Disusun oleh:
Ancilla Agra Yathesta Nauli (030.15.018)
Pembimbing:
dr. Harinto Sp, B.
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Ancilla Agra Yathesta Nauli
030.15.018
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Harinto Sp.B selaku dokter pembimbing
Ilmu Penyakit Bedah di RSUD Budhi Asih Jakarta
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME , karena berkat rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik
Ilmu Bedah Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di RSUD Budhi Asih
Jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama :
1. dr. Harinto Sp.B selaku pembimbing dalam penyusunan makalah.
2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini.
3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk
membantu saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Saya
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan bertujuan untuk ikut
memperbaiki makalah ini agar dapat bermanfaat untuk pembaca dan masyarakat
luas.
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus
besar rata -rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5cm), tetapi makin dekat anus
diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum.
Beberapa penyakit pada kolon dan rectum yang dapat mempengaruhi anatomi
dan fisiologinya diantaranya Hirscprung Disease, Inflammatory Bowel Disease
yang terdiri dari penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativ, dan Hemoroid interna.
Hirscprung Disease adalah kelainan perkembangan yang ditandai dengan tidak
adanya ganglia di usus besar distal, mengakibatkan obstruksi fungsional. Insidensi
penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000
kelahiran hidup. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit hirschsprung akan
dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Penyakit radang usus (IBD) adalah penyakit idiopatik yang disebabkan oleh
respon imun yang tidak teratur terhadap microflora inang usus. Dua jenis utama
penyakit radang usus adalah Kolitis ulserativ dan penyakit Crohn. Penyakit Crohn
dapat mengenai di seluruh segmen traktus gastrointestinal, mulai dari mulut
hingga anus.Kolitis ulseratif terlokalisasi di usus besar (kolon) dan rektum.
Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia muda
antara umur 15-30 tahun dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Dari data di unit endoskopi pada beberapa rumah sakit di Jakarta (RSCM, RS
Tebet, RS Siloam Gleaneagles, RS Jakarta) terdapat kesan bahwa kasus IBD
berkisar 12.2% kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3.9% kasus
hematoschezia, 25.9% kasus diare kronik, berdarah dan nyeri perut, sedangkan
pada kasus nyeri perut didapatkan sekitar 2.8%.
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Hemoroid interna adalah pelebaran
pleksus v.hemoroidalis superior diatas garis mukokutan (linea dentata) dan
ditutupi oleh mukosa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Gambar 1.
Vaskularisasi Kolon
Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena mesenterika
superior dan inferior serta vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system
portal yang mengalirkan darah ke hati.6
Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar.
Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :7
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada
ketiga pleksus tersebut.7
6
Gambar 2.
Skema syaraf autonom intrinsik usus
Jadi pasien dengan kerusakan medulla spinalis, maka fungsi ususnya tetap
normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschprung akan mempunyai fungsi
usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach
dan meissner.9
2.1.2 Rektum
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan
1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian
ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal;
dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,
medial dan depan.7
7
Gambar 3
Anatomi anus dan rektum beserta otot-ototnya.
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis
(N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf
parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis
serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani
dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter
ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.
Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis). Akibatnya
kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus
pelvik (saraf parasimpatis).7
8
dapat diserap setiap hari. Sodium diserap secara aktif melalui ATPase natrium-
kalium (Na + / K +). Usus besar dapat menyerap hingga 400 mEq natrium per
hari. Air yang mengandung natrium diangkut dan diserap secara pasif sepanjang
gradien osmotik. Kalium secara aktif disekresikan ke dalam lumen kolon dan
diserap oleh difusi pasif. Klorida diserap secara aktif melalui pertukaran klorida-
bikarbonat.
Degradasi bakteri protein dan urea menghasilkan amonia. Amonia kemudian
diserap dan diangkut ke hati. Penyerapan amonia sebagian tergantung pada pH
intra-luminal. Penurunan bakteri kolon (mis., Karena penggunaan antibiotik
spektrum luas) dan / atau penurunan pH intraluminal (mis., Karena pemberian
laktulosa) akan menurunkan penyerapan amonia.
2. Mikroflora Kolon dan Gas Usus
Sekitar 30% dari berat kering tinja terdiri dari bakteri . Anaerob adalah kelas
mikroorganisme yang dominan, dan spesies Bacteroides adalah yang paling
umum. Escherichia coli adalah aerob paling banyak. Mikroflora endogen sangat
penting untuk pemecahan karbohidrat dan protein dalam usus besar dan
berpartisipasi dalam metabolisme bilirubin, asam empedu, estrogen, dan
kolesterol. Bakteri kolon juga diperlukan untuk produksi vitamin K. Bakteri
endogen juga dianggap menekan kemunculan mikroorganisme patogen, seperti
Clostridium difficile. Namun, tingginya beban bakteri usus besar mungkin
berkontribusi pada sepsis pada pasien yang sakit kritis dan dapat berkontribusi
pada sepsis intraabdomen, abses, dan infeksi luka setelah kolektomi.
