Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Invaginasi atau intususepsi adalah kondisi di mana bagian usus terlipat
ke dalam bagian usus di sebelahnya. Biasanya melibatkan usus kecil dan jarang
usus besar. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi usus kecil. Gejalanya meliputi
sakit perut yang mungkin berkurang dan berkurang, muntah, kembung, dan tinja
berdarah. (Jein and Haydel 2021)
Invaginasi adalah suatu keadaan gawat darurat di bidang ilmu
bedah dimana suatu segmen usus masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya,
sehingga dapat menimbulkan gejala obstruksi dan pada fase lanjut apabila tidak
segera dilakukan reposisi dapat menyebabkan strangulasi usus yang berujung
pada perforasi dan peritonitis (Blanco, 2012).

B. ANATOMI
1. Usus Halus
Usus halus merupakan bagian yang terpanjang dari saluran pencernaan
dan terbentang dari pilorus pada gaster sampai juncture ileocaecalis. Sebagian
besar pencernaan dan absorbsi makanan berlangsung di dalam usus halus. Usus
halus terbagi atas tiga bagian : duodenum, jejunum dan ileum. a. Duodenum.
Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang sekitar
10 inci (25cm) yang merupakan organ penghubung gaster dan jejunum.
Duodenum adalah organ penting karena merupakan tempat muara dari duktus
kledokus dan duktus pankreatikus. Duodenum melengkung di sekitar kaput
pankreas. Satu inci (2,5 cm) pertama duodenum menyerupai gaster, permukaan
anterior dan posteriornya diliputi oleh peritoneum dan mempunyai omentum
minus yang melekat pada pinggir atasnya dan omentum majus yang melekat
pada pinggir bawahnya. Bursa omentalis terletak terletak di belakang segmen
yang pendek ini. Sisa duodenum yang lain terletak retroperitoneal, hanya
sebagian saja yang diliputi oleh peritoneum
Duodenum terletak pada daerah epigastrika dan umbilikalis, dan untuk
tujuan deskripsi dibagi menjadi empat bagian. Pars superior duodenum,
panjangnya 2 inci, mulai dari pilorus dan berjalan ke atas dan belakan pada sisi
kanan vertebra lumbalis I, jadi bagian ini terletak pada planum transpyloricum
. Pars descendens duodenum, bagian kedua dari duodenum panjangnya 3 inci
dan berjalan vertikal ke bawah di depan hilum renale dextra , di sebelah kanan
vertebra lumbalis II dan III. Kirakira pertengahan arah ke bawah, pada margo
medialias, duktus koledokus dan duktus pankreatikus menembus dinding
duodenum. Kedua duktus ini bergabung membentuk ampula
hepatopankreatika yang akan bermuara pada papila duodeni mayor. Duktus
pankreatikus asesorius, bila ada, bermuara ke dalam duodenum sedikit lebih
tinggi, yaitu pada papila duodenum minor. Pars horizotalis duodenum
panjangnya 3 inci dan berjalan horizontal ke kiri pada planum subcostale ,
berjalan di depan kolumna vertebralis dan mengikuti pinggir bawah kaput
pankreas.
Setengah bagian atas duodenum diperdarahi oleh arteri
pankreatikoduodenalis superior, cabang arteri gastroduodenalis. Setengah
bagian bawah diperdarahi oleh arteri pankreatikoduodenalis inferior, cabang
ateri mesenterika superior. Pembuluh limfe mengikuti arteri dan bermuara ke
atas melalui nodi pankreatikoduodenale ke nodi mesenteriki superiores di
sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Saraf-saraf berasal dari saraf
simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus soeliakus dan pleksus
mesnterikus superior.
b. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum panjangnya 20 kaki (6 meter), dua perlima bagian
atas merupakan jejunum. Masing-masing bagian mempunyai gambaran yang
berbeda tetapi terdapat perubahan yang bertahap dari bagian yang satuke
bagian yang lain. Jejunum dimulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum
berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lengkung-lengkung jejunum dan ileum dapat bergerak dengan bebas
dan melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantaraan peritoneum
yang berbentuk kipas dan dikenal dengan mesenterium. Pada orang hidup,
jejunum dapat dibedakan dengan ileum berdasarkan :
1. Lengkung-lengkung jejunum terletak pada bagian kavitas peritonealis di
bawah sisi kiri mesokolon transversum, ileum terletak pada bagian bawah kavitas
peritonealis dan di dalam pelvis.
2. Jejunum lebih lebar, berdinding lebih tebal, dibandingkan dengan ileum.
Dinding jejunum lebih tebal karena lipatan yang lebih permanen pada tunika
mukosa, plika sirkularis lebih besar dan banyak, tersusun lebih rapat pada
jejunum. Sedangkan bagian atas ileum plika sirkularis lebih kecil dan jarang, dan
di bagian bawah ileum tidak ada plika sirkularis.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen di bagian
atas dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan
aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau dua
arkade dengan cabang-cabang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding
intestinum tenue.Ileum menerima banyak pembuluh darah pendek yang berasal
dari tiga atau empat atau lebih arkade.
Pembuluh darah arteri yang memperdarahi jejunum dan ileum berasal
dari cabang-cabang dari arteri mesenterika superior. Cabangcabang intestinal
berasal dari sisi kiri arteri dan berjalan di dalam mesenterium untuk mencapai
usus. Pembuluh-pembuluh ini berasal dari anstomosis satu dengan yang lain
untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian paling bawah ileum diperdarahi
juga oleh arteri ileokolika. Vena sesuai dengan cabang-cabang arteri
mesenterika superior dan mengalirkan darahnya ke dalam vena mesenterika
superior.

