Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH I

ILEUS OBSTRUKTIF

Oleh:

dr. Hardiansyah

Pembimbing:

dr. M.Ihwan Kusuma, Sp.B-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus yang mana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kelainan didalam lumen usus, dinding usus
atau benda asing diluar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi pada
suatu segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus.1
Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2008 penyakit
saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian didunia. Indonesia
menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit
saluran cerna di dunia yaitu 39,3 jiwa per 100.000 jiwa. Setiap tahunnya, 1 dari
1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Obstruksi usus sering disebut
juga ileus obstruksi yang merupakan kegawatan dalam bedah abdomen yang
sering dijumpai. Ileus obstruksi merupakan 60-70% seluruh kasus akut abdomen
yang bukan apendisitis akut.2
Akut abdomen menjadi salah satu gejala yang sering dikeluhkan pasien ke
dokter. Sekitar 60 % - 90 % kasus ileus menjadi penyebab akut abdomen yang
bukan apendisitis akut. Menurut Ansari P (2007) dari segala usia, setiap tahun ada
1 dari 1000 orang yang terdiagnosa ileus. Terdapat 2 macam ileus, yakni ileus
obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif merupakan pasase usus yang
terganggu akibat sumbatan mekanik. Sedangkan ileus paral itik merupakan
peristiwa peristaltik usus yang terhenti akibat adanya peradangan pada lesi saraf
ataupun terjepitnya lesi saraf sehingga memicu saraf yang mengalami
kelumpuhan. Menurut Mukherjee, S (2008) data dari rumah sakit yang ada di
Australia pada tahun 2001-2002 menyebutkan, pasien yang diopname karena
penyakit ileus obstruktif dan ileus paralitik diperkirakan 6,5 per 10.000 penduduk.
Di Indonesia, terdapat 7.024 kasus ileus obstruktif tanpa hernia dan 7.059 kasus
ileus paralitik pada tahun 2004.3
Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan
waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi
dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan
keseluruhan pasien.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Ileus obstruktif merupakan kondisi emergensi yang sering ditemukan,
kasusnya dapat mencapai 20% dari seluruh pasien yang datang ke bagian unit
gawat darurat bedah. Ileus obstruktif adalah gangguan aliran normal isi usus
akibat hambatan mekanik atau sumbatan pada usus, sehingga terjadi akumulasi isi
usus pada bagian proksimal obstruksi. Peristaltik usus pada keadaan obstruksi
pada awalnya normal, kemudian meningkat untuk mendorong isi usus ke distal
dan pada akhirnya bisa melemah bahkan hilang jika sudah kelelahan atau terjadi
komplikasi. Perbedaan utama antara ileus obstruktif dan ileus paralitik adalah
pada ileus paralitik peristaltik usus dari awal sudah tidak ada sehingga
menyebabkan gangguan aliran isi usus.4

II. Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang sekitar 6 meter pada orang
dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal
berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum
dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas
ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat ke
retroperitoneal melalui mesenterium. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk
membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini
sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai ileum. Ileum berbatasan dengan sekum
di katup ileosekal.5
Jejunum merupakan bagian kedua dari usus halus, dimulai dari flexura
duodenojejunalis dimana traktus gastrointestinalis kembali menjadi
intraperitoneal. Sebagian besar jejunum berada di kuadran kiri atas abdomen dan
lebih besar diameternya serta memiliki dinding yang lebih tebal dibandingkan
ileum. Lapisan bagian dalam mukosa jejunum ditandai dengan adanya banyak
lipatan menonjol yang mengelilingi lumennya (plika sirkularis). Karakteristik
unik jejunum adalah adanya arcade arteriae yang kurang jelas dan vasa recta
yang lebih panjang dibandingkan dengan yang ada di ileum.
Dinding dari duodenum terdiri atas 4 lapisan. Lapisan pertama adalah
lapisan mukosa dengan muskularis mukosa, lamina propia serta epitel. Lapisan
kedua adalah jaringan ikat submukosa dengan kelenjar duodenal (Brunner).
Lapisan ketiga adalah dua lapis otot polos pada muskularis eksterna. Lapisan
terakhir adalah serosa peritoneum visceralis.
Usus halus memiliki beberapa ciri yaitu tonjolan seperti jari yang disebut
vili, lapisan sel epitel kolumner berjajar dengan mikrovili yang membentuk
striated borders, dan kelenjar intestinal yang tubular dan pendek (kripte
Lieberkuhn). Vili merupakan mukosa yang mengalami modifikasi. Diantara vili
terdapat intervillous space. Setiap vili berisi inti yaitu lamina propria , serabut otot
polos yang menonjol dari muskularis mukosa ke vili, dan pembuluh limfatik
sentral yaitu lacteal.
Ileum merupakan bagian ketiga dari usus halus yang akan berakhir pada
ileocecal junction. Dibandingkan dengan jejunum, ileum memiliki dinding yang
lebih tipis, lipatan-lipatan mukosa (plika sirkularis) yang lebih sedikit dan kurang
menonjol, vasa recta yang lebih pendek, lemak mesenterium lebih banyak, dan
lebih banyak arcade arteriae.
Ileum memiliki karakteristik yaitu agregasi dari nodul limfatik yang disebut
plaque peyeri. Setiap plaque peyeri adalah agregasi dari beberapa nodul limfatik
yang berada pada inding ileum berlawanan dengan penempelan mesenterium.
Sebagian besar dari nodul limfatik menampilkan sentrum germinativum. Nodul
limfatik umumnya bersatu dan batas antara keduanya menjadi sukar dibedakan.
Nodul limfatik berasal dari jaringan limfatik pada lamina propia. Plaque peyeri
mengandung banyak limfosit B, beberapa limfosit T, makrofag dan sel plasma.
Tidak terdapat vili pada area lumen usus halus dimana nodul mencapai permukaan
mukosa.
Diantara vili-vili terdapat kelenjar intestinal. Di dasar kelenjar intestinal
terdapat sel paneth yang merupakan kelenjar eksokrin memproduksi lisozim. Sel

paneth juga memiliki fungsi fagositosis dengan demikian sel ini memiliki fungsi
penting untuk mengontrol flora mikroba pada usus halus.

Gambar 1. Anatomi usus.5

Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau
valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga
terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan
kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus dari
pada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian
proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding
yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih
panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel
limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer Patches.5
II.1 Suplai Vaskuler

Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta


tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis
Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah
Duodenum diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A.
Mesenterika Superior. Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum
dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian
arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah
dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis
membentuk vena porta.6

Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian


kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) :

(1) Ileokolika

(2) Kolika dekstra

(3) Kolika media

Arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal


kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) 5
:

(1) Kolika sinistra

(2) Sigmoidalis

(3) Rektalis superior.


Gambar 2. Jejunum divaskularisasikan oleh vasa jejunales dan ileum
divaskularisasi oleh vasa ileales. Dimana arteri jejunales dan arteri ileales sama
sama merupakan cabang dari arteri mesenterica superior yang dicabangkan dari
aorta setinggi vertebra lumbal 1,sedangkan vena jejunales dan vena ileales juga
sama sama bermuara ke vena meseterica superior.

II.2 Persarafan

Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum
dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus.
Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan
serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak
dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.6

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan


pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar.
Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga
proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut
simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan
parasimpatis mempunyai efek berlawanan.6

III. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak
dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga
mekanisme

1. blokade intralumen (obturasi)

2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan

3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal.

Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya


terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien yang
mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang
ditemukan saat dilakukan operasi.7

Gambar 3. Penyebab ileus obstruktif.8

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur


dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama
dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan
operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang
berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan
malignansi merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-
anak, hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh adhesi, intususepsi merupakan
penyebab tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan
intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi dari kehamilan dan kelahiran.
Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis
dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi
lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan
volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan
karsinoma kolorektal.7

IV. Patofisiologi

Pada ileus obstruktif akan terjadi gangguan cairan tubuh, keseimbangan


elektrolit dan efek mekanis yang meningkatkan tekanan intralumen usus. Aliran
isi usus yang terperangkap akan meningkatkan tekanan intralumen yang dapat
menekan saluran limfatik pada mukosa usus sehingga menyebabkan edema
limfatik pada dinding usus sehingga akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
intralumen yang dapat menarik cairan elektrolit dan protein kedalam lumen usus
dan menyebabkan dehidrasi. Kehilangan cairan dari muntah menyebabkan
hilangnya kalium, hydrogen dan ion klorida. Dehidrasi yang signifikan akan
merangsang reabsorbsi bikarbonat pada tubulus proksimal ginjal dan
mengakibatkan bikarbonat meningkat sehingga terjadi alkalosis metabolik.

Pada ileus obstruksi, usus dibagian distal sumbatan menjadi kolaps dan
usus bagian proksimal berdilatasi mengalami penumpukan cairan, gas, serta
konten makanan. Peningkatan tekana hidrostatik menyebabkan perpindahan
cairan dari pembuluh darah kapiler masuk kelumen usus sehingga menyebabkan
penururnan volume intravaskuler. Hal ini mengakibatkan bertambah parahnya
dehidrasi, hipotensi dan takikardia. Hipertensi vena yang berlangsung terus dan
peningkatan tekanan intra lumen usus menyebabkan penekanan pada
makrovaskuler dan mikrovaskuler sehingga mengakibatkan iskemia, nekrosis
dinding usus dan perforasi. Hal ini sering pada close loop obstruction dimana
afferent dan efferent usus tersumbat sehingga tekanan intra lumen cepat sekali
meningkat.

Peningkatan tekanan intra luminal pada sekum akan menyebabkan


peregangan pada otot-otot usus dan menyebabkan masuknya udara pada dinding
usus (pneumatosis). Jika peregangan berlangsung terus maka dapat terjadi
perforasi. Risiko perforasi terjadi jika diameter sekum mencapai 9 cm.
Penumpukan isi usus pada bagian proksimal sumbatan menyebabkan
pertumbuhan kuman menjadi berlebihan sehingga bisa terjadi translokasi kuman
ke aliran darah yang selanjutnya menyebabkan infeksi dan sepsis. Pada ileus
obstruksi terjadi penurunan fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi
penimbunan di intralumen secara progresif yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal.
Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkna retensi cairan di
usus dan rongga peritonium mengakibatkan terjadinya penurunan sirkulasi dan
volume darah sehingga bisa terjadi syok hypovolemik.

Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunan


curah jantung sehingga darah yang di pompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan
seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak , sel dan
ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolik.10
Gambar 4. Patofisiologi Ileus Obstruktif.8

V. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok.4

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya


 Meconium ileus

Gambar 5. Foto polos menunjukkan adanya multiple dilatasi bayangan


usus besar (A) , sedangkan (B) dengan kontras terlihat ukuran usus besar
sisi kiri tampak mengecil terutama hingga level fleksura hepatica yang
semakin terlihat distensi ke arah proksimalnya Terlihat pula gambaran
filling defek yang multiple yang cocok dengan gambaran meconium plug
syndrome.
 Bezoar

Gambar 6. Ct Abdomen massive gastric bezoar

 Gallstone ileus
Gambar 7. Sebuah batu besar sekitar 2 cm duduk di ileum dengan
usus halus proksimal berisi cairan yang sangat menonjol. Perhatikan
fistula antara kandung empedu berdinding tebal dan duodenum
(fistula kolesistoduodenal) dengan gas di lumen kandung empedu.
Semuanya merupakan ciri khas gallstone ileus

b. Lesi-lesi intramural, misalnya


 Inflamasi (chron’s disease, diverticulitis, appendicitis)

Gambra 8. Pencitraan MRI pada pasien dengan Crohn’s disease menunjukkan


penebalan dinding colon kanan dengan peningkatan sinyal intramural pada
pencitraan T1-weighted. Hal ini dipercaya sebagai gambaran adanya deposisi
lemak intramural.

 Invaginasi
Gambar 9. Jaringan lunak yang berbentuk sosis di tengah-tengah foto. X-ray
menunjukkanopasitas jaringan lunak yang besar di kuadran kanan atas yang
tampaknya menonjol ke dalamsuatu intralumen (mungkin kolon transversum).

