KELOMPOK 2
FARMASI
PURWOKERTO
2023
a. Anatomi Usus
1. Usus halus
Usus halus atau usus kecil terletak berlipat-lipat di rongga abdomen, termasuk
bagian terpanjang dari gastrointestinal yakni terbentang dari ostium pyloricum gaster
sampai plica ileocaecale. Bentuknya berupa tabung dengan panjang sekitar 6-7 meter
dan diameternya menyempit dari ujung awal sampai ujung akhir. Usus halus dibagi
menjadi 3 bagian (Drake. 2014) :
Usus besar dimulai di persimpangan ileocaecal dan terdiri dari usus halus, usus
buntu,usus besar caecum (Peter B.2022).
a. Caecum dan Appendix Vermiformis
Struktur intraperitoniale dan bagian pertama dari usus besar. Pada dinding
posteromedial melekat appendix vermiformis yakni di ujung ileum. Terdapat
agregasi jaringan limfatik yang luas di dindingnya dan menggantung pada
ileum terminal oleh mesoappendix yang berisi vasa appendicularis (Peter
B.2022).
b. Kolon
Terletak di superior caecum dan terdiri dari colon ascendens, colon
transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Colon dibagi lagi
menjadi ascending, transversal, segmen descending dan sigmoid dari proksimal
ke distal.Terdapat flexura coli dextra di tempat pertemuan colon ascendens dan
colon transversum, flexura coli sinistra berda di tempat pertemuan colon
transversum dan colon descendens . Terdapat sulcus paracollici dextra dan
sinistra di lateral colon ascendens dan colon descendens. Colon sigmoideum
dimulai dari atas aperture pelvis superior sampai ke vertebra S3, bentuknya
seperti huruf S, ujung awal berhubungan dengan colon ascendens dan ujung
akhir berhubungan dengan rectum (Peter B.2022).
Usus besar jauh lebih tidak bergerak daripada usus kecil karena sebagian
besar terletak retroperitoneal dan melekat pada dinding perut bagian belakang (Peter
B.2022).
Kolon transversal dan kolon sigmoid keduanya dikelilingi oleh peritoneum dan
ditangguhkan dari dinding perut posterior oleh mesocolon transversal dan sigmoid,
masing-masing. Caecum biasanya sepenuhnya diselimuti peritoneum. Ini
memberikan caecum tingkat tertentu mobilitas. Apendiks vermiform juga
diselimuti peritoneum dan biasanya menggantung bebas di mesenteriumnya sendiri,
meskipun kadang-kadang bisa terselip secara ekstraperitoneal di belakang kolon
asenden,atau mungkin melekat pada bagian belakang caecum (Peter B.2022).
b. Fisiologi Usus
Usus kecil merupakan bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Bentuk usus halus menyerupai tabung yang polos. Panjang
usus halus sekitar 2-8 meter. Dinding usus halus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Usus halus merupakan
sebuah saluran mulai dari sfingter pilorus ke usus besar.
Fungsi usus kecil yaitu untuk mencerna dan mengabsorpsi makanan. Terdapat
tonjolan seperti rambut yang disebut “vili” di membran mukosa usus kecil. Setiap vili
mengandung pembuluh limfe dan pembuluh darah.
Usus penyerapan atau ileum merupakan bagian penutup dari usus halus. Ileum
berada setelah duodenum dan jejenum dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7-8 (netral atau sedikit basa) yang berfungsi untuk menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu (Widowati & Rinata, 2020).
Gerakan ini mendorong kimus menuju usus besar. Apabila dinding usus
diregangkan, suatu kontraksi sirkuler yang kuat (kontraksi peristaltik) terbentuk di
belakang titik perangsangan dan berjalan sepanjang usus menuju rektum dengan
kecepatan 2 sampai 25 cm/detik. Respon terhadap regangan ini disebut refleks
mienterik yang berfungsi untuk membantu laju proses pencernaan dan
absorbsinya.
Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa usus berpenampang luas atau
berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5-1,7 meter dan penampang 5,5 cm
(Syaifuddin, 2016). Walaupun usus besar memiliki diameter yang lebih besar dari pada
usus halus, namun luas permukaan epitelnya jauh lebih kecil karena usus besar lebih
pendek dari pada usus halus, permukaannya tidak berbelit-belit, dan mukosanya tidak
memiliki vili yang terdapat pada usus halus.
Fungsi utama organ tersebut untuk menyerap air dan feses. Selain itu usus besar
memiliki fungsi yang lain yaitu :
Untuk menembus barrier membran, bahan obat harus memiliki kelarutan dalam
lemak yang baik. Bahan-bahan obat yang bersifat asam dan basa diabsorpsi
berdasarkan pH lingkungannya. Pada mekanisme absorbs di usus, basa lemah lebih
mudah diabsorpsi pada pH > 7 daripada di lambung karena di lambung basa lemah
terutama dalam bentuk proton, yakni dalam keadaan terionisasi. Faktor utama yang
dapat memengaruhi absorpsi obat melalui jalur oral adalah faktor biologisnya yaitu
diantaranya permeabilitas membran, adanya pH garam empedu, adanya makanan
didalam usus saat transit, volume cairan tubuh, metabolisme pada hati, dan
pengikatan protein obat (Schmitz, et al., 2003).
2. Distribusi Obat
Proses pendistribusian obat pada farmakokinetika organ usus merujuk pada
perpindahan obat itu sendiri dari usus ke dalam aliran darah yang kemudian
didistribusikan ke dalam seluruh bagian tubuh. Proses ini melibatkan beberapa
faktor, termasuk sifat fisikokimia obat, permeabilitas membran sel, dan aktivitas
enzim pada usus (Neal, 2006).
