Anda di halaman 1dari 5

DERMATOMIOSITIS

Myopati inflamasi idiopatik (IIDMs) adalah kelompok heterogen dari kelainan


autoimun yang ditentukan secara genetik yang sebagian besar menargetkan otot
rangka dan / atau kulit dan biasanya mengakibatkan kelemahan otot rangka
dan / atau penyakit radang kulit. Di antara IIDM, dermatomiositis (DM) adalah
minat khusus untuk dokter kulit karena kehadiran universal dari pola ciri
peradangan kulit. DM adalah satu-satunya miopati peradangan idiopatik (IIM)
yang mengekspresikan pola khas peradangan kulit primer.

Goldsmith, Lowell. A, dkk. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine


Volume II. Hal: 1926-1942. The McGraw-Hill Companies

DEFINISI

Dermatomiositis (DM) adalah kondisi autoimun langka yang menyerang anak-


anak dan orang dewasa dan merupakan salah satu dari banyak miopati
peradangan idiopatik (IIM) dengan keterlibatan kulit (sebagian besar mengenai
kulit dan otot). Organ-organ seperti paru-paru, jantung, dan kerongkongan
mungkin terpengaruh tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Penyakit ini muncul
sebagai warna ungu- ruam kulit merah, yang terutama terlihat di dada, buku-
buku jari, leher, wajah, dan punggung.

Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and
Current Treatments. SAGE. Vol 12:1-8.

EPIDEMIOLOGI

Keterlibatan kulit terjadi pada 30% hingga 40% orang dewasa dan pada 95%
anak-anak dengan IIDM (1). Epidemiologi DM klasik onset-remaja di Amerika
Serikat telah ditinjau.18 Untuk anak-anak usia 2-17 tahun, perkiraan tingkat
kejadian tahunan dari 1995 hingga 1998 di Amerika Serikat berkisar antara 2,5
hingga 4,1 kasus per juta anak, dan tingkat tahunan rata-rata 4 tahun adalah 3,2
per juta anak. Perkiraan tingkat kejadian tahunan berdasarkan ras adalah 3,4
untuk non-Hispanik kulit putih, 3,3 untuk Afrika-Amerika non-Hispanik, dan 2,7
untuk Hispanik. Anak perempuan lebih banyak terpengaruh daripada anak laki-
laki (rasio 2,3: 1) (2)
1. Goldsmith, Lowell. A, dkk. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine
Volume II. Hal: 1926-1942. The McGraw-Hill Companies

2. Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and
Current Treatments. SAGE. Vol 12:1-8.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Penyakit idiopatik ini diduga terjadi melalui beberapa fase
1. Fase suseptibilitas genetic
2. Fase induksi yg menyebabkan hilangnya toleransi terhadap self-antigen
kulit dan otot lurik yang dipicu stimulus lingkungan, contohnya:
ultraviolet, infeksi, dll
3. Fase ekspansi autoimun
4. Fase kerusakan jaringan akibat mekanisme efektor imunologi DM sering
dihubungkan dengan infeksi, keganasan, dan obat.

Beberapa jenis infeksi dihubungkan dengan dermatomiositis antara lain:


toksoplasmosis, artritis dan osteomyelitis akibat stafilokokus, infeksi
streptokokus, parvovirus B19, dan coxsakoe virus. Obat yang dihubungkan
dengan penyakit ini antara lain hidroksiurea, D-penisilamin, TNF alfa inhibitor,
OAINS, penurunan kadar lipid, siklofosamid, dan vaksin BCG.

Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

KLASIFIKASI (jurnal)

Ada 6 jenis DM yang berbeda;


1. dermatomyositis klasik (CDM)
CDM adalah didefinisikan sebagai manifestasi kulit tanda dengan tanda-
tanda kelemahan otot proksimal setelah timbulnya penyakit kulit dalam 6
bulan pertama
2. dermatomiositis amyopatik (ADM)
ADM juga terkait dengan keterlibatan kulit, dapat terjadi dalam 6 bulan
atau lebih dari diagnosis DM, tanpa klinis atau bukti laboratorium dari
penyakit kulit atau otot
3. dermatomiositis hipomiopatik (HDM)
HDM, tidak ada kelemahan otot subyektif terutama setelah 6 bulan
pertama
4. klinis amyopatik dermatomiositis (CADM),
Ada bukti penyakit kulit dan otot. DM klinis yang amogenik berkembang
menjadi DM klasik yang khas pada pasien dengan DM kulit dengan onset
penyakit pada otot 6 bulan sebelum presentasi klinis.
5. yang berevolusi menjadi DM klasik (CADM → CDM)
6. dermatomositis juvenile (JDM)
subset DM yang terjadi pada pasien berusia 18 tahun atau kurang.

Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and
Current Treatments. SAGE. Vol 12:1-8.
GEJALA KLINIS

Karakteristik umum DM meliputi kelemahan otot proksimal, radang otot, dan


ruam kulit. (1)

 Erupsi dermatomiositis
 Tanda heliotrope yaitu eritema berwarna merah keunguan terjadi pada
wajah terutama kelompak mata, pipi atas, dahi dan pelipis, seringkali
disertai edema dan keluhan gatal, sehingga menyerupai dermatitis
seboroik.
 Perubahan kulit poikiloderma berupa campuran/mottled, terasa gatal dan
berwarna violaseus/merah keunguan. Menganai daerah dada disebut “V
sign” , daerah punggung “Shawl sign”.
 hiperpigmentasi
 Hipopigmentasi
 Telangiektasis
 Atrofi epidermis (pada daerah yang sering terpajan sinar matahari
 Patonogmonik DM:
-Papul Gottron berupa papul datar – plak eritematosa violaseus pada sisi
ekstenso sendi interfalang tangan.
-Gottron Sign berupa makula eritematosa-violaseus pada permukaan
ekstensor tangan dan jari, siku, lutut.
-Pada lipat kuku proksimal sering dijumpai telangiektasis atau pelebaran
pembuluh darah menyerupai haripin/loop dengan daerah sekitar yang
pucat.
-Kalsinosis kutis atau endapan kalsium pada jaringan di luar tulang,
dengan tempat predileksi bagian atas tubuh.
 Gejala fotosensitifitas
 Poikiloderma pada scalp dan non-scaring alopecia.
 “Mechanic’s hand” berupa hiperkeratosis, skuama, dan atau fisura pada
ujung jari dan telapa tangan bilateral simetris tanpa disertai rasa gatl dan
ditemukan pada pasien
 Kelemahan timbul simetris bilateral pada otot ekstremitas proksimal,
gejala muncul setelah erupsi kulit. Pasien aka mengeluh sulit melakukan
aktivitas sehari-hari contoh menyisir rambut sendiri, naik tangga, dan
berdiri dari duduk tanpa bantuan tangan.
 Gangguan menelan, berbicara, dan bernafas.

(1) Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare
and Current Treatments. SAGE. Vol 12:1-8.
(2) Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Penunjang

Standar emas dari studi pencitraan otot adalah penggunaan magnetic resonance
imaging (MRI). MRI memberikan gambaran anatomi rinci dari kerusakan otot
atau penyakit dan sangat sensitif dalam mendeteksi perubahan otot edematous
pada myositis aktif. (1)

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serum untuk enzim kreatin kinasi (cretine kinase/CK) merupakan


salah satu penanda aktivitas penyakit. Enzim CK dapat meningkat sebelum
terjadi gejala kelemahan otot dan nilainya menjadi normal beberapa minggu
sebelum perbaikan gejala kelemahan otot.

Pada DM anak enzim aldolase sering meningkat bila ditemukan serum CK


normal. Kadar LED, SGOT, SGPT, CRP dan ANA dapat meningkat namun kurang
spesifik. (2)

(1) Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare
and Current Treatments. SAGE. Vol 12:1-8.
(2) Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

DIAGNOSIS BANDING

Manifestasi kulit DM dapat menyerupi LE kutan (tipe aku dan subakut), liken
planus, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, psoriasis, dermatitis atopik, dan
erupsi obat alergik.

Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

PENGOBATAN

Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan dan vaskulitis dan


selalu meminimalkan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk
mencapai tujuan ini, rejimen pengobatan harus dimulai sejak awal dalam proses
penyakit dan akan memerlukan pendekatan interprofesional untuk mencapai
tujuan terapi

 Pada stadium akut dapat diberikan kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari


hingga terjadi perbaikan klinis.
 Pada anak dosis kortikosteroid berkisar 1-2 mg/kgBB/hari
 Metotreksat, azatioprin, mikofenolat mofetil, atau siklofosfamid sebagai
steroid sparing agent dapat diberikan untuk mengurangi efek samping
kortikosteroid atau bila 2 bulan pemberian kortikosteroid monoterapi
belum tampak perbaikan.
 Pemberian antihistamin baik sedatif, nonsedatif, dan atau dikombinasi
dengan AH2 dapat membantu mengurangi gatal.
 Pemberian tabir surya minimal SPF 30 dan penghindaran sinar matahari
merupakan tatalaksana wajib pasien DM.
 Suplementasi vitamin D dan kalsium diperlukan selama pengobatan.
 Kortikosteroid topikal membantu mengurangi gatal dan peradangan pada
kulit.

Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

KOMPLIKASI

Salah satu komplikasi umum DM adalah kalsinosis distrofi, yang merupakan


kondisi yang sering terlihat pada anak-anak dan remaja. Calcinosis adalah
deposit kalsium yang ditemukan dalam jaringan lunak pada pasien DM. Sebagian
besar kasus kalsinosis berkembang dalam 3 tahun pertama diagnosis. Kehadiran
kalsinosis merupakan indikasi keterlambatan diagnosis, terapi obat yang tidak
memadai atau resistensi terhadap pengobatan, durasi penyakit yang tidak
diobati yang lebih lama, dan keparahan penyakit kronis.

Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and
Current Treatments. SAGE. Vol 12:1-8.

Anda mungkin juga menyukai