Anda di halaman 1dari 23

Infeksi Jamur

Dermatomikosis:
 Kelainan kulit akibat jamur atau dermatomikosis umumnya digolongkan menjadi 3
kelompok, yakni: mikosis superfisial, mikosis profunda, mikosis subkutan, dan mikosis
sistemik
 Mikosis superfisial: infeksi jamur yang mengenai jaringan mati pada kulit, kuku, dan
rambut.
 Mikosis superfisial banyak ditemukan di dunia, terutama di daerah tropis, termasuk
Indonesia.
 Mikosis subkutan adalah kelainan akibat jamur yang melibatkan jaringan di bawah kulit.
Kelainan ini relatif jarang dijumpai.
 Mikosis sistemik: penyebaran organisme secara hematogen termasuk patogen
oportunistik pada pejamu yang immunocompromised.

  Mikosis Profunda
 Mikosis Superfisial
 Dermatofitosis Nondermatofitosis Subkutan Sistemik

Tinea Kapitis Pitiriasis Versikolor  Kandidosi  Misetoma Kriptokokosis


s
Tinea Barbae Folikulitis Kromomikosis Histoplasmosis
Malassezia

Tinea Kruris Piedra   Fikomikosis Koksidioidomikosis


subkutan

Tinea pedis et Tinea Nigra   Sporotrikosis Blastomikosis


manum Palmaris
Tinea unguium     Rinosporidiosis Fikomikosis
Sistemik
Tinea korporis        

Tinea Favosa        

Dermatofitosis: Penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita.

Etiologi: Golongan jamur dermatofita: golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis karena
sifat jamurnya yang mencerna keratin
ANTROPILIK. spesies biasanya terbatas pada inang manusia dan ditularkan melalui kontak
langsung. Kulit atau rambut yang terinfeksi yang tertinggal di pakaian, sisir, topi, kaus kaki, dan
handuk, misalnya, juga berfungsi sebagai reservoir sumber. Dermatofita ini telah beradaptasi
dengan manusia sebagai inang dan dengan demikian menimbulkan respons inang ringan hingga
noninflamasi.

ZOOFILIC. spesies ditularkan ke manusia dari hewan. Kucing, anjing, kelinci, marmot, burung,
kuda, sapi, dan hewan lain adalah sumber infeksi yang umum. Penularan dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan hewan itu sendiri, atau secara tidak langsung melalui bulu hewan yang
terinfeksi. Area yang terpapar seperti kulit kepala, jenggot, wajah, dan lengan merupakan tempat
infeksi yang disukai.

GEOPHILIS. jamur menyebabkan infeksi manusia secara sporadis setelah kontak langsung
dengan tanah.
Presentasi klinis dari dermatofitosis tidak hanya bergantung pada sumbernya, tetapi juga pada
faktor pejamu. Individu dengan gangguan kekebalan lebih rentan terhadap infeksi dermatofita
refrakter atau mikosis dalam. Menariknya, hanya tingkat keparahan dermatofitosis yang
tampaknya meningkat dengan infeksi HIV, dan bukan prevalensinya.

1. Tinea Capitis: dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala


Terdapat tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis tinea kapitis2 :
- Populasi risiko tinggi. Terdapat kerion atau gejala klinis yang khas berupa skuama
tipikal, alopesia dan pembesaran kelenjar getah bening. Pembesaran KGB posterior
limfadenopati di tipe inflamatori ini yang ngebedain dengan penyakit lain di scalp;
- Tanda kardinal tersebut merupakan faktor prediksi kuat untuk tinea kapitis.
- Anamnesis : gatal, kulit kepala berisisik, alopesia.
- Pemeriksaan fisik : bergantung pada etiologinya.

Noninflammatory, human, atau epidemic type (“grey patch”) Inflamasi minimal, rambut pada
daerah terkena berubah warna menjadi abuabu dan tidak berkilat, rambut mudah patah di atas
permukaan skalp. Lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas tegas karena rambut yang
patah. Berfluoresensi hijau dengan lampu Wood.

Inflammatory type, kerion Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau geofilik. Spektrum klinis
mulai dari folikulitis pustular hingga furunkel atau kerion. Sering terjadi alopesia sikatrisial. Lesi
biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior. Fluoresensi lampu
Wood dapat positif pada spesies tertentu.

“Black dot” Disebabkan oleh organisme endotriks antropofilik. Rambut mudah patah pada
permukaan skalp, meninggalkan kumpulan titik hitam pada daerah alopesia (black dot). Kadang
masih terdapat sisa rambut normal di antara alopesia. Skuama difus juga umum ditemui.

Patogenesis:
Infeksi rambut oleh dermatofita mengikuti 3 pola utama — ektotriks, endotrik, dan favus.
Dermatofita membuat infeksi pada stratum korneum perifollicular dan menyebar ke sekitar dan
ke dalam batang rambut dari rambut pertengahan hingga akhir anagen sebelum turun ke dalam
folikel untuk menembus korteks. Dengan tumbuhnya rambut, bagian rambut yang terinfeksi naik
di atas permukaan kulit kepala yang bisa patah karena kerapuhannya meningkat.

Pada infeksi ectothrix (lihat Gambar 188-2), hanya arthroconidia pada permukaan batang rambut
yang dapat divisualisasikan, meskipun hifa juga terdapat dalam batang rambut. Kutikula hancur.
Pada pemeriksaan lampu Wood, fluoresensi kuning-hijau dapat dideteksi, tergantung pada
organisme penyebabnya. Pada infeksi endotriks (lihat Gambar 188-2), artrokonidia dan hifa tetap
berada di dalam batang rambut dan membiarkan korteks dan kutikula tetap utuh. Pola tinea
capitis ini dikaitkan dengan munculnya “bintik hitam” yang merepresentasikan rambut patah di
permukaan kulit kepala. Organisme endotriks tidak menunjukkan fluoresensi pada ujian lampu
Woods. Favus ditandai dengan hifa yang tersusun secara longitudinal dan ruang udara di dalam
batang rambut. Arthroconidia biasanya tidak ditemukan pada rambut yang terinfeksi.
2. Tinea Favosa: Infeksi dermatofita kronis pada kulit kepala yang jarang melibatkan kulit
tanpa rambut, dan / atau kuku yang ditandai dengan kerak kuning tebal (skutula) di
dalam folikel rambut yang menyebabkan jaringan parut alopecia.

Lesi: Bentuk yang berat dan kronis berupa plak eritematosa perifolikular dengan skuama.
Awalnya berbentuk papul kuning kemerahan yang kemudian membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan (skutula). Skutula dapat berkonfluens membentuk plak besar
dengan mousy odor. Plak dapat meluas dan meninggalkan area sentral yang atrofi dan
alopesia.