Gas usus timbul dari udara yang tertelan, difusi dari darah, dan produksi
intraluminal. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, dan metana adalah
komponen utama gas usus. Nitrogen dan oksigen sebagian besar berasal dari
udara yang tertelan. Hidrogen dan metana diproduksi oleh bakteri kolon. Produksi
metana sangat bervariasi. Saluran pencernaan biasanya mengandung antara 100
dan 200 mL gas, dan 400 hingga 1200 mL / hari dilepaskan sebagai flatus,
tergantung pada jenis makanan yang dicerna.
9
2.3 Kelainan Anatomi dan Fisiologi Kolon
Penyakit Hirschsprung
2.3.1 Definisi
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan perkembangan yang ditandai dengan tidak
adanya ganglia di usus besar distal, mengakibatkan obstruksi fungsional. 1
Gambar 4.
Gambaran Megacolon Kongenital
2.3.2 Epidemiologi
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Kartono mencatat 20-40 pasien
penyakit hirschsprung akan dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta.12
2.3.3 Etiologi
Salah satu etiologi yang mungkin dari penyakit Hirschsprung adalah
abnormalitas migrasi neuroblas atau, meskipun migrasi sel normal dapat
terjadi, neuroblas dapat mengalami apoptosis, kegagalan proliferasi, atau
diferensiasi yang tidak tepat dalam segmen usus distal yang terkena.[4, 5, 6]
2.3.4 Patogenesis
Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, tidak ada pleksus
mienterika (Aurbach) dan submukosa (Meissner’s). Anus selalu
dipengaruhi, dan aganglionosis berlanjut secara proksimal untuk jarak yang
bervariasi. Dengan tidak adanya refleks Enteric Nervous System , kontrol
10
otot polos usus sangat ekstrinsik. Aktivitas sistem kolinergik dan sistem
adrenergik 2-3 kali lipat dari usus normal. Sistem kolinergik (rangsang)
diperkirakan mendominasi sistem adrenergik (penghambatan), yang
mengarah pada peningkatan tonus otot polos. Dengan hilangnya impuls
rileks enterik intrinsik, peningkatan tonus otot tidak terhalang. Fenomena ini
menyebabkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang
tidak terkoordinasi, dan obstruksi fungsional. 7
Dasar patofisiologi dari Hirschsprung Disease adalah tidak adanya
gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari
sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis
atau disganglionosis pada usus besar.7
Gambar 7
Gambaran segmen aganglion pada penyakit hirschprung
11
2.3.5 Klasifikasi
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam : 12
1. Megakolon kongenital segmen pendek
Bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%).
2. Megakolon kongenital segmen panjang
Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20%).
3. Kolon aganglionik total
Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-11%)
4. Kolon aganglionik universal
Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%).
12
abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat
dikeluarkan segera. Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi
yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, paling tinggi
saat usia 2-4 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen,
feces berbau busuk dan disertai demam.12
2. Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk. Dapat pula terlihat gerakan
peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan
colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi
semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air
besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit
untuk defekasi. 12
2.3.7 Diagnosis
Berbagai teknologi tersedia untuk menegakkan diagnosis penyakit
Hirschsprung. Namun demikian, dengan melakukan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan radiografi, serta pemeriksaan
patologi anatomi biopsi isap rectum, diagnosis penyakit Hirschsprung pada
sebagian kasus dapat ditegakkan. 12
1. Anamnesis12
a. Pada neonatus :
1) Mekonium keluar terlambat > 24 jam
2) Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
3) Perut cembung dan tegang
4) Muntah
5) Feses encer
b. Pada anak :12
1) Konstipasi kronis
2) Failure to thrive (gagal tumbuh)
3) Berat badan tidak bertambah
13
4) Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
2. Pemeriksaan Fisik12
Pada inspeksi abdomen terlihat perut cembung atau membuncit
seluruhnya, didapatkan perut lunak hingga tegang pada palpasi,
bising usus melemah atau jarang. Pada pemeriksaan colok dubur
terasa ujung jari terjepit lumen rektum yang sempit dan sewaktu jari
ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah
yang banyak dan kemudian kembung pada perut menghilang untuk
sementara.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting
pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat
dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi
sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.11
14
Gambar 10. Foto polos abdomen pada penyakit Hirschsprung
15
Gambar 11. Terlihat gambar barium enema penderita
Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,
dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar
16
2.3.8 Diagnosis Banding
1. Meconium plug syndrome12
Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirscprung pada neonatus,
tapi setelah colok dubur dan mekonium bisa keluar, defekasi selanjutnya
normal.
2. Akalasia recti12
Keadaan dimana sfingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip
dengan Hirschprung tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak adanya
ganglion Meissner dan Aurbach.
2.3.9 Penatalaksanaan
1. Tindakan Non Bedah
Pengobatan non bedah diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit,
asam basa dan mencegah terjadinya over distensi sehingga akan
menghindari terjadinya perforasi usus serta mencegah terjadinya sepsis.
Tindakan-tindakan nonbedah yang dapat dikerjakan adalah pemasangan
pipa nasogastrik, pemasangan pipa rektum, pemberian antibiotik, lavase
kolon dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit serta pengaturan nutrisi.12
2. Tindakan Bedah
Jika bayinya sehat, dan hanya Hirschsprung rektosigmoid yang
dicurigai, ia dapat dikelola dengan pencucian rektum secara teratur untuk
membersihkan usus dan operasi awal pada 4-6 minggu, menghindari
kolostomi jika memungkinkan.
Jika bayi sakit dan dicurigai segmen yang lebih panjang, maka
manajemennya adalah sebagai berikut:
- Kolostomi default awal (persarafan normal pada segmen usus
digunakan untuk kolostomi harus dikonfirmasi oleh bagian beku)
- Reseksi segmen yang terpengaruh antara usia 3 dan 6 bulan dan tarikan
melalui usus ganglion ke rectum (Pull-through procedure)
- Kolostomi yang rusak ditutup 3-4 minggu kemudian.
17
Gambar 12.
Prosedur pembedahan Pull-through
Post Operasi
18
dimulai 24-48 jam setelah pembentukan kolostomi. Pasien dapat dipulangkan dari
rumah sakit setelah mendapat makan penuh.
Diet yang terdiri dari buah-buahan segar, sayuran, dan makanan berserat
tinggi dapat meningkatkan fungsi usus pasca operasi.
Berkenaan dengan aktivitas, batasi aktivitas fisik selama sekitar 6 minggu
untuk memungkinkan sayatan sembuh dengan benar (berlaku lebih untuk anak
yang lebih besar).
2.3.10 Komplikasi
Secara garis besar, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit
Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis,
enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter.12
1. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan
suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran
berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis
umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini
kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen proksimal.4,12
2. Stenosis
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu
kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.
Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab
stenosis, mulai dari businasi hingga sfingterektomi posterior.4
3. Enterokolitis
Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya, dan
dapat berakibat kematian. Tindakan yang dapat dilakukan pada
penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah 4
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit,
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi,
c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari
d. Pemberian antibiotika yang tepat.
19
Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti
tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar
eksplosif cair dan berbau busuk.12
2.3.10 Prognosis
Secara umum prognosisnya baik jika gejala obstruksi segera diatasi,
90% pasien dengan penyakit hirschprung yang mendapat tindakan
pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang
masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus
dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari
tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%. 12
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Inflammatory Bowel Disease
2.4.1 Definisi
Penyakit radang usus (IBD) adalah penyakit idiopatik yang disebabkan oleh
respon imun yang tidak teratur terhadap microflora inang usus. Dua jenis utama
penyakit radang usus adalah Kolitis ulserativ dan penyakit Crohn (4,10)
Penyakit Crohn
Penyakit Crohn dapat mengenai di seluruh segmen traktus gastrointestinal,
mulai dari mulut hingga anus. Biasanya sering melibatkan usus kecil (ileum)
bagian akhir yang berhubungan dengan kolon. Penyakit Crohn ditandai dengan
munculnya “patches”, terjadi secara segmental dan dapat diselingi jaringan sehat
diantaranya. Peradangan yang terjadi dapat meluas ke dalam ketebalan dinding
usus.(3)
Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif terlokalisasi di usus besar (kolon) dan rektum. Proses
inflamasi hanya terjadi pada lapisan mukosa dari usus. Biasanya dimulai dari
rektum dan kolon bagian bawah, kemudian menyebar hingga seluruh kolon.(3)
2.4.2 Epidemiologi
Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia
muda antara umur 15-30 tahun dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan.(4,5)
Dari data di unit endoskopi pada beberapa rumah sakit di Jakarta (RSCM,
RS Tebet, RS Siloam Gleaneagles, RS Jakarta) terdapat kesan bahwa kasus IBD
berkisar 12.2% kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3.9% kasus
hematoschezia, 25.9% kasus diare kronik, berdarah dan nyeri perut, sedangkan
pada kasus nyeri perut didapatkan sekitar 2.8%. Data ini juga menyebutkan bahwa
secara umum, kejadian KU lebih banyak daripada kasus PC. (1,12)
2.4.3 Patogenesis
Hingga saat ini, etiologi pasti IBD belum sepenuhnya dimengerti. Salah
satu teori yang diyakini adalah peranan mediasi imunologi pada individu yang
22
merupakan kelainan gentetik yang menyebabkan gangguan integritas pada barrier
epitl, dan masalah dieferensiasi limfosit. Hal ini terutama terjadi pada penyakit
Crohn. Respons imun yang menyimpang dan berkurangnya toleransi pada flora
normal usus pada penderita berakibat terjadinya inflamasi kronik pada usus.
Kolitis Ulserativa
Pada kolitis ulserativa, peradangan dimulai pada rektum dan meluas secara
proksimal ke kolon proksimal dan akhirnya dapat melibatkan seluruh panjang
usus besar. Rektum selalu terlibat dalam kolitis ulserativa; dan tidak seperti pada
penyakit Crohn, tidak ada "skip area " (yaitu, daerah normal usus diselingi dengan
daerah yang sakit), kecuali sebelum diobati dengan terapi rektum topikal (yaitu,
enema steroid atau asam 5-aminosalisilat [5-ASA]) .
Ketika kolitis ulserativa menjadi kronis, kolon menjadi tabung kaku yang tidak
memiliki tanda haustral seperti biasanya, yang mengarah ke penampakan pipa
timah yang diamati pada barium enema.