 Hirsprung disease

Gambar 10. Loop usus yang terisi udara, tidak ada udara di rectum
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya
 Volvulus

Gambar 11. Loop usus besar yang sangat melebar memiliki 'bentuk biji kopi' dan
kolon desendens mengecil di bagian inferiornya sesuai dengan volvulus sigmoid.
Air-fluid level pada proyeksi tegak.
 Hernia

Gambar 12. Hernia Bochdale. Tampak depan dada menunjukkan struktur besar
yang berisi udara dan berdinding di daerah lobus kiri bawah (panah putih). Itu
berasal dari bawah diafragma. Struktur yang mengandung udara terlihat di
posterior pada pandangan lateral (panah merah)

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar.2

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan


terjepitnya pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat
yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua.11
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai
kolon, sigmoid dan rectum.

VI. Manifestasi Klinis


Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada: 11

1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus.
 Obstruksi sederhana usus halus, nyeri pada abdomen meningkat secara
perlahan, distensi, muntah, peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen
 Obstruksi sederhan kolon, kolik, distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekal), peningkatan bisng usus, yeri tekan abdomen
 Obstrksi parsial, gejalanya kram nyeri abdomen, distensi rinagn, kadang
masih bisa flatus dan diare.
 Close loop obstruksi,nyeri biasanya menetap dan meningkat sampai terjadi
perforasi.lalu nyeri berkurang sampai muncul gejala peritonitis
 Strangulasi, gejala berkembang cepat, nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, disertai gejala sistemik, distensi sedang, muntah persisten,
dirasakan nyeri tekan terlokalisir hebat. Fases atau vomitus bisa menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.pasien
biasanya tempak gelisah dan takikardi.4
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri
khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta
yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi.
Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada
bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga
menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah
terjadi strangulasi dan infark.5

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang


akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi
bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan
peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah
linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada
obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting
dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.7

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi
pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi.
Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal
yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba
dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi.
Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud,
high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya
obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi
telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu,
dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak.
Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher untuk
mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,


takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada
obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam,
leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase,
fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini
tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan
strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.7

VII. Diagnosis
VII.1 Anamnesis

Umumnya keluhan pasien ileus obstruktif dapat berupa perut gembung,


nyeri abdomen, mual, muntah, serta gangguan buang air besar dan flatus. Gejala
ileus obstruksi bervariasi tergantung kepada:

 Lokasi obstruksi
 Lamanya obstruksi
 Penyebabnya
 Ada atau tidaknya iskemia usus
 Ada atau tidaknya komplikasi.
Nyeri biasanya bersifat kolik, jika usus sudah mengalami dilatasi biasanya
akan menetap. Pada obstruksi usus halus bagian atas, nyeri biasanya akan
berkurang jika telah muntah atau dilakukan pemasangan NGT.

Pada ileus obstruksi usus halus sering dapat ditemukan penyebabnya,


misalnya berupa adhesi (adhesive small bowel obstruction/ASBO) karena riwayat
operasi sebelumnya atau terdapat hernia. Muntah sering terjadi pada ileus
obstruksi usus besar kejadian muntahnya lama baru terjadi biasanya setelah
valvula ileosekal tidak paten lagi, karena tekanan di kolon yang tinggi dalam
waktu lama.

Selain itu riwayat lain yang penting diketahui untuk mengetahui risiko
terjadinya ileus adalah riwayat keganasan, Riwayat hernia, penggunaan NSAID,
terapi radiasi, tumor yang dapat menyebabkan striktur, trauma pada abdomen dan
Riwayat invaginasi.

VII.2 Pemeriksaan Fisis


VII.2.1 Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor


kulit, mulut dan lidah kering. pada abdomen dapat dilihat adanya distensi
abdomen, bekas luka operasi, hernia dan massa abdomen. Dapat dilihat bentuk
usus (darm contour) dan Gerakan peristaltic usus (darm steifung) yang bisa
berkorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual, muntah dan tampak
gelisah.

Pada obstruksi usus besar (large bowel obstruction/ LBO) dapat dilihat
distensi abdomen yang lebih signifikan dan padaobstruksi usus halus (small bowel
obstruction/SBO) distensi abdomen berkurang dengan adanya muntah atau
pemasangan NGT.

