Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan1,2

Gambar 1. Sistem Pencernaan1

2
Yang termasuk dalam saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas

(proksimal) ligamentum Treitz, dimulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster

dan esofagus.

Gambar 2. Saluran cerna bagian atas.

A. Duodenum dan Jejunum

Panjang duodenum adalah sekitar 25 cm, mulai dari pilorus hingga jejunum.

Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum Treitz, yaitu

suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus

esofagus dan berinsersio pada perbatasan antara duodenum dan jejunum.

Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Sekitar

duaperlima dari sisa usus halus adalah jejunum, dan tiga perlima bagian akhirnya

adalah ileum. Jejunum terletak di regio mid-abdominalis sinistra, sedangkan ileum

3
cenderung terletak di regio abdominalis dekstra sebelah bawah. Masuknya kimus ke

dalam usus halus diatur oleh sfingter pilorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah

tercerna ke dalam usus besar diatur oleh katup ileosekal.

Gambar 3. Bentuk anatomi dari duodenum dan jejunum.

Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan

serosa) dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan viseral dan

parietal, dan ruang yang terletak di antara lapisan – lapisan ini disebut sebagai rongga

peritoneum. Peritoneum melipat dan meliputi hampir seluruh visera abdomen.

Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan: lapisan luar terdiri atas

serabut – serabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan dalam terdiri atas serabut –

serabut sirkular. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltik usus halus.

Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat, sedangkan lapisan mukosa bagian dalam

tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar.

4
Usus halus dicirikan dengan adanya tiga struktur yang sangat menambah luas

permukaan dan membantu fungsi utamanya yaitu absorpsi. Lapisan mukosa dan

submukosa membentuk lipatan – lipatan sirkular yang disebut sebgai valvula

koniventes (lipatan Kerckring) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 sampai 10

mm. Adanya lipatan – lipatan ini menyebabkan gambaran usus halus menyerupai

bulu pada pemeriksaan radiografi. Villi merupakan tonjolan – tonjolan mukosa

seperti jari – jari yang jumlahnya sekitar empat atau lima juta dan terdapat di

sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1,5 mm dan menyebabkan

gambaran mukosa menjadi menyerupai beludru. Mikrovilli merupakan tonjolan

menyerupai jari – jari yang panjangnya sekitar 1 m pada permukaan luar setiap vilus.

Mikrovili terlihat dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush

border pada pemeriksaan mikroskop cahaya. Bila lapisan permukaan usus halus ini

rata, maka luas permukaannya hanya sekitar 2.000 cm2. Valvula koniventes, vili, dan

mikrovili sama – sama menambah luas permukaan absorpsi hingga 1,6 juta cm2, yaitu

meningkat sekitar seribu kali lipat. Penyakit – penyakit usus halus (mis.,sprue) yang

menyebabkan terjadinya atrofi dan pendataran vili, sangat mengurangi luas

permukaan absorpsi dan mengakibatkan terjadinya malabsorpsi.

B. Lambung (Gaster)

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di

bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan

bila penuh akan berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah

1 sampai 2 L.

5
Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum

atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan

bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung

lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau

sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan

mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat

pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter

pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika

berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam

lambung.

Gambar 4. Anatomi lambung (gaster).

6
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami

stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus

peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus

atau pilorospasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau

spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung

ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna

atau menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau

pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi serabut otot.

Gambar 5. Bentuk anatomi dari lambung (gaster)

7
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar

merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis

menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang

ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu organ

menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi, omentum minus (disebut juga

ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang

kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritoneum terus ke bawah

membentuk omentum majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah

apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan

cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis akut.

Tidak seperti daerah saluran cernal lain, bagian muskularis tersusun atas tiga

lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan

sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot

yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan

untuk memecah makanan menjadi partikel – partikel yang kecil, mengaduk dan

mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah

duodenum.

C. Esofagus

Esofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm

dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung.

Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebra, dan menembus

8
hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan

bahan yang dimakan dari faring ke lambung.

Gambar 6. Bentuk anatomi dari esofagus

Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus

membentuk sfingter esofagus bagian atas dan teridri atas serabut – serabut otot

rangka. Bagian esofagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi

kecuali pada waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun secara

anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan beperan sebagai sawar terhadap

9
refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup,

kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau muntah.

Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri atas

empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (lapisan luar). Lapisan

mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di

ujung atas; epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan

esofagus dalam lambung (garis – Z) dan menjadi epitel toraks selapis. Mukosa

esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung

yang sangat asam. Lapisan submukosa mengandung sel – sel sekretori yang

memproduksi mukus. Mukus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan

melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot lapisan luar tersusun

longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang terdapat di 5% bagian

atas esofagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot

polos. Bagian di antaranya terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda

dengan bagian saluran cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esofagus tidak

memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan lapisan ini terdiri atas

jaringan ikat longgar yang menghubungkan esofagus dengan struktur – struktur yang

berdekatan. Tidak adanya serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel –

sel tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya kemungkinan kebocoran

setelah operasi.

10
2. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

A. Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan perdarahan saluran

makanan proksimal dari ligamentum Treitz sedangakan perdarahan saluran cerna

bagian bawah berasal dari usus di sebelah bawah lugamentum Treitz. Pada

SCBA untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esofagus dan non

varises karena keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan

prognosisnya. Manifestasi pedarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam

tergantung lama, kecepatan, banyaknya sedikitnya darah yang hilang dan apakah

perdarahan berlangsung secara terus menerus atau tidak. Kemungkinan pasien

datang dengan:

1) Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung

lama.

2) Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau

tanpa gangguan hemodinamik.

B. Etiologi

Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang

seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang

mengancam nyawa. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar)

atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan

saluran cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz.

11
Melena (feses berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA,

walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga

bermanifestasi dalam bentuk melena. Adapun penyebab dari perdarahan

SCBA, antara lain:

a) Pecahnya varises esophagus (tersering di Indonesia 70-75%)

b) Perdarahan tukak peptik ( ulkus peptikum )

c) Gastritis ( terutama gastritis erosive akibat OAINS )

d) Gastropathi hipertensi portal

e) Esofagitis

f) Keganasan Misalnya pada kanker lambung

C. Patofisiologi

Hematemesis dan melena juga dapat ditemukan pada penyakit tukak peptik

(ulcus pepticum). Mekanisme patogenik dari ulkus peptikum ialah destruksi sawar

mukosa lambung yang dapat menyebabkan cedera atau perdarahan, dimana cedera

tersebut nantinya akan menimbulkan ulkus pada lambung. Sama seperti varises

esofagus, darah ini akan dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan atau melena.

Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat

ketidakseimbangan faktor ofensif (penyerang) dan faktor defensive (pertahanan) pada

mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan

kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin,

asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pyllori yang bersifat gram-

12
negatif, OAINS (obat anti inflamasi non steroid), alkohol, dan radikal bebas.

Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa gastroduodenal terdiri dari

3 lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial.

Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan

mucus bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai

bahan kimia termasuk ion hidrogen. Mukus tersusun dari lipid, glikoprotein, dan air

sebanyak 95%. Fungsi mukus ini menghalangi difusi ion dan molekul, misalnya

pepsin. Bikarbonat yang disekresi sel epitel permukaan membentuk gradasi pH di

lapisan mukus. Stimulasi sekresi. bikarbonat oleh kalsium, prostaglandin, asam, dan

rangsang cholinergik. Prostaglandin adalah metabolit asam arakhidonat dan

menduduki peran sentral dalam pertahanan epitelial yaitu mengatur sekresi mukus

dan bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa,

dan restitusi sel.

Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri. Aktifitas pertahanannya

meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi ion untuk mempertahankan pH,

dan membuat ikatan antar sel. Bila pertahanan preepitelial bisa dilewati akan segera

terjadi restitusi, sel sekeliling mukosa yang rusak terjadi migrasi dan mengganti sel-

sel epitel yang rusak. Proses ini tidak tergantung pada pembelahan sel,

membutuhkan sirkulasi darah yang utuh, dan pH sekitar yang alkali. Pada umumnya

sel epitel yang rusak akan sembuh dan mengalami regenerasi selama 3 sampai 5 hari

Bila kerusakan mukosa luas dan tidak teratasi dengan proses restitusi akan diatasi

dengan proliferasi sel epitel.

13
Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan lekosit. Komponen

terpenting lapis pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat.

Sirkulasi darah ke epitel sangat diperlukan untuk mempertahankan keutuhan dan

kelangsungan hidup sel epitel dengan memasok oksigen, mikronutrien, dan

membuang produk metabolisme yang toksik sehingga sel epitel dapat berfungsi

dengan baik untuk melindungi mukosa lambung.

Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti

inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres.Penggunaan

NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat

mengganggu proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat

menyebabkan cedera. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs

mempunyai GI yang kurang baik.

Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan

NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi

dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan

disertai antikoagulan, dan severe comorbid illness. Walaupun prevalensi

penggunaan NSAIDs pada anak tidak diketahui, tetapi sudah tampak adanya

peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis kronik yang dirawat dengan

NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya tukak gaster,

tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk menimbulkan tukak

gaster.11

14
Gambar 9.Patofisiologi Mucosal Injury & Bleeding akibat NSAID

Sindroma Mallory-Weiss adalah sebuah kondisi di mana lapisan mukosa di

bagian distal esophagus pada gastroesophageal junction mengalami laserasi yang

15
dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah). Laserasi seringkali juga

menyebabkan perdarahan arteri submukosa. Perdarahan muncul ketika luka sobekan

telah melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi

portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan dibandingkan dengan pasien

hipertensi non-portal. Sindrom Mallory-Weiss biasanya sekunder terhadap

peningkatan mendadak tekanan intraabdominal. Faktor pencetus meliputi muntah,

mengedan saat buang air besar, mengangkat beban, batuk, kejang epilepsi, cegukan di

bawah anestesi, dada tertekan, trauma abdomen, preparat kolonoskopi dan

gastroskopi.12

D. Gejala klinik

Gejala klinis perdarahan saluran cerna ada 3 gejala khas, yaitu :

a) Hematemesis

Muntah darah dan mengidentifikasikan adanya perdarahan saluran cerna

atas, yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”

b) Melena

Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur

asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna

bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian

kanan dapat juga menjadi sumber lainnya

c) Hematochezia

16
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna

bagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna

bahagian atas yang sudah berat.

E. Diagnosis

Anamnesis

Diperlukan sekali pengambilan anamnesis/alloanamnesis yang teliti,

diantaranya :

Setiap penderita dengan perdarahan SCBA, perlu ditanyakan apakah

timbul mendadak dan banyak, atau sedikit tetapi terus menerus, ataukah

timbulnya perdarahan berulang kali, sehingga lama kelamaan badan menjadi

bertambah lemah. Apakah perdarahan yang dialami ini untuk pertama kali

ataukah sebelumnya sudah pernah.

Sebelum hematemesis apakah didahului dengan rasa nyeri atau pedih

di epigastrium yang berhubungan dengan makanan untuk memikirkan tukak

peptik yang mengalami perdarahan

Adakah penderita makan obat – obatan atau jamu – jamuan yang

menyebabkan rasa nyeri atau pedih di epigastrium kemudian disusul dengan

muntah darah.

Penderita dengan hematemesis yang disebabkan pecahnya varises

esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada

umumnya sifat perdarahan timbulnya spontan dan masif. Darah yang

17
dimuntahkan berwarna kehitaman dan tidak membeku, karena sudah

tercampur dengan asam lambung.kepada penderita ini perlu ditanyakan

apakah pernah menderita hepatitis, alkoholisme atau penyakit hati kronis.

Pemeriksaan fisik

Yang pertama perlu diamati adalah : keadaan umum, tensi, nadi,

apakah sudah memperlihatkan tanda syok atau belum. Bila penderita sudah

dalam keadaan syok sebaiknya segera diberi pertolongan untuk mengatasinya.

Di samping itu perlu diamati kesadaran penderita, apakah masih kompos

mentis ataukah sudah koma hepatikum (terutama pada penderita sirosis

dengan perdarahan). Bila sudah syok atau koma, maka segera untuk mengatasi

syoknya, atau komanya. Pada keadaan semacam ini, atau keadaan gawat

penderita, segala manipulasi yang tidak esensial hendaknya ditinggalkan dulu

sampai keadaan umum penderita membaik. Di samping itu perhatikan apakah

ada tanda-tanda anemi, atau belum.

Hematemesis yang diduga karena pecahnya varises esofagus perlu

diperhatikan gangguan faal hati, yaitu : ada tidaknya ikterus, spider nevi,

eritema palmaris, liver nail, venektasi di sekitar abdomen, asites,

splenomegali, udema sakral dan pretibial, tanda endokrin sekunder pada kaum

wanita (gangguan menstruasi, atrofi payudara) dan pada kaum pria

(ginekomasti, atrofi testis).

Seorang penderita dengan kelianan di lambung sebagai penyebab

perdarahan, misalnya tukak peptik atau gastritis hemoragika, akan nyeri tekan

18
di daerah epigastrium. Dan bila teraba suatu masa epigastrium yang kadang –

kadang terasa nyeri tekan, kemungkinan besar adalah karsinoma di lambung

sebagai penyebab perdarahan.

