Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKTIF

PADA NY. S DI RUANGAN ICU


RSUD. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun oleh Kelompok I :

1. Husni Sileuw

2. Ira Saputri

3. Ainun Awaludin

4. Elvini Katharina Sepe

5. Mirda Ayu Lestari

6. Nur Ilmi

CI LAHAN CI INSTITUSI

(..............................) (................................)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Definisi

Ileus obstruktif adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi
usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau
total. Instestinal obstruction terjadi ketika isi usus tidak dapat melewati saluran
gastrointestinal (Nurarif&Kusuma,2018).

Menurut Indrayani (2019), ileus adalah gangguan atau hambatan pasase isi usus
yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan
pertolongan atau tindakan.

Obstruksi usus mekanis adalah suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak
dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia
stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari, misalnya intususepsi, tumor,
polipoid, tumor kolon dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses (Nurarif&Kusuma, 2018).

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi
1) Usus Halus
Sebagian besar proses pencernaan dan penyerapan dalam sistem
pencernaan berada di usus halus (Sherwood, 2011). Usus halus terletak berlipat-
lipat di rongga abdomen, termasuk bagian terpanjang dari gastrointestinal yakni
terbentang dari ostium pyloricum gaster sampai plica ileocaecale. Bentuknya
berupa tabung dengan panjang sekitar 6-7 meter dan diameternya menyempit
dari ujung awal sampai ujung akhir (Drake, Richard L., Vogl, A. Wayne ,
Mitchell, Adam W. M., 2019)
Usus halus dibagi menjadi 3 bagian : (Drake et al , 2019).
a) Duodenum
Duodenum berbentuk melengkung seperti huruf C, letaknya dekat dengan
caput pankreas dan berada di atas umbilicus. Panjangnya sekitar 20-25 cm
dan memiliki lumen paling lebar dibanding bagian lainnya. Duodenum dibagi
menjadi 4 bagian :
1) Pars superior : bagian ini terletak pada ostium pyloricum gaster sampai
collum vesicae fellea dan sering disebut sebagai ampulla. (Drake et al,
2019)
2) Pars descendens : bagian ini terletak pada collum vesicae fellea sampai ke
tepi bawah vertebra L3 , pada pars descendensterdapat papilla duodeni
major dan papilla duodeni minor. Papilla duodeni major merupakan pintu
masuk ductus pancreaticus dan ductus choledochus, sedangkan pada
papilla duodeni minor merupakan pintu masuk ductus pancreaticus
accessorius. (Drake et al, 2019)
3) Pars inferior : bagian ini merupakan bagian terpanjang dan menyilang pada
vena cava inferior, aorta dan columna vertebralis. (Drake et al, 2019)
4) Pars ascendens : bagian ini diperkirakan berjalan di sisi kiri atau naik dari
aorta sampai tepi atas vertebra L2 dan berakhir menjadi flexura
duodenojejunalis. (Drake et al, 2019)
b) Jejunum
Terletak 2/5 bagian proksimal, diameternya lebih lebar dan memiliki dinding
yang lebih tebal dibanding ileum. Pada bagian dalam mukosanya terdapat
banyak lipatan yang menonjol mengelilingi lumen yang disebut plicae
circulares. Ciri khas jejunum terdapat arcade arteriae yang tidak begitu
terlihat dan vasa recta yang lebih panjang dibanding milik ileum. (Drake et
al , 2014)
c) Ileum
Terletak 3/5 bagian distal, memiliki dinding yang lebih tipis, plicae circulares
yang kurang menonjol dan lebih sedikit, terdapat banyak arteriae arcade dan
lemak mesenterium. Ileum akan bermuara di usus besar, yang merupakan
tempat pertemuan sekum dan colon ascendens. Tempat tersebut dikelilingi 2
lipatan yang menonjol ke dalam usus besar yang disebut plica ileocaecale.
(Drake et al , 2019)
2) Usus Besar
Usus besar terletak dari ujung distal ileum sampai anus dan ukuran pada
orang dewasa sekitar 1,5 meter. Memiliki lumen dengan diameter yang lebih
besar dibanding usus halus. Struktur usus besar mulai caecum dan appendix
vermiformis di regio inguinalis dekstra lalu naik ke atas sebagai kolon
ascendens melewati regio lateralis dekstra menuju regio hypochondrium
dextra, di bawah hepar belok ke kiri membentuk fleksura coli dekstra (flexura
hepatica) lalu menyeberangi abdomen sebagai colon transversum menuju
hypochondrium sinistra. Di posisi tersebut yakni tepat di bawah lien, belok ke
bawah membentuk flexura coli sinistra (flexura lienalis) lalu berlanjut sebagai
colon descendens melewati regio lateralis sinistra menuju regio inguinalis
sinistra, saat masuk di bagian atas cavitas pelvis sebagai colon sigmoideum lalu
berlanjut sebagai rectum di dinding posterior cavitas pelvis dan berakhir
menjadi canalis analis. (Drake et al , 2019).

