Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

ILEUS

Pembimbing:
dr. Ade Sigit, Sp.B

Disusun Oleh :
Nadiya
030.12.182

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

2
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah gawat abdomen menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di


rongga perut yang timbul mendadak dengan keluhan nyeri sebagai keluhan utama
dimana keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan massif di rongga perut
maupun saluran cerna.

Ileus merupakan salah satu kegawatan abdominalis yang sering dijumpai


dimana terjadi hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi lumen
usus atau oleh gangguan peristaltik usus. Gerak peristaltik seperti gerakan kontraksi
bergelombang merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan
baik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keadaan otot polos usus, system saraf
simpatis, system saraf parasimpatis, keseimbangan elektrolit, dan sebagainya.

Ileus diklasifikasikan menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.
Baik ileus obstruktif maupun ileus paralitik mempunyai gambaran khas yang berbeda.
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif. Operasi
juga sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu, ketersediaan sarana dan prasarana
yang sesuai, keterampilan dokter, dan kemampuan ekonomi pasien. Faktor-faktor
tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya
berpengaruh pada mortalitas ileus.

Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering


dijumpai 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus
memiliki mortalitas tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Usus
Sistem pencernaan manusia terdiri atas dua bagian, yaitu traktus
gastrointestinal dan organ aksesoris pencernaan. Traktus gastrointestinal merupakan
saluran yang menyambung dari mulut ke anus melewati rongga toraks dan
abdominopelvis. Organ traktus gastrointestinal terdiri atas mulut, sebagian besar
faring, esophagus, lambung, usus kecil, dan usus besar. Organ aksesoris pencernaan
yaitu gigi, lidah, kelenjar ludah, hati, kantung empedu, dan pankreas.(1)

1. Usus Halus

Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari


pilorus sampai katup ileosekal, yang mengisi bagian tengah dan bawah abdomen.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Duodenum panjangnya
sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Kira-kira dua per lima dari
sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga per lima terminalnya adalah ileum.(1)

 Duodenum
Duodenum merupakan bagian paling pendek dan terletak retroperitoneal.
Pendarahan duodenum berasal dari arteri celiac dan superior mesenterik. Arteri
celiac memberi cabang ke arteri gastroduodenal dan arteri pancreaticoduodenal ke
bagian descenden duodenum. Arteri superior mesenterik melalui cabangnya arteri
inferior pancreaticoduodenal memperdarahi duodenum distal. Pendarahan balik
melalui vena mesenterik superior dan vena splenik ke vena porta hepatik.
Duodenum dipersyarafi oleh saraf vagus dan saraf celiac dan pleksus mesenterik
superior. Duodenum dan jejenum dibatasi oleh ligamentum treitz, yang
merupakan pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat
hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum.(1)
 Jejenum dan ileum
Terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung
terletak di region abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture
denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan

4
jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantara
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus
halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal
pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan
dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar
mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang- cabang arteri vena
mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk
messenterium. (1)

Perdarahan jejunum dan ileum berasal dari arteri superior mesenterik (SMA).
SMA berasal dari aorta abdominal kemudian menyebar diantara lapisan mesenteri
dan bercabang ke jejunum dan ileum. Arteri tersebut bersatu membentuk busur
dan membetuk arteri yang lurus yaitu vasa recta. Pembuluh darah balik jejunum
dan ileum melalui vena superior mesenterik. Vena superior mesenterik akan
menyatu dengan vena splenik membetuk vena porta hepatika. Serat saraf simpatis
jejunum dan ileum berasal dari segmen T8-T10 saraf tulang belakang dan
mencapai pleksus saraf mesenterik superior. Serat saraf parasimpatis berasal dari
trunk vagus posterior.(2)

Stimulasi simpatis menyebabkan berkurangnya peristalsis dan aktivitas sekresi,


vasokonstriksi, mengurangi atau memberhentikan pencernaan dan mengalihkan
darah serta energi untuk lari (fleeing) atau fighting. Stimulasi parasimpatis
memiliki sifat yang terbalik dengan simpatis yaitu meningkatkan proses
pencernaan. Usus kecil memiliki serat saraf sensori, hampir secara garis besar
usus tidak sensitif terhadap stimulasi nyeri termasuk sayatan atau panas (burning)
akan tetapi usus sensitif terhadap distensi yang di kenal sebagai kolik (nyeri
abdomen secara spamodik atau keram usus).(2)

5
Gambar 1. Perdarahan usus halus
2. Usus besar

Usus besar merupakan bagian akhir dari traktus pencernaan. Fungsi secara
umum usus besar adalah penuntasan absorpsi, menghasilkan vitamin, membetuk
feses, dan mengeluarkannya. Usus besar merupakan tabung muskular berongga
dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) terbentang dari sekum sampai kanalis
ani dan memiliki diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil.
Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi semakin dekat anus semakin kecil
ukurannya. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran
kimus dari ileum ke sekum.

Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan


sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Sistem saluran pencernaan Kolon transversum,
waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura
kolisinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon
sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon
descendens. Ia tergantung kebawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan.
Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian
6
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan
turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disini
rektum melanjutkan sebagai anus dalam perineum.(1,2)

Kolon asenden dan transverse diperdarahi oleh arteri superior mesenterik dan
Perdarahan balik kolon asenden ke vena meseterik superior, ileokolik, dan vena kolon
kanan, sedangkan vena kolon transversus melalui superior mesenterik. Kolon
desenden dan sigmoid diperdarahi oleh arteri inferior mesenterik, pembuluh darah
balik melalui vena mesenteric inferior ke vena splenik dan vena porta hepatika.(2)

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesentericus superior.

Kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus
superior dan inferior. Serabut saraf nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga
proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis
nervus pelvikus.

Kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf


mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis
menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter
rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

7
II. Histologi
1. Usus Halus
Dinding usus halus memiliki empat lapisan (3):

 Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tidak lengkap di atas
duodenum dan hampir lengkap di dalam mesenterica usus halus.
 Tunica Muscularis. Merupakan dua selubung otot polos tak bergaris dan
selubung otot ini membentuk tunica muscularis usus halus. Merupakan lapisan
paling tebal dalam duodenum dan semakin ke distal, ketebalannya berkurang.
Lapisan luarnya adalah stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum
circulare. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara
dua lapisan otot.
 Tela Submucosa. Tela submucosa merupakan jaringan ikat longgar yang terletak
diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang
berada di bawah mukosa. Dalam ruangan ini merupakan tempat berjalannya
pembuluh darah halus dan pembuluh limfe, juga ditemukan neuroplexus meissner.
 Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus (kecuali pars superior duodenum)
tersusun di dalam lipatan sirkular, saling tumpang tindih dan berinterdigitasi
secara transversa. Tiap lipatan ini ditutupi oleh tonjolan, villi.

Gambar 2. Histologi usus halus

Terdapat tiga struktur yang menambah luas permukaan dan membantu fungsi
absorpsi yang merupakan fungsi utama usus halus:

8
 Lapisan mukosa dan submukosa berbentuk lipatan sirkular yang atau disebut
valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3
ampai 10 mm. Lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan mulai
menghilang pada pertengahan ileum. Lipatan ini menyerupai bulu pada
pemeriksaan radiogram.
 Vili merupakan tonjolan seperti jari di mukosa yang memiliki jumlah sekitar 4
atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1
mm (dapat dilihat dengan mata telanjang), gambaran mukosa menyerupai beludru.
 Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari dengan panjang sekitar 1 μ pada
permukaan luar setiap villus, terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah
sekitar 2.00 cm². Luas permukaan absorbsi bertambah sampai 2 juta cm²
merupakan peran dari valvula koniventes, vili dan mikrovili.

2. Usus besar
Memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya tetapi juga
memiliki beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja, seperti lapisan mukosa
usus besar jauh lebih tebal , tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn
(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet,
lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita
yang dinamakan taenia koli. Taenia akan menyatu pada sigmoid distal, dengan
demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang
taenia lebih pendek daripada usus sehingga menyebabkan usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di
sepanjang taenia.(2)

III. Fisiologi
Fungsi pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air merupakan dua
fungsi utama usus halus. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di

9
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya
bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH
optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih
luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah
enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat
pada brush border vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.

Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari
salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal
dan suplai kontinyu isi lambung.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang
terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot
longitudinal. Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus
akan berkontraksi secara lokal. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian
seterusnya. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan
selanjutnya terjadi absorbsi.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak
dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui
dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain
itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung
dengan mekanisme transpor aktif dan pasif.

10
Gambar 4. Gerakan motilitas

Terdapat empat proses pencernaan dasar: motilitas, sekresi, pencernaan, dan


penyerapan.

Motilitas

Merupakan kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran
cerna, otot polos di saluran cerna mempertahankan suatu kontraksi (tonus). Tonus
penting untuk mempertahankan tekanan tetap pada isi saluran cerna untuk mencegah
dindingnya teregang permanen setelah mengalami distensi.

Pada aktivitas tonus yang tetap ini terdapat 2 tipe dasar motilitas saluran cerna:
gerakan mendorong (propulsive) mendorong maju isi saluran cerna, dengan kecepatan
pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian
saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang
dilakukan oleh berbagai bagian saluran cerna. Sebagai contoh, transit makanan
melalui esophagus berlangsung cepat, yang sesuai karena struktur ini hanya berfungsi
sebagai saluran dari mulut ke lambung. Sebagai perbandingan, di usus halus, tempat
utama pencernaan dan penyerapan, isi bergerak maju dengan lambat, menyediakan
waktu untuk penguraian dan penyerapan makanan.

Gerakan mencampur mempunyai fungsi ganda, yaitu dengan tercampurnya


makanan dengan getah pencernaan, gerakan ini mempermudah penyerapan dengan
memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran cerna.

11
Pergerakan bahan melalui sebagian besar saluran cerna terjadi akibat kontraksi
otot polos di dinding organ pencernaan. Pada ujung saluran mulut di bagian pangkal
esophagus dan sfringter ani eksternus di akhir motilitas lebih melibatkan otot rangka
daripada aktivitas otot polos. Karena itu, tindakan mengunyah, menelan, dan defekasi
merupakan komponen volunteer karena otot rangka berada dibawah kontrol sadar.
Sebaliknya, motilitas di seluruh saluran lainnya dilaksanakan oleh otot polos yang
dikontrol oleh mekanisme involunter.

Sekresi

Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran cerna oleh


kelenjar eksokrin di sepanjang perjalanan, masing-masing dengan produk sekretorik
spesifik. Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit , dan konstituen organic
spesifik yang penting dalam proses pencernaan, misalnya enzim, garam empedu, atau
mucus. Sel-sel sekretorik mengekstraksi dari plasma sejumlah besar air dan bahan
mentah yang diperlukan untuk menghasilkan sekresi tertentu tersebut. Sekresi semua
getah pencernaan memerlukan energy, baik untuk transport aktif sebagian bahan
mentah ke dalam sel (yang lain berdifusi secara pasif) maupun sintesis produk
sekretorik oleh reticulum endoplasma. Pada rangsangan saraf atau hormon yang
sesuai, sekresi dibebaskan ke dalam lumen saluran cerna. Dalam keadaan normal,
sekresi pencernaan direabsorbsi dalam suatu bentuk kembali ke darah setelah ikut
serta dalam proses pencernaan. Kegagalan reabsorbsi ini (misalnya karena muntah
atau diare) menyebabkan hilang cairan yang “dipinjam” dari plasma ini.

Selain itu, sel-sel endokrin yang terletak di dinding saluran cerna


mensekresikan hormone pencernaan ke dalam darah yang membantu pengontrolan
motilitas pencernaan dan sekresi kelenjar eksokrin.

Pencernaan

Manusia mengkonsumsi tiga kategori biokimiawi bahan makanan kaya


energy: karbohidrat, protein, lemak. Molekul molekul besar ini tidak dapat melewati
membrane plasma utuh untuk dierap dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau
limfe. Kata pencernaan (digestion) merujuk kepada penguraian biokimiawi struktur
kompleks makanan menjadi satuansatuan yang lebih kecil dan dapat diserap, oleh
enzim enzim yang diproduksi di dalam sistem pencernaan.

12
Sewaktu bergerak melalui saluran cerna, makanan menjadi subjek berbagai
enzim, yang masing-masing menguraikan molekul makanan lebih besar diubah
menjadi nit-unit kecil yang dapat diserap melalui proses bertahap progresif, seperti
jalur perakitan yang berjalan terbalik, seiring dengan terdorong majunya isi saluran
cerna.

Penyerapan

Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar penyerapan.
Melalui proses penyerapan, unit-unit kecil makanan yang dapat diserap yang
dihasilkan oleh pencernaan, bersama dengan air, vitamin dan elektrolit, dipindahkan
dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe.(4)

IV. Definisi Ileus


Ileus adalah gangguan atau hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda
adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan.
Ileus terdiri dari 2 macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.

V. Ileus Obstruktif
A. Definisi
Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi lumen
usus. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi disebut juga ileus mekanik, dan
memiliki angka kejadian tersering.
B. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstruktif dibedakan atas:
• Letak tinggi: duodenum sampai jejunum
• Letak Tengah : Ileum Terminal
• Letak rendah: kolon – sigmoid – rectum
Obstruksi letak tinggi dan letak rendah di batasi oleh iliocecal junction

13
Gambar 5. Klasifikasi ileus
Berdasarkan stadiumnya, ileus obstruktif dibedakan atas:
• Parsial: terjadi sumbatan pada sebagian lumen
• Simple/komplit: terjadi sumbatan total seluruh lumen yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah. Biasanya sumbatan disebabkan oleh askaris
atau tumor.
• Strangulasi: Terjadi jepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang
akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala
umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Biasanya
terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi,
dan volvulus.
Berdasarkan kecepatan timbul (speed of onset):
• Akut : dalam hitungan jam
• Kronik : dalam hitungan minggu
• Kronik dengan serangan akut
C. Etiologi
Tabel 1. Klasifikasi ileus berdasarkan etiologi

Ekstramural Intramural Intraluminal


Adhesi Intususepsi Batu empedu
Hernia inkarserata Penyakit Crohn Benda asing
Neoplasma Kongenital (volvulus) Impaksi fekal
Abses, hematoma Striktur
Volvulus Ileus paralitik

14
a. Adhesi
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya berasal
dari rangsangan peritoneum akibat adanya peritonitis setempat atau umum.
Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun
multiple, mungkin setempat maupun luas.
b. Hernia
Kelemahan atau defek pada dinding rongga peritoneum memungkinkan
penonjolan keluar suatu kantong peritoneal (kantong hernia) sehingga segmen
suatu dalaman dapat terjepit.
c. Askariasis
Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian jejunum. Obstruksi bisa
terjadi dimana-mana pada bagian usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal,
tempat lumen paling sempit. Cacing tersebut menyebabkan kontraksi lokal
dinding usus yang disertai reaksi radang setempat.
d. Invaginasi
Umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon asendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektrum, dapat mengakibatkan nekrosis
iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan
peritonitis. Pada bayi dan anak-anak biasanya spontan dan irreversible,
sedangkan pada dewasa jarang terjadi.
e. Volvulus
Pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus. Volvulus di usus halus agak
jarang ditemukan. Biasanya volvulus didapatkan di bagian ileum.
f. Kelainan kongenital
Gangguan passase usus dapat berupa stenosis maupun atresia.
g. Radang kronik
h. Tumor
i. Fecolith

