut dimana pasokan darah dan drainase menyebabkan infark
segmen yang terperangkap

LO.3.3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Obstruksi Ileus


Secara etiologi ada dua mekanisme terjadinya penumpukan dan sumbatan pada usus, yaitu
mekanik dan juga pralaitik. Apapun etiologinya perjalanannya hampir sama apabila telah terjadi
sumbatan pada usus. Yang membedakan hanyalah penatalaksanaan dan juga pada pemeriksaan
fisik.
Usus di bagian distal kolaps akibat tidak adanya kimus yang sampai, sementara bagian
proksimal berdilatasi. Usus yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi
yang menyeluruh menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah berkurang
(iskemik), dapat terjadi perforasi. Distensi juga mengakibatkan penekanan syaraf , sehingga
menimbulkan rasa nyeri pada pasien. Dilatasi dan distensi usus oleh karena obstruksi
menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan sehingga potensial untuk terjadi
translokasi kuman. Gangguan vaskularisasi menyebabkan mortalitas yang tinggi, air dan elektrolit
dapat lolos dari tubuh karena muntah. Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada
usus yang mengalami strangulasi.
Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi berlebihan atau ruptur.
Dinding usus besar tipis, sehingga mudah distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang
paling tipis, karena itu dapat terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda obstruksi usus
halus atau usus besar tergantung kompetensi valvula Bauhini. Bila terjadi insufisiensi katup,
timbul refluks dari kolon ke ileum terminal sehingga ileum turut membesar.
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus halus karena pada
obstruksi kolon, kecuali pada volvulus, hampir tidak pernah terjadi strangulasi. Kolon merupakan
alat penyimpanan feses sehingga secara relatif fungsi kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali.
Oleh karena itu kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal.

Gambar 11 : Patofisiologi Ileus

LO.3.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Obstruksi Ileus


Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston, 1995)
 Nyeri abdomen
 Muntah
 Distensi
 Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002; Sabiston, 1995):
 Lokasi obstruksi
 Lamanya obstruksi
 Penyebabnya
 Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang dicurigai
ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa (Winslet, 2002).
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia
sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi
episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus
obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus
obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,
sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus.
Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik
menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal
generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik,
parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai (Sabiston, 1995).
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan
apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001). Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas
tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam
perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi,
sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambatdan
setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi
dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi (Sabiston,
1995).
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltic terkadang dapat dilihat. Gejala ini
terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada keadaan oklusi
pembuluh darah mesenterikus (Sabiston, 1995).
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas
tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan
mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah
timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat
obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna dibiarkan
tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu,
sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus
besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan
gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi (Sabiston, 1995).
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah
yanbg berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah
kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan
hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder (Winslet, 2002).
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai
pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia (Winslet, 2002).
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda (Winslet, 2002) :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi

Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan tanpa
strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung gejala
kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan (Winslet, 2002):

1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung


2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat penting,
tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada ileus obstruktif tanpa
strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal pada tempat yang
mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal yang berhubungan
dengan kekakuan abdomen.
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness menandakan
perlunya laparotomy segera.
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi konservatif,
walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.
7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak, ireponibel,
tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar.

LO.3.5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Obstruksi Ileus


Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan
pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi
yang segera (Sabiston, 1995).

Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari


1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007). Pada ileus obstruksi
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar
kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna
kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
dapat ditemukan kontur dan steifung, parut abdomen, Benjolan pada regio inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata Pada Intussusepsi dapat
terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka
operasi sebelumnya. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi
dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan
atau massa yang abnormal (Sabiston,1995; Sabara, 2007).
Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodic gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari
dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik
(sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus
bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulate (Sabiston,
1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan
pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di
dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik
atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus
obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum
menyemprot; penyakit Hirdchprung.
Perkusi
Hipertimpani
Rectal Touche
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis
ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat.
Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film
tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif
usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan
satu-satunya gambaran penting (Sabiston, 1995). Penggunaan kontras dikontraindikasikan
adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi
disarankan pada kecurigaan volvulus .

Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi setengah duduk
atau LLD: tampak step ladder appearance atau cascade. Adanya dilatasi dari usus disertai
gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan
bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66%
pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Gambar 11 : BNO abdomen

Ileus obstruktif letak tinggi


Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di iliocaecal
junction) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang
mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding
usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus
yang sirkuler menyerupai kosta. Tampak air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti
tangga yang disebut step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus
halus yang terdistensi.

Ileus obstruktif letak rendah


Tampak dilatasi usus halus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan kolaps
usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi
memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang
menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler
menyerupai kosta. Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi
abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang
disebut step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang
terdistensi dan air fluid level panjang-panjang di kolon.
Gambaran radiologis yang ditemukan ialah pelebaran usus dan tampak bayangan
udara yang granular diantara mekonium yang kental tersebut.

3. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,
tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan
amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya
jenis strangulasi (Harrison’s, 2001)
LO.3.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Obstruksi Ileus
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi
distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan dinding
perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab
primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai
obstruksi usus sederhana.

LO.3.7. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Obstruksi Ileus


Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan
perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.

1. Peritonitis septicemia
2. Syok hipovolemia
3. Perforasi usus
4. Nekrosis usus
5. Perfusi usus

LO.3.8. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksnaan Obstruksi Ileus


Terapi ileus obstruksi biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk
mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab ileus
obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya
tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk dua alasan (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007) :

1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus.


2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga
mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
kemungkinan ancaman vaskular.

Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok (Sabiston, 1995) :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatom
(Sabara, 2007).

Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi
strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah
membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus diberikan
pada semua pasien ileus obstruksi (Sabiston, 1995)
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi
secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin.
Tindakan bedah dilakukan bila (Sabara, 2007) :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,
oksigen dan kateter) Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam
beberapa kategori mencakup (Sabiston, 1995) :
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat
bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Sabara, 2007).

Tindakan Operatif Tergantung dari etiologi masing-masing :


1. Adhesi. Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih
kembali.
2. Hernia inkarserata. Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.
3. Neoplasma. Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi
radikal.
4. Askariasis. Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak
berhasil dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing, tapi
apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian usus yang
bersangkutan.
5. Carsinoma Colon. Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya.
Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan Colostomi atau
Sekostomi.
6. Divertikel. Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan secara
elektif setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan colostomy
serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon sigmoideum. Untuk
memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah peradangan lebih lanjut pada
tempat abses.
7. Volvulus. Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus
yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga
berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika sekum dapat hidup dan tidak
terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa dicapai.
8. Intususepsi. Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan
reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus. Bila
reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi berupa eksplorai
abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah. Intusussepsi tersebut
kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari intusussepsi secara hati-hati.
Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat direduksi atau usus tersebut
ganggren.

Dasar pengobatan obstruksi usus:


a. Keseimbangan elektrolit dan cairan
b. Menghilangkan peregangan dan muntah dengan melakukan intubasi dn dekompresi
c. Memperbaiki peritonitis dan syok ( jika ada)
d. Menghilangkan obstruksi untuk memulihkan kontinuitas dan fungsi usus kembali normal.
Penatalaksanaan Ileus Obstruksi:
Konservatif
1. Penderita dirawat di rumah sakit.
2. Penderita dipuasakan
a. Untuk mengurangi distensi
b. Mengurangi resiko aspirasi
c. Untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah
d. Persiapan operasi bila diperlukan
3. Kontrol status airway, breathing and circulation.
4. Pasang nasogastric tube.
Tujuannya untuk dekompresi jadi ukuranya harus cukup besar: untuk bayi baru lahir no 8
atau 10. Bila untuk diagnosa atresia esofagus nomor lebih kecil
5. Pasang IVFD, Intravenous fluids and electrolyte
Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda-tanda vital, dehidrasi
dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon
terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda-tanda vital dan jumlah urin yang keluar.
a. Kadang sulit untuk menentukan derajat dehidrasi
b. Ringer dextrose / NaCl 0,9%/ RL = 20cc/kg BB
c. Monitor tanda-tanda telah tercapai rehidrasi
6. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
7. Mencegah hipotermia
Farmakologis
a. Antibiotik broadspectrum untuk gram +, gram -, dan anaerob
b. Analgesik apabila nyeri.
c. Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Operatif
1. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
2. Lisis pita untuk band
3. Herniorepair untuk hernia inkarserata
4. Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
5. Reseksi usus dengan anastomosis
6. Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
7. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi.
Pasca operasi
a. Hindari dehidrasi
b. Pertahankan stabilitas elektrolit
c. Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
d. Pemberian analgetik yang tidak mempunyai efek mengganggu motilitas usus
Medikamentosa
Obat pertama :
1. Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus
2. Antibiotik
Obat Antiemetik
Antagonis Reseptor H1
Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
a. Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada ctz
b. Efektif untuk mabuk kendaraan dan mual-muntah karena rangsangan pada lambung
c. Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
d. Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
e. Kontra indikasi : wanita hamil trimester I (kecuali Promethazine)
Antagonis Reseptor Muskarinik
Hyoscine
a. Untuk mual-muntah karena gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
b. Tidak dapat digunakan untuk mual muntah karena rangsangan pada ctz
c. Puncak antiemetik : 1-2 jam
d. Efek samping : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
Antagonis Reseptor Dopamin
Metoklopramid
a. Bekerja di ctz
b. P.o., t1/2 4 jam, ekskresi melalui urine
c. Efek samping : karena blokade reseptor dopamin di SSP → gangguan pergerakan pada
anak-anak dan dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah
d. Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
e. Efek pada motilitas usus → diare
Domperidone
a. Antagonis reseptor d2
b. Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
c. Efek samping : diare
Phenothiazine
Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dapat sebagai antiemetik
Triethylperazine → hanya sebagai antiemetik
a. Dapat digunakan untuk vomitting karena rangsangan pada ctz
b. Tidak efektif untuk muntah karena rangsangan di lambung
c. Cara kerja → antagonis reseptor d2 di ctz, menghambat reseptor histamin dan muskarinik
d. Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
Serotonin (5-hidroksitriptamin)
Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
a. Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
b. Pemberian p.o, injeksi iv pelan, infus
c. T1/2 5 jam
d. Efek sampibg : sakit kepala, gangguan gastrointestinal
Cannabinoid
Nabilone → derivat cannabinol sintetik
a. Pemberian : p.o, absorpsi baik
b. T1/2 120 menit, ekskresi melalui urine dan feses
c. Efek samping : jarang, mulut kering, hipotensi postural, halusinasi, dan reaksi psikotik
Steroid
a. Dosis tinggi, dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan obat lain
b. Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
c. Sinergisme dengan ondansetron
Motilitas Gastrointestinal
Pencahar
a. Bulk laxative → meningkatkan volume residu padat yang tidak diabsorpsi
b. Osmotic laxative → meningkatkan jumlah air
c. Faecal softener →mengubah konsistensi faeces
d. Stimulant purgative →meningkatkan motilitas dan sekresi
Obat yg meningkatkan motilitas git
Domperidone
a. Antagonis reseptor d2 antiemetik
b. Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya menurunkan tekanan
sfingter esofagus bawah kemudian meningkatkan motilitas git
c. Tidak menstimulasi sekresi asam lambung
d. Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis
e. Efek samping : hiperprolaktinemia
Metoklopramid
a. Efek sentral → antiemetik
b. Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi asam lambung
c. Efeknya kecil pada motilitas usus bagian bawah
d. Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
e. Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik
Cisapride
a. Digunakan untuk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
b. Tidak mempunyai efek antiemetic
c. Efek samping : diare, kram abdomen, takikardi