Bagian-bagian usus besar :


a) Caecum dan Appendix Vermiformis
Merupakan struktur intraperitoniale dan bagian pertama dari usus besar.
Pada dinding posteromedial melekat appendix vermiformis yakni di ujung
ileum. Appendix vermiformis berbentuk tabung sempit yang berongga dan
ujungnya buntu. Terdapat agregasi jaringan limfatik yang luas di dindingnya
dan menggantung pada ileum terminal oleh mesoappendix yang berisi vasa
appendicularis. (Drake et al , 2019)
b) Colon
Terletak di superior caecum dan terdiri dari colon ascendens, colon
transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Terdapat flexura coli
dextra di tempat pertemuan colon ascendens dan colon transversum, flexura coli
sinistra berda di tempat pertemuan colon transversum dan colon descendens .
Terdapat sulcus paracollici dextra dan sinistra di lateral colon ascendens dan
colon descendens. Colon sigmoideum dimulai dari atas aperture pelvis superior
sampai ke vertebra S3, bentuknya seperti huruf S, ujung awal berhubungan
dengan colon ascendens dan ujung akhir berhubungan dengan rectum. (Drake et
al , 2019)
c) Rectum dan canalis analis
Merupakan lanjutan dari colon sigmoideum, daerah pertemuan
rectosigmoideum terletak pada vertebra S3. Canalis analis merupakan
lanjutan dari usus besar yang terletak di inferior rectum. (Drake et al ,
2019)
b. Fisiologi
1) Usus halus
Merupakan tempat berlangsungnya sebagian besar pencernaan dan penyerapan
di tubuh. Terdapat beberapa proses yang terjadi di usus halus, yakni :
a) Motilitas
Motilitas merupakan kontraksi otot dinding saluran cerna yang mencampur
dan mendorong. Pada usus halus, motilitas yang utama adalah proses
segmentasi dan kompleks motilitasi bermigrasi. Segmentasi berfungsi
mencampur kimus dan getah pencernaan yang akan disekresikan ke dalam
lumen dan memajankan semua kimus ke permukaan mukosa usus halus.
Saat kontraksi segmentasi usus berhenti akan diganti oleh kompleks
motilitas bermigrasi (migrating motility complex, MMC) yang terdiri 3 fase
yang berulang dalam pola setiap 1,5 jam saat sesorang berpuasa. Tujuan dari
proses ini untuk membersihkan sisa-sisa makanan serta bakteri dan debris
mukosa yang menuju kolon. (Sherwood, Lauralee., 2018)
b) Sekresi
Setiap hari sekitar 1,5 liter sukus enterikus disekresikan ke lumen usus halus
oleh sel-sel kelenjar eksokrin di mukosa usus halus. Sukus enterikus
merupakan campuran mukus dan larutan garam, serta H2O yang berperan
dalam pencernaan enzimatik makanan. Mukus berfungsi sebagai pelindung
dan pelumas. Enzim-enzim yang disintesis usus halus tidak diskresikan
langsung ke dalam lumen melainkan berfungsi di dalam membran brush
border sel epitel yang melapisi bagian dalam lumen. (Sherwood, Lauralee.,
2018)

