Anda di halaman 1dari 16

Dermatomiosi

tis
Dibuat oleh: TITA

NPM: 1102014265

Dokter Pembimbing: dr. Ahmad Haykal


A. R. B., Sp.KK M.Kes
Pendahuluan
Myopati inflamasi idiopatik (IIDMs) adalah
kelompok heterogen dari kelainan autoimun
yang ditentukan secara genetik yang sebagian
besar menargetkan otot rangka dan / atau kulit
dan biasanya mengakibatkan kelemahan otot
rangka dan / atau penyakit radang kulit. Di
antara IIDM, dermatomiositis (DM) adalah minat
khusus untuk dokter kulit karena kehadiran
universal dari pola ciri peradangan kulit. DM
adalah satu-satunya miopati peradangan
idiopatik (IIM) yang mengekspresikan pola khas
peradangan kulit primer.
Goldsmith, Lowell. A, dkk. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Volume II. Hal:
1926-1942. The McGraw-Hill Companies
Definisi
Dermatomiositis (DM) adalah kondisi autoimun
langka yang menyerang anak-anak dan orang
dewasa dan merupakan salah satu dari banyak
miopati peradangan idiopatik (IIM) dengan
keterlibatan kulit (sebagian besar mengenai
kulit dan otot). Organ-organ seperti paru-paru,
jantung, dan kerongkongan mungkin
terpengaruh tetapi pada tingkat yang lebih
rendah. Penyakit ini muncul sebagai warna
ungu- ruam kulit merah, yang terutama terlihat
di dada, buku-buku jari, leher, wajah, dan
punggung.
Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and Current Treatments. SAGE. Vol 12:1-8
Epidemiologi
Keterlibatan kulit terjadi pada 30% hingga 40% orang dewasa dan
pada 95% anak-anak dengan IIDM. Epidemiologi DM klasik onset-
remaja di Amerika Serikat untuk anak-anak usia 2-17 tahun,
perkiraan tingkat kejadian tahunan dari 1995 hingga 1998 di
Amerika Serikat berkisar antara 2,5 hingga 4,1 kasus per juta anak,
dan tingkat tahunan rata-rata 4 tahun adalah 3,2 per juta anak.
Perkiraan tingkat kejadian tahunan berdasarkan ras adalah 3,4 untuk
non-Hispanik kulit putih, 3,3 untuk Afrika-Amerika non-Hispanik, dan
2,7 untuk Hispanik. Anak perempuan lebih banyak terpengaruh
daripada anak laki-laki (rasio 2,3: 1) 1

Perkiraan kejadian DM kurang dari 10 kasus per juta populasi. DM


Juvenille dan biasanya didiagnosis antara usia 5 dan 15 tahun,
sedangkan diagnosis pada orang dewasa dapat terjadi antara
usia 40 dan 60 tahun. DM lebih sering terjadi pada wanita dan
mungkin didiagnosis pada anak-anak dan orang dewasa.2
1
Goldsmith, Lowell. A, dkk. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Volume II. Hal:
1926-1942. The McGraw-Hill Companies
2
Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and Current Treatments. SAGE. Vol 12:1-8
Etiologi dan
Patogenesis
Penyakit idiopatik ini diduga terjadi melalui beberapa fase:

1. Fase suseptibilitas genetic

2. Fase induksi yg menyebabkan hilangnya toleransi terhadap self-


antigen kulit dan otot lurik yang dipicu stimulus lingkungan,
contohnya: ultraviolet, infeksi, dll

3. Fase ekspansi autoimun

4. Fase kerusakan jaringan akibat mekanisme efektor imunologi DM


sering dihubungkan dengan infeksi, keganasan, dan obat.

Beberapa jenis infeksi dihubungkan dengan dermatomiositis antara lain:


toksoplasmosis, artritis dan osteomyelitis akibat stafilokokus, infeksi
streptokokus, parvovirus B19, dan coxsakoe virus. Obat yang
dihubungkan dengan penyakit ini antara lain hidroksiurea, D-
penisilamin, TNF alfa inhibitor, OAINS, penurunan kadar lipid,
siklofosamid, dan vaksin BCG.
Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Klasifikasi
Ada 6 jenis DM yang berbeda; 4.Klinis amyopatik dermatomiositis (CADM)

1.Dermatomyositis klasik (CDM) Ada bukti penyakit kulit dan otot. DM klinis yang
amogenik berkembang menjadi DM klasik yang khas
pada pasien dengan DM kulit dengan onset penyakit
CDM adalah didefinisikan sebagai manifestasi kulit tanda
dengan tanda-tanda kelemahan otot proksimal setelah pada otot 6 bulan sebelum presentasi klinis.
timbulnya penyakit kulit dalam 6 bulan pertama
5.Berevolusi menjadi DM klasik (CADM → CDM)
2.Dermatomiositis amyopatik (ADM)
6.Dermatomositis juvenile (JDM)
ADM juga terkait dengan keterlibatan kulit, dapat terjadi
dalam 6 bulan atau lebih dari diagnosis DM, tanpa klinis
atau bukti laboratorium dari penyakit kulit atau otot. Subset DM yang terjadi pada pasien berusia
18 tahun atau kurang.

3.Dermatomiositis hipomiopatik (HDM)

HDM, tidak ada kelemahan otot subyektif terutama


setelah 6 bulan pertama.

Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and Current Treatments.
SAGE. Vol 12:1-8.
Manifestasi Klinis
Karakteristik umum DM meliputi
kelemahan otot proksimal, radang otot,
dan ruam kulit.1

Berikut manifestasi klinis DM secara


detail:

 Erupsi dermatomiositis

 Tanda heliotrope yaitu eritema


berwarna merah keunguan terjadi
pada wajah terutama kelompak
mata, pipi atas, dahi dan pelipis,
seringkali disertai edema dan
keluhan gatal, sehingga menyerupai
dermatitis seboroik.
Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Gambar: Goldsmith, Lowell. A, dkk. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Volume II.
P:1926-1942. The McGraw-Hill Companies
Manifestasi Klinis
 Perubahan kulit poikiloderma
berupa campuran/mottled, terasa
gatal dan berwarna violaseus/merah
keunguan. Menganai daerah dada
disebut “V sign” , daerah punggung
“Shawl sign”.

 hiperpigmentasi

 Hipopigmentasi

 Telangiektasis

 Atrofi epidermis (pada daerah yang


sering terpajan sinar matahari)

Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Gambar: Goldsmith, Lowell. A, dkk. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Volume II.
P:1926-1942. The McGraw-Hill Companies
Manifestasi Klinis
 Patonogmonik DM:

-Papul Gottron berupa papul datar – plak


eritematosa violaseus pada sisi ekstenso
sendi interfalang tangan.

-Gottron Sign berupa makula eritematosa-


violaseus pada permukaan ekstensor tangan
dan jari, siku, lutut.

-Pada lipat kuku proksimal sering dijumpai


telangiektasis atau pelebaran pembuluh
darah menyerupai haripin/loop dengan daerah
sekitar yang pucat.

-Kalsinosis kutis atau endapan kalsium pada


jaringan di luar tulang, dengan tempat
predileksi bagian atas tubuh.
Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Gambar: Goldsmith, Lowell. A, dkk. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Volume II.
P:1926-1942. The McGraw-Hill Companies
Diagnosis Banding
Manifestasi kulit DM dapat menyerupi LE kutan
(tipe aku dan subakut), liken planus, dermatitis
seboroik, dermatitis kontak, psoriasis, dermatitis
atopik, dan erupsi obat alergik.

Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Komplikasi
Salah satu komplikasi umum DM adalah
kalsinosis distrofi, yang merupakan kondisi yang
sering terlihat pada anak-anak dan remaja.
Calcinosis adalah deposit kalsium yang
ditemukan dalam jaringan lunak pada pasien
DM. Sebagian besar kasus kalsinosis
berkembang dalam 3 tahun pertama diagnosis.
Kehadiran kalsinosis merupakan indikasi
keterlambatan diagnosis, terapi obat yang tidak
memadai atau resistensi terhadap pengobatan,
durasi penyakit yang tidak diobati yang lebih
lama, dan keparahan penyakit kronis.
Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and Current
Treatments. SAGE. Vol 12:1-8.
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Penunjang

Gold standart dari studi pencitraan otot adalah penggunaan


magnetic resonance imaging (MRI). MRI memberikan gambaran
anatomi rinci dari kerusakan otot atau penyakit dan sangat sensitif
dalam mendeteksi perubahan otot edematous pada myositis aktif. 1

 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serum untuk enzim kreatin kinasi (cretine kinase/CK)


merupakan salah satu penanda aktivitas penyakit. Enzim CK dapat
meningkat sebelum terjadi gejala kelemahan otot dan nilainya
menjadi normal beberapa minggu sebelum perbaikan gejala
kelemahan otot.

Pada DM anak enzim aldolase sering meningkat bila ditemukan


serum CK normal. Kadar LED, SGOT, SGPT, CRP dan ANA dapat
meningkat namun kurang spesifik. 2
1
Okogbaa, John dan Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and Current Treatments.
SAGE. Vol 12:1-8.
2
Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Tatalaksana
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan dan vaskulitis dan selalu
meminimalkan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk mencapai
tujuan ini, rejimen pengobatan harus dimulai sejak awal dalam proses penyakit dan
akan memerlukan pendekatan interprofesional untuk mencapai tujuan terapi

 Pada stadium akut dapat diberikan kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari hingga terjadi
perbaikan klinis.

 Pada anak dosis kortikosteroid berkisar 1-2 mg/kgBB/hari

 Metotreksat, azatioprin, mikofenolat mofetil, atau siklofosfamid sebagai steroid


sparing agent dapat diberikan untuk mengurangi efek samping kortikosteroid atau
bila 2 bulan pemberian kortikosteroid monoterapi belum tampak perbaikan.

 Pemberian antihistamin baik sedatif, nonsedatif, dan atau dikombinasi dengan AH2
dapat membantu mengurangi gatal.

 Pemberian tabir surya minimal SPF 30 dan penghindaran sinar matahari


merupakan tatalaksana wajib pasien DM.

 Suplementasi vitamin D dan kalsium diperlukan selama pengobatan.

 Kortikosteroid
Paramitha, topikal
Larissa dan Evita H.membantu
Effendi. 2016.mengurangi gatal
Ilmu Penyakit Kulit dan
dan peradangan
Kelamin. pada kulit.
Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Prognosis
Perawatan dermatomiositis melibatkan
pendekatan multidisiplin. Ketika pasien dikelola
dengan tepat menggunakan terapi farmakologis
dan nonfarmologik, hasil dan prognosis lebih
baik. Saat ini, tidak ada terapi farmakologis atau
nonfarmakologis tunggal untuk pengelolaan
atau pengobatan dermatomiositis.
Daftar Pustaka
Goldsmith, Lowell. A, dkk. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine
Volume II. P:1926-1942. The McGraw-Hill Companies

Okogbaa, John dan .Lakeasha Batiste. 2019. Dermatomyositi: An Acute Flare and
Current Treatments. SAGE. Vol 12:1-8

Paramitha, Larissa dan Evita H. Effendi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai