LAPORAN KASUS
Pembimbing:
Disusun Oleh:
Yongky Suganda
207041087
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai Ileus Obstruktif ec
Invaginasi. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Bedah Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Mega Sari Sitorus, M.Kes atas kesediaan beliau sebagai
pembimbing dalam penulisan makalah ini. Besar harapan, melalui makalah ini,
pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Ileus Obstruktif ec Invaginasi semakin
bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik
dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik
secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kesehatan.
Medan, April 2021
Yongky Suganda
BAB I
PENDAHULUAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu
ileus obstruksi dan ileus paralitik. Ileus obstruksi merupakan kegawatdarurataan
abdomen dan merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen diluar appendisitis
akut.(3)
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Obstruksi usus dapat disebabkan karena adanya
lesi pada bagian dinding usus, diluar usus, maupun di lumen usus. Obstruksi usus dapat
bersifat akut maupun kronis, parsial maupun total. Penyebab obstruksi kolon yang
paling sering adalah karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri
distal. Sebagian besar obstruksi mengenai usus halus. Obstruksi pada usus halus dapat
disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau sumbatan di dalam lumen usus. 75% dari
kasus obstruksi usus halus disebabkan oleh adhesi intraabdominal pasca operasi. Pada
laporan kasus ini akan dibahas mengenai ileus obstruksi, mulai dari anatomi usus,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik maupun
penunjang, komplikasi, terapi sampai prognosis. (3)
A. Usus Halus
1. Pars superior duodeni, yang hampir selalu ditutupi oleh peritoneum dan cukup
mobile.
2. Pars descenden duodenum terletak pada garis vertical dari apex pars superior
duodeni sampai sepertiga bagian horizontal. Pada bagian medialnya terdapat
ductus choledocus dan ductus pancreaticus wirsungi. Terletak di
retroperitoneum
Pemisahan duodenum dan ileum ditandai oleh adanya ligamentum Treitz, yaitu
suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus
esophagus dan berinsersi pada perbatasan anatara duodenum dn jejenum. Ligamentum
ini berperan sebagai penggantung (suspensorium). (1)
Sekitar dua perlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima bagian
akhirnya adalah ileum. Jejenum dan ileum digantung oleh mesenterium yang
merupakan lipatan peritoneum yang menyokong pembuluh darah dan limfe yang
menyuplai ke usus. Secara histologi, ileum memiliki plak peyeri dan jejenum memiliki
lapisan mukosa yang lebih tebal yang disebut plica sirkulare. (1)
Perdarahan jejenum dan ileum berasal dari arteri mesenterika superior yang
dicabangkan dari aorta tepat dibawah arteri celiaca. Cabang cabang arteri jejenal dan
ileal muncul dari arteri mesenterka superior sebelah kiri. Mereka saling beranastomosis
dan membentuk arkade yang disebut vasa recta, yang menyupai jejenum dan ileum dan
terbentang diantarata mesenterium, jejenum memiliki arkade lebih sedikit namun vasa
recta yang lebih panjang. Sedangkan ileum memiliki 4-5 arkade dan vasa recta yang
lebih pendek. Bagian ileum terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika. (1,5)
Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis
propria, dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari vili, yang memperluas permukaan
untuk absorpsi, sel goblet, kripta Lieberkuhn, lamina propria, dan mucosa muskularis.
Lapisan submukosa terdiri dari pembuluh darah dan pleksus Meissner. Lapoisan
muskularis propria terdiri dari lapisan otot yaitu lapisan otot sirkular dan lapisan otot
longitudinal dan pleksus myenteric Auerbach. Lapisan serosa menyelimuti organ dalam
rongga peritoneum yang disebut peritoneum visceral.(5)
a. Duodenum
Bagian intestinum tenue terpendek dengan panjang sekitar 10 inci (25 cm) dan
berbentuk huruf C yang melingkari caput pancreas. Duodenum berawal pada pylorus di
sebelah kanan dan berakhir pada peralihan duodenojejunal di sebelah kiri. Merupakan
organ yang penting karena merupakan tempat bermuara dari ductus choledochus dan
ductus pancreatis.
Vaskularisasi
Diperdarahi oleh A.mesentrica superior dan bagian paling bawah ileum
diperdarahi oleh a.ileocolica.
Vena sesuai dengan percabgan A.mesentrica superior dan mengalirkan darahnya
ke dalam vena mesentrica superior.
Aliran Limfe
Pembuluh limfe jejenum dan ileum melintasi antara lembar-lembar mesentrium
ke nodi lymphoidei mesentrici yang terletak :
a) Dekat pada dinding intestinum
b) Antara lengkung-lengkung arterial
c) Sepanjang bagian proksimal arteriae mesentrica superior
Inervasi
Berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis ( nervus vagus ) plexus mesentricus
superior.
B. Usus Besar
Kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5m yang
terbentang dari sekum hingga rektum. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon asenden,
kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum. Kolon transversum dan
kolon sigmoid memiliki penggantung sendiri yang disebut mesokolon tranversum dan
mesocolon sigmoid, sehingga letaknya intraperitoneal. Sedangkan kolon asending dan
desending letaknya retroperitoneal.(6,7)
Secara histologi, usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti usus lain.
Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita
yang disebut taenia koli. Panjang taenia koli lebih pendek daripada usus, seehingga usus
tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustrae.(7)
Perdarahan usus besar secara garis besar diperdarahi oleh arteri mesenterica
superior dan arteri mesenterica inferior. Arteri mesenterica superior bercabang menjadi
arteri kolika dekstra, arteri kolika media, arteri ileokolika, dan arteri appendikulare yang
kemudian memperdarahi sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon
transversum. Sedangkan arteri mesenterica inferior bercabang menjadi arteri kolika
sinistra, arteri sigmoid, dan arteri rektal superior yang kemudian memperdarahi
sepertiga distal kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan bagian
proksimal rektum. Pada rektum, terdapat supai darah tambahan yaitu arteri hemoroidalis
media dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna.(7)
Aliran balik vena usus besar melalui vena mesenterica superior, vena
mesenterika inferior dan vena hemoroidalis superior yang bermuara ke vena porta. Vena
hemoroidalis media dan inferior menuju ke vena iliaka. Kolon dipersarafi oleh serabut
simpatis yang berasal dari nervus splangnikus dan pleksus presakralis, sedangkan
serabut parasimpatis berasal dari nervus vagus.(7)
C. Dinding Abdomen
D. Regio Abdomen
Dinding abdomen terdiri dari pada kulit, fascia superfiscialis, lemak, otot-
otot, fascia transversalis dan parietal peritoneum. Selain itu, posisi abdomen ada
diantara toraks dan pelvis. Pada abdomen, terdapat empat kuadran yang dibahagi dari
bagian midline dan bagian transumbilical. (7)
2.2.1 Definisi
Ileus obstruksi merupakan gangguan mekanik baik parsial maupun total dari
pasase isi usus. Ileus obstuktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal ini menyebabkan pasase lumen usus
tergangggu.(8)
Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen
lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi ataupun strangulasi.
Invaginasi sering disebut juga sebagai intussusepsi. Umumnya bagian yang proximal
(intussuseptum) masuk ke bagian distal (intususepien). (7)
2.2.2 Epidemiologi
Ileus obstruksi merupakan kelainan bedah yang paling sering ditemui pada usus halus.
Adhesi intraabdominal pasca operasi merupakan etiologi yang paling sering yaitu 75%
dari seluruh kasus. Etiologi yang sering lainnya adalah hernia dan penyakit Crohn. Pada
kolon, kanker merupakan penyebab tersering darri ileus obstruksi. Penyebab lainnya
meliputi menyempitnya lumen usus karena diverkulitis atau penyakit infeksi usus.(3,10)
Insiden penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing-masing penulis
mengajukan jumlah penderita yang berbeda-beda. Kelainan ini umumnya ditemukan
pada anak-anak dibawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia.
Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada laki-laki dengan perbandingan antara
laki-laki dan perempuan 3:2. (15)
2.2.3 Klasifikasi
1. Secara umum
3. Berdasarkan stadium
Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya yaitu pada bagian usus mana yang
terlibat : (11)
2.2.4 Etiologi
Penyebab ileus obstruksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga mekanisme,
yaitu blokade intralumen,intramural atau lesi instrinsik dari dinding usus, kompresi
lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari usus (Thompson 2005). Lesi
intraluminal seperti fekalit, batu empedu, lesi intramural misalnya malignansi atau
inflamasi, lesi ektralumisal misalnya adhesi, hernia, volulus atau intususepsi.(3)
Gambar 2.10. Penyebab ileus obstruksi pada usus halus
1. Adhesi
2. Hernia inkarserata
3. Volvulus
5. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada dewasa muda. Invaginasi adalah masukya bagian usus proksimal
(intussuseptum) kedalam bagian yang lebih distal dari usus (intussupien).