c) Digesti
Merupakan proses penguraian struktur kompleks makanan secara kimiawi
menjadi lebih sederhana yang kemudian akan diabsorpsi. Proses ini terjadi
di lumen dan dipengaruhi enzim pankreas dan empedu. (Sherwood,
Lauralee., 2018).
d) Absorpsi
Merupakan proses penyerapan zat-zat makanan seperti monosakarida, asam
amino dan asam lemak bersama dengan air, elektrolit dan vitamin yang akan
disalurkan ke aliran darah atau saluran limfatik. (Sherwood, Lauralee, 2018)
2) Usus Besar
Fungsi utama usus besar untuk menyimpan feses sebelum defekasi. Feses
merupakan massa padat yang terbentuk dari sisa-sisa makanan yang tak tercerna,
komponen empedu yang tidak diserap dan cairan, semuanya diekstraksi oleh H2O
dan garam dari isi lumen di dalam kolon. (Sherwood, Lauralee., 2018)
a) Motilitas
Motilitas utama terjadi di kolon yaitu kontraksi haustra yang dipicu ritmisitas
autonom sel-sel otot polos kolon. Proses ini tidak mendorong isi dalam usus
melainkan mengaduk maju-mundur secara perlahan sehingga isi tersebut
terpajan ke mukosa penyerapan. Beberapa saat setelah makan akan terjadi
peningkatan motilitas dan terjadi pergerakan massa yakni mendorong isi
kolon kebagian distal usus besar yang merupakan tempat penyimpanan
sampai terjadi defekasi. (Sherwood, Lauralee., 2018)
b) Sekresi
Usus besar tidak mengeluarkan enzim pencernaan apapun karena telah selesai
saat kimus menuju kolon. Terjadi sekresi kolon berupa larutan mukus basa
(NaHCO3) yang berfungsi melindungi mukosa dari cedera mekanis dan
kimiawi salah satunya dengan menetralkan asam iritan yang dikeluarkan dari
fermentasi bakteri lokal. (Sherwood, Lauralee., 2018)
c) Absorpsi
Dalam keadaan normal, kolon dapat menyerap garam dan H2O. Penyerapan
natrium dilakukan secara aktif dan penyerapan klorida secara pasif menuruni
gradien listrik serta H2O secara osmotik. Elektrolit serta vitamin K yang
disintesis oleh bakteri kolon juga diserap. (Sherwood, Lauralee., 2018)

3. Etiologi

Menurut Indrayani (2019), terdapat dua penyebab terjadinya ileus obstruktif pada usus
halus, antara lain :
a. Hernia inkarserata:
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia terjepit
oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obtruksi (penyempitan) dan stragulasi usus
(sumbatan usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke usus). Pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur trendelenburg. Namun, jika
percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus dilakukan
herniotomisegera.
b. Non Hernia Inkarserata

1) Adhesi/perlekatan usus

Adhesi disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal sebelumnya atau


proses inflamasi intra abdominal. Dapat berupa perlengketan mungkin dalam
bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umumnya berasal dari
rasangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya.
2) Invaginasi (Intususepsi)

Sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan
dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik
kekolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi
perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas permeriksaan
fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema
barium.
3) Askariasis

Cacing askariasis hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya


jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana di
usus halus, tetapi biasanya di ileum treminal yang merupakan tempat lumen
paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri
atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat
pemberian obat cacing.
4) Volvulus

c. Non Hernia Inkarserata

1) Adhesi/perlekatan usus

Adhesi disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal sebelumnya atau


proses inflamasi intra abdominal. Dapat berupa perlengketan mungkin dalam
bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umumnya berasal dari
rasangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya.
2) Invaginasi (Intususepsi)

Sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan
dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik
kekolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi
perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas permeriksaan
fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema
barium.
3) Askariasis

Cacing askariasis hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya


jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana di
usus halus, tetapi biasanya di ileum treminal yang merupakan tempat lumen
paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri
atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat
pemberian obat cacing.
4) Volvulus

Suatu keadaan dimana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen
usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis sehingga
pasase (gangguan perjalanan makanan) terganggu. Pada usus halus agak jarang
ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat dibagian ileum dan mudah
mengalami strangulasi.
5) Tumor

Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis
(penyebaran kanker) di peritoneum atau mesenterium yang menekan usus.
6) Batu empedu yang masuk ke ileus

Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul (koneksi


abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau struktur lainnya) dari saluran
empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke
raktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan
obstruksi.
4. Patofisiologi

Proses patofisiologi pada obstruksi usus memiliki kesamaan antara obstruksi usus
mekanik maupun non mekanik. Hal yang dapat membedakan keduanya yaitu pada
obstruksi non mekanik, sejak awal peristaltik mengalami hambatan namun pada obstruksi
mekanik sejak awal peristaltik diperkuat, lalu intermitten, lalu perlahan menghilang.
Kurang lebih 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari dan akan
diasorbsi sebelum menuju kolon. Obstruksi usus terjadi karena adanya sumbatan pada
lumen dan bakteri berkembang biak disana sehingga mengakibatkan terjadinya akumulasi
gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). (Price, SA&Wilson, LM. 2018).

