A. KONSEP TEORITIS
1. Definisi
Ileus adalah penurunan atau hilangnya fungsi usus akibat paralisis
atau obstruksi mekanis yang dapat menyebabkan penumpukan atau
penyumbatan zat makanan (Rasmilia Retno, 2013).
Menurut Margaretha Novi Indrayani (2013) Ileus adalah
gangguan atau hambatan isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus
dibagi menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus
obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena
adanya sumbatan atau hambatan mekanik yang disebabkan kelainan
dalam lumen usus (Ida Ratna, Nurhidayati, 2015).
MedLine Plus (2018) menyatakan Ileus obstruktif atau obstruksi
usus adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran isi usus. Sedangkan ileus paralitik adalah obstruksi usus
akibat kelumpuhan seluruh atau sebagian otot-otot usus yang
menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya peristaltik (Megan
Griffiths, 2020).
Dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif merupakan penyumbatan
pada usus yang disebabkan oleh hernia, adhesi atau pelengketan, tumor
yang menyebabkan isi usus tidak dapat disalurkan ke distal.
2. Klasifikasi
a. Menurut sifat sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :
1) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis
di dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara
lain karena atresia usus dan neoplasma
2) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus
disertai oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi,
intususepsi, adhesi, dan volvulus
b. Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :
1) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
2) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Pasaribu, 2012).
c. Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
1) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
2) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi
karena kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s
disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
3) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada
di dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu (Pasaribu,
2012)..
d. Menurut stadiumnya
Ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya,
antara lain :
1) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi
sebagian sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus
dan defekasi sedikit
2) Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi / sumbatan
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai
gangguan aliran darah)
3) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi
disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren
(Margaretha Novi Indrayani, 2013).
3. Anatomi Fisiologi
a. Intestinum minor ( usus halus )
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter. Lapisan
usus halus terdiri dari :
1) Lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar
(m.sirkuler).
2) Otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa (sebelah
luar).
Pergerakan usus halus ada 2 yaitu :
1) Kontraksi pencampur (segmentasi)
Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu,
desakan kimus.
2) Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang
peristaltik. Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan
oleh masuknya kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang
dinamakan gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan
lambung terutama di hancurkan melalui pleksus mientertus dari
lambung turun sepanjang dinding usus halus. Perbatasan usus
halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang berfungsi
mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi
sfingter iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari
sekum. Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini di perantarai
oleh pleksus mienterikus. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati melalui vena
porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahanpecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim
yang mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi yang sangat kuat
pada mukosa usus, seperti terjadi pada beberapa infeksi dapat
menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic rusrf” merupakan
peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada usus halus dalam
beberapa menit. intesinum minor terdiri dari :
a) Duodenum ( usus 12 jari )
Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung
kekiri. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian
kanan 18 duodenum ini terdapat selaput lendir yang
membuktikan di sebut papila veteri. Pada papila veteri ini
bermuara saluran empedu ( duktus koledukus ) dan saluran
pankreas ( duktus pankreatikus )
b) Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima
bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan
ileum dengan panjang ± 4–5 meter. Lekukan yeyenum dan
ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal
sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan
keluar dan masuknya cabangcabang arteri dan vena
mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang
antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai
batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan
sekum dengan perataraan lubang yang bernama orifisium
ileoseikalis, orifisium ini di perkuat dengan sfingter
ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula
seikalis atau valvulabau kini Mukosa usus halus. Permukaan
epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili
memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk
oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar
permukaan usus. Pada penampangan melintang vili di lapisi
oleh epiel dan kripta yang menghasilkan bermacammacam
hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif
dalam pencernaan.
c) Intestinium Mayor ( Usus besar )
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5–6 cm. Lapisan–
lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan
otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat.
Lapisan usus besar terdiri dari :
Seikum
Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang
berbentuk seperti cacing sehingga di sebut juga umbai
cacing, panjang 6 cm.
Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah
kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di
bawah hati membengkak ke kiri, lengkungan ini di
sebut Fleksur hepatika, di lanjutkan sebagai kolon
transversum.
Appendiks ( usus buntu )
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari
akhir seikum.
Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens
sampai kekolon desendens berada di bawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah
kiri terdapat fleksura linealis.
Kolon desendens 20
Panjang ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis
sampai kedepan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk
menyerupai huruf
S. Ujung bawahnya berhubung dengan rectum. Fungsi
kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan
menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan
kolon ada 2 macam :
a) Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi
gabungan otot polos dan longitudinal namun bagian
luar usus besar yang tidak terangsang menonjol
keluar menjadi seperti kantong.
b) Pergerakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu
kontraksi usus besar yang mendorong feses ke arah
anus.
d) Rektum dan Anus
Terletak di bawah kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak
dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan oskoksigis.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rectum dengan dunia luar ( udara luar ).
