Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut dari tubuh.
Gambar 1:
9
A. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan
masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari
berbagai macam bau.
Gambar 2 :
B. Tenggorokan ( Faring)
10
Gambar 3 :
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang
Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung,
bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior =
bagian yang sama tinggi dengan laring.
C. Kerongkongan (Esofagus)
11
juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον,
phagus – “memakan”).
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi.
D. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Ø Kardia.
Ø Fundus.
Ø Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
* Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.
12
* Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri
Gambar 5 :
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah
Luar )
Gambar 6 : Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
13
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis
pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak
Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
14
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris
modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
Gambar 10 :
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
15
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin
K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak
dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.
Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif
memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung
dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai
cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun
lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
16
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB.
Gambar 11 :
17
J. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama
yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari).
K. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah
medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik
dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh
darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang
18
bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati
sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam
hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya
dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
Gambar 12 :
L. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir
yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk
proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10
cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan
karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan
hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi usus halus. Sinonim dari
demam tifoid dan paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever,
19
tifus, dan paratifus abdominalis. Demam paratifoid menunjukkan manifestasi yang
sama dengan dengan tifoid, namun biasanya lebih ringan.
3.3 Etiologi
3.4 Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typi) dan Salmonella paratyphi (S.
paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos ke dalam usus
dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit
oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang
biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan
kemuadian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar keseluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meningggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
20
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik.
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala yg di timbulkan
bervariasi dari ringan samapai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit
yang khas disertai komplikasi hingga kematian.. Dalam minggu pertama, keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umunya, yaitu demam, nyeri kepala,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
21
batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya di dapatkan peningkatan suhu
badan.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relative (peningkatan suhu 1ºCtidak di ikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per
menit), lidah tifoid(kotor di tengah, tepi ujung merah dan tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteorimus, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma,
sedangkan roseolae jarang di temukan pada orang Indonesia.
3.6 Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,sepsis),
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau koagulasi
intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, sindrom Gualain-Barre, psikosis, dan sindrom
katatonia.
22
3.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leucopenia,
dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan
anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat
terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid
dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat,tetapi akan kembali menjadi normal
setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan
khusus.
Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S.typhi pada uji widal
terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman s.typhi dengan anti bodi yang
disebut agglutinin. Antigen gen yang digunakan pada uji widal adalah supensi
salmonella yang sudah dimatikan daan diolah di laboratorium. Magsud uji widal
adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita demam
typoid yaitu: a).aglutinin o ( dari tubuh kuman), b). agglutinin h ( flagella kuman),
dan c). agglutinin Vi ( simpai kuman).
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin o dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam typhoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini.
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat,
dan tetep tinggi selama beberapa mingggu. Pada fase akut mula-mula timbul
algutinin O masih dapat dijumpai 4-6 bulan, sedangkan agglutinin h menetap
lebih lama antara 9-12 bulan.oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan
kesembuhan penyakit.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi uji widal yaitu:
1. Pengobatan dini dengan antibiotik
23
2. Ganguan pembentukan antibody, dan pemberian kartikosteroid
3. Waktu pengambilan darah
4. Daerah endemic atau non-endemik
5. Riwayat vaksinasi
6. Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan
demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
7. Factor teknik pemeriksaan laboratorium,akibat aglutinasi silang, dan
strain salmonella yang digunakan untuk supensi antigen
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang
bermakna diagnostic utuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya
kesepakatan saja , hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda
di berbagai laboratorium setempat
Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan deman tifoid, akan tetapi hasil
negative tidak menyingkirkan demam tifoid karena mungkin disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut:
24
3.8 Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam typoid yaitu:
25
air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi
urin.
3. Diet dan terapi penunjang ( simtomatis dan suportif)
Pertama pasien diberi diet ubur saring,kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi
sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukan
bahwa pemberian makanan padat ini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
( pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga
diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan
umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostasis,
system imun akan tetep berfungsi dengan optimal.