D. Patofisiologi
Pada ileus obstruksi gerakan peristaltik awalnya meningkat (saraf
parasimpatis), kemudian gerak peristaltik akan menjadi lebih lambat (saraf
simpatis) sampai akhirnya hilang. Pada proses awal terjadinya terdapat perbedaan
mekanisme dari kejadian ileus obstruksi dan ileus paralitik. Pada ileus obstruksi
15
awalnya terjadi suatu sumbatan pada lumen usus, yang dapat diakibatkan oleh
etiologi intraluminal ataupun ekstraluminal. Hal tersebut menyebabkan gerak
peristaltik meningkat. Semakin lama gerak peristaltik menurun sehingga terjadi
sekuestrasi gas dan cairan di bagian proksimal dari obstruksi usus.
Pada proses yang lebih lanjut, akan terjadi distensi usus. Distensi pada usus
halus dan kolon berbeda dari kualitas distensinya mengetahui dari lapisan
anatominya, bahwa lapisan kolon lebih tipis daripada lapisan di usus halus.
Distensi usus menyebabkan nyeri kolik abdomen, mual, muntah akibat dari gerak
peristaltic usus yang meningkat dan penumpukan gas-gas dan bakteri dalam usus.
Bila distensi berlanjut maka akan menyebabkan pembuluh darah tertekan
sehingga suplai darah berkurang dan terjadi iskemik, nekrosis, dan perforasi usus.
Usus yang mengalami nekrosis akan mengeluarkan toxin. Bila hal- hal di atas
sudah terjadi, maka menjadi komplikasi gawat darurat yaitu peritonitis dan sepsis.
Selain itu air, elektrolit, dan nutrisi juga tidak diabsorpsi, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya dehidrasi , bahkan terjadi syok hipovolemik.(5)
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan
gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8
liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi
dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan
penyerapan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama
cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah pengurangan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke
dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri
ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia.
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi
timbul tepat di proksimal dan menyebabkan refleks muntah. Setelah mereda,
peristaltik melawan obstruksi dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang
menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara
episode. Gelombang peristaltik lebih sering timbul setiap 3 sampai 5 menit di
16
dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik
mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran
auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi,
maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada.
Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul
muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus
menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai
kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan
konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik.
Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika
ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan
ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular,
hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam
perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung,
hipotensi dan syok.
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi
pada usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan
dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan
strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus.
Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas
peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat)
bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus
yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi
yang memanjang maka timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan
endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas
peritonealis.
Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen
usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat
menyebabkan kematian.(5,6)
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar
suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan
ileus obstruksi yang lainnya, karena ia berlanjutke strangulasi dengan cepat
sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif
gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau
17
distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup
dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan
obstruksi aliran keluar ke vena.
Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus)
dibandingkan ileus obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ pensekresi
cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva
ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga
dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang berhubungan dengan ileus
obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi.
Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke
dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi
membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada
tempat berdiameter terlebar, biasanya di sekum. Hal didasarkan atas hukum
Laplace, yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ tubular pada
tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu.
Sehingga karena diameter kolon melebar di dalam sekum, maka area ini yang
biasanya pecah pertama.(6)

E. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis.
 Nyeri (Kolik)
Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus
Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.
 Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
 Perut Kembung (distensi)
 Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh
18
riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya
dapat menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan yang berlangsung
cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat
menjurus kepada ileus letak rendah.
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah
umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal
maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. (7)
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi
pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding
obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir
pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.
Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala
muntah yang terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam
perjalanan. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi.
Jika obstruksi di distal di dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul
lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk
(fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap
stagnansi. (1)
Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.

19
Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.

Macam Nyeri Usus Distens Muntah Bising usus Ketegangan


ileus i borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple
tinggi (kolik)
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple
rendah (Kolik) Lambat,
fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi
(terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

2. Pada pemeriksaan fisik :


 Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti : 
Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya
suara usus local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi. 
 Adanya obstruksi ditandai dengan :
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio
inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi
dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.