Hal ini dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Saat akumulasi berada di
bagian distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra
lumen. Peningkatan tekanan yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Terjadinya hal tersebut
menyebabkan adanya retensi cairan di usus dan rongga peritoneum sehingga sirkulasi dan
volume darah mengalami penurunan. (Price, SA&Wilson, LM. 2019).

Jika akumulasi terjadi di bagian proksimal akan mengakibatkan kolaps pada usus
sehingga terjadi distensi abdomen. Kemudian terjadi penekanan vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga menurunnya aliran darah ke
usus lalu iskemia dan terjadi nekrosis pada usus. Saat usus mengalami nekrosis akan terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin yang mengakibatkan
perforasi. Terjadinya perforasi menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi
sehingga terjadi sepsis dan peritonitis. (Price, SA&Wilson, LM. 2019).

Saat terjadi distensi abdomen , usus akan mengalami penurunan fungsi dan sekresi
usus akan meningkat sehingga terjadi penumpukan di dalam lumen secara progresif yang
menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit, syok hipovolemik akan terjadi jika hal ini tidak ditangani. (Price, SA&Wilson,
LM. 2019)
5. Klasifikasi

1) Menurut sifat sumbatan :

a) Obstruksi biasa

Terdapat sumbatan mekanis dalam lumen usus tanpa ada gangguan pada pembuluh
darah. (Pasaribu, Nelly, 2018)

b) Obstruksi strangulasi

Terdapat sumbatan dalam lumen usus yang disertai gangguan pada pembuluh
darah seperti adhesi, volvulus, hernia strangulasi dan intususepsi. (Pasaribu, Nelly,
2018).

2) Menurut letak sumbatan :

a) Obstruksi tinggi

Obstruksi usus yang terjadi pada usus halus. (Pasaribu, Nelly, 2018)

b) Obstruksi rendah Obstruksi usus yang terjadi pada usus besar. (Pasaribu, Nelly,
2018)

3) Menurut stadiumnya

a) Obstruksi sebagian (partial)

Obstruksi usus yang terjadi hanya sebagian sehingga makanan masih bisa lewat
walaupun sedikit, defekasi sedikit, dan masih bisa flatus. (Novi Indrayani,
Margaretha. 2017)

b) Obstruksi sederhana (simple)

Obstruksi usus yang terjadi tidak disertai gangguan aliran darah (pembuluh darah
terjepit). (Novi Indrayani, Margaretha. 2017)

c) Obstruksi strangulasi (strangulated)

Obstruksi usus yang terjadi disertai gangguan aliran darah sehingga terjadi iskemia
dan berakhir dengan nekrosis atau gangren. (Novi Indrayani, Margaretha. 2017)
6. Manifestasi Klinis

a. Mekanik Sederhana (Usus Halus Atas)

1) Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas

2) Distensi, muntah

3) Peningkatan bising usus

4) Nyeri tekan abdomen

b. Mekanik Sederhana (Usus Halus Bawah)

1) Kolik (kram) signifikan midabdomen

2) Distensi berat

3) Bising usus menigkat

4) Nyeri tekan abdomen

c. Mekanik Sederhana (Kolon)

1) Kram (abdomen tengah sampai bawah

2) Distensi yang muncul terakhir, kemudian menjadi muntah (fekulen)

3) Peningkatan bising usus

4) Nyeri tekan abdomen


d. Obstruksi Mekanik Parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Chron. Gejalanya kram nyeri
abdomen, distensi ringan.
e. Strangulasi

Gejala berkembang dengan cepat, nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisisr, distensi
sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun nyeri tekan terlokalisir hebat.
Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
a.Manifestasi Klinik Laparatomi :

1) Nyeri tekan
2) Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernapasan

3) Kelemahan

4) Konstipasi

5) Mual dan muntah, anoreksia

7. Komplikasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komplikasi merupakan penyakit yang
baru timbul kemudian sebagai tambahan pada penyakit yang sudah ada. Dalam kamus
kedokteran Dorland, komplikasi merupakan terjadinya penyakit bersama-sama dengan
penyakit lainnya. Jadi, komplikasi merupakan penyakit yang muncul bersamaan dengan
penyakit yang sudah ada.