Penyakit Crohn
Penyakit Crohn dapat memengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan, dari
mulut ke anus, dan menyebabkan 3 pola keterlibatan: penyakit radang, striktur,
dan fistula. Penyakit ini terdiri dari keterlibatan segmental oleh proses inflamasi
granulomatosa nonspesifik. Ciri patologis paling penting dari penyakit Crohn
23
adalah bahwa penyakit ini bersifat transmural, melibatkan semua lapisan usus,
bukan hanya mukosa dan submukosa, yang merupakan karakteristik dari kolitis
ulserativa. Lebih lanjut, penyakit Crohn bersifat diskontinyu, dengan daerah
loncatan diselingi antara 2 atau lebih daerah yang terlibat.
Dalam 35% kasus, penyakit Crohn terjadi di ileum dan usus besar; di 32%, hanya
di usus besar; di 28%, di usus kecil; dan pada 5%, di wilayah gastroduodenal. [10]
Diare, kram, dan nyeri perut adalah gejala umum penyakit Crohn di semua lokasi
di atas, kecuali untuk daerah gastroduodenal, di mana anoreksia, mual, dan
muntah lebih sering terjadi. [10]
Kolitis Ulseratif
24
Ketika penyakitnya meluas melewati rektum, feses atau diare umumnya
tercampur dengan darah dapat ditemukan. Mobilitas kolon berubah oleh karena
inflamasi dengan transit cepat melalui intestinal. Ketika penyakit menjadi berat,
pasien akan bebas dari feses yang mengandung darah dan pus. Diare umumnya
nokturnal dan/atau setelah makan. Meskipun nyeri hebat bukan merupakan gejala
yang paling menonjol, beberapa pasien dengan penyakit aktif dapat mengalami
rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah atau kram perut bagian tengah. Pada
penyakit derajat berat dapat muncul kram berat dan nyeri perut. Gejala lain pada
penyakit derajat sedang-berat termasuk anoreksia, mual, muntah, demam, dan
penurunan berat badan.(11)
Pada Kolitis Ulseratif, setidaknya terdapat 3 bentuk gejala dan tanda klinis
yang berhubungan dengan derajat peradangan mukosa dan gangguan sistemik.
Penyakit Crohn
Pada Penyakit Crohn diare, nyeri perut (sering dirasakan setelah makan),
kram periumbilikal, demam, dan penurunan berat badan adalah gejala klinis yang
paling umum dan menandakan adanya inflamasi di usus halus. Perdarahan rektum
terjadi jika mengenai kolon. Gejala klinis ekstraintestinal atau gagal tumbuh
mungkin sebagai gejala awal dari Penyakit Crohn.(21)
25
dan urgensi untuk defekasi karena terjadi peningkatan kecepatan transit di kolon
dan distensi dari bagian kolon yang mengalami inflamasi.
Kriteria derajat gejala klinis Penyakit Crohn, yaitu:(21)
Ringan - Sedang Rawat jalan, tanpa abdominal tenderness, masa yang
nyeri, atau obstruksi.
Sedang - Berat Tidak respon terhadap pengobatan untuk stadium ringan-
sedang atau demam yang menonjol, penurunan berat
badan, anemia, nyeri perut, atau mual-muntah.
Berat - Fulminan Gejala yang persisten dengan kortikosteroid dengan
demam tinggi, kaheksia atau abses.
Remisi Asimtomatik, tanpa inflamasi sequelae, tidak
membutuhkan kortikosteroid sistemik.
Tabel 3. Derajat Gejala Klinis Penyakit Crohn.(21)
Ekstraintestinal
Tempat Manifestasi
Kulit Eritema nodusum, pioderma gangrenosum
Hati Infiltrasi lemak, sclerosing cholangitis, hepatitis kronis,
kolelitiasis
Tulang Osteopenia, aseptik nekrosis
Sendi Artritis, ankylosing spondilitis, sakro-ilitis
Mata Uveitis, episkleritis, kerastitis
Ginjal/urologi Nefrolitiasis, hidronefrosis obstruktif, fistula enterovesikal,
glomerulonefritis
Hematologi Anemia (defisiensi zat besi, folat, vitamin B12)
Vaskular Tromboflebitis, vaskulitis, trombosis vena portal
Pankreas Pankreatitis
26
Lain-lain Gagal tumbuh, terlambat maturasi seksual
2.4.5 Diagnosis
C. Pemeriksaan Radiologi
Gambar 13
Foto polos abdomen, menunjuka striktur colon ascenden pada pasien
dengan riwayat kronik kolitis ulcertif.
27
Gambar 14
Toxic megacolon sebagai komplikasi yang berbahaya dari penyakit kolitis
ulcerativ dimana diameter colon transversum > 8cm, dan dibutuhkan tindakan
colostomi segera dalam 24-48 jam.