Pemeriksaan penunjang

o Pemeriksaan laboratorium

Setiap penderita dengan perdarahan apapun, pertama sebaiknya

dilakukan pemeriksaan golongan darah, Hb, hematokrit, jumlah eritrosit,

lekosit, trombosit dan morfologi darah tepi. Dan pada penderita, yang

diduga menderita sirosis hati dengan pecahnya varises esofagus terutama

dengan perdarahan masif, perlu sekali diperiksa apakah ada kelainan faal

hati.

Perbandingan BUN ( Blood Urea Nitrogen ) dan kreatinin serum

dapat dicapai untuk memperkirakan asal perdarahan. Nilai puncak

biasanya dicapai dalam 24 – 48 jam sejak terjadinya perdarahan. Normal

perbandingannya adalah 20. Bila di atas 35, kemungkinan perdarahan

berasal dari saluran cerna bagian atas ( SCBA ). Di bawah 35,

kemungkinan perdarahan saluran cerna bagian bawah ( SCBB ).

o Endoskopi

Endoskopi digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis,

menentukan sumber perdarahan, memungkinkan pengobatan endoskopik

awal, informasi prognostik ( seperti identifikasi stigmata perdarahan baru

19
). Endoskopi dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan

atau segera setelah hematemesis berhenti.

o Pemeriksaan radiologis

 USG : untuk menunjang diagnosis hematemesis / melena bila

diduga penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus karena

secara tidak langsung memberi informasi tentang ada tidaknya

hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi portal,keganasan

hati, dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan

sesudah perdarahan akut berhenti.

 Arteriografi abdomen : untuk menentukan letak perdarahan,

terutama pada penderita dengan perdarahan aktif. Juga berguna

untuk mendeteksi lesi yang menyebabkan perdarahan.

3. ANEMIA

A. Definisi Anemia

Anemia merupakan suatu keadaan di mana kadar hemoglobin dalam darah

kurang dari normal yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin.

20
B. Penyebab Anemia

1. Perdarahan

2. Persalinan

3. Ulkus Peptikum

4. Kanker atau polip saluran pencernaan

5. Keganasan

6. Kandungan zat besi dalam makanan yang tidak mencukupi

C. Jenis – Jenis Anemia

1. Anemia Mikrositik Hipokromik

Adalah anemia dengan ciri ukuran sel darah merah lebih kecil dari ukuran

normal dan berwarna coklat yang disebabkan oleh kekurangan ion Fe sebagai

komponen hemoglobin disertai penurunan kuantitatif pada sintesa Hb.

Patofisiologi simpanan zat besi, kadar serum menurun dengan gejala klinis

timbul karena jumlah hemoglobin tidak adekuat untuk mengangkut oksigen ke

jaringan tubuh.

2. Anemia Sel Sabit

Merupakan bentuk anemia yang bersifat kronis dan bersifat bawaan dimana

sebagian atau sleuruh hemoglobin normal diganti dengan hemoglobin abnormal.

21
Penyebabnya bermacam – macam seperti dari faktor keturunan, malaria,

autoimun dan karena bahan kimia tertentu

3. Anemia Megalolastik

Adalah sekelompok anemia yang ditandai oleh adanya eritroblas yang besar

akibat gangguan maturasi inti sel tersebut yang dinamakan megaloblas yang

terjadi karena kekurang an vitamin b12, asam folat gangguan metabolisme b12

dan asam folat.

4. Anemia Aplastik

Anemia Aplastikm merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif jarang

ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Penyakit ini ditandai oleh

pansitopenia dan aplasia sum sum tulang.

5. Berdasarkan pendekatan morfologi

Penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah

pada apusandarah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah

normal mempunyai volume 80-96 femtoliter dengan diameter kira-kira 7-8

micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih

besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik.

Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut

mikrositik. Automaticcell counter memperkirakan volume sel darah merah

dengan sampel jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean

corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean tersebut. Angka dispersi

tersebut merupakan koefisien variasi volume sel darah merah atau RBC

22
distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%.

Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel. Berdasarkan

pendekatan morfologi, anemiadiklasifi kasikan menjadi

 Anemia makrositik (gambar 1)

Anemia makrositik merupakan anemia dengankarakteristik MCV di atas 100 fL.

Anemia makrositik dapat disebabkan oleh

- Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah

(defisiensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesaasam

nukleat: zidovudine, hidroksiurea)

- Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut)

- Penggunaan alkohol

- Penyakit hati

- Hipotiroidisme.