Pada kasus perforasi intestinal septic diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi
parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang
bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kartikosteroid selalu perlu
diberikan pada renjatan septic. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan
diatas.
3.9 Pencegahan
2. Indentifikasi dan Eradikasi S.Typhi pada Pasien Tifoid Asimtomatik, Karier dan
Akut.
26
maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi atau
swasta.
Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di
daerah endemik maupun hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung daerahnya
endemis atau non-endemis, tingkat risiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat
hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya, serta golongan individu berisiko,
yaitu golongan imunokompromais maupun golongan rentan.
5. Vaksinasi
Vaksin pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun 1960
efektivitas vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88 %
(WHO) dan sebesar 67% ( Universitas Maryland) bila terpapar 105 bakteri tetapi
tidak mampu proteksi bila terpapar 107 bakteri.
Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di USA, demikian juga di daerah
lain. Indikasi vaksinasi adalah bila,
Adapun jenis vaksin yang digunakan yaitu : Vaksin oral Ty21a (vivotif Berna)
belum beredar di Indonesia dan Vaksin Parenteral ViCPS (Typhim Vi/Pasteur
Merieux), vaksin kapsul polisakarida.
27
3.10 WOC ( Web Of Caution)
Tipoid
Salmonella Thypi
Makanan
Saluran Pencernaan
Kel. Limfa Plaque Penyeri Makrofag Fagosit Lamina Propia Sel Epitel
Hati Endotoksin
Empedu
Usus
28
Hiperplasia
Intoleransi Aktivitas
29
3.11 Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
a. Pola Persepsi Kesehatan – Manejemen Kesehatan.
Kaji adanya riwayat Tipoid pada pasien, penggunaan obat-obatan tertentu, ,
sesak nafas.
b. Pola Nutrisi Metabolik
Kaji adanya kehilangan nafsu makan, kesulitan mencerna, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, / kering, bersisik, kehilangan otot / lemak subkutan,
demam.
c. Pola Eliminasi Cairan
Kaji adanya muntah
d. Pola Aktivitas Latihan
Kaji adanya kelelahan umum dan kelemahan, dispnoe saat bekerja, kelemahan
otot, sesak nafas, , peningkatan frekwensi pernafasan,
e. Pola Istirahat Tidur
Kaji adanya kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam hari,
menggigil, berkeringat, sesak nafas.
f. Persepsi Kognitif
Kaji adanya faktor ( stress ) lama, perasaan tidak berdaya, ketakutan, ansietas.
g. Pola Persepsi Konsep Diri
Kaji penyangkalan tehadap penyakitnya, pandangan terhadap
tubuhnya,harapan akan kesembuhan, perubahan pola biasa dan tanggung
jjawab / perubahan kapasitas fisik untuk melakukan peran.
h. Pola Hubungan Sosial
Kaji bagaimana interaksi dengan masyarakat sekitar, penolakan terhadap
masyarakat sekitar,hubungan dengan keluarga dan teman sebaya.
i. Pola Hubungan Seksual
Kaji bagaimana perasaan pasien terhadap pasangan.
j. Pola Koping Toleransi Stress
Bercerita tentang penyakitnya, memerlukan bantuan dalam perawatan.
30
k. Pola Spiritual
Kepecayaan terhadap penyakit adalah suatu cobaan dari tuhan, kepercayaan
yang dianut oleh pasien, pengobatan dan perawatan yang berhubungan dengan
kepercayanan yang dianut oleh pasien.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh,
proses inflamasi dan peradangan
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus akibat
infeksi bakteri sallmonela thipy
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
e. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan output cairan tubuh yang
berlebihan akibat mual muntah.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
g. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi
h. Deficit Perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan pasien untuk
bergerak.