Barium enema dapat menilai karakteristik dan luas kelainan kolon, akan
tetapi tidak boleh dilakukan pada penyakit akut (active disease), yaitu kolitis aktif
karena dapat menyebabkan dilatasi toksik. Pada kolitis ringan dan sedang tanpa
distensi abdomen, barium enema dengan double contrast dapat mendeteksi
kelainan mukosa berupa karakteristik lesi, deformitas sekum, kelainan
(4,19)
segmental/seluruh kolon. Kelainan yang dapat dilihat pada pemeriksaan
barium enema dengan double contrast kolon penderita IBD adalah:
28
Gambaran 15 Gambar 16
stove-pipe/ lead pipe Rectal Sparing
Gambar 17 Gambar 18
Tumbprinting String Sign
29
D. Pemeriksaan Colonoskopi
Gambar 19
Colitis berat pada penderita Inflamatory Bowel Disease dengan
pemeriksaan Colonoscopy
30
Kolitis segmental Tidak Ya
Kolitis asimetris Tidak Ya
Striktura Terkadang Sering
KOLONOSKOPI
LESI INFLAMASI
Bersifat kontinyu +++ +
Adanya skip area - +++
Keterlibatan rektum +++ +
Lesi mudah berdasar +++ +
Cobblestone appearance (CSA) + +++
atau pseudopolyp
SIFAT ULKUS
Terdapat pada mukosa yang +++ +
inflamasi - ++++
Keterlibatan ileum + ++++
Lesi ulkus bersifat diskrit
BENTUK ULKUS
Diameter >1cm + +++
Dalam + +++
Bentuk linier (longitudinal) + +++
Aphtoid - ++++
Keterangan: (-) = Tidak ada; (++++) = Sangat diagnostik (karakteristik)
Tabel 5. Perbedaan laboratorium, radiologi, dan kolonoskopi IBD (4,19)
Gambar 20 Gambaran kolonoskopi pada (a) usus normal, (b) penyakit Crohn
dengan gambaran “Cobblestoning”, (c) gambaran pseudopolyps, (d) kolitis
ulseratif berat.(25)
31
2.4.6 Penatalaksanaan
A. TERAPI MEDIKAMENTOSA
Tidak semua lini kesehatan memiliki fasilitas endoskopi sehingga
diperlukan suatu alogaritma penatalaksanaan terutama pada lini kesehatan primer
(Gambar 6 dan 7). Tindakan bedah dipertimbangkan pada tahap akhir jika
medikamentosa gagal atau jika terjadi komplikasi yang tidak teratasi. (12,26)
32
Dosis paling efektif adalah 15-20 mg/kg/hari dibagi dalam tiga dosis;
biasanya dilanjutkan sampai beberapa bulan. Coprofloxacin (500 mg 2x/hari) juga
bermanfaat untuk PC inflamasi, perianal, dan fistula. Kedua antibiotic ini
sebaiknya digunakan sebagai obat lini pertama pada PC perianal dan fistula,dan
sebagai obat lini kedua untuk PC aktif setelah agen 5-ASA.(11)
OBAT GOLONGAN IMUNOSUPRESIF
Azathioprine dan 6-Mercaptopurine
Azathioprine dan 6-Mercaptopurine (6-MP) adalah analog purin yang
umumnya digunakan dalam penangan glucocorticoid-dependent IBD.
Azathioprine (2-3 mg/kg/hari) atau 6-MP (1-1,5 mg/kg/hari) telah digunakan pada
dua per tiga pasien KU dan PC yang sebelumnya tidak dapat menghentikan
penggunaan glikokortikoid. Azathioprine dan 6-MP efektif untuk profilaksis pada
pasien post operasi dari PC. (11)
Cyclosporine
Cyclosporine (CSA) bekerja lebih cepat bila dibandingkan azathioprine
dan 6-MP. CSA paling efektif bila diberikan pad adosis 2-4 mg/kg/hari secara
intravena pada KU berat yang tidak dapat disembuhkan dengan glukokortikoid
intravena. Oral CSA saja hanya efektif pada dosis yang lebih tinggi (7,5
mg/kg/hari) pada penyakit aktif namun tidak efektif untuk rumatan tanpa
azathioprine / 6-MP.(11,23)
Antibodi Anti-TNF
TNF adalah sitokin inflamasi dan meditor dari inflamasi intestinal.
Ekspresi TNF mengikat pada IBD. Pada pasien PC aktif yang tidak sembuh
dengan glukokortikoid, 6-MP/ 5-ASA, 65% akan respon terhadap infliximab
(INF) dengan dosis 5mg/hari intravena. INF efektif pada pasien KU dapat
mempertahankan remisi setelah 30 dan 54 minggu. INF juga efektif pada pasien
PC dengan fistula perianal dan enterokutaneus yang tidak sembuh, dengan angka
respon 68% dan 50% mengalami remisi komplit.(11)
33
Alogaritma rencana terapeutik Kolitis Ulseratif di Pelayanan Kesehatan Lini
Pertama.(1)
B. PEMBEDAHAN
Kolitis ulseratif perlu dilakukan operasi yaitu dengan membuang bagian
dari kolon dan rektum. Standar prosedur pembedahan untuk kolitis ulseratif yang
34
disebut an ileal pouch anal anastomosis (IPAA). Dalam prosedur tersebut setelah
seluruh usus besar dan rektum diangkat, usus kecil dilekatkan pada daerah anus.