Auskultasi

Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum)


menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang. (7,8)

Perkusi

Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

20
Palpasi

Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada
obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

Rectal Toucher

Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan tonus sfingter ani biasanya baik
namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama bila terjadi perforasi
yang disebabkan obstruksi. Mukosa rectum licin dan apabila obstruksi
disebabkan oleh massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba
benjolan. Pada benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat
dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba
pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan, dapat
ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di
dalam usus.
Berikut ialah beberapa interpretasi hasil pemeriksaan rectal toucher:
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

3. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,


tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu
dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai

21
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya
terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada
obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada
dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas
darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan
metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus
(diameter > 3 cm), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk
mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun
spesifisitasnya rendah. Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan
gambaran serupa dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat
ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di
proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan
tidak ada udara sehingga menghalangi, tampaknya air-fluid level atau distensi
usus. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena
kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.(9)
Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil
yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan
terisi udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan
dari dinding usus yang oedem.

22
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.

Gambar 6. Dilatasi usus

Gambar 7. Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign

23
Gambar 8. Herring bone appearance

Gambar 9. Coffee bean appearance

24
Gambar 10. Step ledder sign

b. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika
klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. Tingkat sensitifitas CT scan
sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk
mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan
dilatasi usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen
yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit
cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi
dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui
gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa
mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan
penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas
pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam dinding
dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi menyeluruh
dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.(9)
CT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti
adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron
karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diameter usus halus

25
sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan
diameter sekitar 1 cm.

c. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi
adanya obstruksi, juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari
obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan yaitu, kurang terjangkau dalam
hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi.

d. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari
obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues
obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG
dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti
teknik radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat
membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan
USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan
spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%.(9)

F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu:
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
Pada ileus paralitik, nyeri yang timbul lebih ringan tapi konstan dan difus serta
terdapat distensi abdomen. Bila ileus disebabkan proses inflamasi akut akan
ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut,
apendisitis akut , pankreatitis akut dapat menimbulkan keluhan yang serupa.

26
G. Tatalaksana
Apabila dicurigai adanya ileus obstruktif dapat segera dirujuk ke dokter
spesialis bedah, setelah sebelumnya diberikan tatalaksana persiapan dibawah
ini:
a. Persiapan
1. Pemasangan pipa lambung untuk mengurangi muntah dan dekompresi
2. Resusitasi cairan dan elektrolit dengan cairan isotonik dilakukan untuk
perbaikan keadaan umum
3. Dilakukan pemasangan kateter urin untuk pemantauan produksi urin
4. Antibiotik spektrum luas dapat diberikan bila ditemukan tanda-tanda
infeksi.
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting
untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini
bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya
aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi
abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif
dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi
operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.

b. Operasi
Laparotomi dan eksplorasi untuk menentukan viabilitas usus setelah
pelepasan strangulasi. Laparoskopi dapat dipertimbangkan pada keadaan
distensi minimal, sumbatan proksimal dan sumbatan parsial.
c. Pasca-bedah
Cairan, elektrolit dan nutrisi perlu diperhatikan karena usus masih paralisis.

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan


kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus
di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus
ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit
27
serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai
kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas
dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal.

Gambar 11 . Skema Penatalaksanaan Ileus

Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi
operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal
komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama
tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam,
takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non
operatif ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi
pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya
injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif
melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun
meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.

28
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat
diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam
pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk
menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara
manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar,
terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya
sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif.
Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik
daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin
membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,
segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin
moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali.
Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti
segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan
Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.

