INVAGINASI
DISUSUN OLEH :
Cantika Dewi G991906006
PEMBIMBING :
INVAGINASI
Hari, tanggal :
Disusun Oleh:
Cantika Dewi G991906006
A. DEFINISI
Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam
segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi
ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga sebagai intussusepsi.
Umumnya bagian yang proksimal (intussuseptum) masuk ke bagian distal
(intususepien) (Blanco, 2012).
Invaginasi adalah suatu keadaan gawat darurat di bidang ilmu bedah
dimana suatu segmen usus masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya, sehingga
dapat menimbulkan gejala obstruksi dan pada fase lanjut apabila tidak segera
dilakukan reposisi dapat menyebabkan strangulasi usus yang berujung pada
perforasi dan peritonitis (Blanco, 2012).
B. ANATOMI
1. Usus Halus
Usus halus merupakan bagian yang terpanjang dari saluran pencernaan
dan terbentang dari pilorus pada gaster sampai juncture ileocaecalis. Sebagian
besar pencernaan dan absorbsi makanan berlangsung di dalam usus halus. Usus
halus terbagi atas tiga bagian : duodenum, jejunum dan ileum. a. Duodenum.
Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang sekitar
10 inci (25cm) yang merupakan organ penghubung gaster dan jejunum.
Duodenum adalah organ penting karena merupakan tempat muara dari duktus
kledokus dan duktus pankreatikus. Duodenum melengkung di sekitar kaput
pankreas. Satu inci (2,5 cm) pertama duodenum menyerupai gaster, permukaan
anterior dan posteriornya diliputi oleh peritoneum dan mempunyai omentum
minus yang melekat pada pinggir atasnya dan omentum majus yang melekat
pada pinggir bawahnya. Bursa omentalis terletak terletak di belakang segmen
yang pendek ini. Sisa duodenum yang lain terletak retroperitoneal, hanya
sebagian saja yang diliputi oleh peritoneum
2. Usus Besar
Usus besar terbentang dari ileu sampai anus. Usus besar terbagi menjadi
sekum, apendiks vermiformis, kolon ascendens, kolon transversum kolon
descendens dan kolon sigmoid yang kemudian melanjutkan diri ke rektum dan
anus. Fungsi utama usus besar adalah mengabsorpsi air dan elektrolit dan
menyimpan bahan yang tidak dicerna sampai dapat dikeluarkan dari tubuh
sebagai feses.
D. ETIOLOGI
Etiologi dari invaginasi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal :
1. Idiopatik
Pada anak-anak, sekitar 90-95% kasus invaginasi dibawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
infantile idiopathic intussusceptions. Sebagian besar peneliti menggunakan
istilah “idiopatik” untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada
abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan invaginasi
seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat
pembedahan (Santoso et al, 2011).
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu
teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah
bahwa hal itu terjadi karena Peyer Patch yang membesar. Hipotesis ini
berasal dari 3 pengamatan : (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi
dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah
bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi (Blanco et al,
2013).
2. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dari dua tahun),
adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi seperti
: inverted Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomyoma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, dan duplikasi usus.
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi intestinal. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasis, perdarahan submucosa dengan henoch-
Schonlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating
granulomas yang berhubungan dengan tuberculosis abdominal (Irish, 2011).
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomy, yang biasanya timbul
setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltic
usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal
(Santoso et al, 2011).
E. PATOFISIOLOGI
Ditemukannya penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrofi
jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) yang mengikuti
suatu gastroenteritis/infeksi saluran napas. Keadaan ini menimbulkan
pembengkakan bagian intususeptum (usus bagian proksimal) edema intestinal
dan obstruksi aliran vena obstruksi intestinal sehingga terjadi perdarahan, proses
ini sebagai titik permulaan invaginasi (John dan Siji, 2016).
Perubahan intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian
intususeptum oleh karena kontraksi dari intususepien (usus bagian distal yang
menerima). Adanya hiperplastik usus bagian proksimal mengakibatkan terjadinya
segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya (ileokolik ileum bervaginasi ke
kolon, ileoileokolik (usus kecil berinvaginasi ke dalam usus kecil). Dimana akan
menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga mengaibatkan aliran darah
menurun dan keadaan akhir yang menyebabkan nekrosis dinding usus sebagai
akibat strangulasi dan tidak jarang terjadi gangrene, yang selanjutnya terjadi
edema dan pembengkakan. Pembengkakan dari intususeptum umumnya menutup
lumen usus. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal,
sehingga tidak terjadi invaginasi (John dan Siji, 2016).
Invaginasi menjadi suatu iskemik oleh karena penekanan dari penjepitan
pembuluh-pembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesentrial. Bagian
usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan
produksi mukus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan
laserasi luka sehingga timbul perdarahan antar mucus dan darah tersebut akan
keluar melalui anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (Red Currant Jelly Stool).
Iskemik dan distensi abdomen (system usus) menimbulkan rasa nyeri. Adanya
iskemik dan destruksi usus akan menyebabkan sekuenstrisasi cairan ke lumen
usus yang distensi. Sehingga pasien mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi
mengalami syok hipovolemik. Mukosa usus yang iskemik merupakan Port de
Entry intravasasi mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan
pasien mengaami infeksi sistemik dan sepsis (John dan Siji, 2016).
F. JENIS INVAGINASI
Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya yaitu pada bagian usus mana
yang terlibat :
1. Ileo-ileal, adalah bagian ileum masuk ke bagian ileum
2. Ileo-colica, adalah bagian ileocaecal masuk ke bagian kolon
3. Ileo-caecal, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian apex dari invaginasi
4. Appendicial-colica, adalah bagian caput dari caecum terinvaginasi
5. Colo-colica, adalah bagian colon masuk ke bagian kolon.
Pada kolon dikenal dengan jenis colo cilica dan sekitar ileo caecal dan ileo
colica, jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal
dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika dijumpai dindingnya terdiri dari
lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut tipe invaginasi
ganda, sebagai contoh adalah tipe invaginasi ileo-ileo colica atau colo colica.
G. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya bayi dalam keadaan sehat, gizi baik. Mungkin beberapa hari
sebelumnya terdapat peradangan saluran nafas bagian atas. Pada kasuskasus yang
khas nyeri kolik hebat yang timbul mendadak dan hilang timbul. Bayi tiba-tiba
menangis seperti menahan rasa sakit untuk beberapa saat, kemudian diam, lalu
main atau tidur kembali. Sering disertai rangsangan muntah dan muntah berupa
minuman atau makanan yang masuk. Beberapa jam kemudian (antara 6-8 jam
setelah serangan pertama) bayi defekasi disertai darah segar dan lendir (Berocal
dan Del, 2008)
Sementara gejala dan tanda obstruksi belum tampak, pada pemeriksaan
abdomen dapat teraba massa. Bila massa teraba di kanan atau kiri atas yang sering
disebut sausage like, maka perabaan pada abdomen pada kanan bawah terus
kosong. Keadaan ini disebut sebagai Dance’s Sign. Pada pemeriksaan colok
dubur terdapat feses dengan darah segar serta lendir pada sarung tangan(Berocal
dan
Del, 2008)
Dalam intususepsi ini terdapat trias gejala khas :
1. Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki
(craping pain) bila berlanjut sakitnya terus menerus
2. Muntah berwarna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa ) dan darah (lapisan dalam)
currant jelly stool.
Tanda terakhir tersebut merupakan alasan utama bagi orang tua untuk
datang ke rumah sakit. Perlu diingat tanda ini merupakan tanda paling akhir
muncul dari suatu intususepsi sehingga tidak ditemukannya darah perektal tidak
menyingkirkan kemungkinan terjadinya intususepsi (Berocal dan Del, 2008)
2. Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, bila telah
lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran
“air fluid level”. Dapat terlihat “free air” bila terjadi perforasi.
b. Barium enema
Pemeriksaan barium enema digunakan untuk tujuan diagnostic
dan terapi, dimana akan terlihat gambaran “cupping” dan “coilspring”.
Untuk tujuan terapi, barium enema dikerjakan dengan tekanan
hidrostatik untuk mendorong usus yang masuk kea rah proksimal,
teknik ini dapat dikerjakan bila belum ada tanda-tanda obstruksi usus
yang jelas, seperti muntah-muntah hebat, perut distensi, dan dehidrasi
berat (Al Mubarak et al, 2018).
Foto pasien dengan kontras enema, filling defek berbentuk cupping di daerah sekum
Pasien dengan intussusepsi yang dilakukan kontras enema, tampak gambaran coilled spring
dan cupping atau meniskus
c. Ultrasonografi
Sonografi transversal pada intussusepsi menunjukan pola
berputar dari hiperekhogenitas dan hipoekhogenitas yang bergantian
(target sign), menunjukan perbedaan dari perbedaan lapisan mukosa,
muskularis dan serosa sedangkan gambaran sonografi pada doubel
intususepsi tampak gambaran triple circle sign . Pada potongan
longitudinal lingkaran usus berubah dan gambaran intususeptum dan
intususepien memberikan gambaran sandwich atau pseudokidney
(Ramsey dan Halm, 2014).
(a) Potonganlongitudinal (b) memperlihatkan intususseptum (daerah ileum), panah putih
merupakan dinding kolon, L KGB di dalam intussusepsi, M jaringan lemak mesenterik di dalam
intussusepsi.
I. PENATALAKSANAAN
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari
serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik (Caruso et
al, 2017).
anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil
invaginasi pada anak, namun kontroversi terhadap terapi ini masih terus
Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan
menunjukkan lama rawat inap, pemulihan yang lebih cepat, mengurangi biaya
rumah sakit, dan mengurangi kompilkasi yang berhubungan dengan operasi
pasien dengan gejala invaginasi lebih dari 48 jam, dan khususnya pasien
dengan keadaan umum yang jelek dan membutuhkan operasi reduksi sebagai
- Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak
menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif
dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari
kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium
barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila
kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2-3 kali dengan jarak waktu 3-5
menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama
pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu (Sadigh
et al, 2015).
- Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan
disertai massa feses dan udara.
- Pada fluoroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan
sebagian usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.
- Hilangnya massa tumor di abdomen.
- Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur
serta norit test positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2-3 hari karena sering dijumpai
kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung
kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama,
penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya. Jika reduksi
dengan enema gagal untuk mengatasi keadaan ini, intervensi bedah dapat
dilakukan.
memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang belum baik
seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan
yang belum baik akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula.
reposisi manual dengan cara “milking” dilakukan dengan halus dan sabar,
supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi. Ada juga yang
bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhenti
mencoba reposisi manual itu. Reseksi usus dilakukan apabila: pada kasus
yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus
diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.
Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini
enterostomi.
Milking Prosedur
J. PROGNOSIS
Prognosis pasien intususepsi baik jika diagnosis ditegakkan lebih dini dan
terapi cepat dilakukan. Jika komplikasi terjadi atau pada keadaan intususepsi
yang berulang prognosisnya akan menjadi lebih buruk. Angka kekambuhan
mencapai 5% bila dilakukan reduksi hidrostatik dan 2% bila dilakukan
pembedahan (De Jong, 2005).
K. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani dengan baik maka invaginasi dapat menyebabkan
perforasi usus dan berlanjut menjadi peritonitis. Jika tidak diobati, intususepsi
hampir selalu fatal bagi bayi dan anak kecil (Guo et al, 2017).
TINJAUAN PUSTAKA