3. Tinea Barbae: Dermatofitosis pada dagu dan jenggot

Fitzpatrick: penularan: pisau cukur yang terkontaminasi. Paparan langsung ke sapi, kuda,
atau anjing sekarang menjadi cara akuisisi yang lebih umum, dan ini menyebabkan
pergeseran prevalensi ke arah petani atau peternak di pedesaan.

TEMUAN KLINIS. Tinea barbae mempengaruhi wajah secara sepihak dan melibatkan
area jenggot lebih sering daripada kumis atau bibir atas. Ada dua bentuk.

Tipe Superfisial. Disebabkan oleh antropofil seperti T. violaceum, bentuk tinea barbae ini
kurang inflamasi dan menyerupai tinea corporis atau folikulitis bakterialis. Perbatasan
aktif menunjukkan papula dan pustula perifollicular disertai dengan eritema ringan
Alopecia, jika ada, bersifat reversibel.

Jenis Peradangan. Biasanya disebabkan oleh T. interdigitale (strain zoophilic) atau T.


verrucosum, inflamasi tinea barbae adalah gambaran klinis yang paling umum. Hal ini
mirip dengan pembentukan kerion di tinea capitis dengan plak berkerak dan keluarnya
cairan seropurulen. Rambut tidak berkilau, rapuh, dan mudah dicabut untuk menunjukkan
massa purulen di sekitar akar. Pustula perifollicular dapat menyatu dan terjadi dalam
kumpulan nanah seperti abses, saluran sinus, dan jaringan parut alopecia.

4. Tinea Corporis: Dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin) kecuali
telapak tangan, telapak kaki, dan selangkangan.
Anamnesis : ruam yang gatal di badan, ekstremitas atau wajah. Gatal saat berkeringat.
Pemeriksaan fisik : Mengenai kulit berambut halus, keluhan gatal terutama bila
berkeringat, dan secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena
tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas eritema, skuama, dan kadang
papul dan vesikel di tepi, normal di tengah (central healing).

5. Tinea Cruris: Definisi: dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.

Anamnesis : Ruam kemerahan yang gatal di paha bagian atas dan inguinal.

Pemeriksaan fisik : Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas dengan
tepi meninggi yang dapat pula disertai papul dan vesikel. Terletak di daerah inguinal,
dapat meluas ke suprapubis, perineum, perianal dan bokong. Area genital dan skrotum
dapat terkena pada pasien tertentu. Sering disertai gatal dengan maserasi atau infeksi
sekunder.

6. Tinea pedis dan manuum:

Anamnesis : Gatal di kaki terutama sela-sela jari. Kulit kaki bersisik, basah dan
mengelupas.Pemeriksaan fisik:

- Tipe interdigital (chronic intertriginous type) Bentuk klinis yang paling banyak
dijumpai. Terdapat skuama, maserasi dan eritema pada daerah interdigital dan
subdigital kaki, terutama pada tiga jari lateral. Pada kondisi tertentu, infeksi dapat
menyebar ke telapak kaki yang berdekatan dan bagian dorsum pedis. Oklusi dan ko-
infeksi dengan bakteri dapat menyebabkan maserasi, pruritus, dan malodor
(dermatofitosis kompleks atau athlete’s foot).

- Tipe hiperkeratotik kronik: Klinis tampak skuama difus atau setempat, bilateral,
pada kulit yang tebal (telapak kaki, lateral dan medial kaki), dikenal sebagai
“moccasin-type.” Dapat timbul sedikit vesikel, meninggalkan skuama kolaret dengan
diameter kurang dari 2 mm. Tinea manum unilateral umumnya berhubungan dengan tinea
pedis hiperkeratotik sehingga terjadi “two feet-one hand syndrome”.

- Tipe vesikobulosa Klinis tampak vesikel tegang dengan diameter lebih dari 3 mm,
vesikopustul, atau bula pada kulit tipis telapak kaki dan periplantar. Jarang dilaporkan
pada anak-anak.

- Tipe ulseratif akut :Terjadi ko-infeksi dengan bakteri gram negatif menyebabkan
vesikopustul dan daerah luas dengan ulserasi purulen pada permukaan plantar.
Sering diikuti selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan demam.

- Tinea manum Biasanya unilateral, terdapat 2 bentuk: Dishidrotik: lesi segmental atau
anular berupa vesikel dengan skuama di tepi pada telapak tangan,jari tangan, dan
tepi lateral tangan. Hiperkeratotik: vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular
atau iregular, eritematosa, dengan skuama difus. Garis garis tangan menjadi
semakin jelas. Lesi kronik dapat mengenai seluruh telapak tangan dan jari disertai fisur.1

7. Tinea Unguium: kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita.


- Onikomikosis: infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur
nondermatofita, atau ragi (yeasts). Dapat mengenai kuku tangan maupun kuku kaki,
dengan bentuk klinis:
o Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
o Onikomikosis subungual distal lateral (OSDL)
o Onikomikosis superfisial putih (OSP)
- Klinis dapat ditemui distrofi, hiperkeratosis, onikolisis, perubahan warna kuku, dengan
lokasi sesuai bentuk klinis.
-

Pemeriksaan Penunjang:
- Pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya
pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang, dan imunologik tidak diperlukan.
- Bahan klinis: kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan mikologik
diambil dan dikumpulkan sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan
dengan spiritus 70%, kemudian untuk:
- Kulit tidak berambut (glabrous skin) Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian
sedikit di luas kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril;
- Kulit berambut :Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan. Kulit di
daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan dengan lampu
Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang
terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis
tertentu. Organisme ectothrix akan berfluoresensi pada pemeriksaan cahaya Wood,
organisme endothrix tidak akan berfluoresensi.
- Kuku Bahan diambil dari bagian kuku yang sakit dan diambil sedalam-dalamnya
sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku diambil pula.

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula dengan


pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 1Ox45. Pemeriksaan dengan pembesaran
1Ox100 biasanya tidak diperlukan.

Sediaan basah dibuat:


- Meletakkan bahan di atas gelas alas
- Tambah 1-2 tetes larutan KOH
- Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku
20%.
- Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan
untuk melarutkan jaringan.
- Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas
api kecil.
- Pada saat mulai ke luar uap dari sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup.
- Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang
diinginkan tidak tercapai.
Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH,
misalnya tinta Parker superchroom blue black.

Sediaan kulit dan kuku: terlihat hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang,
maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah
diobati.
Rambut: yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat
tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat
terlihat juga hifa pada sediaan rambut.

Pemeriksaan dengan pembiakan: untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan
untuk menentukan spesies jamur. Memakai medium agar dekstrosa Sabouraud.

Pada agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol) atau ditambah pula
klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi bakterial
maupun jamur kontaminan.