VII.2.2 Auskultasi

Pada auskultasi dapat terdengar suara gemerincing logam bernada tinggi


(metallic sounds). Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan
usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltic bisa menurun bahkan bisa
menghilang.

VII.2.3 Perkusi

Pada ileus obstruksi didapatkan timpani di seluruh dinding abdomen.

VII.2.4 Palpasi

Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritonium apapun


atau nyeri tekan, yang mencakup defans muscular, atau nyeri lepas dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.

VII.2.5 Rectal toucher

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan


rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter
ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila
telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan
apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum
maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat
dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam
kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan
tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan
darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.2

 Isi rectum menyemprot : hirsprung disease


 Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi atau
keganasan.
 Adanya tumor di rectum
 Fases yang mengeras : skibala
 Fases negative : curiga obstruksi
 Ampulla rekti kolaps : curiga obstruksi
 Nyeri tekan : local atau peritonitis generalisata
 Sfingter ani longgar : paralitik atau peritonitis generalisata.4

VII.2.6 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien ileus obstruksi meliputi


pemeriksaan darah lengkap, panel-panel metabolisme dan laboratorium untuk
persiapan operasi dan mencari komplikasi yang sudah terjadi (sepsis, gangguan
asam basa, gangguan elektrolit). Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat
strangulasi, tetapi leukosit yang normal tidak menyampingkan strangulasi.
Peningkatan serum amilase kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus
obstruksi, khususnya jenis strangulasi.

VIII. Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menegakkan diagnosis ileus


obstruktif, menentukan lokasi obstruksi, kemungkinan penyebab dan komplikasi
yang sudah terjadi. Secara radiologis dapat dilakukan pemeriksaan sebai berikut:

 Foto polos abdomen 3 posisi

Pemeriksaan awal pada pasien dengan gejala kardinal ileus obstruktif


meliputi pemeriksaan foto polos abdomen posisi erect dan left lateral decubitus.
Pada hasil rontgen abdomen 3 posisi pasien ini menunjukkan adanya dilatasi
beberapa loops proyeksi usus halus, serta terdapat gambaran batas udara cairan
yang tersusun step ladder atau pola tangga pada posisi erect. Pada foto posisi
tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak dibeberapa tempat
(multiple fluid levels) yang tampak terdistribusi dalam susunan tangga (step
ladder appearance), sedangkan usus sebelah distal dari obstruksi akan tampak
kosong. Jumlah loop dari usus halus yang berdilatasi secara umum menunjukkan
tingkat obstruksi. Bila Jumlah loop sedikit berarti obstruksi usus halus letaknya
tinggi, sedangkan bila jumlah loop lebih banyak maka obstruksi usus halus
letaknya rendah. Semakin distal letak obstruksi, jumlah air fluid level akan
semakin banyak, dengan tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step
ladder appearance.12
Pada foto polos abdomen 3 posisi dapat ditemukan:

Ileus obstruksi letak tinggi (SBO)

 Dilatasi di proximal sumbatan dan kolaps usus dibagian distal sumbatan


 Coil spring appearance
 Air fluid level yang pendek-pendek, banyak dan bertingkat- tingkat (steap ladder
sign)
 String of pearls appearance, merupakan cairan yang cukup banyak mengisi lumen
usus dengan gelembung udara yang minimal. Gambaran ini tidak tampak pada
posisi supine tapi bisa tampak pada posisi tegak dan lateral.4

Gambar 13. Obstruksi usus besar – loop terbuka. Ada yang melebar lingkaran
usus besar di sisi kanan perut – perhatikan lipatan mukosa tidak melewati
seluruh lebar dinding usus. Ada juga dilatasi usus kecil terpusat di dalam perut
menunjukkan bahwa katup ileocaecal tidak kompeten.12

Ileus obstruksi letak rendah (LBO)


 Pada obstruksi proksimal usus besar, gambarannya bisa sama seperti ileus
obstruksi letak tinggi tergantung kompetensi dari vulva ileocaecal.
 Gambaran penebalan dinsisng usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
 Hilangnya haustra dari kolon
 Air fluid level yang Panjang- Panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik
gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster sampai
rectum
 Jika telah terjadi perforasi maka dapat ditemukan udara bebas subdiafragma kanan
pada foto abdomen tegak dan udara bebas pada foto lateral decubitus kiri
 Jika pada foto polos abdomen tidak ditemukan tanda-tanda obstruksi, tetapi
kecurigaan gejala klinis akan adanya ileus obstruksi amak dapat di lakukan CT
scan abdomen.