Pembuluh limfe berjalan melalui banyak nodi mesenteriki dan akhirnya


mencapai nodi mesenteriki superiores yang terletak di sekitar pangkal arteri
mesenterika superior. Saraf-saraf berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(vagus) pleksus mesenterikus superior.

2. Usus Besar
Usus besar terbentang dari ileu sampai anus. Usus besar terbagi menjadi
sekum, apendiks vermiformis, kolon ascendens, kolon transversum kolon
descendens dan kolon sigmoid yang kemudian melanjutkan diri ke rektum dan
anus. Fungsi utama usus besar adalah mengabsorpsi air dan elektrolit dan
menyimpan bahan yang tidak dicerna sampai dapat dikeluarkan dari tubuh
sebagai feses.

Usus besar manusia dan bagian-bagiannya.

a. Sekum
Sekum adalah bagian dari usus besar yang terletak di perbatasan dengan
ileum. Panjang sekum sekitar 2,5 inci (6 cm) dan seluruhnya diliputi oleh
peritoneum. Arteri sekalis anterior dan sekalis posterior membentuk arteri
ileokolika, sebuah cabang arteri mesenterika superior. Vena mengikuti arteri yang
sesuai dan mengalirkan darahnya ke vena mesenterika superior. Pembuluh limfe
berjalan melalui beberapa nodi mesenteriki dan akhirnyabmencapai nodi
mesenteriki superiores. Saraf-saraf berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan
parasimpatis membentuk pleksus mesenterikus superior.

b. Kolon Ascendens
Panjang kolon ascendens sekitar 5 inci (13 cm) dan terletak di kuadran
kanan bawah. Membentang ke atas dari sekum sampai permukaan inferior lobus
hepatis dekstra, lalu kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura
coli dekstra dan melanjutkan diri sebagai kolon transversum. Peritoneum
meliputi bagian depan dan samping kolon ascendens dan menghubungkan kolon
ascendens
dengan dinding posterior abdomen. Arteri ileokolika dan aretri kolika dekstra
merupakan cabang arteri mesenterika superior . Vena mengikuti arteri yang
sesuai dan bermuara ke vena mesenterika superior. Pembuluh limfe mengalirkan
cairan limfe ke nodi limfoidea yang terletak sepanjang perjalanan arteri, vena
kolika dan akhirnya mencapai nodi mesenterika superiores. Saraf berasal dari
cabang saraf simpatis dan saraf parasimpatis dari pleksus mesenterikus superior.

c. Kolon Transversum
Panjang kolon tranversum sekitar 15 inci (38 cm) dan berjalan
menyilang abdomen, menempati daerah umbilikalis. Kolon transversum mulai
dari fleksura koli dekstra di bawah lobus hepatius dekstra dan tergantung ke
bawah oleh mesokolontrnsversum dari pankreas.
Dua pertiga bagian proksimal dari kolon transversumdiperdarahi oleh
arteri kolika media, cabang arteri mesenterika superior. Sepertiga bagian distal
diperdarahi oleh arteri kolika sinistra, cabang dari arteri mesenterika inferior.
.
d. Kolon Descendens
Panjang kolon descendens adalah sekitar 10 inci (25 cm) dan terletak di
kuadran kiri atas dan bawah. Kolon ini berjalan ke bawah dari flexura coli
sinistra sampai pinggir pelvis, di sini kolon transversum melanjutkan diri
menjadi kolon sigmoideum. Peritoneum meliputi permukaan depan dan sisi-
sisinya serta menghubungkan dengan dinding posterior abdomen.