Pemeriksaan pada tiap Tinea:

Tinea Capitis: Tes lab biasa (KOH, SDA, dll), Histopatologi khas: PAS dan metenamin perak
dengan mudah mengungkapkan hifa di sekitar dan di dalam batang rambut. Dermis
menunjukkan infiltrasi sel campuran perifollicular dengan limfosit, histiosit, sel plasma

Tinea Favosa: Tes lab khas: T. schoenleinii menunjukkan fluoresensi biru-abu-abu yang halus di
sepanjang rambut dengan pemeriksaan lampu Wood. Mikroskopi dengan preparasi KOH
menunjukkan hifa tersusun memanjang di sekitar dan di dalam batang rambut, artrokonidia
langka, dan ruang udara kosong.

Tinea Barbae:
Tes lab dan tes histopatologi biasa

Tinea Corporis: Tes lab dan tes histopatologi biasa

Tinea Cruris: tes lab dan tes histopatologi biasa

Tinea pedis dan tinea manuum: Tes lab: Pemeriksaan KOH pada atap melepuh (vesikel atau
bula) menghasilkan tingkat temuan positif tertinggi., tes histopatologi: Pada tinea pedis,
organisme jamur terdapat di stratum korneum oleh PAS atau noda perak metenamin dan kadang-
kadang disertai dengan fokus neutrofil.

Mungkin juga terdapat infiltrat perivaskular superfisial, kronis, dan jarang di dermis. Jenis
vesiculobullous menunjukkan vesikulasi intraepitel subcorneal atau spongiotik.

Tinea Unguium: Pemeriksaan lab: KOH pada debris subungual, kultur lempeng kuku dan debris
yang menyertainya pada SDA (dengan dan tanpa antimikroba), histopatologi: pewarnaan PAS
dari pemotongan kuku. Kultur: tes yang paling spesifik untuk onikomikosis, pemeriksaan PAS
dari kliping kuku adalah yang paling sensitif dan tidak perlu menunggu berminggu-minggu
untuk mendapatkan hasil.

Histopatologi: Hifa terlihat antara lamina kuku sejajar dengan permukaan. Epidermis dapat
menunjukkan spongiosis dan parakeratosis fokal, dan respons inflamasi dermal minimal. Di
white superficial onychomycosis, organisme hadir secara dangkal di kuku punggung dan
menampilkan "organ perforasi" yang unik dan "daun yang mengikis". Pada onikomikosis
kandida terdapat invasi pseudohyphae ke seluruh lempeng kuku, kutikula yang berdekatan,
lapisan granular, dan stratum spinosum dari dasar kuku, serta stratum korneum hiponykia.

Di perdoski:
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan mikroskop dan KOH
20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora. Pengambilan spesimen pada tinea kapitis dapat
dilakukan dengan mencabut rambut, menggunakan skalpel untuk mengambil rambut dan
skuama, menggunakan swab (untuk kerion) atau menggunakan cytobrush. Pengambilan sampel
terbaik di bagian tepi lesi.

2. Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus (Mycosel , Mycobiotic ): pada suhu 280 C
selama 1-4 minggu (bila dihubungkan dengan pengobatan, kultur tidak harus selalu dikerjakan
kecuali pada tinea unguium

3. Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsposrum
spp. (kecuali M.gypsium).
Penatalaksanaan:

Diagnosis Banding:

- Tinea kapitis: Dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis atopik, liken simpleks


kronik, alopesia areata, trikotilomania, liken plano pilaris
- Tinea pedis dan manum: Dermatitis kontak, psoriasis, keratoderma, skabies,
pompoliks (eksema dishidrotik)
- Tinea korporis: Psoriasis, pitiriasis rosea, Morbus Hansen tipe PB/ MB, eritema
anulare centrifugum, tinea imbrikata, dermatitis numularis
- Tinea kruris: Eritrasma, kandidosis, dermatitis intertriginosa, dermatitis seboroik ,
dermatitis kontak, psoriasis, lichen simpleks kronis
- Tinea unguium: Kandidosis kuku, onikomikosis dengan penyebab lain, onikolisis,
20-nail dystrophy (trachyonychia), brittle nail, dermatitis kronis, psoriasis, lichen
planus
- Tinea imbrikata: Tinea korporis

Di Perdoski:

Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:
1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab
2. Mencegah penularan

Medikamentosa

Catatan:
- Lama pemberian disesuaikan dengan diagnosis
- Hati-hati efek samping obat sistemik, khususnya ketokonazol
- Griseofulvin dan terbinafin hanya untuk anak usia di atas 4 tahun

Tinea kapitis:
- Topikal: tidak disarankan bila hanya terapi topikal saja.
Rambut dicuci dengan sampo antimikotik : selenium sulfida 1% dan 2,5% 24
kali/minggu 10 atau sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu
- Sistemik :Spesies Microsporum. Obat pilihan: griseofulvin fine particle/microsize 20-25
mg/kgBB/hari dan ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari selama 8 minggu. Alternatif:
- Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu
- Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40 kg dan 250
mg/hari untuk BB >40 kg selama 4 minggu.
Spesies Trichophyton:
- Obat pilihan: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40 kg
dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 2-4 minggu
- Alternatif : Griseofulvin 8 minggu 9 - 10 , Itrakonazol 2 minggu 11-12 (A,1) o
Flukonazol 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu

Tinea korporis dan kruris:


- Topikal:
o Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari selama
1-2 minggu. Alternatif Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
- Sistemik: Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat pilihan: terbinafin
oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif)
selama 2 minggu. Alternatif: Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu 15,18 (A,1) o
Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu 15,1 8 (A,1)
o Ketokonazol 200 mg/hari

Tinea imbrikata:
- Terbinafin 62,5-250 mg/hari (tergantung berat badan) selama 4-6 minggu
- Griseofulvin microsize 10-20 mg/kgBB/hari selama 6-8 minggu

Tinea pedis:
- Topikal: Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin**) sekali sehari
selama 1-2 minggu.Alternatif: Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu, Siklopiroksolamin (ciclopirox gel 0,77%
atau krim 1%) 2 kali sehari selama 4 minggu untuk tinea pedis dan tinea int erdigitalis
- Sistemik:
Obat pilihan: terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Anak-anak 5 mg/kgBB/hari
selama 2 minggu. Alternatif: itrakonazol 2x100 mg/hari selama 3 minggu atau 100
mg/hari selama 4 minggu.

Tinea unguium
- Obat pilihan: terbinafin 1x250 mg/hari selama 6 minggu untuk kuku tangan dan 12-16
minggu untuk kuku kaki.
- Alternatif: itrakonazol dosis denyut (2x200 mg/hari selama 1 minggu, istirahat 3 minggu)
sebanyak 2 denyut untuk kuku tangan dan 3-4 denyut untuk kuku kaki atau 200 mg/hari
selama 2 bulan untuk kuku tangan dan minimal 3 bulan untuk kuku kaki. 21 - 22 (A,1)

Edukasi
- Menjaga kebersihan diri
- Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat
- Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
- Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan terinfeksi jamur.
- Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah mandi
- Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain. Cuci handuk
yang kemungkinan terkontaminasi.
- Skrining keluarga
- Tatalaksana linen infeksius: pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam dengan
sodium hipoklorit 2% untuk membunuh jamur atau menggunakan disinfektan lain.