Gambar 14. Obstruksi usus halus dengan perforasi. Perhatikan lengkung usus
yang melebar di tengah perut. Di sana adalah lipatan mukosa yang membentang
di seluruh lebar dinding usus menunjukkan ini mewakili loop usus kecil. Ada
yang berbentuk bulat telur kerapatan udara diproyeksikan di atas perut bagian
atas yang disebu "Tanda Sepak Bola" (panah hitam) dan sesuai dengan besar
pneumoperitoneum. 12
 Ct Scan Abdomen
Ct scan abomen dapat dilakukan pada kasus dengan dugaan obstruksis
usus dimana pemeriksaan klinis dan foto polos abdomen tidak menghasilkan
diagnosis definitive atau ragu. CT scan sensitive untuk mendeteksi obstruksi
tingkat tinggi (90%), dan dapat menentukan penyebab obstruksi pada Sebagian
besar pasien. Identifikasi zona transisi sangat penting pada evaluasi SBO,
penyebab obstruksi sering dapat ditentukan pada zona transisi. Setelah
mengedintifikasi zona transisi maka sanat penting menentukan apakah terjadi
obstruksi sederhana atau obstruksi close loop. Gambaran obstruksi close loop
yaitu ditemukan gambaran bentuk usus seperti U-shape atau C-shaped.12