Kolon descendens diperdarahi arteri kolika sinistra dan arteri sigmoidea


yang merupakan cabang arteri mesenterika superior.Cairan limfe dialirkan ke
kelenjar getah bening kolon dan kelenjar getah bening mesenteriki inferiores
yang terletak di sekitar pangkal arteri mesenterika superior.
C. EPIDEMIOLOGI
Insidensi invaginasi di dunia memiliki variasi luas. Pada anak di bawah
usia 1 tahun, insidens mulai dari 35 tiap 100.000 anak di Brazil sampai 1200
tiap
100.000 anak di Inggris (Bissantz et al, 2011). Intususepsi biasanya didiagnosis
pada masa bayi dan anak usia dini. Intususepsi menyerang sekitar 2000 anak di
Amerika Serikat pada tahun pertama kehidupan. Intususepsi biasanya terlihat
pada usia lima bulan, mencapai puncaknya pada empat hingga sembilan bulan,
dan kemudian secara bertahap menurun pada sekitar 18 bulan.Lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan rasio sekitar 3:1.
Pada orang dewasa, intususepsi mewakili 1% dari obstruksi usus dan
berhubungan dengan neoplasma. (Jein and Haydel 2021).

D. ETIOLOGI
Etiologi dari invaginasi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal :
1. Idiopatik
Pada anak-anak, sekitar 90-95% kasus invaginasi dibawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
infantile idiopathic intussusceptions. Sebagian besar peneliti menggunakan
istilah “idiopatik” untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada
abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan
invaginasi seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat diidentifikasi
saat pembedahan (Santoso et al, 2011).
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu
teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah
bahwa hal itu terjadi karena Peyer Patch yang membesar. Hipotesis ini
berasal dari 3 pengamatan : (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi
tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran
kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi
(Blanco et al, 2013).
2. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dari dua tahun),
adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi seperti:
inverted Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomyoma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, dan duplikasi usus.
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi intestinal. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasis, perdarahan submucosa dengan henoch-
Schonlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating
granulomas yang berhubungan dengan tuberculosis abdominal (Irish, 2011).
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomy, yang biasanya
timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan
peristaltic usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan
hipoksia lokal (Santoso et al, 2011).

E. PATOFISIOLOGI
Ditemukannya penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrofi
jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) yang
mengikuti suatu gastroenteritis/infeksi saluran napas. Keadaan ini menimbulkan
pembengkakan bagian intususeptum (usus bagian proksimal) edema intestinal
dan obstruksi aliran vena obstruksi intestinal sehingga terjadi perdarahan, proses
ini sebagai titik permulaan invaginasi (John dan Siji, 2016).
Perubahan intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian
intususeptum oleh karena kontraksi dari intususepien (usus bagian distal yang
menerima). Adanya hiperplastik usus bagian proksimal mengakibatkan
terjadinya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya (ileokolik ileum
bervaginasi ke kolon, ileoileokolik (usus kecil berinvaginasi ke dalam usus
kecil). Dimana akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga
mengaibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir yang menyebabkan
nekrosis dinding usus sebagai akibat strangulasi dan tidak jarang terjadi
gangrene, yang selanjutnya terjadi edema dan pembengkakan. Pembengkakan
dari intususeptum umumnya menutup lumen usus. Akibatnya terjadi perlekatan
yang tidak dapat kembali normal, sehingga tidak terjadi invaginasi (John dan
Siji, 2016).
Invaginasi menjadi suatu iskemik oleh karena penekanan dari penjepitan
pembuluh-pembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesentrial. Bagian
usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan
produksi mukus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan
laserasi luka sehingga timbul perdarahan antar mucus dan darah tersebut akan
keluar melalui anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (Red Currant Jelly Stool).
Iskemik dan distensi abdomen (system usus) menimbulkan rasa nyeri. Adanya
iskemik dan destruksi usus akan menyebabkan sekuenstrisasi cairan ke lumen
usus yang distensi. Sehingga pasien mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi
mengalami syok hipovolemik. Mukosa usus yang iskemik merupakan Port de
Entry intravasasi mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan
pasien mengaami infeksi sistemik dan sepsis (John dan Siji, 2016).