Non-dermatofitosis:

1. Pitiriasis versikolor: Infeksi kulit superfisial kronik, disebabkan oleh ragi genus
Malassezia, ditandai oleh area depigmentasi atau diskolorasi berskuama halus, tersebar
diskret atau konfluen, dan terutama terdapat pada badan bagian atas.
- Penyakit infeksi oportunistik kulit epidermomikosis, disebabkan oleh jamur Malassezia
sp. (Pitryrosporum orbiculare/P.ovale) yang ditandai dengan makula hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi dan kadang eritematosa.
- Klinis:

o Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia, terutama pada usia 20-40 tahun,
lesi terutama pada daerah seboroik; tidak menular, serta ada kecenderungan
genetik.

o Anamnesis: bercak di kulit, yang kadang menimbulkan rasa gatal terutama bila
berkeringat. Rasa gatal umumnya ringan atau tidak ada sama sekali. Warna dari
bercak bervariasi dari putih, merah muda hingga coklat kemerahan.

o Status dermatologikus:

Predileksi lesi terutama di daerah seboroik, yaitu tubuh bagian atas, leher, wajah
dan lengan atas; berupa bercak hipopigmentasi, eritema hingga kecoklatan,
konfluen dengan skuama halus.

Keterangan untuk ppt: Gambaran khas panu berbentuk oval bersisik hingga makula bulat yang
tersebar di area karakteristik tubuh, termasuk batang atas, leher, dan lengan atas (Gbr. 189-10).
Makula sering bergabung membentuk patch perubahan pigmen berbentuk tidak teratur. Warna
bercak bervariasi dari hampir putih ke merah muda sampai coklat kemerahan atau berwarna
coklat kekuningan (Gbr. 189-10C). Skala tersebut secara khas digambarkan seperti debu atau
berbulu halus (Gbr. 189-10D). Scaling ekstensif dapat dihasilkan dengan mengikis ringan pisau
scalpel # 15 pada kulit yang terkena. Bercak mungkin memiliki tampilan permukaan yang
berkerut (Gbr. 189-11) dan fitur ini berfungsi sebagai hal penting klinis yang berguna
untuk diagnosis. Kekhawatiran yang muncul sering kali berhubungan dengan tampilan
kosmetik dari erupsi daripada gejala apapun, karena pruritus biasanya ringan atau tidak ada.
Diagnosis yang dibuat berdasarkan klinis didukung oleh pemeriksaan cahaya Wood (365 nm)
yang mungkin menunjukkan fluoresensi kuning-oranye yang diduga karena adanya pteridin dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis KOH dari skala. Tinea versikolor cenderung
kambuh di bulan-bulan hangat dalam setahun.

Bentuk kebalikan dari panu dijumpai terutama di daerah lentur. Patch eritematosa merah muda
yang berbatas tegas dan berbatas tegas ini mungkin bingung dengan psoriasis terbalik, dermatitis
seboroik, eritrasma, kandidiasis, dan infeksi dermatofitik. Diagnosis banding panu disajikan
dalam Boks 189-5.

2. Folliculitis Malassezia: Penyakit kronis pada folikel pilosebasea yang disebabkan oleh
jamur Malassezia spp., berupa papul dan pustul folikular, yang biasanya gatal
- Lokasi di batang tubuh, leher, dan lengan bagian atas.

- Klinis:

o Lesi biasanya terdapat di dada, punggung, leher, dan lengan, berupa papul
eritematosa atau pustul perifolikular berukuran 2-3 mm. Gatal lebih sering
dijumpai dibandingkan pada pitiriasis versikolor. Penyakit ini kadang dijumpai
bersamaan dengan akne vulgaris yang rekalsitran, dermatitis seboroik dan
pitiriasis versikolor.

o Faktor predisposisi antara lain: diabetes melitus, penggunaan glukokortikoid,


antibiotik, obat imunosupresif, kehamilan, keganasan (leukemia, penyakit
Hodgkin), transplantasi organ (ginjal, jantung, sums um tulang), AIDS, serta
sindrom Down.
- Pemeriksaan Penunjang Folliculitis Malassezia:
o Pemeriksaan 10% KOH: untuk mengidentifikasi bentuk ragi Malassezia, kerak
dari kulit yang terkena harus dikikis dengan pisau bedah no. 15 ke kaca objek
o Penampakan mikroskopis: “spaghetti and meatballs” dengan spora jamur dan
pseudohifa.
o Patologi:
 Pewarnaan dengan PAS atau methenamine silver: ragi tunggal berbentuk
oval. 
 Ketika dinding folikel pecah, terjadi infiltrat inflamasi campuran dari
limfosit, histiosit, dan neutrofil di sekitar folikel.
o Pemeriksaan mikroskopis pada pustula: bentuk dan spora ragi yang sedang
bertunas, bukan hifa.
o Di Perdoski:
 Pemeriksaan langsung dengan memakai larutan KOH 20%. Spesimen
berasal dari bagian dalam isi pustul, papul atau papul komedo yang
diambil menggunakan ekstraksi komedo. Hasil positif apabila didapatkan
hasil +3 atau +4 berdasarkan grading jumlah spora per lapangan pandang
besar mikroskop.
 Grading spora:
 +1: spora tersebar, tidak berkelompok
 +2: spora dalam kelompok atau 3-12 spora tersebar
 +3: 7-12 spora dalam kelompok atau 13-20 spora tersebar
 +4: >12 spora dalam kelompok atau >20 spora tersebar
 Pada pemeriksaan histopatologis ditemukan ostium folikel melebar dan
bercampur dengan materi keratin. Dapat terjadi ruptur dinding folikel
sehingga terlihat respons radang campuran dan sel datia benda asing.

3. Piedra
- Definisi: Infeksi jamur pada helai rambut, ditandai dengan benjolan (nodul)
sepanjang rambut.
- Ada 2 jenis: piedra hitam, yang disebabkan jamur Piedraia hortae, dan piedra putih
disebabkan oleh beberapa spesies genus Trichosporon antara lain T. ovoides, T. inkin,
T. asahii.
- Kelainan ini terutama ditemui di daerah tropis di Amerika Selatan, kepulauan Pasifik,
dan Timur Jauh; di Asia dan Afrika jarang.
- Di Indonesia hingga sekarang hanya ditemui jenis piedra hitam.
- Predileksi piedra hitam: rambut kepala, piedra putih: rambut aksila, genital, dan
jenggot.
- Etiopatogenesis:
o Faktor higiene : Jamur penyebab masuk ke kutikula rambut, tumbuh mengelilingi
rambut membentuk benjolan-benjolan & dapat menimbulkan ruptur atau
trikoreksis dan patah rambut.
4. Tinea nigra:
- Penata: Meskipun ketoconazole oral, itraconazole dan terbinafine juga efektif, terapi
sistemik jarang diindikasikan.
Diagnosis Banding Penyakit Non-Dermatofitosis:
 Pitiriasis Versikolor: pitiriasis alba, eritrasma, vitiligo, dermatitis seboroik, pitiriasis
rosea, morbus Hansen tipe tuberkuloid, dan tinea.
 Folikulitis Malassezia: akne vulgaris, selain folikulitis bakterial, erupsi akneiformis, dan
folikulitis eosinofilik.
 Piedra: Pedikulosis, trikomikosis axillaris, tinea kapitis
 Tinea nigra: nevus junctional, dermatitis kontak, kulit yang terkena zat kimia,
pigmentasi pada penyakit Addison, sifilis, pinta, dan melanoma.