Terletak di antara pelvis, dindingnya di perkuat oleh 3
sfingter :
1) Sfingter Ani Internus
2) Sfingter Levator Ani
3) fingter Ani Eksternus
Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass
movement. Mekanisme :
Kontraksi kolon desenden
Kontraksi reflek rectum
Kontraksi reflek sigmoid
Relaksasi sfingter ani
4. Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus menurut Margaretha
Novi Indrayani (2013) antara lain
a. Hernia inkarserata : Hernia inkarserata timbul karena usus yang
masuk ke dalam kantung hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga
timbul gejala obstruksi (penyempitan) dan strangulasi usus (sumbatan
usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke usus).
b. Non hernia inkarserata, antara lain :
1) Adhesi atau perlekatan usus Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat
operasi intra abdominal sebelumnya atau proses inflamasi intra
abdominal. Dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk
tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas.
2) Askariasis Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum,
biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa
terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum
terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit.Obstruksi
umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa
makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati
akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan
cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi,
dan perforasi.
3) Volvulus Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran
usus yang abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus
sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis sehingga pasase
(gangguan perjalanan makanan) terganggu. Pada usus halus agak
jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di
bagian ileum.
4) Tumor Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi
Usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Hal ini terutama
disebabkan oleh kumpulan metastasis (penyebaran kanker) di
peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
5) Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari
kantong empedu menyebabkan fistul (koneksi abnormal antara
pembuluh darah, usus, organ, atau struktur lainnya) dari saluran
empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke raktus gastrointestinal
5. Patofisologi
Patofisilogi yang terjadi yang disebabkan obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi itu disebabkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utama terletak pada obstruksi
paralatik dimana peristaltik di hambat sejak awal, sedangkan pada
obstruksi awal, sedangkan pada obstruksi mekanik awalnya peristaltik
diperkuat, kemudian intermitten,dan akhirnya menghilang.
Pada ileus obstruksi usus halus terjadi dilatasi pada usus proksimal
secara progresif akibat akumulasi dari sekresi perencanaan dan udara
yang tertelan (70% dari udara yang tertelan) dalam lumen. Dilatasi dari
usus halus aktivitas sel sekretori, yang berakibat bertambahnya akumulasi
cairna. Hal ini mengakibatkan peristaltik meningkat pada bagian atas dan
bawah dari obstruksi, dengan buang air peristaltik meningkat pada bagian
atas bawah dari obstruksi,dengan buang air besar yang jarang dan flatus
pada awal perjalanan. Distensi berat pada dinding usus akan mengurangi
pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Sekitar 8 liter cairan
diskresi kedalam saluran cerna dapat setiap hari, sehingga tidak adanya
absorpsi dapat mengakibatkan penimbunanin tralumen dengan cepat.
Hal ini akan mengompresi saluran limfe mukosa dan menyebabkan
limfemeda pada dinding usus. Dengan meningkatkanya tekanan
hidrostatik intraluminal, meningkatnya tekanan hidrostastik pada kapiler
akan menyebabkan cairan yang banyak, elektrolit dan protein kedalam
usus. Kehilangan cairan dan dehidrasi yang disebabkan oleh akan
sangant parah dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Muntah
dan pengosongan isi usus merupakan penyebab utama kehilangan cairan
dan elektrolit. Akibat muntah tadi akan terjedi dehidrasi, hipovelemik
pada obstruksi proksimal, kehilangan cairan disertai oleh kehilangan ion
hidrogen(H+), kalium dan korida, sehingga terjadi alkalosis
metabolik.peregangan usus yang tarjadi secara terus menerus
mengakibatkan timbulnya lingkaran penurunan absorpsi cairan dan
peningkatan sekresi kedalam usus, efek lokal peregangan usus terjadi
adalah iskemia akibat peregangan dan peningkatan permeabilitas yang
disebabkan oleh nekrosis,disertai dengan absorpsi toksin bakteri kedalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.
Pada obstruksi intestinal simpel intestinal simpel, obstruksti terjadi
tanpa gangguan vaskularisasi. Makananan dan cairan yang masuk, sekresi
getah pencernaan, dan gas terkumpul di proksimal obstruksi. Bagian
proksimal usus distensi, sedangkan bagian distalnya colaps. Fungsi
absorpsi dan sekresi dari mukosa usus berkurang, dan dinding usus
menjadi edema dan terbendung. Distensi usus yang parah akan semakin
progresif, menambah peristaltik, dan meningkatkan risiko dehidrasi dan
progresi kearah strangulasi. Obstruksi intestinal strangulasi merupakan
obstruksi dengan gangguan aliran pembuluh darah, terjadi pada 25% dari
pasien dengan ileus obstruksi. Biasanya berhubungan dengan
hernia,volvulus,dan instususepsi. Obstruksi strangulasi bisa menjadi
infark miokard dengan gangren dalam waktu 6 jam, awalnya akan
terjaid obstruksi vena , kemudian oklusi arteri dan akhirnya iskemia
cepat dinding usus. Usus yang iskemia akan menjadi edema dan infrak,
yang berujung ganfgren dan perforasi. Bila tidak ditangani akan menjadi
perforasi, periitonitis, dan kematian. Pada ileus obstruksi kolon,
srtamgulasi jarang terjadi (kecuali pasien dengan volvulus)
6. Manifestasi Klinis
a. Mekanik sederhana – usus halus atas Kolik (kram) pada abdomen
pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah, peningkatan bising
usus, nyeri tekan abdomen.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada ileus obstruktif menurut Hasdianah &
Suprapto (2014), sebagai berikut :
a. Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus pada
urinalisa, berat jenis bisa meningkatkan dan ketonuria yang
menunjukan adanya dehidrasi dan asidosis metabolic . Leukosit
normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan sudah
terjadi peritonitis, kimia darah sering adanya gangguan elektrolit .