IX. Penatalasanaan

Perawatan ileus obstruktif, manajemen awal harus selalu mencakup


penilaian jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi pasien. Pemberian cairan
intravena harus segera diberi untuk mengganti defisit volume dan memperbaiki
gangguan elektrolit atau asam-basa. Pasien yang muntah harus menjalani
pemasangan tabung nasogastrik, akan memungkinkan dekompresi usus untuk
meredakan distensi proksimal terhadap obstruksi. Penyisipan tabung nasogastric
juga akan membantu mengontrol emesis dan menurunkan risiko aspirasi. Obatan
algesik dapat dimulai segera setelah pemeriksaan fisik awal. Pemberian obat
analgesik terhadap nyeri sering dikhawatirkan dapat menutupi manifestasi klinis
dan menghambat diagnosis, tetapi dengan pencitraan CT modern telah
menghilangkan kekhawatiran ini.
Agen vagolitik seperti butylscopolaminememiliki efek dan tidak boleh
diberikan kepada pasien dengan ileus parsial. Jika ada bukti klinis atau
laboratorium infeksi atau sepsis, antibiotik harus diberikan lebih awal, sesuai
rekomendasi dari Surviving Sepsis Campaign. Manajemen pada akhirnya
tergantung pada etiologi dan keparahan obstruksi. Pasien yang stabil dengan
obstruksi parsial akan sembuh dengan dekompresi tabung nasogastrik dan
tindakan suportif. Hernia yang tidak dapat direduksi atau strangulasi
membutuhkan intervensi bedah darurat. Obstruksi total sering memerlukan
intervensi bedah segera atau darurat karena risiko iskemia
yang meningkat. Keadaan penyakit kronis seperti penyakit Crohn dan keganasan
memerlukan tindakan suportif awal dan periode manajemen non-operatif yang
lebih lama.
Penatalaksaan dari ileus dapat berupa non-operatif dan operatif. Apabila
pasien dating dalam dengan keadaan tidak stabil maka penatalaksaan awal pasien
dan stabilisasi penting untuk dilakukan sebelum menentukan Tindakan
selanjutnya.
Preoperative
dasar pengobatan ileus obstruktif meliputi :
 Pemberian cairan intravena untuk menggatikan kehilangan cairan dan
elektrolit. Dilakukan pemantauan hemodinamik, produksi urin dan
elektrolit
 Dekompresi traktusgastrointestinal dengan sonde lambungsehingga
mnegurangidistensi usus yang dapat enyebabkan peningkatan tekanan
abdomen.
 Pemberian antibiotic spektrum luas dapat diberikan sebagaiprofilaksis dan
terapi.
 Jika pasien masuk dalam keadaan sepsis maka segera resusitasi dan
tangani sepsisnya.
 Antiemetic dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual dan muntah
Ileus obstruktif usus halus yang disebabkan adhesi paska operasi dapat dilakukan
penanganan konservatif selama 24 jam sampai 48 jam dan maksimal 5 hari
dengan syarat pasien stabil dan tidak ada tand-tanda strangulasi dan iskemia usus
atau mesenterium serta tidak ada tanda-tanda perforasi dan peritonitis. Selama
perawatan konservatif dilakukan pemberian nutrisi dan cairan parenteral,
dekoompresi, antibiotik dan jika diperlukan dilakukan foto kontras yang larut
dalam air/water soluble.
Operatif
Operasi dilakukan setelah diagnosis ditegakkan dan resusitasi telah
tercapai. Dilakukan laparotomi kemudian disusul dengan Teknik bedah yang di
sesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Jika obstruksinya
berhubungan dengansuatu obstruksi simple atau adhesi, maka Tindakan
adhesiolisis dapat dilakukan dan jika sudah terjadi nekrosis maka reseksi dan
pembuatan stoma harus dilakukan
Pada umumnya dikenala 4 macam Tindakan bedah yang dikerjakan pada ileus
obstruksi, yaitu :
1. Koreksi sederhanan, hal ini merupakan Tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan,perlengketan atau invaginasi, misalnya
pada adhesi sederhana, hernia inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi pada volvulus ringan atau pada invaginasi
Berdasarkan hasil operasi maka grade adhesi usus dibagi menjadi:
- Grade 0 : tidak ada adhesi tau adhesi tidak signifikan.
- Grade 1 : adhesi halus dan mudah dibebaskan secara tumpul.
- Grade 2 : adhesi mulai mengalami vaskularisasi dan bisa disebabkan
secara tumpul tapi kadang-kadang perlu secara tajam
- Grade 3 : adhesi sudah mengalami vaskularisasi yang jelas dan hanya
bisa disebabkan secara tajam
- Grade 4 : adhesi hanya bisa disebabkan secara tajam, organ melekat
secara erat dan risiko kerusakan organ besar saat adhesiolisis.
Bahan yang biasa dugunakan ssat operasi untuk mencegah dabn mengurangi
risiko adhesi yaitu:
- Hyaluronat carboxymethylcelluler, berupa solid barrier yang dapat
digunakan pada operasi terbuka maupun laparoskopi. Efeknya dapat
mengurangi pembentukan adhesi.
- Oxidized regerated cellulose, berupa solid barrier yang dapat
digunakan pada operasi terbuka ginekologi.
- Ixodextrin, berupa liquid barrier yang dapat digunakan pada operasi
terbuka maupun laparoskopi. Efeknya dapat mengurangi kejadian
ASBO.
- Polyethyene glycol, berupa gel barrier yang dapat digunakanpada
operasi terbuka dan laparoskopi. Dapat mengurangi skor adhesi pada
operasi bedah dan gynekologi.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang melewati
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumorintraluminal yang tidak
dapat direseksi dan pada striltur (crohn disease).
3. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis usus
(dengan mempertimbangkan konsisi local dan sistemik pasien), misalnya
pada tumor usus halus, invaginasi, strangulate, dan sebagainya. Pada
beberapa obstruksis ileus, kadang-kadang dilakukan Tindakan operatif
bertahap sebelum dilakkan anastomosis usus.
4. Penanganan gallstone ileus, yaitu
 Satu tahap, pengeluaran batu dari lumen usus halus
(enterolithotomy) dilanjutkan kolesistektomi dan penutupan fistel
bilionterik.
 Dua tahap, tahap pertama [engeluaran batu dari lumen usus untuk
mengatasi ileus obstruksi. Operasi tahap kedua berupa
kolesistektomi dan penutupan fistel dilakukan pada operasi
berikutnya.
5. Penanganan sindrom SMA, yaitu :
 Penanganan konservatif, diindikasian jika tidak ada massa intra
abdominal, tidak ada aneurisma atau tidak ada kondisi yang
membutuhkan Tindakan operasi segera. Penanganan konservatif
berupa:
 Koreksi cairan dan elektrolit
 NGT dekompresi
 Nutrisi parenteral
 Setelah makan lakukan posisi prone atau knee to chest
position.
 Penanganan operasi, jika tidak indikasi penanganan konservatif
dan jika Tindakan konservatif gagal. Jenis operasi yang bisa
dilakukan yaitu:
 Teknik strong’s, dengan memobilisasi fleksura
duodenojejunal dan memotong ligamentum treitz.
Mobilisasi D3 menjauhi sudut aorta
mesenteric.keuntungan Teknik ini yaitu ada
anastomosis dan penyembuhan lebih cepat.
 Teknik bypass, bisa berupa gastrojejunostomy dan
duodenojejunostomy.
Teknik operasi duodenojejunostomi merupakan Teknik operasi
yang memberikan hasil paling baik dibandingkan dengan Teknik
strong’s dan Teknik gastrojejunostomy.