29
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus
yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang
terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan
tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca
bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar
bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien,
sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare
pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring
pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain
pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya
mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum
luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.(7)

H. Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.
I. Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai

30
sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat
VI. Ileus Paralitik
A. Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal atau tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat
kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi
mekanik.(1)
B. Etiologi
Ileus Paralitik disebabkan oleh :
a. Pasca operasi abdomen. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-
72 jam. Beratnya ileus paraltik pasca operasi bergantung pada lamanya operasi,
seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan dunia luar.
b. Selain itu, bisa juga dari inflamasi intraperitoneal atau retroperitoneal
(apendisitis, diverticulitis, dan sebagainya)
c. Gangguan metabolik (hipokalemia),
d. Obat-obatan (antikolinergik, opioid, dan sebagainya).(7)

Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan


seperti yang tercantum dibawah ini:
Neurogenik
– Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi
abdominal.
– Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin.
Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak
dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat
dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu
kedalam usus halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam
mengemulsikan substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi.
Kolesistokinin juga menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena
itu disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung
31
empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk
memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus
gastrointestinal bagian atas. Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide
penghambat asam lambung juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin
namun sekretin berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida
penghambat asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam
amino.
Inflamasi
Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO). - prostaglandin
inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus
dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan
propulsi. - Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi
otot polos usus.(6)

C. Patofisiologi
Pada ileus paralitik fungsi peristaltik usus dihambat atau sudah menurun dari
awal permulaan penyakit. Sedangkan ileus paralitik diakibatkan oleh gangguan
non-mekanik seperti gangguan elektrolit maupun obat-obatan, seperti narkotik dan
opioid, yang merangsang saraf simpatis dengan kuat sehingga aktivitas traktus
gastrointestinal dihambat dengan menyebabkan penurunan gerak peristaltic usus.
Semakin lama feses, cairan , gas, dan bakteri pun akan terjebak dalam usus sama
seperti mekanisme terjadinya ileus obstruksi.
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara:
(1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos
(kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya)
(2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada
neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem
32
simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.

Gambar 12. Patofisiologi Ileus Paralitik

33
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal,
namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis
bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya
mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal
vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang. Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan
mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.

D. Penegakkan Diagnosis
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa
BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.(7)
Pemeriksaan fisik
o Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak
terlihat gerakan peristaltik.
o Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
o Perkusi
Hipertimpani
o Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi.
34
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar
elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa
suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila
dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.(1)

E. Tatalaksana
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat. Prognosis biasanya
baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi
berulang. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau
parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk
dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga
rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral
hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian
nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid
bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik
pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik
karena obat-obatan.(7)
1. Konservatif
• Penderita dirawat di rumah sakit.
• Penderita dipuasakan
• Kontrol status airway, breathing and circulation.
• Dekompresi dengan nasogastric tube.
• Intravenous fluids and electrolyte
• Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
35
• Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
• Analgesik apabila nyeri.
• Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
• Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
• Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah
sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui
laparotomi.
• Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
• Reseksi usus dengan anastomosis
• Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
F. Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila
ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan
berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu
dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk membuang
jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka
prognosis menjadi lebih baik.

36
BAB III
KESIMPULAN

Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus paralitik dan
ileus vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus
besar. Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi, kemudian
diikuti Hernia, keganasan, dan Volvulus.
Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu
nyeri abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada
pemeriksaan fisik akan ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri
lokal pada perut, dan distensi perut. Salah satu pemeriksaan penunjang pada illeus
adalah pemeriksaan radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam
lumen usus yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran
heering bone appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila
penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton A.C, Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2005
2. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New
York
3. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.).
(D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
4. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta.
EGC
5. Ansari P. Intestinal Obstruction [Internet]. Merck Manuals Professional Edition. 2014
[cited 30 November 2016]. Available from:
http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal-disorders/acute-
abdomen-and-surgical-gastroenterology/intestinal-obstruction. Accessed on 2nd
February 2016
6. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya,
Caroline, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.
7. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.
8. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum Daerah
Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.
9. Bickle IC, Kelly B. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.
studentBMJ April 2014;10:102-3

38

Anda mungkin juga menyukai