F. JENIS INVAGINASI
Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya yaitu pada bagian usus mana
yang terlibat :
1. Ileo-ileal, adalah bagian ileum masuk ke bagian ileum
2. Ileo-colica, adalah bagian ileocaecal masuk ke bagian kolon
3. Ileo-caecal, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian apex dari invaginasi
4. Appendicial-colica, adalah bagian caput dari caecum terinvaginasi
5. Colo-colica, adalah bagian colon masuk ke bagian kolon.
Pada kolon dikenal dengan jenis colo cilica dan sekitar ileo caecal dan
ileo colica, jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal
dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika dijumpai dindingnya terdiri dari
lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut tipe
invaginasi ganda, sebagai contoh adalah tipe invaginasi ileo-ileo colica atau colo
colica.

G. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya bayi dalam keadaan sehat, gizi baik. Mungkin beberapa hari
sebelumnya terdapat peradangan saluran nafas bagian atas. Pada kasuskasus
yang khas nyeri kolik hebat yang timbul mendadak dan hilang timbul. Bayi
tiba-tiba
menangis seperti menahan rasa sakit untuk beberapa saat, kemudian diam, lalu
main atau tidur kembali. Sering disertai rangsangan muntah dan muntah berupa
minuman atau makanan yang masuk. Beberapa jam kemudian (antara 6-8 jam
setelah serangan pertama) bayi defekasi disertai darah segar dan lendir (Berocal
dan Del, 2008)
Sementara gejala dan tanda obstruksi belum tampak, pada pemeriksaan
abdomen dapat teraba massa. Bila massa teraba di kanan atau kiri atas yang
sering disebut sausage like, maka perabaan pada abdomen pada kanan bawah
terus kosong. Keadaan ini disebut sebagai Dance’s Sign. Pada pemeriksaan
colok dubur terdapat feses dengan darah segar serta lendir pada sarung
tangan(Berocal dan Del, 2008)

Dalam intususepsi ini terdapat trias gejala khas :


1. Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat
kaki (craping pain) bila berlanjut sakitnya terus menerus
2. Muntah berwarna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa ) dan darah (lapisan dalam)
currant jelly stool.
Tanda terakhir tersebut merupakan alasan utama bagi orang tua untuk
datang ke rumah sakit. Perlu diingat tanda ini merupakan tanda paling akhir
muncul dari suatu intususepsi sehingga tidak ditemukannya darah perektal tidak
menyingkirkan kemungkinan terjadinya intususepsi (Berocal dan Del, 2008)

Red Currant Jelly Stool


H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah
neutrofil segmen (>70%). Didapatkan abnormalitas elektrolit yang
berhubungan dengan dehidrasi, anemia, dan atau peningkatan jumlah
leukosit (leukositosis >10.000/mm3).

2. Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, bila telah
lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran
“air fluid level”. Dapat terlihat “free air” bila terjadi perforasi.

Foto polos abdomen. Tampak air-fluid levels pada usus

b. Barium enema
Pemeriksaan barium enema digunakan untuk tujuan
diagnostic dan terapi, dimana akan terlihat gambaran “cupping” dan
“coilspring”. Untuk tujuan terapi, barium enema dikerjakan dengan
tekanan hidrostatik untuk mendorong usus yang masuk kea rah
proksimal, teknik ini dapat dikerjakan bila belum ada tanda-tanda
obstruksi usus yang jelas, seperti muntah-muntah hebat, perut
distensi, dan dehidrasi berat (Al Mubarak et al, 2018).
Foto pasien dengan kontras enema, filling defek berbentuk cupping di daerah sekum

Pasien dengan intussusepsi yang dilakukan kontras enema, tampak gambaran coilled spring
dan cupping atau meniskus

c. Ultrasonografi
Sonografi transversal pada intussusepsi menunjukan pola
berputar dari hiperekhogenitas dan hipoekhogenitas yang bergantian
(target sign), menunjukan perbedaan dari perbedaan lapisan mukosa,
muskularis dan serosa sedangkan gambaran sonografi pada doubel
intususepsi tampak gambaran triple circle sign . Pada potongan
longitudinal lingkaran usus berubah dan gambaran intususeptum dan
intususepien memberikan gambaran sandwich atau pseudokidney
(Ramsey dan Halm, 2014).
(a) Potonganlongitudinal (b) memperlihatkan intususseptum (daerah ileum), panah putih
merupakan dinding kolon, L KGB di dalam intussusepsi, M jaringan lemak mesenterik di dalam
intussusepsi.

d. Computed Tomography Scan (CT Scan)


CT scan digunakan untuk mencari penyebab terjadinya
intususepsi. Pada CT scan intususepsi memperlihatkan gambaran
yang khas terlihat sebagai massa jaringan lunak eksentrik, yang
terdiri dari intususipien, intususeptum, lemak mesenterika dari
intususeptum, dan pembuluh darah mesenterika yang memberikan
gambaran target sign , sedangkan pada kasus doubel intususepsi
tampak gambaran triple circle sign yang terdiri atas lingkaran luar
adalah segmen distal, lingkaran kedua tengah adalah segmen distal
yang prolaps, dan lingkaran ketiga dalam adalah intususepsi pertama
(segmen proksimal prolaps) (Amr et al, 2015).