6. Pilihan operasi pada ileusobstruksi karena tumor kolorektal


Ada beberapa pilihan dengan mempertimbangkan kondisi pasien, kondisi
sistemik dan kondisi local dari usus, pilihannya dapat berupa:
 Resksi dan anastomosis (intraoperative colonic irrigation)
 Reseksi dan anastomosis dengan membuat stoma pada
proksimal anastomosis
 Reseksi dan pembuatan stoma
 Pembuatan stoma (tanpa reseksi tumor)
 Pembuatan intestinal bypass
 Pemasangan metallic stent dengan endoskopi.
Paska Operasi
Pengobatan pasca operasi sangat penting terutama penanganan sepsis,
nutrisi, cairan, elekstrolit, perawatan luka operasi dan stoma (jika dibuat
stoma).jika dilakukan anastomosis maka harus dilakukan pengawasan ketat jika
terjadi kebocoran anastomosis. Perawatan stoma menjadi perhatian khusus
terutama jika dilakukan ileostomy. Jika stoma pada usus halus dibuat dibagian
proksimal maka harus diperhatikan risiko terjadinya short bowel syndrome.4
Pengobatan konservatif dibenarkan selama tidak ada indikasi absolut
untuk pembedahan seperti strangulasi, iskemia, tidak adanya transit konten usus
dan tidak ada bukti klinis abdomen akut. Untuk ileus partial, tingkat keberhasilan
pengobatan adalah 80%, sedangkan kemungkinan reseksi usus akan dibutuhkan di
bawah 5%. Jika ileus obstruksi total (complete) dirawat secara konservatif.4
kemungkinan reseksi usus akan dibutuhkan kira-kira 30%. Indikasi untuk
operasi, jika faktor risiko berupa nyeri perut selama 4 hari atau lebih, tanda
peritoneum, protein C-reaktif > 75 mg / L, leukosit > 10 500 μL, > 500 mL cairan
bebas, mengurangi peningkatan kontras dinding usus. Satu poin diberikan untuk
setiap kriteria yang dipenuhi. Skor 3 atau lebih hampir 70% sensitif dan lebih dari
90% spesifik untuk bahaya strangulasi dan merupakan indikasi untuk operasi
darurat. Walaupun ileus usus kecil biasanya disebabkan oleh adhesi dan hamper
tiga perempat kasus dapat diobati secara konservatif, ileus usus besar biasanya
disebabkan oleh kanker dan tiga perempat kasus memerlukan pembedahan
segera.11

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes R. Profil Kesehatan Republik Indonesia. 2010.


2. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Depkes. Fortune t.a.v. Peter Verloop Dijk 18 2731 AA Benthuizen. 2015;27–
9.
4. Murni R, Ihwan K. 2021. Bedah emergensi bidang digestif. Makassar: bintang
pustaka madani
5. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al
(Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill
Companies.
6. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A.
Price, L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
7. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In
R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract
Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
8. Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved
March 6th, 2016, Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-
obstruksi
9. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM,
Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency
medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9
10. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A
Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
11. James B, Kelly B. The Abdominal Radiograph. The Ulster Medical Journal
Society. 8 Agustus 2013;82(3):179–87.

Anda mungkin juga menyukai