Kandidiosis
- Definisi: Penyakit jamur yang disebabkan oleh Candida spp misalnya spesies C.
albicans. 
- Spesies non-albicans yang sering menimbulkan kelainan: C. dubliniensis, C.
glabrata, C. guillermondii, C. Kr usei, C. lusitaniae, C. parapsilosis, C.
pseudotropicalis dan C.tropicalis.
- Organisme tersebut pada umumnya dapat menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa,
dan saluran cerna, tetapi dapat juga menyebabkan penyakit sistemik.
1. Kandidiasis kutis:
- Dapat ditemukan pada semua usia, mengenai daerah intertriginosa yang lembab dan
mudah mengalami maserasi, misalnya sela paha, ketiak, sela jari, infra mamae, atau
sekitar kuku, dan juga dapat meluas ke bagian tubuh lainnya.
- Kulit tampak bercak eritematosa berbatas tegas, bersisik, basah, dikelilingi oleh lesi
satelit berupa papul, vesikel dan pustul kecil di sekitarnya.
2. Kandidiasis mukosa Merupakan infeksi oportunistik, dapat berupa:
- Kandidiasis oral:
o Kandidiasis pseudomembran akut (thrush) Bercak berwarna putih
(pseudomembran) tebal, diskret atau dapat berkonfluen pada mukosa bukal,
lidah, palatum, dan gusi.
o Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa) Papilla lidah menipis
tertutup oleh pseudomembran tipis pada permukaan dorsal lidah dan dapat
disertai rasa panas atau nyeri.
o Kandidiasis atrofik kronik (denture stomatitis): Mukosa palatum yang kontak
dengan gigi tiruan tampak edematosa dan eritematosa, bersifat kronik, dan
dapat dijumpai keilitis angularis.
o Kandidiasis hiperplastik kronik (leukoplakia) Plak putih atau translusen yang
tidak dapat dilepaskan, biasanya di mukosa bukal.
o Keilosis kandidal (keilitis angularis/perleche) Pada sudut mulut tampak
eritema, fisura, maserasi yang terasa nyeri.
- Kandidiasis area genitalia o Kandidiasis vulvovagina. Keluhan: duh vagina berwarna
putih susu, disertai rasa gatal dan panas di vulva, kadang terjadi disuria. Pemeriksaan:
tampak plak berwarna putih, dasar eritematosa, pada dinding vagina disertai edema di
sekitarnya yang dapat meluas sampai ke labia dan perineum.

- Balanitis dan balanopostitis kandida Keluhan: kulit penis tampak eritematosa, panas
yang bersifat transien dan muncul setelah hubungan seksual Pemeriksaan: papul atau
papulopustul rapuh pada glans penis atau sulkus koronarius penis

3. Kandidiasis kuku: Tampak perubahan kuku sekunder, tebal mengeras, onikolisis,


Beau’s line dengan diskolorisasi kuku berwarna coklat atau hijau sepanjang sisi
lateral kuku, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat debris di bawah kuku.
Paronikia kandida: tampak kemerahan, bengkak, dan nyeri pada kuku disertai
retraksi kutikula sampai lipat kuku proksimal, dapat disertai pus.

4. Kandidiasis mukokutan kronik: Merupakan suatu sindrom kandidosis kronik


rekuren pada pasien yang ditandai dengan infeksi resisten terhadap terapi. Berupa
infeksi yang luas, eritematosa atau granulomatosa , pada membran mukosa, kulit
dan kuku.

5. Kandidiasis diseminata: Infeksi kandida yang meluas secara hematogen dari


orofaring atau saluran cerna, dan melibatkan banyak organ, kadang ke kulit.
Karakteristik lesi kulit: papul-papul eritematosa berdiameter 0,5-1 cm, bagian
tengah tampak hemoragik atau pustular, kadang nekrotik. Lokasi lesi pada badan,
ekstremitas. Gejala sistemik berupa demam dan mialgia.

Diagnosis Banding:

- Kandidiasis kutis: eritrasma, dermatitis intertriginosa, dermatofitosis, dermatitis


seboroik, psoriasis

- Kandidiasis kuku: tinea unguium, brittle nail, trachyonychia, dermatitis kronis

- Kandidiasis oral: oral hairy leukoplakia, kheilitis angular, liken planus, infeksi
herpes, eritema multiforme, anemia pernisiosa, stomatitis aftosa

- Kandidiasis vulvovagina: trikomoniasis vaginalis, gonore akut, infeksi genital non


spesifik, vaginosis bakterial
- Kandida balanitis/balonopostitis: infeksi bakteri, herpes simpleks, psoriaris, liken
planus
Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