Gambaran target sign pada intussusepsi

I. PENATALAKSANAAN
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari
serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik (Caruso
et al, 2017).

Penatalaksanaan dari invaginasi pada umumnya meliputi resusitasi,


kofirmasi diagnostik melalui ultrasonografi, reduksi hidrostasis, reduksi
dengan barium enema (kecuali anak mengalami tanda-tanda peritonitis),
dengan intervensi bedah merupakan pilihan terakhir kecuali pada kasus khusus
(Caruso et al, 2017).

Penatalaksanaan p Penanganan suatu kasus invaginasi pada


bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai
berhasil dengan baik yaitu:
1. Reduksi dengan barium enema
Reduksi dengan barium enema merupakan terapi awal pada
invaginasi pada anak, namun kontroversi terhadap terapi ini masih terus
diperdebatkan (Sadigh et al, 2015).
Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita:
dipuasakan, resusitasi cairan, dekompresi dengan pemasangan pipa
lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil
pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit dan
neutrofil segmen maka antibiotika berspektrum luas dapat diberikan.
Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/kg BB) untuk
menghilangkan rasa sakit (Sadigh et al, 2015).
Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi
dalam diagnostik dan terapi. Reduksi invaginasi dengan nonoperatif telah
menunjukkan lama rawat inap, pemulihan yang lebih cepat, mengurangi
biaya rumah sakit, dan mengurangi kompilkasi yang berhubungan dengan
operasi abdomen (Sadigh et al, 2015).
Telah dilaporkan bahwa reduksi hidrostatis kurang berguna bagi
pasien dengan gejala invaginasi lebih dari 48 jam, dan khususnya pasien
dengan keadaan umum yang jelek dan membutuhkan operasi reduksi
sebagai penanganannya (Sadigh et al, 2015).
Menurut Syamsuhidayat tahun 2005 barium enema dapat diberikan
bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti:
- Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun
pada foto abdomen.
- Dijumpai tanda-tanda peritonitis.
- Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam.
- Dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat.
- Usia penderita dibawah 1 tahun.
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak
menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif
sangat membantu. Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum
dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari
kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur
barium dideteksi dengan alat fluoroskopi sampai meniskus intussusepsi
dapat di identifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon
transversum dan bagian proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur
barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila
kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2-3 kali dengan jarak waktu 3-5
menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama
10-15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi
pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu (Sadigh
et al, 2015).
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil, apabila:
- Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan
disertai massa feses dan udara.
- Pada fluoroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan
sebagian usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.
- Hilangnya massa tumor di abdomen.

- Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi


tertidur serta norit test positif.

Penderita perlu dirawat inap selama 2-3 hari karena sering dijumpai
kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung
kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama,
penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya. Jika
reduksi dengan enema gagal untuk mengatasi keadaan ini, intervensi bedah
dapat dilakukan.
2. Reduksi dengan tindakan operasi
• Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, jangan melakukan
tindakan operasi sebelum mengoptimalkan keadaan umum
pasien (pasien baru dapat dioperasi apabila sudah yakin bahwa
perfusi jaringan telah baik, hal ini ditandai apabila produksi
urine sekitar 0,5-1 cc/kg BB/jam). Nadi kurang dari
120x/menit, pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang
tadinya dingin dan lembab telah berubah menjadi hangat dan
kering, turgor kulit mulai membaik dan temperatur badan
tidak lebih dari 38°C. Biasanya perfusi jaringan akan baik
apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk,
sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca
bedah.
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum
adalah:
• Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi
(resusitasi).
• Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan
sonde lambung.
• Pemberian antibiotik dan sedatif.

