Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( sebelah Luar ).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Gambar 3 : Jejenum
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari
usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare.
Gambar 7 : Rektum
Perdarahan
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada
suplai darah yang diterima. Arteria mesentrika superior memperdarahi belahan kanan (sekum,
kolon asenden, dan duapertiga proksimal kolon tranversum), dan arteria mesentrika inferior
mendarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan
bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis
media an inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Persarafan
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dngan pengecualian sfingter
eksterna yang bersda dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis bejalan melalui saraf
vagus ke bagian tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakra
menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf
splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian
serabut pasca ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi,
serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.
Gambar 8 : Vaskularisasi
Sumber: http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm
b. Lamina Propria
Pada lamina propria terdapat vaskularisasi. Selain itu juga terdapat kelenjar –
kelenjar intestinal.
c. Muskularis mukosa
Berupa lapisan muskularis yang tipis yang membatasi lapisan mukosa dengan
lapisan submukosa.
Submukosa
Pada lapisan submukosa terdapat trdapat perdarahan yang mendarahai saluran cerna.
Selain itu terdapat juga kelenjar pada segmen – segmen tertentu seperti duodenum. Pada lapisan
ini juga terdapat Plexus Meissner.
Muskularis
Terdiri atas lapisn sirkular ynag berjalan mengelilingi (melintang) lumen dan juga
longitudinal yang memanjang. Diantara muskularis surkular dan longitudinal terdapat Pexus
Auerbach.
Intestinum Tenue (Usus Halus)
Duodenum
Gambar 10 : Duodenum
Sumber : www.onlineveterinaryanatomy.net
Jejenum
Gambar 11 : Duodenum
Sumber : Histology diFiore
Ileum
Gambar 11 : Duodenum
Sumber : Histology diFiore
Gambar 13 : Duodenum
Sumber : Histology diFiore
Gambar 13 : Duodenum
Sumber : Histology diFiore
Usus halus mensekresikan 1,5 liter larutan garam dan mukus cair yang disebut sukus
enterikus ke dalam lumen yang fungsinya adalah (1) mukus menghasilkan proteksi dan limbrikasi;
(2) sekresi encer ini menghasilkan H2O untuk ikut serta dalam pencernaan makanan secara
enzimatik. Proses pencernaan di usus halus dilakukan oleh enzim-enzim pankreas. Dalam keadaan
normal, semua produk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak serta sebagian besar elektrolit,
vitamin, dan air diserap oleh usus halus. Sebagian besar penyerapan terjadi di duodenum dan
jejenum.
Organ pencernaan yang terakhir adalah usus besar yang terdiri dari kolon, sekum,
apendiks, dan rektum. Dalam keadaan normal kolon menerima 500 ml kimus dari usus halus
setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna,
komponen empedu yang tidak diserap, dan sisa cairan. Zat-zat yang tersisa untuk dieliminasi
merupakan feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan feses sebelum defekasi.
Feses akan dikeluarkan oleh refleks defekasi yang disebabkan oleh sfingter anus internus
(terdiri dari otot polos) untuk melemas dan rektum serta kolon sigmoid untuk berkontraksi lebih
kuat. Apabila sfingter anus eksternus (terdiri dari otot rangka) juga melemas maka akan terjadi
defekasi. Peregangan awal di dinding rektum menimbulkan rasa ingin buang air besar. Ketika
terjadi defekasi biasanya dibantu oleh mengejan volunter yang melibatkan kontraksi simultan otot-
otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis dalam posisi tertutup sehingga meningkatkan
tekanan intra-abdomen yang membantu pengeluaran feses.
(Sherwood,2001)
Usus Besar
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang pling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selsai dlam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa
feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi. Banyaknya bakteri yang terdapat di
dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
Gambar 9 : Intususepsi
Sumber : http://www. meladianmaulidah.blogspot.com
3. Volvulus
Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi.
Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya.
Tindakan bedah, infeksi dan bahkan endometriosis sering menyebabkan peradangan
peritoneum loka atau generalisata (peritonitis). Pada penyembuhan dapat terjadi perlekatan
antara segmen usus atau dinding abdomen dan tempat operasi.
Gambar 10 : Volvulus
Sumber : http://www.commondigestivedisorders.blogspot.com
4. Hernia
Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen
atau defek di dinding rongga peritoneum yang memungkinkan terbentukkan tonjolan
peritoneum mirip kantong yang dilapisi serosa.
5. Tumor
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus.
6. Inkarserasi (terperangkap)
Massa visera yang meningkat di dalam hernia sehingga massa tersebut
terperangkap akibat adanya stasis dan edema secara permanen.
7. Strangulasi
Gangguan lebih lanjut dimana pasokan darah dan drainase menyebabkan infark
segmen yang terperangkap
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan tanpa
strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung gejala
kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan (Winslet, 2002):
Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis
ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat.
Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film
tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif
usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan
satu-satunya gambaran penting (Sabiston, 1995). Penggunaan kontras dikontraindikasikan
adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi
disarankan pada kecurigaan volvulus .
Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi setengah duduk
atau LLD: tampak step ladder appearance atau cascade. Adanya dilatasi dari usus disertai
gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan
bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66%
pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
3. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,
tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan
amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya
jenis strangulasi (Harrison’s, 2001)
LO.3.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Obstruksi Ileus
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi
distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan dinding
perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab
primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai
obstruksi usus sederhana.
1. Peritonitis septicemia
2. Syok hipovolemia
3. Perforasi usus
4. Nekrosis usus
5. Perfusi usus
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk
mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab ileus
obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya
tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk dua alasan (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007) :
Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok (Sabiston, 1995) :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatom
(Sabara, 2007).
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi
strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah
membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus diberikan
pada semua pasien ileus obstruksi (Sabiston, 1995)
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi
secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin.
Tindakan bedah dilakukan bila (Sabara, 2007) :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,
oksigen dan kateter) Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam
beberapa kategori mencakup (Sabiston, 1995) :
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat
bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Sabara, 2007).
Dalam kasus operasi (rekonstruksi atau bedah restroratif) karena kepentingan medis dapat
menjadi boleh bahkan wajib dengan alasan-alasan :
a. Dilakukan unuk memperbaiki cacat alami/cacat bawaan
b. Cacat karena penyakit
c. Cacat karena komplikasi pengobatan penyakit
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-
rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.
“(Q.s. AL-Maidah (5) : 32)
Jabir bin ‘Abdillah meriwayatkan ada beberapa sahabat, diantaranya adalah Ubay bin
Ka’b melakukan bekam, disebutkan :
“Rasulullah pernah mengirim dokter (untuk mengobati) Ubaiy bin Ka’b (maka dokter
mengoperasinya) memotong urat kemudian menyulutnya dengan besi panas” (HR Muslim , Abu
Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Bedah yang merupakan tindakan penyayatan terhadap orang hidup hanya dibenarkan
karena adanya hajat atau darurat, untuk prngobatan atau menghindarkan bahaya yang lebih besar,
dan untuk itu tidak ada cara atau metode lain. Pembolehan itu harus didasarkan dengan keyakinan
kuat akan berhasil. Dan sebisanya tidak mengubah fitrah atau kejadian asli yang normal.
(Zuhroni,2012)