 Anemia Mikrositik (gambar 2)

Anemia mikrositik merupakan anemia dengankarakteristik sel darah merah

yang kecil(MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai

penurunan hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH ( mean

concentration hemoglobin) dan MCV, akandidapatkan gambaran mikrositik

hipokrom pada apusan darah tepi.Penyebab anemia mikrositik hipokrom:

- Berkurangnya Fe: anemia defisiensi Fe,anemia penyakit kronis/anemia

inflamasi, defisiensi tembaga.

23
- Berkurangnya sintesis heme: keracunanlogam, anemia sideroblastik

kongenital dandidapat.

- Berkurangnya sintesis globin: talasemiadan hemoglobinopati.

 Anemia Normositik (gambar 3)

Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL).

Keadaan inidapat disebabkan oleh :

- Anemia pada penyakit ginjal kronik.

- Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal

kronik.

- Anemia hemolitik:

 Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan membran

(sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin

(penyakit sickle cell).

 Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik

Sel darah merah: imun, autoimun (obat,virus, berhubungan dengan kelainan

limfoid,idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut danlambat, anemia hemolitik

neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik,sindrom hemolitik

uremik), infeksi (malaria),dan zat kimia (bisa ular).

24
Gambar 1. Gambar 2.

Gambar 3.

D. Patogenesis Anemia

1. Anemia karena kehilangan darah

Anemia kehilangan darah akibat perdarahan yaitu terlalu banyaknya sel

darah merah yang hilang dari tubuh seseorang akibat kecelakaan atau dimana

tejadi perdarahan yang banyak jumlahnya. Perdarahan bisa disebabkan racun

atau obat – obatan, selain itu ada perdarahan kronis seperti pada kanker pada

saluran pencernaan, peptic ulser atau wasir.

2. Anemia karena pengrusakan sel – sel darah merah

Anemia ini dapat terjadi karena bibit penyakit atau parasit yang masuk ke

dalam tubuh seperti malaria atau cacing tambang sehingga terjadi hemolisis

eritrosit. Bila eritrosit pecah dan rusak maka zat besi tidak hilang tetapi bisa

digunakan kembali sebagai pembentukan sel – sel darah merah namun jika asam

folat yang dirusak maka tidak dapat digunakan lagi.

3. Anemia karena gangguan pada produksi sel darah merah

25
Sum – sum tulang mengganti sel darah yang tua dengan sel darah merah

yang baru sama cepatnya dengan banyaknya sel darah merah yang hilang

sehingga jumlah sel darah merah yang dipertahankan selalu cukup banyak di

dalam darah dan untuk mempertahankannya diperlukan cukup banyak zat gizi.

E. Pemeriksaan Fisik

Tujuan utamanya adalah menemukan tandaketerlibatan organ atau

multisistem dan untukmenilai beratnya kondisi penderita.Pemeriksaan fisik perlu

memperhatikan:

 adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.

 pucat: sensitivitas dan spesifisitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku,

wajah atau konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasiantara 19-70%

dan 70-100%.

 ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering

sulit dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifisial. Pada penelitian 62

tenaga medis, icterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5

mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL.

 penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada

talasemia.

 lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.

 limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri

tulang dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif

26
(seperti pada leukemia mielositik kronik), lesi litik ( pada myeloma multipel

atau metastasis kanker).

 petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.

 kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defi siensi Fe.

 Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell,sferositosis herediter, anemia

sideroblastik familial).

 Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.

F. Pemeriksaan Laboratorium

 Complete blood count (CBC)

CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit,jumlah eritrosit, ukuran

eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium,pemeriksaan

trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam

permintaanpemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood

counter, didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel

 Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi apusan darah tepi harus dievaluasi

dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi dengan automated

blood counter.

 Hipersegmentasi neutrofil

Hipersegmentasi neutrofil merupakan abnormalitasyang ditandai dengan lebih

dari 5% neutrofil berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofil berlobus >6.

27
Adanya hipersegmentasi neutrofil dengan gambaran makrositikberhubungan

dengan gangguan sintesis DNA(defisiensi vitamin B12 dan asam folat).

 Hitung retikulosit

Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitungretikulosit dapat berupa

persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut,hitung retikulosit

absolut terkoreksi, atau reticulocyte production index. Produksi sel darahmerah

efektif merupakan proses dinamik. Hitungretikulosit harus dibandingkan

denganjumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia. Rumus hitung

retikulosit terkoreksiadalah:

28

Anda mungkin juga menyukai