• Tindakan reposisi usus


Tindakan selama operasi tergantung kepada temuan
keadaan usus, reposisi manual dengan cara “milking”
dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada
keterampilan dan pengalaman operator.
Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara
transversal (melintang), pada anak-anak dibawah umur 2
tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena
letaknya relatif lebih tinggi. Ada juga yang menganjurkan
insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah
untuk eksplorasi usus, mereduksi intusussepsi dan tindakan
appendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas
kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu.
Reseksi usus dilakukan apabila: pada kasus yang tidak
berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus
diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai
penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan
anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan
tetapi bila tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi” atau
enterostomi.

Milking Prosedur
J. PROGNOSIS
Prognosis untuk intususepsi sangat baik jika diobati dengan cepat, tetapi
jika tidak diobati dapat menyebabkan kematian dalam waktu dua sampai lima
hari. Semakin lama segmen usus mengalami prolaps akan terjadi penurunan
suplai darah. Intususepsi yang berkepanjangan meningkatkan iskemia dan
nekrosis usus, yang membutuhkan reseksi bedah (Jain and Haydel, 2021)

K. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani dengan baik maka invaginasi dapat menyebabkan
perforasi usus dan berlanjut menjadi peritonitis. Jika tidak diobati, intususepsi
hampir selalu fatal bagi bayi dan anak kecil (Guo et al, 2017).
TINJAUAN PUSTAKA

Al-Mubarak L, Alghmadi E, Alharbi S, Almasoud H, Al-Ali N, Mujurdy


S, et al.Air enema versus barium enema in intussusception: An overview. Int J
Community Med Public Health. 2018;5(5):1679-83
Amr MA, Polites SF, Alzgari M, Onkendi EO, Grotz TE, Zielinski MD.
Intussusception in adults and the role of evolving computed tomography
technology. Am J Surg. 2015;209(3):580-3
Berocal T & Del Pozo G.Imaging in pediatric
Gastrointestinal Emergencies.DAlam: Devos AS & Blickman JG, radiological
Imaging of the Digestive Tract in Infant and Children. Berlin: Springer-
Verlag:2008; 35-45
Bissantz N, Jenke AC, Trampisch M, Klaaβen-Mielke R, Bissantz K,
Trampisch HJ, et al. Hospital-based, prospective, multicenter, surveillance to
determine the incidence of intussusception in children aged below 15 in
Germany. BMC Gastroenterol.2011;11:26.
Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan
13 [cited 2020 Sept 22]; Available from
https://emedicine.medscape.com/article/930708-overview
Caruso AM, Pane A, Scanu A, Muscas A, Garau R, Caddeo F, et al.
Intussusception in children: Not only surgical treatment. J Pediatr Neonatal
Individualized Medicine.2017;6(1):1-6
De Jong, W, Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Bab 35:h 627-629, 2005
Guo W, Hu Z, Tan Y, Sheng M, Wang J. Risk factors for recurrent
intussusception in children: A retrospective cohort study. BMJ Open.
2017;7(11):e018604
Irish MS. Pediatric Intussusception surgery. Medscape Reference [serial
online] 2011 Apr 14 [cited 2020 Sept 22]; Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/937730-overview
Jain S, Haydel MJ. Child Intussusception. [Updated 2021 Jul 17]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431078/
John M, Siji CR. A clinical study of children with intussusception.
Internat J Contemporary Pediatr. 2016;3(3):1083-8
Marsicovetere, P., Ivatury, S. J., White, B., & Holubar, S. D. (2017).
Intestinal Intussusception: Etiology, Diagnosis, and Treatment. Clinics in colon
and rectal surgery, 30(1), 30–39. https://doi.org/10.1055/s-0036-1593429
Melbourne, T., 2021. Clinical Practice Guidelines : Intussusception.
[online] Rch.org.au. Available at: <https://www.rch.org.au
Poole E, Penny SM. Pediatric Intussusception: The Cinnamon Bun
Sign. Journal of Diagnostic Medical Sonography. 2018;34(4):275-280.
doi:10.1177/8756479318771612
Ramsey KW, Halm BM. Diagnosis of intussusception using bedside
ultrasound by a pediatric resident in the emergency department. Hawai’i J Med
Publ Health. 2014;73(2):58-60
Sadigh G, Zou KH, Razavi SA, Khan R, Applegate KE. Meta-analysis of
air versus liquid enema for intussusception reduction in children. AJR.
2015;205:542-9
Santoso MIJ, Yosodiharjo A, dan Erfan F. Hubungan antara Lama
Timbulnya Gejala Klinis Awal Hingga Tindakan Operasi dengan Lama Rawatan
Pada Penderita Invaginasi yang Dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara: Medan. 2011

Anda mungkin juga menyukai