Anda di halaman 1dari 10

“ILEUS OBSTRUKTIF”

 
 
Kelompok  1
1.      Andri Wahyudi
2.      Bayu Adiwiansyah
3.      Dewi Rahayu
4.      Elin Herlina
5.      Fransiskus Adianto
6.      Lina Rosiana
7.      Rupina Triponia
8.      Septianti Rauro
 
 
 
PRODI SI ILMU KEPERAWATAN
STIKes Medistra Indonesia
Jl. Cut Mutia RayaNo. 88A Sepanjang Jaya, Rawa Panjang Bekasi
2012/2013
 
KATA PENGANTAR
 
            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas pertolongan dan petunjuk-nya
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “PARSLISIS ATAU OBSTRUKSI USUS”
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah ILMU BEDAH I kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. oleh karena itu saran, masukan dan kritik
penulis harapakan untuk perbaikan pembuatan makalah yang akan datang dan penulis berharap semoga
hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pihak yang membantu baik secara langsung ataupun
tidak, akan mendapat balasan yg berlipat ganda dari Allah SWT.
            Akhir kata kami mengucapkan terimakasih, mudah-mudahan makalah ini selain untuk penulis,
bermanfaat juga bagi pembaca umumnya.
 
 
                                                                                   
 
Bekasi 22 April 2013
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
a.       Konsep Dasar............................................................................................................. 2
b.      Penyebab.................................................................................................................... 2
c.       Patofisiologi............................................................................................................... 3
d.      Tanda dan gejala........................................................................................................ 4
e.      Evaluasi diagnostik..................................................................................................... 4
f.        Prognosis................................................................................................................... 5
g.       Komplikasi................................................................................................................. 5
h.      Penatalaksanaan bedah dan medis............................................................................. 5
KONSEP KEPERAWATAN OBSTRUKSI USUS.......................................................... 5
1.       Pengkajian................................................................................................................. 5
2.       Diagnosa Keperawatan.............................................................................................. 6
3.       Intervensi Keperawatan............................................................................................. 6
4.       Evaluasi..................................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 7
Kesimpulan.......................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang
sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000
penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-
400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004
menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia. Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan
intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif.
Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien
(Sabiston, 1995).
1.2 Rumusan Masalah
1.            Apa yang dimaksud dengan Ileus Obstruktif
2.            Apa etiologi Ileus Obstruktif
3.            Bagaimana  patofisiologi Ileus Obstruktif
4.            Bagaimana manifestasi klinis Ileus Obstruktif
5.            Apa saja yang termasuk komplikasi Ileus Obstruktif
6.            Bagaimana pemeriksaan Ileus Obstruktif
7.       Bagaimana penatalaksanaan Ileus Obstruktif
1.3 Tujuan
1)      Tujuan Umum
Mengetahui apa sebenarnya definisi Ileus Obstruktif secara lebih luas
2)      Tujuan khusus
1)      Mengetahui yang dimaksud dengan Ileus Obstruktif
2)      Mengetahui etiologi Ileus Obstruktif
3)      Mengetahui patofisiologi Ileus Obstruktif
4)      Mengetahui manifestasi klinis Ileus Obstruktif
5)      Mengetahui apa saja yang termasuk komplikasi Ileus Obstruktif
6)      Mengetahui pemeriksaan Ileus Obstruktif

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. ANATOMI USUS HALUS
Usus halus merupakan bagian saluran pencernaan yang paling panjang, dibagi menjadi 3 bagian:
duodenum, jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan dan absorbsi hasil
pencernaan.
2.1.1. DUODENUM
Duodenum berbentuk seperti huruf C yang panjangnya sekitar 25 sentimeter yang menghubungkan
lambung dengan jejunum. Duodenum sangat penting karena dalam duodenum terdapat muara saluran
empedu dan saluran pankreas. Duodenum melengkung sekitar kaput pankreas. Dua setengah sentimeter
pertama duodenum menyerupai lambung karena pada permukaan anterior dan posteriornya diliputi
peritonium dan mempunyai omentum minus yang melekat pada pinggir atasnya dan omentum majus
yang melekat pada pinggir bawahnya. Bursa omentalis terletak di belakang segmen yang pendek ini.
Sisa duodenum lainnya terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang diliputi peritoneum.
2.1.2. JEJENUM DAN ILEUM
Jejunum dan ileum panjangnya sekitar 6 meter, 2/5 bagian atas merupakan jejunum, masing-masing
bagian mempunyai gambaran yang berbeda, tetapi terdapat perubahan yang berangsur-angsur dari
bagian yang satu ke bagian yang lain. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir
pada junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai mesenterium usus
halus. Pinggir bebas lipatan yang panjang meliputi usus halus yang mobile. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis yang
berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterika
superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara dua lapisan peritoneum yang membentuk
mesenterium.
Pembuluh arteri yang memperdarahi jejunum dan ileum berasal dari cabang-cabang arteri mesenterika
superior. Cabang-cabang intestinal berasal dari sisi kiri arteri dan berjalan dalam mesenterium untuk
mencapai usus. Pembuluh-pembuluh ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian
arcade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika.
Vena jejunum dan ileum sesuai dengan cabang-cabang arteri mesenterika superior dan mengalirkan
darahnya ke vena mesentrika superior. Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior, yang terletak
sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Saraf untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis
dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior.
 2.1.3. FISIOLOGI
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi, air,
elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam
klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh
kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang
lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan
memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja
lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di
antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat – zat makanan sambil
diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus
ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga
diabsorbsi.
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan makanan dapat
berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari :
Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur makanan dengan enzim
– enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi
Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke arah usus besar.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan
otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk
mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding
usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 – 4
cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera
akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke
posisinya semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim
pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang merupakan basic electric
rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12
kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus
mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada
bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya
menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya gelombang lambat
yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel – sel pace maker yang terdapat
pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini dipengaruhi oleh sistem saraf dan hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh
masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik yang akan menyebar ke
dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan
pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus.
Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat selama beberapa jam sampai
seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal meningkatkan aktifitas peristaltik dan
mendorong makanan melewati katup ileocaecal menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk
beberapa lama pada daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat
diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan kembali dari caecum
masuk ke ileum.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam caecum meningkat
sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum
akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau
pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis
sehingga pengosongan ileum sangat terhambat8.
 
