Oleh :
NAMA : Melinda
NPM : 1714201110077
KELAS/SEMESTER :B/6
KELOMPOK : 10
1. Anatomi Fisiologi
a. Lambung
Lambung berawal dari esophagus dan berakhir pada duodenum usus halus.
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
o Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
o Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
o Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
b. Usus halus (Usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak.
Lapisan usus halus terdiri atas : lapisan mukosa ( sebelah dalam ),
lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal
) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam
bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang
berarti “kosong”.
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,
burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum
yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang
sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan
ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan
dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar.
Anus
2. Defenisi
Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya ( >3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Prof. Sudaryat, dr.SpAK, 2007).
Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau
tanpa lendir dan darah (Hidayat AAA, 2006).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi lambung dan usus
yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen,yang di tandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan
konsistensi tinja (menjadi cair), Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan
darah.
3. Etiologi
1. Faktor infeksi
- Infeksi bakteri :
Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigelia Compylobacter, Yersina, Aeromonas, dan
sebagainya.
- Infeksi virus :
Eterovirus (virus ECHO, Coxsackie Poliofelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus,
dan lain-lain.
- Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Triguris, Oxyyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba Hstolitica, Glardialambia, Trichomonas Hominis).
2. Faktor malabsorbsi: Malabsorbsi karbohidrat, lemak, atau protein.
3. Faktor makanan, Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
4. Factor psikologis, Rasa takut dan cemas.
5. Imunodefisiensi, Dapat mengakibatkan terjadinya pertumbuhan bakteri.
6. Infeksi terhadap organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan.
4. Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus
enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia
Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus
pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus
berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat
toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi
diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
PATHWAYS
Hiperperistaltik
Peningkatan percepatan kontak antara makanan dan air dengan mukosa usus
GASTROENTERITIS AKUT
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung
lebih dari beberapa hari, di perlukan beberapa pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tersebut pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit,
leukosit, hitung jenis leukosit), kadar eliktrolit serum,ureum dan kretinin,
pemeriksaan tinja dan pemeriksaan enzyme- linked immunorsorbent assay
(ELISA) menditeksi giardiasis dan tes serologic amebiasis, dan foto x-ray
abdomen. Pasien dengan diare karena virus,biasanya memiliki jumlah dan hitung
jenis leukost yang normal atau limfositosis. pasien dengan infeksi bakteri terutama
pada infeksi bakteri yang infasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan
kelebihan darah putih muda. Neurotropenia dapat timbul pada salmonellosis.
Ureum dan kreatinin di periksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume
cairan dan mineral tubuh pemeriksaaan tinja dilakukan untuk mellihat adanya
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya infeksi bakteri,adanya telur cacing
dan parasit dewasa.. (Sudoyo,2007:408)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Kegawat Daruratan Menurut John (2004:234)
1. Penggantian cairan intra vena ( IV bolus 500ml normal salin untuk dewasa, 10-
20ml
2. Pemberian suplemen nutrisi harus diberikan segera pada pasien mual muntah.
3. Antibiotik yang diberikan pada pasien dewasa adalah cifrofloksasin 500mg.
4. Pemberian metronidazole 250-750mg selama 5-14 kali.
5. Pemberian obat anti diare yang dikomendasikan antibiotic
6. Obat antiemetic yang digunakan pada pasien yang muntah dengan dehidrasi
8. Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik . Kaji
data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
a. Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
b. Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir
mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga.
5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat antidiare, terapi
intravena, dan antibiotic.
6. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).
a. Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas pasien
sehari-sehari kurang baik.
b. Nutrisi metabolic : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan
berat badan pasien.
c. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK
sedikit atau jarang.
d. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain.
e. Tidur/istirahat : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
f. Kognitif/perceptual : pasien masih dapat menerima informasi namun kurang
berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
g. Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan
fisiologis nya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
h. Seksual/reproduksi : mengalami penurunan libido akibat terfokus pada penyakit.
i. Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran
pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
j. Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur
dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
k. Keyakinan/nilai : pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang karena
gejala penyakit.
9. Diagnosa
1. Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat
diare
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya absorbsi
usus terhadap zat gizi
4. Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis
5. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi
6. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder terhadap
kelembapan.
10. Intervensi
Dx 1.
Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis
Tujuan : Mencapai BAB normal yang ditunjukkan dengan :
1. Penurunan frekuensi BAB sampai kurang dari 3 kali sehari
2. Faeses mempunyai bentuk
Intervensi:
1. Kaji faktor penyebab yang mempengaruhi diare.
2. Ajarkan pada klien penggunaan yang tepat dari obat – obat anti diare.
3. Dapatkan sediaan faeses untuk pemeriksaan kultur bila diare bertambah.
4. Pertahankan tirah baring
5. Pantau keefektifan dan efek samping dari obat anti diare
6. Kolaborasi untuk mendapat antibiotik
Dx.2
Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat diare
Tujuan:
1. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Tidak terjadi dehidrasi
Intervensi:
1. Monitor output cairan
2. Monitor intake cairan
3. Berikan oralit tiap habis BAB
4. Kaji tanda – tanda dehidrasi
5. Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit
Dx.3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya absorbsi usus
terhadap zat gizi
Tujuan:
1. Nutrisi terpenuhi
2. Berat badan sesuai usia
3. Nafsu makan meningkat
Intervensi:
1. Beri diit yang tidak merangsang
2. Motivasi keluarga untuk memberikan makanan yang tidak bertentangan dengan diare dan
sesuai waktu
3. Pertahankan kebersihan mulut
4. Timbang berat badan tiap hari
5. Beri diit tinggi kalori, protein, dan mineral serta rendah zat sisa
Dx.4
Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis
Tujuan : nyeri dapat berkurang
Intervensi:
1. Beri kompres hangat di perut
2. Ubah posisi klien bila nyeri, arahkan ke posisi yang paling aman.
3. Kaji nyeri
4. Kolaborasi pemberian obat analgesik
Dx.5
Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi
Tujuan : mempertahankan normotermia
Intervensi:
1. Ajarkan klien dan keluarga pentingnya mempertahankan masukan yang adekuat
sedikitnya 2000 ml/ hari kecuali terdapat kontra indikasi penyakit jantung atau ginjal
untuk mencegah dehidrasi.
2. Monitor intake dan output dehidrasi
3. Monitor suhu dan tanda vital
Dx.6
Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder terhadap
kelembapan
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat teratasi dengan ditandai tidak adanya lecet dan
kemerahan di sekitar anal
Intervensi:
1. Bersihkan sekitar anal setelah defekasi dengan sabun yang lembut. Bilas dengan air,
keringkan dan taburi talk
2. Beri udara bebas pada daerah anal tiap 10 – 15 menit
3. Beri stik laken di atas perlak klien
4. Gunakan pakaian yang longgar.
DAFTAR PUSTAKA