Kemudian dibuat kantung untuk pembuangan, hal ini untuk memudahkan buang
air besar. Namun ada beberapa pasien yang mengalami komplikasi seperti
pouchitis (radang kantung). Beberapa pasien membutuhkan ileostomy permanent,
dimana dibuatkan kantung ekternal yang melekat pada perut pasien sebagai
tempat pembuangan feses.(27)
Penyakit Crohn membutuhkan setidaknya pembedahan satu kali selama
hidupnya. Sekitar 70% pasien dengan penyakit Crohn memerlukan operasi
pembedahan. 30% pasien yang menjalani operasi dapat mengalami kekambuhan
dalam jangka waktu tiga tahun dan 60% dapat kambuh dalam jangka waktu
sepuluh tahun. Pembedahan dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan penyakit
dan lokasi penyakit di usus. Pasien dengan penyakit usus kecil memiliki 80%
kemungkinan untuk dilakukan pembedahan. Pembedahan dapat menjadi pilihan
ketika pengobatan medis telah gagal atau terdapat komplikasi yang mengharuskan
tindakan bedah.(11,27)
INDIKASI PEMBEDAHAN
35
Pencegahan kanker kolon Penyakit yang sulit disembuhkan.
Obstruksi kolon.
Pencegahan kanker.
2.4.7 Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi: (1) Perforasi usus
yang terlibat, (2) Terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis, (3) Megakolon
toksik (terutama pada KU), (4) Perdarahan, (5) Degenerasi maligna. Diperkirakan
resiko terjadinya kanker pada IBD lebih kurang 13%.(4)
Perforasi usus kronis dapat mengakibatkan melemahnya dinding usus.(3)
Komplikasi yang mengancam jiwa adalah megakolon toksik dan merupakan kasus
kegawatan medis dan kegawatan bedah. Anak dengan megakolon toksik
mempunyai risiko tinggi untuk perforasi kolon, sepsis akibat bakteri gram negatif
dan perdarahan masif. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi berupa striktur dan
keganasan.(11)
36
keganasan, malnutrisi dan gagal tumbuh. Fistula dapat terjadi enterokutan,
enteroenteral, enterokolika, perirektal, labial, enterovaginal, dan
enterovesikal.(11,20)
2.4.8 Prognosis
Pada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi dan
eksaserbasi. Cukup banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan
(4)
dalam jangka waktu yang lama. Sebagian besar anak (70%) dengan Kolitis
Ulseratif mengalami remisi dalam 3 bulan setelah terapi inisial dan kurang lebih
50% remisi dalam 2 tahun. (11)
Selain itu, pada IBD cenderung untuk terjadi keganasan pada kolorektal.
Resiko keganasan kolorektal pada penyakit Crohn (kolitis) sama dengan Kolitis
Ulseratif. Dalam 8-10 tahun setelah didiagnosis, risiko keganasan kolorektal
meningkat 0,5-1% setiap tahun. Dua faktor resiko utama untuk adenokarsinoma
adalah lama/durasi colitis (terutama lebih dari 10 tahun) dan luas colitis.(22)
37
1. Firmansyah MA. Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan
Inflammatory Bowel Disease. CDK-203 2013; 40(4): 247-52.
2. Kuhbacher T, Folsch UR. Practical guidelines for the treatment of
inflammatory bowel disease. World J Gastroenterol 2007; 13(8): 1149-55.
3. Crohn’s & Colitis Foundation of America. The Facts about Inflammatory
Bowel Diseases 2014. Available at:
http://www.ccfa.org/assets/pdfs/updatedibdfactbook.pdf. Accessed on 2016,
March 1.
4. Djojoningrat D. Inflammatory Bowel Disease: Alur Diagnosis dan
Pengobatannya di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kelima.
Jakarta: Interna Publishing; 2010: 591-7.
5. Loftus EV, Shivashankar R, Tremaine WJ, Harmsen WS, Zinsmeisetes AR.
Updates Incidence and Prevalence of Crohn’s Disease and Ulcerative Colitis
in Olmsted Country, Minnesota (1970-2011). AGC 2014 Annual Scientic
Meeting. October 2014.
6. Bernstein CN, Fried M, Krabshuis JH, Cohen H, Eliakim R, Fedail S, et al.
World gastroenterology organization practice guidelines for the diagnosis and
management of IBD in 2010. Inflamm Bowel Dis 2010; 16(1): 112-24.
7. Tamboli CP. Current medical therapy for chronic in ammatory bowel disease.
Surg Clin N Am 2007; 87: 697-725.
8. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004: 281-94.
9. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke system, Edisi keenam. Jakarta:
EGC; 2012: 641-92.
10. Lilihata G, Syam AF. Inflammatory Bowel Disease. Dalam: Tanto C, Liwang
F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014: 598-601.
11. Friedman S, Blumberg RS. Inflammatory Bowel Disease. Dalam: Longo DL,
Fauci AS, penyunting. Harrison, Gastroentrology and Hepatology. 17th
edition. United States: The McGraw-Hill Companies; 2010; 16: 174-95.
12. Kelompok Studi Infammatory Bowel Disease Indonesia. Konsensus nasional
penatalaksanaan infammatory bowel disease (IBD) di Indonesia. Jakarta:
Perkumpulan Gastroenterologi
Indonesia 2011.
13. Bossuyt X. Serologic markers in in ammatory bowel disease. Clinical Chem
2006;52(2):171-81.
14. Bengston MB, Solberg IC, Aamodt G, Jahnsen J, Moum B, Vatn MH.
Relationships between in ammatory bowel disease and perinatal factors: both
maternal and paternal disease are
related to preterm birth o spring. In amm
Bowel Dis 2010; 16(5): 847-55.
38
15. Rowe WA, Katz J. Inflammatory bowel disease. Available at:
http://www.medscape.com. Accessed on 2016, March 2.