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk dan naik ke kolon
asenden serta mungkin keluar dari rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan
obstruksi ataupun nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan
kompikasi perforasi dan peritonitis. (9)
a. Idiophatic
b. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya
kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckel’s
diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep
nevi, lymphoma, duplikasi usus. (8)
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 – 12 bulan, di mana pada saat itu
terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan
ini dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang – kadang
terjadi setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan
peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rota
virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan
virus ini dalam fesesnya sebanyak 37 %. Pada beberapa penelitian terakhir ini
didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita invaginasi. (10)
2.2.4 Patofisiologi
Pada sebagian besar kasus invaginasi obstruksi usus terjadi pada daerah ileo –
caecal. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat dari
penyakit invaginasi yang berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk
kedalam caecum dan kolon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi edem dan
kaku, mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulata
dan perforasi usus. (11)
Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi dikenal dengan “Trias Invaginasi”,
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat serang serangan, lama
serangan 2-3 menit, nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi
serangan (colicky abdominal pain). Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu
diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah,
atas tengah, kiri bawah atau kiri atas (palpebra abdominal mass).
3. Buang air besar campur darah dan lendir ataupun terjadi diare (red currant jelly
stools).
Bila penderita terlambat datang ke rumah sakit, sumbatan atau obstruksi pada
usus yang disebabkan oleh invaginasi dapat menyebabkan perut sangat menggembung
atau distensi sehingga pada saat pemeriksaan sukar untuk meraba adanya massa tumor,
oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias
Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut
bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan
kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi.Pembuluh darah mesenterium dari bagian
yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem,
hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala berak darah
dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama kali,
kadang-kadang sesudah 12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus
ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. (5)
Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat
partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah,
sehingga pasien dijumpai dengan tanda- tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan
gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi. (4)
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan
defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan
dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran
pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus,
ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian. (4)
- Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti
portio
2.2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pada inspeksi secara umum, terlihat adanya tanda tanda dehidrasi, dilihat
dari turgor kulit, mulut kering. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik. Pada inspeksi abdomen, terlihat distensi, darm
countour (gambaran kontur usus), darm steifung (gambaran gerakan usus),
terutama pada penderita yang kurus. (15)
b. Auskultasi
c. Palpasi
d. Perkusi
Untuk mengetahui apakah adanya massa dalam rectum. Apakah ada darah
samar, adanya feses harus diperhatikan. Tidak adanya feses menunjukan
obstruksi pada usus halus. Apabila terdapat darah berarti penyebab ileus
obstruksi adalah lesi intrinsik di dalam usus seperti malignansi. .(11,15)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
b. Pemeriksaan Radiologi
Hal yang paling spesifik dari obstruksi usus halus ialah distensi
usus halus (diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada foto posisi
setengah duduk, dan kekurangan udara pada kolon. Negatif palsu
dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologi ketika letak obstruksi
berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh
cairan saja dengan tidak adanya udara. Hal ini dapat mengakibatkan
tidak adanya gambaran air fluid level ataupun distensi usus.(3)
Barium enema
tampak gambaran cupping, coiled spring appearance yang dapat terlihat padaa
target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada
dan tampak penebalan dinding ileum distal. Penebalan dari dinding ileum
Gambar 2.17. Gambaran USG Abdomen menunjukkan tanda klasik dari intussusepsi di
dalam intussupien
Foto Thorax
Foto thorax dapat menggambarkan adanya free air sickle yang terletak dibawah
difaragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi usus.(11)
Gambar 2.18. Gamabaran free air sickle
CT scan
CT scan berguna untuk menentukan diagnosa dini dari obstruksi
strangulasi dan untuk menyingkirkan penyebab akut abdominal lain, terlebih jika
klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT scan juga dapat membedakan
penyebab dari ileus obstrusi usus halus,yaitu penyebab ekstrinsik (seperti adhesi
dan hernia) dengan penyebab instrinsik (seperti malignansi dan penyakit Chron).
Obtruksi pada CT scan ditandai dengan diameter usus halus sekitar 2,5 cm pada
bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter kurang dari 1
cm.(11)
Temuan lain pada obstruksi usus yaitu zona transisi dengan dilatasi usus
proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tidak dapat
melewati bagian obstruksi, dan pada bagian kolon terdapat gas ataupun cairan.
Strangulasi ditandai dengan menebalnya dinding usus, pneumatosis intestinalis
(udara pada dinding usus), udara pada vena porta, dan berkurangnya kontras
intravena ke dalam usus yang terkena. Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas
CT 80-90%, spesifisitas 70-90% dalam mendeteksi obstruksi.(3)
Gambar 2.19. Ileus obstruksi pada CT scan (dilatasi lumen usus halus, dan dekompresi
terminal ileum (I) dan kolon asenden (C))
Enteroclysis
Gastro – enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai
Disentri amoeba, pada keadaan ini diare mengandung lendir dan darah, serta
adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus
dan demam.
Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali.
Pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal,
sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah. (8)
2.2.8 Penatalaksanaan
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak
menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat
membantu (Gabriel, 2011). Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke
rektum dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari
kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium
dideteksi dengan alat fluoroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat di
identifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum
dan bagian proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium bergerak
maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium
berhenti dapat diulangi 2-3 kali dengan jarak waktu 3-5 menit. Reduksi
dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10-15 menit tetapi
tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga,
bubur barium dievakuasi terlebih dahulu. (4)
- Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa
feses dan udara.
- Pada fluoroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian
usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.
- Hilangnya massa tumor di abdomen.
- Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit
test positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2-3 hari karena sering dijumpai
kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung
kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama,
penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaan-nya (Ravitch,
2007). Jika reduksi dengan enema gagal untuk mengatasi keadaan ini,
intervensi bedah dapat dilakukan.(8)
3. Pemberian antibiotic
Suatu kesalahan besar apabila langsung melakukan operasi karena usus
dapat menjadi nekrosis karena perfusi jaringan masih buruk Harus diingat
bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum
penderita serta perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan
bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal
dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan
mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan
tersebut akan irreversible.(11)
2.2.9 Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir
dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis
umum.(3)
Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran cerna selama 1 – 2 hari
dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari intestine menghilang, pasase dan
menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak
distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun
secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan
A. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : By. CL
Umur : 8 Bulan 15 hari
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : bacem RT 3 RW 1 Jepon Blora
No. RM : 01281020
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : lemah, gerak aktif menurun
b. Vital sign :
TD : 100/70 mmHg
N : 124 x/menit
RR : 45 x/menit
T : 38,4 o C per aksilar
C. ASSESMENT I
Suspek Ileus obstruktif dd invaginasi
D. PLANNING I
IVFD D5-1/4 NS 275 cc/24 jam
Injeksi Cefotaxime 100 mg/12 jam
Injeksi Metamizole
Cek darah lengkap
USG, Foto BNO, edukasi puasa (+)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 9,1 g/dL 12,3 – 15,3
Hematokrit 27 % 33 – 45
Leukosit 4,9 Ribu/µl 4,5 – 14,5
Trombosit 437 Ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 3,98 Juta/µl 3,8 – 5,8
Hemostasis
PT 16,2 /um 10.0-15.0
APTT 31,7 pg 20.0-40.0
INR 1,390 g/dl -
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 79 mg/dl 50-80
SGPT 15 u/l <31
SGOT 29 u/l <34
Albumin 3.1 g/dl 3.8-5.4
Creatinin 0.4 mg/dl 0.2-0.4
Ureum 16 mg/dl <42
Elektrolit
Natrium Darah 139 mmol/l 129-147
Kalium Darah 3.0 mmol/l 3.6-6.1
Calsium Ion 108 mmol/l 1.17-1.29
Hepatitis
HBsAg Non Reactive
F. ASSESMENT II
Suspek Ileus obstruktif ec invaginasi
G. PLANNING II
Pro Laparotomy
BAB IV
KESIMPULAN
Invaginasi adalah keadaan gawat darurat akut dibidang bedah dimana suatu segmen
usus masuk kedalam lumen usus bagian distalnya sehingga timbul obstruksi dan pada fase
lanjut berakibat strangulasi usus yang berujung perforasi dan peritonitis.(14)
Gejala klinis awal adalah TRIAS yang terdiri dari nyeri perut (kolik), muntah, dan
currant jelly stool. Beberapa ahli mengganti gejala muntah dengan sausage’s sign. Reposisi
hidrostatik atau pneumostatik hanya dilakukan apabila invaginasi masih dalam fase awal
(early phase). Milking merupakan tindakan reposisi operatif pada invaginasi. Prognosis
semakin memburuk apabila invaginasi dioperasi pada fase lanjut.(14)
DAFTAR PUSTAKA
12. Bullard Kelli, Rothenberger David. Colon, Rectum, and Anus. In : Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 770
14. Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 – 42
15. Hodin Richard, Matthews Jeffrey. Small Intestine. Dalam : Norton Jeffey, Bolinger
Randal, Chang Alfred, Lowry Stephen, et all. Surgery Basic Science and Clinical
Evidence. New Yoek : Springer. 2000. P 617-26.