2.1.4. PENGERTIAN
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang
sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus
biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar
dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.Ada dua
tipe obstruksiyaitu :
1.Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat
akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi,
tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan
abses.
 
2.Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti
sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson.
 
2.1.5. ETIOLOGI
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh (Doherty et al 2002) :
1.      Adhesi (perlekatan usus halus)
merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa
disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal.
Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi
abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam
masa anak-anak.
2.      Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal,
kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
3.      Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor
metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4.      Intususepsi
    usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami    
    intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai  
    petunjuk awal adanya intususepsi
5.      Penyakit Crohn
dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur
yang kronik.
6.      Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus
lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7.      Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan  fistul
dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8.      Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma
operasi.
9.      Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
10.  Benda asing, seperti bezoar.
11.  Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
12.  Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan
sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
 
2.1.6. PATOFISIOLOGI
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik
yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan
lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi
lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang
menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan
rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan.
Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak
hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha
alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan antiperistaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik
abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah hilang oleh karena
dinding usus kehilangan daya kontraksinya.
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah
obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada
obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas yang
ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen
usus ke darah.
 Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi
dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang
mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah
jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan
peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga
peritonium dan sirkulasi sistemik.
Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya
ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat
terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat
terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar
yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.
 
2.1.7        MANIFESTASI KLINIS
1.      Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah
berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah
dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik
arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat
terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin jelas adaanya distensi
abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan
kehilangan volume plasma.
2.      Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi
intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada
pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama
beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari
luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
Dengan melihat patogenesis yang terjadi, maka gambaran klinik yang dapat ditimbulkan sebagai akibat
obstruksi usus dapat bersifat sistemik dan serangan yang bersifat kolik.
v  Gambaran klinik yang bersifat sistemik meliputi :
·         Dehidrasi berat
·         Hipovolemia
·         Syok
·         Oliguria
·         Gangguan keseimbangan elektrolit
·         Perut gembung
·         Kelebihan cairan usus
·         Kelebihan gas dalam usus
v  Gambaran klinik serangan kolik meliputi :
·         Nyeri perut berkala
·         Distensi berat
·         Mual / muntah
·         Gelisah / menggeliat
·         Hiperperistaltik
·         Nada tinggi
·         Halangan pasase
·         Obstipasi
·         Tidak ada flatus
Pada obstruksi usus dengan strangulasi, terjadi keadaan gangguan pendarahan dinding usus yang
menyebabkan nekrosis atau gangguan dinding usus. Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis atau
toxinemia.
 
2.1.8.   EVALUASI DIAGNOSTIK
                   I.      Pada dugaan tumor kolon dapat dibuat foto barium enema.
                II.      Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat jenis
bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik. Leukosit
normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan sudah terjadi peritonitis. Kimia darah sering
adanya gangguan elektrolit
             III.      Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi. 
Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat
distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara
normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak
             IV.      Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid level, distensi
usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus. Obstruksi kolon biasanya
terlihat sebagai distensi usus yang terbatas dengan gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa
dapat terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti
‘pigura’ dari dinding abdomen.
                V.      Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium kontras
ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma dan bahkan bisa langsung
dilakukan biopsi.
             VI.      Obstruksi Usus Halus :
Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan diatas serta pemeriksaan sinar-X. Sinar-X terhadap
abdomen akan menunjukkan kuantitas dari gas atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium
(misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan
kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi
 
          VII.      Obstruksi Usus Besar :
Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan simtoma-tologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan tinggi)
akan menunjukkan distensi abdomen. Pemeriksaan barium dikontraindikasikan.
 
2.1.10. PROGNOSIS           
Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10 %
Angka kematian untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %, sedangkan pada obstruksi strangulata
telah dilaporkan 20-75 %
Angka mortalitas untuk obstruksi kolon kira-kira 20 %
 
2.1.11.  KOMPLIKASI
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
     peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
     abdomen.
3.  Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
3.      Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
 
2.1.12.  PENATALAKSAAN BEDAH DAN MEDIS
1.      Dekompresi dengan pipa lambung
2.      Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. Juga keseimbangan asam-
basa.
3.      Koreksi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan sesuai dengan kelainan patologinya.
4.      Antibiotika profilaksis atau terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya.
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1.Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus
obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan
tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan
cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus
tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan.
Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.
2.Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan
dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada
pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi.
Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi.
Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
PENUTUP
I.Kesimpulan
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
            Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang.
            Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari
lumen usus ke darah.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah.  Jakarta : EGC.
Setiawan, Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif. (http://wawanjokamblog.blogspot.com/.
Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus (http://keperawatan-
gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Harnawati. 2008. Obstruksi Usus. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/. Diakses
tanggal 11 Januari 2011).
Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses tanggal 11
Januari 2011).

Anda mungkin juga menyukai