 Kandidiasis kutis
o Topikal : Krim imidazol (mikonazol 2%, klotrimazol 1%) selama 14-28 hari.
Bedak nistatin atau mikonazol selanjutnya dapat untuk pencegahan.
o Sistemik: Flukonazol 50 mg/hari atau 150 mg/minggu.
 Kandidiasis oral: Suspensi nistatin 400.000-600.000 U 4 kali sehari.
 Kandidiasis vulvovagina:: Krim imidazol (mikonazol, klotrimazol, dan butoconazol)
selama 3-7 hari, Nistatin intravagina, 1 kali/hari, selama 10-14 hari. Aman untuk wanita
hamil. 
o Sistemik: Flukonazol 150 mg dosis tunggal. 
o Infeksi berat akut Flukonazol 150 mg diberikan setiap 72 jam dengan total 2
hingga 3 dosis.
o Kandidiasis vulvovaginal rekuren (kambuh ≥4x/tahun ): Flukonazol topikal atau
oral selama 10-14 hari dilanjutkan dengan flukonazol 150 mg/minggu selama 6
bulan.
 Balanitis/balanopostitis kandida :
o Topikal: Klotrimazol krim 1% 2 kali/hari selama 2-4 minggu
o Nistatin krim 100.000 unit/gram bila ada kemungkinan resisten atau alergi dengan
Imidazol.
o Sistemik: Flukonazol 150 mg dosis tunggal
 Paronikia kandida:
o Topikal : Solusio imidazol: timol 4% dalam alkohol absolut atau kloroform.
o Sistemik : Ketokonazol 1x200 mg/hari sampai sembuh
 Kandidiasis kuku
o Itrakonazol dosis denyut (2x200 mg/hari selama 1 minggu, istirahat 3 minggu)
sebanyak 2 denyut untuk kuku tangan dan 3-4 denyut untuk kuku kaki atau 200
mg/hari selama 2 bulan untuk kuku tangan dan minimal 3 bulan untuk kuku kaki. 
 Kandidiasis mukokutan kronik: Flukonazol 100-400 mg/hari hingga sembuh, Itrakonazol
200-600 mg/hari hingga sembuh. Dilanjutkan terapi maintenance dengan obat yang sama
selama hidup. 
 Kandidiasis diseminata: Echinocandin (caspofungin loading dose 70 mg/kgBB, loading
dose dilanjutkan dengan 50 mg/kgBB per hari, micafungin 100 mg/hari, anidulafungin
200 mg loading dose dilanjutkan dengan 100 mg/hari). 
o Alternatif: Flukonazol IV atau oral 800 mg (12 mg/kgBB) loading dose dilanjutan
dengan 400 mg (6 mg/kgBB) per hari, Lipid amphoterisin B 3-5 mg/kgBB/hari
Edukasi
 Menjaga higiene tubuh.
 Menjaga agar kulit area infeksi tidak lembab.
 Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
 Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain. Cuci handuk
yang kemungkinan terkontaminasi.
 Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah mandi.

Mikosis Subkutan:
1. Sporotrikosis
2. Misetoma
3. Kromomikosis
Mikosis Sistemik

Pertanyaan yang belum terjawab:

1. Bedain Tinea Corporis dan tinea pedis? Kan 2nya bisa di kaki?
Kalo di fitzpatrick sih, Kalau infeksi di dorsal tangan dan kaki,itu dianggapnya tinea
corporis
2. Bisa infeksi sekunder nggak di tinea pedis bentuk vesikubulosa? Pengobatannya
bagaimana buat mencegah infeksi sekunder?
Di tinea pedis, ga cuman bentuk vesikobulosa aja yang bisa kena infeksi sekunder, tapi
bentuk interdigitalis juga, contoh: selulitis, limfangitis, limfadenitis, erisipelas dibentuk
vesikobulosa. Pencegahannya: Berartii harus cepat diobati tinea pedisnya, supaya tidak
terjadi maserasi jaringan, dimana bakteri bisa overgrowth dan mengakibatkan infeksi
sekunder. Kalau kena infeksi sekunder? Pakai obat antibiotik sistemik.

3. Onikomikosis bisa infeksi berbarengan dengan yang lain?


Kalau yang saya baca, penderita tinea unguium bisa punya dermatofitosis di tempat lain
yang sudah sembuh atau belum

4. Kuku tangan bisa kena tinea unguium? Bisa, tapi lebih sering di kaki (Jangan tanya deh
ini terlalu mudah wkwkkw)

5. Hubungan FR dengan munculnya folikultis malassezia?

6. Kenapa di tinea nigra tidak diindikasikan terapi sistemik? Karena yang saya baca,
memang terapi nya efektif, cuman tidak dibutuhkan karena terapi topikal bisa mengatasi
tinea nigra.

7. Beda balanitis dan balanoposthitis? ( Ga usah tanya)


Balanitis adalah peradangan pada glans penis, posthitis adalah
peradangan pada preputium, dan balanoposthitis adalah peradangan
pada keduanya.

8. Kenapa CMC sering dikaitkan dengan endokrinopati, termasuk hipoparatiroideisme,


hipoadrenalisme, dan hipotiroidisme?

9. Kenapa CMC bisa resisten dengan pengobatan? Kalau resisten, obatnya apa?
CMC bisa resisten kemungkinan dikarenakan pengobatan antijamur yang
berkepanjangan dan berulang dapat menyebabkan resistensi mikroba. Kalau di
medscape, terapi intermiten itu bisa mengurangi frekuensi resistensi, tapi kalau di jurnal lain, ada
case study soal pasien CMC resisten ke nystatin, fluconazole, itraconazole, voriconazole, jadi
dilakukan tes sensitivitas antibiotik terhadap antibiotik-antibiotik lain supaya tahu mana yang
resisten, mana yang tidak, baru diberikan terapi oral antifungal yang sensitif terhadap jamurnya.

10. Bedanya psoriasis, pititarisis rosea dengan ruam di tinea corporis?


- Anamnesis: jamur kan gatal banget, terasa lebih gatal di saat berkeringat. Terus
apakah pernah muncul sebelumnya, soalnya biasa kalau psoriasis kan rekuren ya
- Psoriasis itu lesinya simetris, distribusinya di siku, lutut, scalp, terus ada skuma
berwarna keperakan di atas lesinya,, fenomena tetes lilin, auspitz sign, fenomena
koebner.
- Fenomena tetesan lilin: skuama berubah warnanya menjadi putih pada goresan,
seperti lilin yang digores: akibat berubahnya indeks bias, Cara menggaris: memakai
pinggir gelas alas
- Auspitz: serum/darah bintik-bintik yang disebabkan papilomatous
- Skuama berlapis-lapis dikeruk dengan pinggir gelas alas
- Setalah skuama habis, pengerukan hrs dilakukan perlahan-lahan jika terlalu dalam
tidak akan tampak perdarahan berbintik-bintik
- Fenomena Koebner: Trauma pada kulit penderita psoriasis garukan
- pititiarisis rosea: Kalo di pitiarisi rosea, dia bisa gatal lesinya, tapi setelah
terbentuknya herald patch, ada lesi kedua yang di batang tubuh yang mengikuti
bentuk kosta
- Tinea corporis: ringworm: kayak cacing melingkar kecil, dengan bagian tengah yang
tidak eritema. Skuama tuh muncul di pinggiran, nggak kayak psoriasis yang
menutupi lesinya.
- Tes lab: KOH dah buat nyari tau wkwkw

11. Kenapa tinea kapitis terapinya tidak disarankan terapi topikal saja? Karena dermatofitnya
masuk ke folikel rambut sehingga tidak dapat dijangkau oleh terapi topikal
12. Kenapa di kromikosis/kromoblastomikosis harus diamputasi?
Komplikasinya bisa terbentuk malignancy/transformasi neoplasma sehingga harus
diamputasi
13. Beda folikulitis malassezia dengan akne vulgaris: di buku FKUI: acne vulgaris banyak
komedo dan gatal