16. Bartlett AH, Hayashida K, Park PW. Molecular and cellular mechanisms of
syndecans in tissue injury and inflammation. Moll Cells 2007;24(2):153-66.
17. Floer M, Gotte M, Wild MK, et al. Enoxaparin improves the course of
dextran sodium sufate-induced colitis in syndecan-1-de cient mice. Am J
Path. 2010;176(1):146-57.
18. Day R, Ilyas M, Daszak P, Talbot I, Forbes A. Expression of syndecan-1 in
inflammatory bowel disease and a possible mechanism of heparin therapy.
Dig Dis Sci. 1999;44:2508-15.
19. Julis, Zubir N, Miro S, Tarigan P, et al, Editors. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan IBD di Indonesia Tahun 2008.
20. Danese S, Fiocchi C, Rutgeerts P. Ulcerative Colitis. The New England J of
Medicine 2011; 365: 1713-25.
21. Hanauer SB, Sandborn W. Management of Crohn’s Disease in Adult. The
American J of Gastroenterology 2001; 96: 635-43.
22. Hyams J. Inflammatory Bowel Disease. Richard EB, Robert MK, Hal BJ,
editors. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders;
2004: 1248-1255
23. Carter MJ, Lobo AJ, Travis SP. Guidelines for the management of
inflammatory bowel disease in adults. Gut 2004; 53 (Suppl V): v1-v16.
24. Lashner BA. Colitis Ulcerative. In: Koch TR, editor. Colonic Disease.
Humana Press 2003; 2003: 479-90.
39
HEMOROID INTERNA
2.5.1 Definisi
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Pelebaran dan inflamasi ini menyebabkan
pembengkakan submukosa pada lubang anus. Dalam masyarakat umum hemoroid
lebih dikenal dengan wasir. Hemoroid dibedakan menjadi hemoroid interna dan
eksterna.(1,6)
Hemoroid interna adalah pelebaran pleksus v.hemoroidalis superior diatas garis
mukokutan (linea dentata) dan ditutupi oleh mukosa.
2.5.2 Klasifikasi
Secara klinis Hemoroid Interna dibagi atas 4 derajat, yaitu(1,2,3)
• Derajat I, Merupakan hemoroid stadium awal. Hemoroid hanya berupa benjolan
kecil didalam kanalis anal pada saat vena-vena mengalami distensi ketika
defekasi.
• Derajat II. Hemoroid berupa benjolan yang lebih besar, yang tidak hanya
menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga turun kearah lubang anus. Benjolan ini
muncul keluar ketika penderita mengejan, tapi secara spontan masuk kembali
kedalam kanalis anal bila proses defekasi telah selesai.
• Derajat III. Benjolan hemoroid tidak dapat masuk kembali secara spontan.
Benjolan baru masuk kembali setelah dikembalikan dengan tangan ke dalam
anus.
• Derajat IV. Hemoroid yang telah berlangsung sangat lama dengan bagian yang
tertutup kulit cukup luas, sehingga tidak dapat dikembalikan dengan baik ke
dalam kanalis anal.
40
Hemoroid Interna
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I (+) (-) (-)
II (+) (+) Spontan
III (+) (+) Manual
IV (+) Tetap Tidak dapat
41
disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri
hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan oedem dan radang.(8)
2.5.4 Patofisiologi
Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu
risiko untuk terjadinya hemorrhoid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu
beristirahat akan menurunkan venous return sehingga vena membesar dan
merusak jar. ikat penunjang Kejadian hemorrhoid diduga berhubungan dengan
faktor endokrin dan usia. Hubungan terjadinya hemorrhoid dengan seringnya
seseorang mengalami konstipasi, feses yang keras, multipara, riwayat
hipertensi dan kondisi yang menyebabkan vena-vena dilatasi masih belum
jelas hubungannya.(7,8)
Hemoroid saat kehamilan sering terjadi akibat penekanan vena rectalis
superior oleh uterus gravid. Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat
menyebabkan hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga menghambat vena
rectalis superior. Hemorhoid interna merupakan pelebaran cabang-cabang v.
rectalis superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang
terletak pada colllum analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat pasien dalam
posisi litotomi mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid interna diduga
adanya kelemahan kongenital dinding vena yang biasanya juga ditemukan pada
anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior merupakan bagian paling
bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Jadi berat kolom darah vena
paling besar pada vena yang terletak pada paruh atas canalis ani. Disini jaringan
ikat longgar submukosa sedikit memberi penyokong pada dinding vena.
Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat oleh kontraksi lapisan otot dinding
rectum selama defekasi. Konstipasi kronik yang dikaitkan dengan mengedan yang
lama merupakan faktor predisposisi.(7,8)
Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis
(hemorroidalis) inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus.
Hemorroid ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan hemorroid interna yang
sudah ada. Keadaan klinik yang lebih penting adalah ruptura cabang-cabang v.
42
rectalis inferior sebagai akibat batuk atau mengedan, disertai adanya bekuan darah
kecil pada jaringan submukosa dekat anus. Pembengkakan kecil berwarna biru ini
dinamakan hematoma perianal. (7,8)
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara
longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum
sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke v.
hemoroid superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus
mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha
ke daerah v. Iliaka. Benjolan atau prolaps terjadi pada grade 2-4.(8)
Anamnesis
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yamg
membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering
duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan.
Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan
oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat
dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna
mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan
dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan. (7,9)
Pemeriksaan Fisik(g)
Inspeksi dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah jaringan
/ tonjolan yang muncul.
Palpasi pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak
dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya
tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa
43
padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.( )6
Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak
,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas
harus diperhatikan.(6,8)
Proktosigmoidoskopi
Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses
radang atau keganasan di tingkat yang lebih tinggi, karena hemorrhoid
merupakan keadaan yang fisiologis saja ataukan ada tanda yang menyertai.(7,8,9)
44
2.5.7 Tatalaksana
B. Skleroterapi
45
C. Ligasi dengan gelang karet
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya
garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup
jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi.
Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7
– 10 hari (6)
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika
digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada
sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan
yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi
melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat
dan mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai
secara luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini
lebih cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel (5)
Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan hemoroid tidak
mendapat aliran darah yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan hemoroid
mengempis dan akhirnya nekrosis.(5)
46
F. Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah
G. Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal dari baterai
kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemoroid interna.(5)
Terapi bedah
47
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang
hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat
mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak
mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi
tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus
mukosa Jong (5,6)
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional (
menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat pemotong)
dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
Bedah konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu (5,7)
48
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu
waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa
rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit
daripada mengambil terlalu banyak jaringan.
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu
dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari
submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu
mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.(7,8)
3. Teknik Langenbeck
Bedah Laser
Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut terpatri. Di
anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan
terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut syaraf terbuka
akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut.
49
Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi
satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk
hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat,
luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka
akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan (8,6)
Bedah Stapler
50
`[1] [2] [3]
`Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang
dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus.
Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan
sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian
atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian
jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup
yang terdapat pada ujung alat , maka alat akan memotong jaringan yang berlebih
secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke
jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan
sendirinya. (8)
51
• Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan
kerusakan dinding rektum.
• Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam
jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
• Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah
dilaporkan.
• PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.
Keadaan ini bukan hemoroid dalam arti yang sebenarnya tetapi merupakan
trombosis vena oroid eksterna ang terletak subkutan di daerah kanalis analis.
Trombosis dapat terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut misalnya ketika
mengangkat barang berat, batuk, bersin, mengejan, atau partus. Vena lebar yang
menonjol itu dapat terjepit sehingga kemudian terjadi trombosis. Kelainan yang
nyeri sekali ini dapat terjadi pada semua usia dan tidak ada hubungan dengan
ada/tidaknya hemoroid interna Kadang terdapat lebih dari satu trombus.
Keadaan ini ditandai dengan adanya benjolan di bawah kulit kanalis analis yang
nyeri sekali, tegang dan berwarna kebiru-biruan, berukuran dari beberapa
milimeter sampai satu atau dua sentimeter garis tengahnya. Benjolan itu dapat
unilobular, dan dapat pula multilokuler atau beberapa benjolan. Ruptur dapat
terjadi pada dinding vena, meskipun biasanya tidak lengkap, sehingga masih
terdapat lapisan tipis adventitiia menutupi darah yang membeku.
Pada awal timbulnya trombosis, erasa sangat nyeri, kemudian nyeri berkurang
dalam waktu dua sampai tiga hari bersamaan dengan berkurangnya udem akut.
Ruptur spontan dapat terjadi diikuti dengan perdarahan. Resolusi spontan dapat
pula terjadi tanpa terapi setelah dua sampai empat hari (6)
52
Terapi
Pasien yang datang sebelum 48 jam dapat ditolong dan berhasil baik
dengan cara segera mengeluarkan trombus atau melakukan eksisi lengkap secara
hemoroidektomi dengan anestesi lokal. Bila trombus sudah dikeluarkan, kulit
dieksisi berbentuk elips untuk mencegah bertautnya tepi kulit dan pembentukan
kembali trombus dibawahnya. Nyeri segera hilang pada saat tindakan dan luka
akan sembuh dalam waktu singkat sebab luka berada di daerah yang kaya akan
darah.(7,8)
Trombus yang sudah terorganisasi tidak dapat dikeluarkan, dalam hal ini
terapi konservatif merupakan pilihan. Usaha untuk melakukan reposisi hemoroid
ekstern yang mengalami trombus tidak boleh dilakukan karena kelainan ini terjadi
pada struktur luar anus yang tidak dapat direposisi(7,8)
Anestesi umum dilakukan dan pasien diletakkan pada posisi lateral kiri
atau posisi litotomi. Dengan hati-hati anus diregangkan cukup luas sehingga dapat
dilalui 6–8 jari. Sangat penting sekali bahwa untuk prosedur ini diperlukan waktu
53
yang cukup agar tidak merobekkan jaringan. Satu menit untuk sebesar satu jari
sudah cukup ( berarti dibutuhkan waktu 6-8 menit), terutama jika kanalis agak
kaku. Selama prosedur tersebut, sfingter anus dapat terasa memberikan jalan.
Namun karena metode dilatasi menurut Lord ini kadang disertai penyulit
inkontinensia sehingga tidak dianjurkan.
2.5.8 Prognosis
54
Daftar Pustaka
1. Grace PA, Borley NR. At A Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2007. Hal 114-5.
55