Pada kasus ileus obstruktif menimbulkan beberapa komplikasi, antara lain strangulasi,
perforasi, peritonitis, syok septik, syok hipovolemik. Kasus kematian pasien ileus
obstruktif paling banyak disebabkan oleh strangulasi. Terdapat banyak bakteri , darah dan
jaringan nekrotik dalam usus. Saat usus mengalami strangulasi kemungkinan terjadinya
perforasi sangat besar dan dapat mengeluarkan isi lumen usus ke rongga peritoneum.
(Pasaribu, Nelly, 2018)

Pada kasus obstruksi letak rendah dapat terjadi perforasi sekum akibat dilatasi
progresif pada sekum yang dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Pada kasus yang
tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melewati usus masuk dalam sirkulasi tubuh
melalui cairan getah bening yang dapat mengakibatkan syok septik. Syok hipovolemia,
abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah merupakan komplikasi lain yang
menyebabkan kematian. (Pasaribu, Nelly, 2018)

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Menurut Arif Mutaqin (2019), untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
a. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah): meningkat akibat
dehidrasi.

b. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureummeningkat, Na+


dan CL- rendah.

c. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen

d. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium sulfat


sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan penyebab.

e. CT scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi


untuk menunjukkan tempat obstruksi (Pasaribu, 2018).

9. Penatalaksanaan
Menurut Nuarif & Kusuma (2019), tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi
bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya
selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-
kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus dirawat di rumah sakit.

a. Persiapan

Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan
juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umu.

b. Operasi

Bedah laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen merupakan teknik
sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dilakukan pada bedah digesif dan
kandungan. Adapun tindakan digesif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah
laparatomi. (Smelzer, 2018).

c. Pasca Bedah

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Nurarif &
Kusuma, 2019).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,


pekerjaan, alamat, nomor register

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama : keluhanpasien sehingga dibawa ke rumah sakit

2) Riwayat kesehatan sekarang : apa yang dirasakan oleh pasien saat pengkajian

3) Riwayat kesehatan dahulu : apakah klien pernah mengalami sakit yang sama
sebelumnya, apakah klien pernah menderita penyakit lain sebelum sakit yang
sekarang

4) Riwayat kesehatan keluarga : apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis
penyakit yang sama atau sakit yang lainnya

c. Pola fungsi menurut Gordon

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat : bagaimanapendapat klien atau


keluargatentang atau sakit, jika merasa sakit apa yang harus dilakukan

2) Pola nutrisi dan metabolisme : pola makan ketika sebelum dan saat sakit apa
mengalami perubahan, seperti jumlah posri makan, lauk pauk yang dimakan,
bentuk dari makanan itu sendiri. Pada pasien thypoid pola nutrisi ketika sakit akan
berubah seperti bentuk atau tekstur makanan yang sebelumnya kasar menjadi
halus, nafsu makan juga akan berkurang

3) Pola eliminasi : apakah ada perbedaan antara BAK dan BAB sebelum sakit dan
saat sakit. Untuk BAB akan ada perbedaan yaitu BAB akan lembek saat sakit

4) Pola aktivitas : aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena
lemas,aktivitas biasanya terbatas karena harus bedresbeberapa waktu

5) Pola sensorik dan kognitif : ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan
serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap
orang tua, waktu dan tempat

6) Pola tidur dan istirahat : insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat
sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien

7) Pola hubungan dan peran : dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita


tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masayarakat,
penderita akan mengalami emosi yang tidak stabil

8) Pola penanggulangan stress : kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi


masalah

9) Pola tata nilai dan kepercayaan : bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan
bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan Tuhan selama sakit

d. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi : dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup


kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang
dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa berkorelasi dengan mulainya nyeri
kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik

2) Palpasi : bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan yang mencakup”devance musculair” involunter atau rebound dan
pembengkakkan atau massa yang abnormal

3) Auskultasi : pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodic


gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi
setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus diatas telah berdilatasi,
makaaktivitas peristaltik (sehingga juga bisisng usus) bisa tidak ada atau menurun
parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau
ileus obstruksi strangulate.
e. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus

2) Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi.

3) Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiper air fluid level,
distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus.

4) Kemampuan diagnostik kolonskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan


bariumkontras ganda. Kolonskopi lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis
neoplasma dan bahkan bisa langsung dilakukan biopsi.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ileus obstruksi adalah :

a. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis

b. Risiko ketidakseimbangan cairan

c. Risiko defisit nutrisi

3. Intervensi dan Luaran Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
Manajemen
a. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan
nyeri
agen keperawatan selama Observasi Observasi
1. Identifikasi 1. Untuk
pencedera 3x24 jam diharapkan mengetahui
lokasi,
fisiologis tingkat nyeri karakteristik, daerah yang
frekuensi, mengalami nyeri
berkurang dengan 2. Mengetahui
durasi,
indikator : kualitas, seberapa rasa
intensitas nyeri yang di
1. Keluhan nyeri nyeri alami pasien
2. Identifikasi 3. Melihat respon
menurun nyeri tanpa
skala nyeri
3. Identifikasi bantuan suara
2. Meringis menurun 4. Mengetahui apa
respon nyeri
non verbal saja yang dapat
3. Sikap proaktif memperberat
4. Identifikasi
factor yang dan
menurun
memperberat memperingan
dan nyeri
4. Gelisah menurun
memperingan 5. Terapeutik
nyeri 1. Agar pasien
5. Kesulitan tidur
Terapeutik dapat
menurun 1. Berikan mengetahui
teknis terapi
6. Berfokus pada diri nonfarmakol tekniknonfarma
ogis unuk kologi untuk
senidiri menurun
mengurangi mengurangi
rasa nyeri nyeri
7. Diaforesis
2. Kontrol 2. Membantu
menurun lingkungan polaistirahat
yang pasien dalamm
8. Perasaan takut memperberat engurangi nyeri
3. Fasilitasi 3. Agar pasien
menurun
istirahat tidur dapat
Edukasi beristirahat dan
9. Ketegangan otot
1. Jelaskan tidur dengan
menurun penyebab, baik
periode, Edukasi
10. Frekuensi nadi pemicu nyeri 1. Menjelaskan
2. Jelaskan penyebab nyeri,
membaik
strategi lama dan
meredakan pemicu nyeri
11. Polan napas
nyeri 2. Agar dapat
membaik 3. Anjurkan mengetahui
memonitor strategi dalam
nyeri secara meredakan nyeri
mandiri 3. Memonitor
4. Anjurkan kualitas nyeri
menggunaka secara mandiri
n analgetik 4. Menggunakan
secara tepat analgetik secara
5. Ajarkan berkala guna
teknik mengurangi
nonfarmakol nyeri
ogis untuk 5. Mengajarkan
mengurangi teknik relaksasi
rasa nyeri napas dalam dan
Kolaborasi teknik lainnya
1. Kolaborasi Kolaborasi
pemberian
1. Agar pemberian
analgetik,
jika perlu analgetik dapat
diberikan
dengan baik

Manajemen
b. Risiko Setelah dilakukan
cairan
ketidakseimba keperawatan selama Observasi Observasi
ngan cairan 3x24 jam diharapkan 1. Monitor 1. Memantau
status hidrasi status
keseimbangan cairan keseimbangan
2. Monitor berat cairan
meningkat dengan
badan harian
indikator : 2. Memantau berat
3. Monitor hasil badan akibat
pemeriksaan cairan berlebih
1. Asupan cairan
laboratorium
meningkat Terapeutik 3. Mengetahui
hasil
1. Catat intake laboratorium
2. Keluaran uruin
output dan yang mengalami
meningkat hitung abnormal
balance Terapeutik
3. Kelembaban cairan 24 jam
1. Mengetahui
membran 2. Berikan tanda dan gejala
asupan cairan dehidrasi selama
mukosa
sesuai 24 jam pertama
meningkat kebutuhan berlangsung
3. Berikan 2. Meningkatkan
4. Edema menurun
cairan keseimbangan
intravena cairan sesuai
5. Asupan
Kolaborasi kebutuhan
makanan
1. Kolaborasi 3. Mempermudah
meningkat pemberian tubuh mneyerap
anti piretik cairan
6. Dehidrasi jika perlu Kolaborasi
menurun 1. Kolaborasi
pemeberian
7. Tekanan darah deuretik guna
mebmbaik mengurangi
gejala yang
8. Membran muncul
mukosa
membaik