Tambahan Dermatofitosis

RESPONS HOST. Dermatofita menghadapi berbagai respons inang dari beberapa jalur
mekanisme nonspesifik termasuk asam lemak fungistatik, peningkatan proliferasi epidermis, dan
sekresi mediator inflamasi ke imunitas yang dimediasi sel. Dalam garis mekanisme pertahanan,
keratinosit merupakan perbatasan pertama sel hidup yang menghadapi elemen jamur yang
menyerang. Posisi kunci keratinosit dicerminkan oleh respon kompleks mereka terhadap invasi
termasuk proliferasi untuk meningkatkan pelepasan serta sekresi peptida antimikroba termasuk
defensin-2 21 manusia serta sitokin proinflamasi (IFN-α, TNFα, IL-1β, 8, 16, dan 17) yang
selanjutnya mengaktifkan sistem kekebalan. Setelah lapisan epidermis yang lebih dalam terlibat,
pertahanan nonspesifik baru seperti persaingan untuk besi oleh transferin tak jenuh muncul.
Derajat reaksi inflamasi inang bergantung pada status imun inang serta habitat alami spesies
dermatofita yang terlibat. Menariknya, dermatofit antropofilik menginduksi sekresi profil sitokin
terbatas dari keratinosit secara in vitro dibandingkan dengan spesies zoofilik. 22,23 Perbedaan
ini mungkin mencerminkan respon inflamasi yang diperbesar yang umumnya diamati dengan
spesies zoofilik.

Tingkat pertahanan berikutnya adalah imunitas yang dimediasi sel yang menghasilkan respons
hipersensitivitas tipe tertunda tertentu terhadap jamur yang menyerang. Respon inflamasi yang
terkait dengan hipersensitivitas ini dikaitkan dengan resolusi klinis, sementara imunitas seluler
yang rusak dapat menyebabkan dermatofitosis kronis atau berulang. Respon Th2 tampaknya
tidak protektif, karena pasien dengan titer antibodi antigen jamur yang tinggi diamati memiliki
infeksi dermatofita yang meluas. 24 Peran yang mungkin untuk respons Th17 terhadap infeksi
dermatofita ditunjukkan oleh penemuan baru-baru ini tentang pengikatan elemen hifa ke Dectin-
2, reseptor pengenalan pola lektin tipe C pada sel dendritik, penting untuk memicu respons Th17.
25,26 Namun, kepentingan relatif dari respon imun Th17 terhadap dermatofitosis masih harus
dijelaskan.

Yang jadi ditanya:


1. Bisa infeksi sekunder nggak di tinea pedis bentuk vesikubulosa? Pengobatannya
bagaimana buat mencegah infeksi sekunder?
Di tinea pedis, ga cuman bentuk vesikobulosa aja yang bisa kena infeksi
sekunder, tapi bentuk interdigitalis juga, contoh: selulitis, limfangitis,
limfadenitis, erisipelas dibentuk vesikobulosa. Pencegahannya: Berartii harus
cepat diobati tinea pedisnya, supaya tidak terjadi maserasi jaringan, dimana
bakteri bisa overgrowth dan mengakibatkan infeksi sekunder. Kalau kena infeksi
sekunder? Pakai obat antibiotik sistemik.
2. Kenapa di tinea nigra tidak diindikasikan terapi sistemik? Karena yang saya baca,
memang terapi nya efektif, cuman tidak dibutuhkan karena terapi topikal bisa
mengatasi tinea nigra.
3. Kenapa CMC bisa resisten dengan pengobatan?
Kalau resisten, obatnya apa? CMC bisa resisten kemungkinan dikarenakan
pengobatan antijamur yang berkepanjangan dan berulang dapat menyebabkan
resistensi mikroba. Kalau di medscape, terapi intermiten itu bisa mengurangi
frekuensi resistensi, tapi kalau di jurnal lain, ada case study soal pasien CMC
resisten ke nystatin, fluconazole, itraconazole, voriconazole, jadi dilakukan tes
sensitivitas antibiotik terhadap antibiotik-antibiotik lain supaya tahu mana yang
resisten, mana yang tidak, baru diberikan terapi oral antifungal yang sensitif
terhadap jamurnya.
4. Bedanya psoriasis, pititarisis rosea dengan ruam di tinea corporis?
- Anamnesis: jamur kan gatal banget, terasa lebih gatal di saat berkeringat. Terus apakah pernah
muncul sebelumnya, soalnya biasa kalau psoriasis kan rekuren ya
- Psoriasis itu lesinya simetris, distribusinya di siku, lutut, scalp, terus ada skuma berwarna
keperakan di atas lesinya,, fenomena tetes lilin, auspitz sign, fenomena koebner.
- Fenomena tetesan lilin: skuama berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin
yang digores: akibat berubahnya indeks bias, Cara menggaris: memakai pinggir gelas alas
- Auspitz: serum/darah bintik-bintik yang disebabkan papilomatous
- Skuama berlapis-lapis dikeruk dengan pinggir gelas alas
- Setalah skuama habis, pengerukan hrs dilakukan perlahan-lahan jika terlalu dalam tidak akan
tampak perdarahan berbintik-bintik
- Fenomena Koebner: Trauma pada kulit penderita psoriasis garukan
- pititiarisis rosea: Kalo di pitiarisi rosea, dia bisa gatal lesinya, tapi setelah terbentuknya herald
patch, ada lesi kedua yang di batang tubuh yang mengikuti bentuk kosta
- Tinea corporis: ringworm: kayak cacing melingkar kecil, dengan bagian tengah central healing.
Skuama tuh muncul di pinggiran, nggak kayak psoriasis yang menutupi lesinya.
- Tes lab: KOH dah buat nyari tau wkwkw
5. Kenapa tinea kapitis terapinya tidak disarankan terapi topikal saja?
Karena dermatofitnya masuk ke folikel rambut sehingga tidak dapat dijangkau oleh terapi topikal
6. Kenapa di kromikosis/kromoblastomikosis harus diamputasi?
Komplikasinya bisa terbentuk malignancy/transformasi neoplasma sehingga harus diamputasi
6. Beda folikulitis malassezia dengan akne vulgaris: di buku FKUI: acne vulgaris
banyak komedo dan gatal

Yang jadi ditanya:


