Anda di halaman 1dari 25

Referat

Ileus Obstruktif Dewasa dan Anak

Disusun Oleh :

Erin Octivera

NPM: 1102012077

Pembimbing :

dr. Trimayu Suhendar, Sp. B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


RSUD DR. SLAMET GARUT
2016
BAB I

PENDAHULUAN

Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus. Obstruksi usus disebut
juga obstruksi mekanik. Penyumbatan dapat terjadi dimana saja di sepanjang usus.
Pada obstruksi usus harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi
strangulata. Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan
volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau
askariasis adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.

Ileus obstruksi adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus
obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik
sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif.
Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 60-70% dari
seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki mortalitas
tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.

Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileusparalitik dan obstruktif tanpa


hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004
(Departemen Kesehatan Indonesia). Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari
seluruh pembedahan darurat,dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada
pengenalan awal dan diagnosis yang tepat. Perlekatan usus sebagai penyebab dari
Ileus saat ini menempati urutan pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70%
penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo
pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan
usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.

1
BAB II

PEMBAHASAN

I. ANATOMI USUS
A. Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa
(sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa.
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat, dan membentang dari
pilorus hingga katup ileosekal dengan panjang sekitar 6,3m (21 kaki) dengan diameter
kecil 2,5 cm (1inci). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan
ileum.
1. Duodenum merupakan bagian proksimal dari usus halus yang letakya
retroperitoneal. Duodenum berbentuk seperti huruf C yang panjangnya 25 cm
yang menghubungkan gaster dengan jejenum. Duodenum merupakan muara
dari saluran pankreas dan empedu. Duodenum terdiri dari 4 bagian yaitu :
a. Pars superior duodeni, yang hampir selalu ditutupi oleh peritoneum dan
cukup mobile.
b. Pars descenden duodenum terletak pada garis vertical dari apex pars
superior duodeni sampai sepertiga bagian horizontal. Pada bagian medialnya
terdapat ductus choledocus dan ductus pancreaticus wirsungi. Terletak di
retroperitoneum
c. Pars horizontalis duodenum, melintasi garis setinggi vertebra lumbalis
ketiga. Serta terletak di bagian depan vena cava inferior.
d. Pars ascendens duodenum, terletak di anterior kiri aorta. Terdapat ligamentum
treitz yang memfiksasi pada bagian kaudal.

2
Duodenum diperdarahi terutama oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya yaitu
arteri pankreatikoduodenalis superior yang beranastomosis dengan arteri
pancreaticoduodenalis inferior (cabang pertama dari arteri mesentrica superior).
Persarafan duodenum diatur oleh parasimpatis dan simpatis yang berasa dari nervus
vagus dan nervus splanchnic.

2. Jejunum: Sekitar dua per lima dari sisa usus halus adalah jejenum, Usus
kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Perdarahan jejenum dan ileum
berasal dari arteri mesenterika superior yang dicabangkan dari aorta tepat dibawah
arteri celiaca. Cabang cabang arteri jejenal dan ileal muncul dari arteri mesenterka
superior sebelah kiri. Mereka saling beranastomosis dan membentuk arkade yang
disebut vasa recta, yang menyupai jejenum dan ileum dan terbentang diantarata
mesenterium, jejenum memiliki arkade lebih sedikit namun vasa recta yang
lebih panjang. Sedangkan ileum memiliki 4-5 arkade dan vasa recta yang lebih
pendek. Bagian ileum terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika.
3. Usus Penyerapan (Illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari
usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m

3
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis
propria, dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari vili, yang memperluas permukaan
untuk absorpsi, sel goblet, kripta Lieberkuhn, lamina propria, dan mucosa muskularis.
Lapisan submukosa terdiri dari pembuluh darah dan pleksus Meissner. Lapoisan
muskularis propria terdiri dari lapisan otot yaitu lapisan otot sirkular dan lapisan otot
longitudinal dan pleksus myenteric Auerbach. Lapisan serosa menyelimuti organ
dalam rongga peritoneum yang disebut peritoneum visceral.

B. Kolon
Kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5m
yang terbentang dari sekum hingga rektum. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon
asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum. Kolon
transversum dan kolon sigmoid memiliki penggantung sendiri yang disebut mesokolon
tranversum dan mesocolon sigmoid, sehingga letaknya intraperitoneal. Sedangkan
kolon asending dan desending letaknya retroperitoneal.
Secara histologi, usus besar memiliki morfologik seperti usus lain. Lapisan
longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut
taenia coli. Panjang taenia coli lebih pendek daripada usus, sehingga usus tertarik dan
berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustrae.
Perdarahan usus besar secara garis besar diperdarahi oleh arteri meenterica
superior dan arteri mesnterica inferior. Arteri mesenterica superior bercabang menjadi
arteri kolika dekstra, arteri kolika media, arteri ileokolika, dan arteri appendikulare
yang kemudian memperdarahi sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal
kolon transversum. Sedangkan arteri mesenterica inferior bercabang menjadi arteri
kolika sinistra, arteri sigmoid, dan arteri rektal superior yang kemudian memperdarahi
sepertiga distal kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan bagian
proksimal rektum.

Pada rektum, terdapat suplai darah tambahan yaitu arteri hemoroidalis media

dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Aliran balik vena usus
besar melalui vena mesenterica superior, vena mesenterika inferior dan vena

4
hemoroidalis superior yang bermuara ke vena porta. Vena hemoroidalis media dan
inferior menuju ke vena iliaka. Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari
nervus splangnikus dan pleksus presakralis, sedangkan serabut parasimpatis berasal dari
nervus vagus.

II. FISIOLOGI USUS


Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan penyerapan
nutrisi, air, elektrolit, dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung
terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut ke dalam duodenum terutama oleh
kerja enzim enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein
menjadi zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat memberikan perlindungan
terhadap asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. . Isi usus
digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan
peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental
usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan
sekresi usus,dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung
lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi
lambung.
Segmentasi, yaitu metode utama usus halus, secara merata mencampur
makanan dengan getah pankreas, empedu, dan usus halus untuk mempermudah

5
pencernaan. Segmentasi terdiri dari kontraksi otot polos sirkuler berbentuk cincin di
sepanjang usus halus. Dalam beberapa detik, segmen yang berkontraksi akan
melemas, dan daerah yang sebelumnya melemas akan berkontraksi. Kontraksi yang
berosilasi ini mencampur secara merata kimus dengan getah pencernaan yang
disekresikan ke dalam lumen usus dan memajankan seluruh kimus ke permukaan
absorptif mukosa usus halus. Kontraksi segmental diawali oleh sel pemacu usus halus,
yang menghasilkan BER (basic electric rhythm). Kecepatan segmentasi di duodenum
adalah dua belas kali per menit, dan di ileum terminal hanya sembilan kali per menit.
Gerakan peristaltik ini mendorong kimus ke arah kolon.
Getah yang dikeluarkan oleh usus halus yang disebut sukus enterikus
tidak mengandung eenzim pencernaan apapun. Enzim-enzim pencernaan yang
disintesis oleh usus halus bekerja secara intrasel di dalam membran brush border sel
epitel. Enzim-enzim ini menyelesaikan pencernaan karbohidrat dan protein
sebelum masuk ke dalam darah.
Pencernaan lemak terjadi di lumen usus halus oleh lipase pankreas. Karena
tidak larut air, produk pencernaan lemak harus mengalami beberapa transformasi yang
memungkinkan diserap secara pasif dan masuk ke limfe. Sebagian besar garam
empedu dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam duodenum untuk membantu
pencernaan lemak, yang akan direabsorpsi dalam ileum terminal dan masuk kembali
ke hati.
Mukosa usus halus memiliki adaptasi tinggi terhadap fungsi pencernaan dan
penyerapan. Lapisan ini membentuk lipatan-lipatan yang mengandung banyak
tonjolan berbentuk jari,vilus, yang juga terdapat mikrovilus / brush border. Vilus dan
mikrovilus ini meningkatkan luas permukaan yang teredia untuk menyimpan enzim
enzim dan untuk melaksanakan penyerapan aktif dan pasif. Mukosa usus ini diganti
setiap 3 hari untuk memastikan adanya sel sel epitel yang sehat dan fungsional.
Usus halus menyerap hampir semua nutrisi dari makanan yang masuk dan
getah pencernaan yaitu sekitar 9 L per hari, dalam bentuk H2O dan zat zat terlarut
termasuk vitamin, elektrolit, hanya sejumlah kecil cairan dan residu makanan yang
tidak dapat diserap (sekitar 500ml) yang lolos ke usus besar. Sebagian besar
penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, sangat sedikit yang
berlangsung di ileum karena sebagian besar penyerapan sudah selesai sebelum isi
lumen sampai ke ileum. Bila ileum terminal diangkat, penyerapan vitamin B12 dn

6
garam emepedu akan terganggu karena mekanisnme transportasi kusus hannya
terdapat pada daerah ini.

Di pertemuan antara usus halus dan usus besar, yaitu ileum terminal, akan
mengosongkan isisnya ke dalam sekum. Pertemuan ini membentuk katup
ileosekum yang dikelilingi oeh otot polos tebal, sfingter ileosekum. Tekanan di sisi
sekum mendorong katup tertutup dan menyebabkan sfingter berkontraksi. Hal ini
mencegah isi kolon yang penuh bakteri mencemari usus halus yang kaya akan nutrien.
Sebagai respon terhadap tekanan di sisi ileum dan terhadap hormon gastrin yang
disekresikan sewaktu makanan baru masuk ke lambung, sfingter membuka dan
memungkinkan isi ileum memasuki usus besar.
Dalam keadaan normal, kolon menerima sekitar 500ml kimus dari usus halus
setiap hari. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi
sampai defekasi berlangsung. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu
makanan yang tidak dapat dicerna (misal selulosa), empedu yang tidak dapat diserap,
dan sisa cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya kemudian
memekatkan dan menyimpan residu makanan sampai mereka dapat dieliminasi
dari tubuh sebagai feses. Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak
rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu
menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500
ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas
sekitar 5 l/hari.
Gerakan dalam kolon (kontraksi haustrae) bergerak lambat untuk mengaduk
isi kolon maju mundur untuk menyelesaikan penyerapan sisa cairan dan elektrolit.
Umumnya setelah makan, tiga sampai empat kali sehari terjadi peningkatan
motilitas pada segmen kolon asenden dan tranversum. Kontraksi usus yang disebut
mass movement ini mendorong isi kolon ke bagian distal. Mass movement ini terjadi
akibat refleks gastrokolon, yang diperantarai hormon gastrin dan saraf otonom
ekstrinsik. Refleks ini mendorong isi kolon ke dalam rektum yang memicu refleks
defekasi. Refleks ini disebabkan untuk sfingter anus internus yang melemas dan
rektum serta sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Refleks ini dapat dengan secara

7
sengaja dihentikan dengan kontraksi sfingter anus eksternus.

III. ILEUS OBSTRUKSI PADA DEWASA DAN ANAK


Obstruksi Usus atau obstruksi saluran cerna adalah terjadinya sumbatan pada
saluran cerna. Berdasarkan etiologinya, obstruksi dapat disebabkan oleh kelainan
mekanis dan ileus (tidak ada kelainan organik yang nyata). Secara umum gejala dari
obstruksi usus halus adalah nyeri abdominal periumbilikal, muntah (berwarna hijau
apabila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, berwarna gelap jika obstruksi
terjadi di bagian bawah distal usus halus), konstipasi/diare, serta kembung. Adapun
gejala dari obstruksi usus besar  antara lain nyeri di daerah pinggang, kembung di
daerah pinggang dan pelvis, diare, konstipasi serta kembung (jarang ditemukan, kecuali
pada kasus lanjut). Jika obstruksi disebabkan oleh tumor/keganasan maka gejalanya
antara lain adanya kelemahan, ditemukan darah pada tinja, kehilangan selera makan
serta penurunan berat badan. Ileus terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu
ileus obstruktif dan ileus paralitik.

A. Etiologi

Ileus Obstruktif pada Dewasa

8
Tabel Penyebab Ileus Obstruktif Berdasarkan Lokasi

Lokasi Penyebab
Duodenu Kanker di duodenum atau kanker kepala pankreas, ulkus
m
Jejunum Hernia, adhesi (paling sering), tumor, divertikulum Meckel,
Ileum penyakit Crohn (jarang), ascariasis, volvulus, intususepsi
karena tumor (jarang)
Colon Tumor (umumnya di kolon kiri), divertikulitis umumnya di
kolon sigmoid), volvulus di sigmoid atau sekum, fekalit,
penyakit Hirschprung.

Etiologi Ileus Obstruktif pada Anak

1. Kelainan Mekanis Bawaan


a. Ileus mekonium
Ileus mekonium terjadi pada pasien dengan kistik fibrosis, di mana sekresi
pankreas eksokrin yang tidak adekuat menyebabkan terbentuknya mekonium
yang pekat. Akibatnya mekonium dapat melekat pada mukosa usus halus dan
menyebabkan obstruksi. Gejala ileus mekonium antara lain muntah, kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam 48 jam pertama serta distensi abdomen. Dapat
terjadi peritonitis.
b. Atresia intestinal
Atresia merupakan suatu kelainan di mana terjadi absen/tidak terbentuknya
suatu bagian/porsi dari saluran cerna, sehingga membentuk saluran yang buntu.
Atresia dapat terjadi di duodenum, jejunum, ileum dan kolon. Atresia
duodenum biasanya berhubungan dengan sindrom Down. Penyebab terjadinya
atresia adalah gangguan vaskular pada saat embriologi (dalam uterus) terutama
pada saat pembentukan saluran cerna, menyebabkan perfusi dan iskemik
sehingga lumen saluran cerna tidak terbentuk dengan baik bahkan mengalami
obliterasi. Selain itu gangguan/oklusi pada arteri mesenterika superior pada
masa embriologi dapat menyebabkan atresia intestinal. Pada neonatus, atresia
yang paling sering terjadi adalah atresia jejunoilealis dan stenosis (okulsi
intraluminal yang inkomplet). Gejala yang timbul pada atresia antara lain
distensi abdomen, muntah yang mengandung empedu, jaundice pada 32%
pasien, serta riwayat polyhidramnion.

9
c. Malrotasi dan volvulus
Malrotasi intestinal merujuk kepada kelainan embriologis, di mana usus tengah
mengalami gangguan perputaran terhadap sumbu arteri mesenterika superior.
Bentuk malrotasi dapat berupa nonrotasi, rotasi terbalik (situs inversus) dan
gangguan fiksasi terhadap rongga peritoneal di sekitarnya. Malrotasi selalu
terjadi bersamaan dengan gastrokisis, omfalokel, hernia diafragma dan sering
dihubungkan dengan lesi lain seperti penyakit Hirschprung, intususepsi dan
atresia (jejunum, duodenum, esofagus). Pada anak-anak, malrotasi sering
terjadi karena proses perputaran yang inkomplet dan ligamentum Treitz yang
tidak terfiksasi dengan baik. Akibatnya volvulus (puntiran) terhadap arteri
mesenterika superior dapat terjadi, menyebabkan obstruksi dan berujung pada
nekrosis. Gejala dari volvulus adalah muntahan yang mengandung empedu,
gagal tumbuh kembang, terkadang nyeri kolik, feses yang menunjukkan hasil
positif pada tes guaiac, serta darah yang keluar dari rektum.

d. Pankreas anular
Pankreas anular merupakan suatu kelainan embriologis di mana jaringan
pankreas memutar mengelilingi duodenum pars descendens . Hal ini dapat
bermanifestasi sebagai keadaan asimtomatis, namun dapat juga menyebabkan
kompresi eksternal terhadap duodenum sehingga terjadi obstruksi sebagian atau
total. Gejala dari adanya  pankreas anular adalah muntah yang mengandung
empedu, distensi abdomen (proksimal dari obstruksi) dan ileus.

e. Meckel diverticulum
Meckel diverticulum (MD) adalah malformasi kongenital yang paling umum
pada usus halus. Hal ini ditandai dengan divertikulum (termasuk 4 lapisan
dinding usus), yang timbul dari suatu saluran omphalomesenteric yang tidak
dilenyapkan lengkap. Meskipun sebagian besar tanpa gejala, adanya gejala
pada pasien dengan MD biasanya berhubungan dengan komplikasi, terutama
perdarahan akibat diverticulitis dari sekresi asam lambung yang mempengaruhi
mukosa usus normal yang berdekatan dengan divertikulum tersebut. Hal ini
dapat menyebabkan perlengketan dan obstruksi usus halus pada akhirnya.

f. Penyakit dan anorektal Hirschsprung malformasi

10
Penyakit Hirschsprung mempengaruhi 1 dari 5.000 bayi baru lahir dan
berhubungan dengan obstruksi usus distal fungsional yang diakibatkan oleh
perkembangan abnormal dari sistem saraf enterik dan berikutnya aganglionosis
dari usus distal. Anorektal malformasi terdiri spektrum anomali anatomi yang
menyebabkan obstruksi usus mekanik. Kedua kondisi yang sering dikaitkan
dengan kelainan kongenital lainnya, yang membutuhkan penilaian yang cermat
dan evaluasi. intervensi bedah biasanya diperlukan untuk kedua kondisi,
dengan persiapan yang cermat dan teknik yang teliti perlu untuk hasil yang
baik.

2. Kelainan Mekanis Didapat

a. Intusepsi
Intusepsi adalah penyebab paling umum dari obstruksi usus pada bayi dan
anak-anak usia 3 bulan sampai 6 tahun dan merupakan penyebab paling
umum kedua akut abdomen pada kelompok usia ini. Sekitar 60% dari anak-
anak berusia kurang dari 1 tahun, dan 80-90% lebih muda dari 2 tahun. Hal
ini terjadi ketika segmen proksimal dari usus (disebut intususeptum)
menginvaginsi ke dalam lumen lain, segmen distal berbatasan langsung
(disebut intussuscipiens). Kebanyakan intusepsi adalah idiopathic.
Walaupun penyebab intususepsi tidak diketahui di 90-95% dari anak-anak,
virus diduga sebagai etiologinya karena kecenderungan intususepsi muncul
pada musim semi dan musim gugur, serta insiden yang lebih tinggi dari
hipertrofi adenoid pada anak-anak yang menderita intussusceptions.
Meskipun diare adalah gejala yang umum sebelumnya intususepsi, studi
terbaru telah gagal untuk membuktikan signifikansi statistik dari infeksi
virus tertentu sebagai penyebab intususepsi.

b. Perlekatan (adhesi) pascabedah


Perlekatan pascabedah merupakan salah satu komplikasi setelah pembedahan,
namun insidensnya berkurang semenjak ditemukannya prosedur laparoskopi.
Pada perlekatan pascabedah dapat ditemukan adanya pita jaringan ikat yang
menyebabkan perlekatan segmen saluran cerna. Perlekatan pasca bedah
merupakan penyebab 7% dari obstruksi usus pada bayi dan anak. Onset dapat

11
terjadi mulai dari 2 hari hingga 10 tahun setelah bedah, dan 50% di antaranya
terjadi dalam waktu 3-6 bulan setelah bedah. Gejala dari perlekatan pascabedah
antara lain kram/nyeri perut, anoreksia, mual dan muntah.

c. Hernia inkarserata
Hernia inkarserasi merupakan hernia di mana isi dari kantung hernia tidak bisa
dikembalikan ke rongga perut/asalnya. Hernia inkarserasi dapat berupa hernia
inguinal, femoral atau umbilikal. Mayoritas hernia inguinal adalah hernia
indirek. Pada hernia inguinal, inkarserasi terjadi pada 6-18% pasien dan dapat
meningkat sampai 30% pada bayi berusia kurang dari 2 bulan. Sedangkan
hernia femoral jarang terjadi. Adapun hernia umbilikal lebih jarang inkarserasi
dan dapat menutup spontan setelah usia 5 tahun. Gejala dari hernia inkarserasi
yang dihubungkan dengan obstruksi intestinal antara lain: muntah yang
mengandung empedu, distensi abdomen, konstipasi, massa yang teraba edema
dan pucat di daerah inguinal (dapat menjadi eritematosa apabila terjadi
strangulasi), dan demam apabila terjadi nekrosis dan perforasi.

d. Askariasis
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena
higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umunya
disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan
ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau
pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau
anus.

B. Klasifikasi
1. Menurut kecepatan timbul
a. Akut
b. Kronik
c. Kronik dengan serangan akut
2. Menurut letak sumbatan

12
a. Letak tinggi (Duodenum-Jejunum)
b. Letak tengah (Ileum Terminal)
c. Letak rendah (Kolon-Sigmoid-Rectum)
3. Menurut sifat sumbatan
a. Obstruksi sederhana (Penyumbatan mekanis di dalam lumen usus tanpa
gangguan pembuluh darah antara lain atresia usus dan neoplasma)
b. Obstruksi strangulasi (Penyumbatan di lumen usus disertai oklusi pembuluh
darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi dan volvulus)
4. Menurut berat ringannya sumbatan
a. Ileus obstruksi sebagian
b. Ileus obstruksi total
5. Menurut etiologi
a. Blokade intralumen
b. Kompresi ekstralumen
c. Intramural

C. Patofisiologi

13
Usus yang normal mengandung gas dan cairan limfe, yang merupakan bagian
dari cairan lambung, empedu, pankreas, dan sekresi usus. Limfe terus menumpuk
bahkan tanpa asupan oral. Penyumbatan intrinsik atau ekstrinsik dari usus kecil
menyebabkan mengumpulkan sekresi yang melebarkan proksimal usus hingga timbul
obstruksi.

Peningkatan kontraksi peristaltik dan tekanan intraluminal dapat


menyebabkan mencret dan flatus pada awal perjalanan penyakit. Muntah juga
merupakan tanda penting pada ileus obstruksi, dan karakteristiknya dapat
memperlihatkan tingkat obstruksi. Penyerapan usus dan drainase limfatik menurun
jika tekanan intraluminal melebihi kapiler dan tekanan vena di dinding usus. Usus
menjadi iskemik ketika aliran darah kapiler berhenti, yang memungkinkan bakteri
untuk masuk ke dalam peritoneum; dari titik itu, melewati ke dalam aliran darah,
yang menyebabkan septicemia dengan proses yang dikenal sebagai translokasi

14
bakteri. Cairan peritoneum terus disekresikan oleh peritoneum visceral dan diserap
oleh peritoneum parietal, terutama di permukaan perut diafragma, di mana pori-pori
diafragma dapat buncit sebanyak 3 kali ukuran normal untuk memungkinkan
lewatnya bakteri.

Cairan yang terinfeksi kemudian diangkut melalui saluran limfatik ke saluran


toraks, yang mengalir di sudut jugulosubclavian dari Pirogoff, yang memungkinkan
bakteri untuk masuk sirkulasi dan menyebabkan septikemia. Bakteri masuk ke
peritoneum dapat berkembang pada darah perifer hanya 6 menit setelah bakteri
masuk, hal ini disebabkan oleh aliran sangat cepat dari peritoneum ke dalam sirkulasi
sistemik.

Perforasi dapat timbul dari iskemia pada usus yang nekrosis. Pertama,
obstruksi limfatik terjadi karena tekanan rendah di kapiler. Ini diikuti dengan
obstruksi vena, yang mempercepat proses edema karena darah memasuki segmen
usus yang terkena tetapi tidak memiliki rute drainase. Akhirnya, terus meningkatnya
sumbatan tekanan dinding usus menyumbat pembuluh arteri, menyebabkan nekrosis
iskemik dan perforasi. Proses ini terjadi dengan cepat dan berkontribusi terhadap
morbiditas dan mortalitas. Urutan ini dapat terjadi lebih cepat dalam obstruksi loop
tertutup tanpa escape proksimal untuk isi usus.

Obstrusi closed loop pada usus halus timbul bila lumen usus tersumbat pada
dua tempat yaitu pada pembuluh darah aferen dan eferen. Hal ini terjadi oleh
mekanisme tunggal seperti cincin hernia, yang secara bersamaan suplai darah sering
terhambat. Meskipun aliran darah pada usus besar tidak terganggu selama
mekanisme obstruksi, namun distensi caecum terlihat karena diameternya yang besar
(hukum LaPlace) dan terganggunya aliran darahnya intramural sangat berbahaya
karena dapat mengakibatkan gangrene dinding caecum, biasanya di anterior.
Nekrosis usus halus dapat terjadi melalui mekanisme yang sama bila distensi sangat
mencolok. Bila terjadi gangguan aliran darah, timbul invasi bakteri dan dapat
berkembang peritonitis.

D. Diagnosis Ileus Obstruktif


1. Obstruksi Usus Halus
a. Manifestasi Klinis
- Nyeri perut, muntah-muntah, obstipasi, abdominal distensi, tidak flatus

15
dan tidak buang air besar.
- Nyeri kram ini dapat berulang dengan interval 4-5 menit pada obstruksi
intestinal bagian proximal. Pada obstruksi intestinal bagian distal
frekwensinya bertambah jarang.
- Setelah beberapa lama mengalami obstruksi rasa nyeri kram ini akan
berkurang atau menghilang sebab usus yang distensi gerakannya akan
berkurang atau setelah terjadi strangulasi dengan peritonitis, nyeri perut
menjadi hebat dan terus menerus.
- Pada obstruksi intestinal proximal terjadi muntah-muntah yang profuse
dengan distensi yang ringan.
- Pada obstruksi intestinal distal, muntahannya jarang dengan isi
muntahan feses, tetapi distensinya lebih hebat.`
- Meningkatnya lingkaran abdomen terjadi oleh karena pemindahan
cairan dan gas dalam lumen usus akibat obstruksi di bagian distal dari
usus dan colon atau pada paralitik ileus.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : penderita tampak lemah, gelisah, sesak nafas dengan perut
kembung dan tegang. Kalau obstruksi berlangsung lama dan terjadi
strangulasi, maka akan terjadi demam, penderita dehidrasi, bibir kering,
turgor kulit menurun, hipotensi, takikardi dan syok septik.
PF Abdomen
Inspeksi: Terlihat distensi, tampak gambaran usus (darm contour), tampak
gerakan usus (darm steifung), terutama pada penderita kurus.
Auskultasi: Terdengar suara usus meninggi (metallic sound) terutama pada
permulaan terjadinya obstruksi dan terdengarnya sangat jelas pada saat
serangan kolik. Kalau obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi
strangulasi serta peritonitis, maka bising usus akan menghilang.
Palpasi: Pada obstruksi intestinal yang simple berbeda dengan obstruksi
intestinal strangulasi. Pada obstruksi intestinal strangulasi akan terjadi
rangsangan peritoneum akibat terjadinya peritonitis, akan terdapat tanda-
tanda : perut distensi tegang, nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri kejang otot
(defance muscular)
Perkusi: Seluruh dinding abdomen nyeri ketok dan terdengar suara tympani.

16
Pemeriksaan colok dubur
Yang perlu dinilai adalah:
 Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
 Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
 Feses yang mengeras : skibala
 Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
 Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
 Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Untuk mengetahui apakah ada massa dalam rectum. Adanya feces harus
diperhatikan, apakah ada darah samar, sebab adanya darah dalam feces
kemungkinan adanya lesi dari mukosa atau adanya intussusepsi.

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah rutin (Hb dan leukosit). Untuk mengetahui gangguan elektrolit
akibat muntah-muntah perlu diperiksa kadar Na, K, Cl, HCO3, dan Ca.
Untuk mengetahui fungsi ginjal diperiksa kadar ureum darah dan serum
kreatinin.
2. Radiologi
Penderita yang suspek obstruksi intestinal perlu dibuat foto thorax dan
foto polos abdomen dalam posisi :
 Berbaring telentang
 Tegak / berdiri
 Thorax tegak

Foto thorax untuk mengetahui adanya udara bebas yang terletak di


bawah diafragma kanan. Bila ditemukan udara bebas menunjukkan
adanya perforasi usus. Pada Obstruksi non mekanik terlihat dilatsai
usus berisi udara merata, baik di dalam colon maupun di dalam usus
halus. Pada Obstruksi mekanik terlihat dilatasi usus dan berisi udara
yang distribusinya tidak merata. Ditemukan batas cairan dan udara
(step ladder) sedangkan usus atau colon dibagian distalnya kolaps.

17
Kalau belum terjadi perforasi lapisan lemak preperitoneal terlihat baik.
Pada obstruksi tinggi/atas yang terlihat diatas pylorus tampak bayangan
lambung dilatasi. Pada obstruksi partial bagian distal pylorus masih
terlihat sedikit udara. Sedangkan pada obstruksi total bagian distal
pylorus tidak terlihat bayangan udara atau bayangan intestinal.

Pada obstruksi tinggi dibawah pylorus, adalah obstruksi yang paling


sering ditemukan. Bila ditemukan bayangan gelembung ganda (double
bubble) menunjukkan adanya obstruksi di duodenum. Bila ditemukan
bayangan gelembung multiple kurang dari lima buah (multiple bubble)
menunjukkan adanya obstruksi di jejenum. Kalau terdapat bayangan
gelembung lebih dari lima menunjukkan adanya obstruksi di ileum.
Obstruksi usus halus secara radiology dapat dibedakan antara jejenum
dan ileum. Dinding jejenum menunjukkan garis-garis tipis melintang
seperti bulu (Feather like) sedangkan dinding ileum seperti tabung.

2. Obstruksi Usus Besar


a. Manifestasi Klinik
Penderita dengan obstruksi usus besar mempunyai keluhan yang hampir
sama dengan obstruksi usus halus seperti nyeri perut, nausea, vomiting,
konstipasi dan diare. Obstruksi usus besar yang disebabkan oleh keganasan
disamping keluhan seperti diatas juga ada keluhan berak darah, penambahan
kebiasaan buang air besar. Ada keluhan sukar buang air besar, tinjanya
seperti kotoran kambing kecil-kecil. Berat badan penderita turun dengan
drastis.

b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum penderita tampak lemah, gelisah, sesak nafas, anemia, perut
kembung, dehidrasi, febris dan ada gejala-gejala syok (peritonitis).
PF Abdomen
Tampak distensi dengan bising usus mula-mula tinggi kemudian menurun
dan akhirnya menghilang. Perut nyeri tekan dan nyeri ketok.
Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan ini perlu dilakukan terutama pada kecurigaan adanya obstruksi
usus besar (anorectal) yang disebabkan oleh keganasan. Tumor yang

18
letaknya 7-11 cm dapat diraba dengan jari dan dapat ditemtukan bentuk dari
tumornya. Adanya darah dalam sarung tangan sangat membantu diagnosa
apakah ada lesi dari mukosa atau tumor atau adanya intussusepsi yang
panjang sampai ke anus.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu untuk mengetahui apakah ada kelainan
sistemik, kelainan metabolisme yang harus dikoreksi :
 Darah rutin
 Elektrolit
 Urinalisis
 Serum Amilase
 Bilirubin
2. Radiologi
 Foto thorax : untuk mengetahui adanya udara bebas yang terletak
di bawah diafragma kanan. Kalau ditemukan udara bebas
menunjukkan adanya perforasi
 Foto polos abdomen : Tampak dilatasi colon dengan gambaran
haustrae yang spesifik. Kalau obstruksi lebih dari 24 jam akan
tampak gambaran seperti anak tangga. Pada volvulus dapat dilihat
adanya gambaran dilatasi tertutup (closed loop dilatation) atau
tanda “U” terbalik (inverted U sign). Hal ini khas pada volvulus.
 Barium enema
 CT Scan dan Endoskopi
E. Tatalakasana
1. Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a. Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai
pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau
dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan
vena sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b. Dekompressi tractus gastrointestinal dengan nasogastric tube dengan tujuan
untuk dekompressi lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi

19
usus, dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan
peningkatan tekanan intalumen.
c. Pemberian antibiotika untuk pencegahan pertumbuhan bakteri berlebihan
bersama dengan produk endotoksin dan eksotoksin.
d. Kontrol status airway, breathing and circulation.
e. Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.