3. Perencanaan
a. Prioritas Masalah
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme
tubuh, proses inflamasi dan peradangan
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus akibat
infeksi bakteri sallmonela thipy
31
b. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Intervensi Rasional
. hasil
1. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan Timbang berat badan pada Untuk mengetahui penambahan
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan, interval yang tepat. BB.
berhubungan intake yang selama 3 kali 24 jam Anjurkan makanan sedikit Untuk mencegah rasa penuh
tidak adekuat diharapkan nutrisi tapi sering. dalam lambung.
pasien adekuat. Sajikan makanan selagi Untuk merangsang nafsu makan.
hangat dan dalam bentuk
1. Berat badan
yang menarik.
meningkat.
Berikan informasi kepada Untuk meningkatkan
2. Nafsu makan
keluarga tentang pengetahuan pasien dan
pasien kembali
kebutuhan nutrisi dan keluarga tentang nutrisi yang
meningkat.
bagaimana untuk baik dan adekuat.
3. Pasien mampu
memenuhinya.
menghabiskan
Kolaborasi dengan ahli Untuk menentukan tindakan lebih
makanannya.
gizi. lanjut dan menentukan diet yang
4. Pasien tidak merasa
tepat.
mual dan muntah. .
5. Lidah pasien
terlihat bersih
32
6. Pasien terlihat
2. Peningkatan suhu tubuh segar dan bertenaga
berhubungan dengan
peningkatan metabolism Setelah dilakukan
Observasi TTV dan keadaan
tubuh, proses inflamasi tindakan keperawatan
selama 2 X 24 jam umum Untuk mengetahui peningkatan
dan peradangan
diharapkan hipertermi Observasi warna kulit dan suhu tubuh dan keadaan pasien.
teratasi. suhu. Kembalinya warna kulit ke
Dengan kriteria hasil: Berikan kompres air hangat keadaan seperti yang semula
1. TTV dalam batas Berikan penjelasan tentang menunjukkan panas tubuh telah
normal meliputi : penyebab demamnya. menurun.
- Suhu tubuh pasien Kolaborasi dalam pemberian Untuk menurunkan suhu tubuh.
kembali normal antipiretik, yaitu Agar pasien tau tentang
(36,8°C – 37,4°C) paracetamol penyebab demamnya dan dapat
- RR 16 – 24 x per mencegahnya.
menit Untuk membantu menurunkan
- N = 60 – 100 x per suhu tubuh
menit
- TD =
120
mmHG
80
33
2. Tidak terjadi
kemerahan pada
kulit pasien
3. Pasien mengetahui
tentang penyebab
demamnya. Kaji skala nyeri yang
4. Tubuh pasien tidak komprehensif, meliputi
teraba panas. lokasi, durasi, frekuensi,
3. Nyeri akut berhubungan
5. Bibir pasien kualitas, intensitas nyeri.
dengan proses peradangan
tampak lembab (PQRST)
pada usus halus akibat
kembali.
infeksi bakteri sallmonela Untuk menentukan tindakan
Observasi isyarat
thipy yang tepat.
Setelah dilakukan ketidaknyamanan non
tindakan keperawatan verbal.’
selama 3x 24 jam, Berikan teknik non
diharapkan nyeri pada farmakologi, misalnya teknik
pasien berkurang / relaksasi. Untuk mengetahui rasa sakit.
hilang. Dengan Berikan penjelasan terhadap
kriteria hasil: penyebab nyeri
1. Nyeri pada bagian Berikan analgetik sesuai Untuk meningkatkan rasa
abdomen pasien nyaman dan mengurangi rasa
34
kebutuhan. nyeri.
hilang.
Agar pasien tau tentang
2. Ekspresi wajah
penyebab rasa nyerinya
pasien rileks.
Untuk menghilangkan rasa
3. Pasien mengetahui
nyeri.
tentang penyebab
nyerinya.
35
c. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan,
tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al.,
1995).
d. Evaluasi
a. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b. Suhu tubuh kembali normal
c. Pasien tidak merasakan nyeri lagi
d. Toleransi aktivitas meningkat.
e. Pasien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.
f. Melakukan perawatan diri dengan mandiri.
g. Jalan nafas sudah tak ada masalah
h. Kebutuhan cairan terpenuh
36