b. Pemeriksaan sinar X : otot polos , menunjukan kuantitas abnormal
dari gas dan cairan dalam usus dan menunjukan adanya udara di
diafragma dan terjadi perforasi usus.
c. Enema barium : diindikasikan untuk di invaginasi 4. Endoskopi
abdomen
: diindikasikan bila dicurigai adanya volvulus.
8. Penatalaksanaan
Penderita penyumbatan usus harus di rawat dirumah sakit (Kusuma dan
Nurarif, 2015). Penatalaksanaan pasien dengan ileus obstruktif adalah:
a. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi danmengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien
dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit
untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai
barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif
b. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering
dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah
dilakukan bila :
1) Strangulasi
2) Obstruksi lengkap
3) Hernia inkarserata
4) Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter) (Kusuma dan
Nurarif, 2015)
c. Pasca bedah Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam
hal cairan dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal
dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca
bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Kusuma dan
Nurarif, 2015).
9. Komplikasi
Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus,
perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan
kematian. Usus yang strangulasi mungkin mengalami perforasi yang
mengakibatkan materi dalam usus keluar ke peritoneum dan
mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi, bakteri
dapat melintasi usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang
mengakibatkan syok septik.
a. Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik
bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus. Apabila
usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi
memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra
vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit
(natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap
obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi.
Penyebab paling umum dari obstruksi seperti. Penyebab paling
umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan
pembedahannya adalah herniotomi.
b. Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat
dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi
f. Pemeriksan fisik
1) Aktivitas/ istirahat Gejala : Kelelahan dan ngantuk Tanda :
Kesulitan ambulasi
a) Sirkulasi Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi (tanda syok)
b) Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan
Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
2) Makanan/ cairan
abdomen diharapkan konstipasi dapat - Identifikasi masalah usus dan penggunaan oobat pencahar
kali seminggu 2 Eliminasi Fekal - Monitor buang air besar (mis. warna, konsistensi, volume)
- Pengeluaran feses - Kontrol pengeluaran - Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi
b. Terapeutik
- Anjurkan diet tinggi serat
- Lakukan masase abdomen, jika perlu
- Lakukan evaluasi feses secara manual, jika perlu
c. Edukasi
- Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
- Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
- Latih buang air besar secara teratur
- Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
d. Kolaborasi
- Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan /
peningkatan frekuensi suara usu
- Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan DUKUNGAN TIDUR
berhubungan dengan keperawatan selama ….. jam a. Observasi
restraint fisik gangguan pola tidur - Identifikasi pola tidur aktivitas dan tidur
Ds : membaik dengan kriteria - Identifikasi faktor penganggu tidur
- Mengeluh sulit tidur hasil : - Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu
- Mengeluh sering - Keluhan sulit tidur tidur
terjaga membaik - Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
- Mengeluh tidak puas - Keluhan sering terjaga b. Terapeutik
tidur membaik - Modifikasi lingkungan
- Mengeluh pola tidur - Keluh tidak puas tidur - Batasi waktu tidur siang, jika perlu
berubah membaik - Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
- Mengeluh istirahat - Keluhan pola tidur berubah - Tetapkan jadwal tidur rutin
tidak cukup membaik - Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
- Keluhan istirahat tidak - Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau tindakan untuk
Do : - cukup membaik menunjang siklus tidur-terjaga
c. Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
- Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur
- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur
Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi
lainnya
- Merasa khawatir - Perilaku sesuai anjuran - Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
Herlina, Santi. 2014. Analisis praktik Residensi keperaawatan medical bedah pada
pasien dengan gangguan system perkemihan dengan penerapan teori model
konservasi Levine di RSUP Fatmawati Jakarta. (Karya Ilmiah Akhir). Depok:
Universitas Indonesia.
Indrayani,M.N. 2013. Diagnosis Dan Tatalaksana Ileus Obstruksi. Denpasar:
Universitas udayana.
Inayah, Iin, 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan, Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Medika
PPNI, T. P. (2017 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi
dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.