2. Operatif
Tergantung dari etiologi masing-masing :
a. Adhesi
Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali.
b. Hernia inkarserata
Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.
c. Neoplasma
Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin
dilakukan reseksi radikal.
d. Askariasis
Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak
berhasil dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk
mengeluarkan cacing, tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami
ganggren dilakukan reseksi bagian usus yang bersangkutan.

e. Carcinomacolon
Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya.
Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan
Colostomi atau Sekostomi.
f. Divertikel
Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan secara
elektif setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk
menempatkan colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon
desendens, atau colon sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui

20
colostomy dan mencegah peradangan lebih lanjut pada tempat abses.
Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan cara Hartman dengan
colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk menghindari resiko tinggi
gangguan penyembuhan luka anastomosis yang dibuat primer dilingkungan
radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis baru
dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan
randang.
g. Volvulus
Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus
yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer,
yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika sekum
dapat hidup dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di
qudran bawah bisa dicapai. Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat
strangulasi, dapat dilakukan reposisi sigmoidoskopi. Cara ini sering
meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya flatus. Reposisi
sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80%
pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi gelung
sigmoideum yang gangrenous yang disertai dengan colostomi double barrel
atau coloctomi ujung bersama penutup tunggal rectum (kantong Hartman)
harus dilakukan.
h. Intusussepsi
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan
reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi
usus halus.
Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi
berupa eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran
kanan bawah. Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi
retrograde dari intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila
usus tersebut tidak dapat direduksi atau usus tersebut ganggren.

3. Pasca Operasi
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus
yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan
yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali

21
oleh karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang
sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali
normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik
usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi
sama sekali belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada
pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi
strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6–
7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia
dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca
bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan
hasil kultur kuman sangatlah penting.

F. Komplikasi
1. Sepsis
2. Abses intra-abdominal
3. Wound dehiscence
4. Aspirasi
5. Sindrom pendek usus (sebagai hasil dari beberapa operasi)
6. Kematian (sekunder terhadap pengobatan tertunda)

G. Prognosis
Ileus Obstruktif pada Dewasa
Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan obstruksi yang cepat, prognosis ileus
obstruksi baik. Ileus obstruksi yang ditangani nonoperatively memiliki insiden yang
lebih tinggi untuk timbulnya kekambuhan dibandingkan mereka yang terpai dengan
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas tergantung pada perlakuan awal dan
diagnosis yang benar mengenai obstruksi. Jika tidak diobati, ileus obstruksi
menyebabkan kematian pada 100% pasien. Jika operasi dilakukan dalam waktu 36
jam, angka kematian menurun hingga 8%. Tingkat kematian adalah 25% jika operasi
ditunda melampaui 36 jam pada pasien ini.

22
Ileus Obstruksi pada Anak
Mortalitas dan morbiditas pada anak dengan ileus obstruksi tergantung pada jenis lesi
yang menyebabkan penyumbatan usus, apakah itu sebuah loop tertutup atau obstruksi
strangulasi, dan waktu yang berlalu sebelum diagnosis dan terapi, serta perawatan
yang memadai. Kematian rendah dengan diagnosis dini dan pengobatan. Jika tidak
diobati, obstruksi strangulasi selalu mematikan. Angka kematian dapat mencapai
65% jika lebih dari 75% dari usus kecil sudah nekrosis pada saat laparotomi. Striktur
dan adhesi merupakan komplikasi yang timbul setelah terapi. Terlalu banyak
kerusakan usus dapat menyebabkan kekurangan gizi karena sindrom usus pendek.

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC :
Jakarta
2. Nobie, Brian A. 2015. Small-Bowel Obstruction. http:// emedicine.medscape. com
/article/ 774140-overview

23
3. Guyton A.C., Hall J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta :
EGC
4. Schwartz S.I. : Intestinal Obstruction, Principles of Surgery, Fifth Edition, Mc Grawn
Hill Inc, New York, 1991 : 238 – 343.
5. Shalcow, Jaime. 2015. Pediatric Small-Bowel Obstruction.
http://emedicine.medscape.com/ article/930411-overview#a7

24

Anda mungkin juga menyukai