LO.3.9. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Obstruksi Ileus


Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi, tempat dan
lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap
penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan
mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Operasi dan Pembedahan Menurut Islam


Segala macam perubahan keinginan berlebihan untuk mengubah ciptaan Allah tanpa
alasan yang valid tidak dapat diterima. Sehingga operasi atau tindakan bedah dalam rangka
menghilangkan atau memperbaiki kekurangan seperti operasi plastik, operasi perubahan jenis
kelamin, mengencangkan payudara, operasi selaput dara dan hal yang sejenisnya tidak boleh
dilakukan. Hal ini dianggap melawan atau mengingkari ciptaan Allah karena ciptaan Allah
adalah terbaik dan sempurna. Masalah serius aqidat yang tersirat pada manusia yang berlaku
demikian adalah ketidakpuasan terhadap apa yang Allah takdirkan atas dirinya (tidak bersyukur).

Dalam kasus operasi (rekonstruksi atau bedah restroratif) karena kepentingan medis dapat
menjadi boleh bahkan wajib dengan alasan-alasan :
a. Dilakukan unuk memperbaiki cacat alami/cacat bawaan
b. Cacat karena penyakit
c. Cacat karena komplikasi pengobatan penyakit

Hal-hal diatas bertujuan untuk mengembalikan penampilan normal untuk mengurangi


tekanan psikologis dan perasaan malu dan mengembalikan fungsi. Hal ini merupakan yang
dianjurkan dalam rangka menjaga ciptaan Allah. Tujuan tersebut tidak mengandung perubahan
fitrah tapi mengembalikan fitrah kepada keaadaan awal sebelum kerusakan. (Omar Hasan,2008)

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-
rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.
“(Q.s. AL-Maidah (5) : 32)

Jabir bin ‘Abdillah meriwayatkan ada beberapa sahabat, diantaranya adalah Ubay bin
Ka’b melakukan bekam, disebutkan :

“Rasulullah pernah mengirim dokter (untuk mengobati) Ubaiy bin Ka’b (maka dokter
mengoperasinya) memotong urat kemudian menyulutnya dengan besi panas” (HR Muslim , Abu
Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)

Bedah yang merupakan tindakan penyayatan terhadap orang hidup hanya dibenarkan
karena adanya hajat atau darurat, untuk prngobatan atau menghindarkan bahaya yang lebih besar,
dan untuk itu tidak ada cara atau metode lain. Pembolehan itu harus didasarkan dengan keyakinan
kuat akan berhasil. Dan sebisanya tidak mengubah fitrah atau kejadian asli yang normal.
(Zuhroni,2012)

Anda mungkin juga menyukai