Setelah obat diabsorpsi dari usus ke aliran darah, obat akan didistribusikan ke
seluruh bagian tubuh melalui sirkulasi darah (Neal, 2006). Faktor-faktor seperti
volume distribusi, ikatan protein, dan lipofilisitas obat juga dapat mempengaruhi
distribusi obat ke dalam jaringan tubuh.
Sifat fisikokimia obat, seperti ukuran molekul, muatan listrik, kelarutan, dan
ionisasi, dapat mempengaruhi kemampuan obat untuk menyeberangi membran sel
pada usus dan dapat memasuki aliran darah. Obat yang mempunyai sifat lipofilik
cenderung lebih mudah menyeberangi membran sel usus dan masuk ke dalam aliran
darah (Anief, 1997).
Permeabilitas membran sel juga berperan penting dalam proses distribusi obat
pada organ usus. Sel usus dilapisi oleh lapisan mukosa dan epitelium yang
melindungi usus dari bahan kimia yang berbahaya, termasuk obat-obatan.
Permeabilitas membran sel usus dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
kondisi kesehatan pasien, keberadaan obat lain, dan faktor genetik (Susang, 2020).
Selain itu, aktivitas enzim pada usus juga dapat mempengaruhi distribusi obat.
Enzim seperti esterase dan sitokrom P450 dapat memetabolisme obat di dalam
usus sehingga mempengaruhi biodisponibilitas obat (Rahardja, et al., 2002).
3. Metabolisme Obat
Proses selanjutnya yaitu Interaksi yang terjadi pada proses metabolisme obat
(Tangkeallo, 2021). Mekanisme interaksi dapat berupa penghambatan (inhibisi)
metabolisme, induksi metabolisme, dan perubahan aliran darah hepatik. Hambatan
ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat terutama berlaku terhadap
obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom
P450 (CYP). Beberapa isoenzim CYP yang penting dalam metabolisme obat,
antara lain yaitu :
a. CYP2D6 yang dikenal juga sebagai debrisoquin hidroksilase dan merupakan
isoenzim CYP pertama yang diketahui, aktivitasnya dihambat oleh obat-obat
seperti kuinidin, paroxetine, terbinafine.
b. CYP3A yang memetabolisme lebih dari 50% obat-obat yang banyak digunakan
dan terdapat di usus halus, antara lain dihambat oleh ketokonazol, itrakonazol,
eritromisin, klaritromisin, diltiazem, nefazodon.
c. CYP1A2 merupakan ezim pemetabolis penting di hati untuk teofilin, kofein,
klozapin dan R-warfarin, dihambat oleh obat-obat seperti siprofloksasin dan
fluvoksamin (Gitawati, 2008).
4. Ekskresi
Proses dalam farmakokinetika yang terakhir yaitu proses ekskersi yang
merupakan eliminasi akhir obat dari tubuh yang membuat tabulasi berbagai jalur
ekskresi yang tersedia untuk obat-obatan. Obat-obatan dan metabolitnya banyak
diekskresikan melalui penghalang biologis oleh protein khusus yang disebut
transporter dan meminta beberapa protein transporter utama bersama dengan
contoh obat yang mereka transport (Tangkeallo, 2021).
Salah satu jalur eksresi obat adalah melalui empedu dan usus berupa feses.
Eksresi melalui usus terjadi pada zat-zat yang memiliki BM > 400. Contohnya
Digitoksin yang dihidrolisis di hati mengeluarkan dalam cairan empedu, kemudian
mencapai usus halus dan akan diuraikan oleh beta-glukuronisade bakterial.
Digitoksin yang bersifat lipofil tidak terurai, sehingga akan diabsorbsi lagi lewat
pembuluh darah porta Kembali ke hati. Hal tersebut menjadikan proses obat sangat
Panjang (Schmitz, et al., 2003).
Daftar Referensi
Agustina, A. N., Tavip Dwi Wahyuni, B., Pranata, L., Damayanti, D., Pangkey, B. C.,
Indrawati, I., ... & Ernawati, N. (2022). Anatomi Fisiologi. Yayasan Kita Menulis.
Ginting, D. S., Andera, N. A., Sendra, E., Rini, D. S., Setiyorini, E., Juwariah, T., ... &
Sulupadang, P. (2022). Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Get Press.
Gitawati, R. (2008). Interaksi obat dan beberapa implikasinya. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 18(4 Des).
Richard L Drake, et al. 2014. Gray’s Anatomy:Anatomy of the Human Body. Elsevier;
Amsterdam.
Schmitz, G, Lepper, H & Heidrich, M 2003, Farmakologi dan Toksikologi Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Susang, D. W. (2020). Studi Literatur Perbandingan Pengaruh Ekstrak Daun Sirsak (Annona
Muricata Linn) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella Typhi Dan
Salmonella Enteritidis” (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
Valerie C Scanlon, et al. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology; fifth edition. F. A.
Davis Company; Philadelphia.
Widowati, H. & Rinata, E. 2020. Buku Ajar Anatomi, Sidoarjo: UMSIDA Press.
Wulansari, N. (2009). Pengaruh Perasan Buah Apel (Maulus Domestica Borkh) Fuji Rrc
Terhadap Farmakokinetika Parasetamol Yang Diberikan Bersama Secara Oral Pada
Kelinci Jantan (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).