1.Bisa infeksi sekunder nggak di tinea pedis bentuk vesikubulosa? Pengobatannya
bagaimana buat mencegah infeksi sekunder?
Di tinea pedis, ga cuman bentuk vesikobulosa aja yang bisa kena infeksi sekunder,
tapi bentuk interdigitalis juga, contoh: selulitis, limfangitis, limfadenitis, erisipelas
dibentuk vesikobulosa. Pencegahannya: Berartii harus cepat diobati tinea pedisnya,
supaya tidak terjadi maserasi jaringan, dimana bakteri bisa overgrowth dan
mengakibatkan infeksi sekunder. Kalau kena infeksi sekunder? Pakai obat antibiotik
sistemik.
2.Kenapa di tinea nigra tidak diindikasikan terapi sistemik? Karena yang saya baca,
memang terapi nya efektif, cuman tidak dibutuhkan karena terapi topikal bisa
mengatasi tinea nigra.
3.Kenapa CMC bisa resisten dengan pengobatan?
Kalau resisten, obatnya apa? CMC bisa resisten kemungkinan dikarenakan
pengobatan antijamur yang berkepanjangan dan berulang dapat menyebabkan
resistensi mikroba. Kalau di medscape, terapi intermiten itu bisa mengurangi
frekuensi resistensi, tapi kalau di jurnal lain, ada case study soal pasien CMC resisten
ke nystatin, fluconazole, itraconazole, voriconazole, jadi dilakukan tes sensitivitas
lain supaya tahu mana yang resisten, mana yang tidak, baru diberikan terapi oral
antifungal yang sensitif terhadap jamurnya.
5. Kenapa tinea kapitis terapinya tidak disarankan terapi topikal saja?
Karena dermatofitnya masuk ke folikel rambut sehingga tidak dapat dijangkau oleh
terapi topikal
6. Kenapa di kromikosis/kromoblastomikosis harus diamputasi?
Komplikasinya bisa terbentuk malignancy/transformasi neoplasma sehingga harus
diamputasi
7. Beda folikulitis malassezia dengan akne vulgaris: di buku FKUI: acne vulgaris
banyak komedo dan gatal
8.Kandidiasi kongenital preventifnya gimana?
Congenital candidiasis:
Adanya cuman pofilaksis untuk mencegah infeksi candidanya saja.

Faktor risiko infeksi candida: Berbagai faktor risiko seperti usia kehamilan <27
minggu, berat badan <1000g, alat kontrasepsi dalam rahim, jahitan serviks,
prosedur invasif, dan instrumentasi ekstensif telah dilaporkan.

Neonatal candidiasis:
Peneliti sebelumnya telah mengidentifikasi faktor risiko yang terkait dengan
infeksi Candida pada bayi. Beberapa faktor risiko ini, seperti usia kehamilan dan
berat lahir, tidak dapat diubah. Namun, beberapa faktor risiko yang dapat
dimodifikasi telah diidentifikasi; yang paling utama adalah paparan yang lama
terhadap antibiotik empiris (lebih dari 48 jam meskipun kultur darah negatif) dan
paparan sefalosporin generasi ketiga dan antibiotik yang bekerja secara luas
seperti karbapenem dan kombinasi penghambat beta-laktam / beta-laktamase.

. Untuk pencegahan infeksi Candida, langkah-langkah berikut harus diambil: 1)


hindari penggunaan sefalosporin generasi ketiga; 2) hindari penggunaan antibiotik
jangka panjang yang tidak perlu; 3) meminimalkan penggunaan benda asing
seperti vena sentral atau kateter arteri dan perangkat keras lainnya; dan 4)
menerapkan kebijakan kebersihan tangan yang ketat. Jika, terlepas dari tindakan
ini, insiden Candida tetap tinggi (lebih dari 10% dalam usia kehamilan atau berat
lahir stratum tertentu), maka profilaksis antijamur dipertimbangkan untuk bayi
berisiko tinggi. Profilaksis flukonazol di neonatal telah terbukti mengurangi
kolonisasi dan mencegah infeksi jamur invasif. Dosis flukonazol yang dianjurkan
adalah 6 mg / kg dua kali seminggu.

9.Piedra: Di fitzpatrick ditulisanya penyebaran dari orang ke orang tuh jarang,


cuman di jurnal itu walaupaun ga secara langsung bilang penyebarannya bisa
lewat sisir, tapi dibilangnya,” Piedra bisa terjadi karena pemakaian sisir, aksesoris
rambut, bantal bersama dengan pasien/penderita piedra,”
10.Cara bedain dermatofitosis ama kandidiasis selain pemeriksaan KOH?
Hmmmm....kalau yang aku cari tuh kebanyakan emang dari pemeriksaan KOH
ama bentuk lesinya. Cuman paling bisa dilihat dari penyebarannya. Kalau
kandidiasis itu memang dia penyebarannya bisa dari kontak langsung ama penderita
candida, tapi perlu diingat candida itu salah satu mikrobiota normal tubuh kita.
Candidiasis itu muncul kalau tubuh kita lagi imunokompromais atau imunnya turun,
makanya dia bisa overgrowth. penyakit kandidia itu ada faktor risikonya baik
endogen maupun eksogen:

1. Perubahan fisiologik : usia, kehamilan, dan haid

2. Faktor mekanik : trauma, oklusi lokal, kelembapan, maserasi,


kegemukan.

3. Faktor nutrisi : avitaminosis, defisiensi zat besi,  malnutrisi

4. Penyakit sistemik: penyakit endokrin, Down Syndrome, acrodermatitis


enteropatika, uremia, keganasan

5. Iatrogenik : penggunaan kateter, radiasi sinar X, penggunaan obat-


obatan

Kalau tinea itu dia penyebarannya dari kontak langsung ama penderita tineanya, atau
pakai alatnya bareng-bareng, atau dia pernah luka sebelumnya di tempat itu, atau pakai
baju yang tertutup, lembap. Dan tinea itu ga ada faktor risiko sih yang gw baca, soalnya
bakterinya mekanisme kerjanya bukan kayak candida yang overgrowth dulu .

11. Bedanya psoriasis, pititarisis rosea dengan ruam di tinea corporis? (JANGAN
DITANYA KALO NGGAK KEPEPET BANGET)
- Anamnesis: jamur kan gatal banget, terasa lebih gatal di saat berkeringat. Terus
apakah pernah muncul sebelumnya, soalnya biasa kalau psoriasis kan rekuren ya
- Psoriasis itu lesinya simetris, distribusinya di siku, lutut, scalp, terus ada skuma
berwarna keperakan di atas lesinya,, fenomena tetes lilin, auspitz sign, fenomena
koebner.
- Fenomena tetesan lilin: skuama berubah warnanya menjadi putih pada goresan,
seperti lilin yang digores: akibat berubahnya indeks bias, Cara menggaris:
memakai pinggir gelas alas
- Auspitz: serum/darah bintik-bintik yang disebabkan papilomatous
- Skuama berlapis-lapis dikeruk dengan pinggir gelas alas
- Setalah skuama habis, pengerukan hrs dilakukan perlahan-lahan jika terlalu
dalam tidak akan tampak perdarahan berbintik-bintik
- Fenomena Koebner: Trauma pada kulit penderita psoriasis garukan
- pititiarisis rosea: Kalo di pitiarisi rosea, dia bisa gatal lesinya, tapi setelah
terbentuknya herald patch, ada lesi kedua yang di batang tubuh yang mengikuti
bentuk kosta
- Tinea corporis: ringworm: kayak cacing melingkar kecil, dengan bagian tengah
yang tidak eritema. Skuama tuh muncul di pinggiran, nggak kayak psoriasis yang
menutupi lesinya.
- Tes lab: KOH dah buat nyari tau wkwkw

Anda mungkin juga menyukai