9. Turgor kulit
membaik
Manajemen
c. Resiko defisit Setelah dilakukan
nutrisi
nutrisi keperawatan selama Observasi Observasi
3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi 1. Pantau status
nutrisi nutrisi
status nutrisi membaik
2. Identifikasi 2. Hindari alergi
dengan indikator : makanan dan
alergi dan
intoleransi toleransi
1. Berat badan terhadap
makanan
membaik makanan
3. Identifikasi
makanan 3. Memastikan
2. Indeks masa makanan
yang disukai
tubuh membaik kesukaan yang
4. Identifikasi diinginkan
kebutuhan
3. Nafsu makan 4. Menghitung dan
kalori dan
membaik jenis nutrien memamstikan
jumlah nutrisis
5. Identifikasi dan kalori
4. Bising usus
perlunya
menbaik perlunya 5. Membantu
selang adanya alat
5. Membran nasogatrik bantuan
makanan
mukosa 6. Monitor melalui
beratba dan paranteral dan
membaik
7. Monitor hasil eneteral
pemeriksaan 6. Mengetahui
laboratorium status gizi baik
Terapeutik atau buruk
1. Lakukan oral 7. Menilai adanya
hygine kelainanan pada
sebelum hasil lab yang
makan jika terganggu
perlu Terapeutik
2. Fasilitasi 1. Memberikan
menentukan rasa nyaman
pedoman diet selama makan
3. Sajikan 2. Mengajarkan
makanan pedoman diet
secara yang mudah
menarik dan
3. Menambah
suhu yang
nafsu makan
sesuai
pasien dengan
4. Berikan suhu yang
makanan sesuai
tinggi serat
4. Mencegah
untuk
terjadinya
mencegah
konstipasi
konstipasi
karena serat
5. Berikan menyerap air
makanan dalam usus
tinggi kalori
5. Sebagai sumber
dan tinggi
utama energi
protein
bagi tubuh
6. Berikan
6. Menambah
suplemen
kebutuhan
makananjika
energi bagi
perlu
tubuh
7. Hentikan
7. Memudahkan
pemberian
absorpsi
makanan
makanan dengan
melalui
adanya bantuan
selang jika
enzim yang
jika asupan
terdapat didalam
oral dapat
mulut
ditoleransi
Edukasi
Edukasi
1. Memberikan
1. Anjurkan
posisi nyaman
posisi duduk
jika perlu 2. Untuk
membantu
2. Anjurkan diet
nutrisi dengan
yang
baik
diprogramka
Kolaborasi
n
Kolaborasi 1. Mengurangi
perasaan tidak
1. Kolaborasi
nyaman akan
pemberianme
gejala yang
dikasisebelu
dialami saat itu
makan
2. Memenuhi
2. Kolaborasi
dengan ahli kebutuhan
gizi untuk nutrisi sesuai
menentukan dengan yang
jumlah kalori dibutuhkan oleh
dan jenis tubuh
nutrien yang
dibutuhkan

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi


adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2018).

Menurut Setiadi (2019) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan


Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif&Kusuma,2018, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6,

Volume 1.EGC: Jakarta

Indrayani 2019, Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Laparatomi Ileus Obstruksi Di

Instalasi Bedah Sentral Rsud Dr Moewardi Surakarta

Drake, Richard L., Vogl, A. Wayne , Mitchell, Adam W. M., 2019, Diagnosis Dan Tata

Laksana Ileus Obstruktif . Universitas Udayana: Denpasar

Pasaribu, Nelly, 2018, Karekteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap di

Rsud Dr. Pirngadi Medan

Novi Indrayani, Margaretha. 2017, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi

Anda mungkin juga menyukai