Anda di halaman 1dari 23

1.

Definisi Ileus Obstruksi


Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001). Obstruksi merupakan suatu pasase yang terjadi ketika ada gangguan yang me
nyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan, tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus da
n makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998). Ileus adalah gangguan pasas
e isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolo
ngan atau tindakan (Darmawan, dkk, 2010).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, obstruksi usus adalah gangguan pada al
iran normal atau suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan
dapat secara mekanis atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.

2. Usus Halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara la
mbung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat ya
ng diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi us
us) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding us
us juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus : lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), l
apisan otot memanjang ( M Longitudinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )Usus halus terd
iri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus pe
nyerapan (ileum).

3. Usus dua belas jari (Duodenum)


Panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri. Pada Bagian kanan duodenu
m terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri. Usus dua belas jari atau duoden
um adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke u
sus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh s
elaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada u
sus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama
duodenum berasal dari bahasa Latin Duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan b
agian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus d
alam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sin
yal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

4. Usus Kosong (jejunum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usu
s halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. U
sus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas j
ari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara histologis pula dapat dibedakan dengan usu
s penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan us
us kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune
yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin, jeju
num, yang berarti "kosong".Mukosa usus halus Permukaan epitel yang sangat halus melalui li
patan mukosa dan makro villi memudahkan pencernaan dan absorpsi.

5. Usus Penyerapan (ileum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, da
n dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Fungsi usus halus :
● Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler
darah dan saluran-saluran limfe.
● Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
● Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida di dalam usus halus.

6. Usus besar (Kolon)


Panjangnya ±1 meter, Lebar 5-6 cm . Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian u
sus antara usus buntu dan rektum. Usus besar terdiri :
Kolon asenden
Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya
± 13 cm

7. Kolon transversum
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm

8. Kolon desenden
Terletak di rongga abdomen di sebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya
± 25 cm
9. Kolon sigmoid
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubu
ngan dengan rektum. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencer
na beberapa bahan yang membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti Vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi norm
al dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bak
teri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya len
dir dan air dan terjadilah diare.

10. Usus Buntu


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: Caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang berhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivo
ra memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, ya
ng sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing (Syaifuddin, 2006).

11. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia lu
ar. (Drs. Syaifuddin).

Etiologi
Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi ada faktor
predisposisi lain yang mendukung peningkatan resiko terjadinya ileus, di antaranya (Behm, 2
003) sebagai berikut :
● Sepsis
Obat-obatan (misalnya: opioid, antasida, coumarin, amitriptyline, chlorpromazine).
Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, a
nemia, atau hiposmolalitas).
● Infark miokard.
● Pneumonia
● Trauma (misalnya: patah tulang iga, cidera spina).
● Bilier dan ginjal kolik.
● Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.
● Inflamasi intra abdomen dan peritonitis.
● Hematoma retroperitoneal.

Klasifikasi
Menurut sifat sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruksi dibagi atas 2 tingkatan, yaitu :
Obstruksi biasa (Simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen usus tanpa
gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan neoplasma.
Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi pembuluh darah
seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus (Pasaribu, 2012).
Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus dibagi menjadi 2, yaitu :
● Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
● Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Pasaribu, 2012).

Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruksi dibagi menjadi 3, yaitu :
● Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative), her
nia (inguinal, femoral, umbilical) neoplasma (karsinoma), dan abses intra abdominal.
● Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongential
(malrotasi), inflamasi (Crohn's disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intus
usepsi.
● Obstruksi menutup (intraluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus, mis
alnya benda asing, batu empedu (Pasaribu, 2012).

Menurut stadiumnya
Ileus obstruksi dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, yaitu :
● Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan
masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
● Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang tidak disertai terj
epitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
● Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau ga
ngren (Indrayani, 2013).

Faktor Resiko
Faktor risiko yang paling berperan terhadap terjadinya obstruksi usus halus akibat adhesi
adalah teknik operasi dan luasnya jaringan peritoneum yang mengalami kerusakan. Teknik op
erasi laparoskopi dan operasi terbuka mempunyai peranan yang penting terhadap morbiditas
adhesi. Pada penelitian retrospektif 446.331 kasus operasi abdomen didapatkan data kejadian
adhesi 7,1% pada operasi kolesistektomi terbuka dibandingkan 0.2% dengan teknik laparosko
pi. Pada total histerektomi didapatkan 15,6% kejadian adhesi dibandingkan 0.0% pada prosed
ur laparoskopi. Kejadian adhesi tidak bermakna pada tindakan operasi apendiktomi, baik seca
ra terbuka maupun laparoskopi. (Dubuisson, 2010; Swank,2003; Kamel,2010).

Faktor risiko lainnya adalah usia lebih muda dari 60 tahun, peritonitis, tindakan operasi e
mergensi, luka tusuk, luka tembak, tindakan laparatomi dalam lima tahun belakang, mempun
yai risiko yang lebih besar untuk mengalami adhesi.(Di Saverio, 2013).
Hampir seluruhnya ileus obstruksi karena adhesi pasca operasi terjadi pada usus halus dan jar
ang sekali terjadi pada usus besar. Diperkirakan setiap tahunnya kasus ileus obstruksi yang di
sebabkan adhesi pasca operasi ± 1 % dari seluruh kasus rawat inap, 3% dari kasus emergensi,
dan 4% dari seluruh kasus laparotomi eksplorasi. Ileus obstruksi yang disebabkan adhesi juga
menyebabkan gangguan produktivitas dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk oper
asi adhesiolisis. Penelitian Ray tahun 1998 di Amerika Serikat memperlihatkan adhesiolisis
menghabiskan 1.3 milyar US dollar setiap tahunnya.(Di Saverio, 2013).

Penelitian retrospektif Menzies dan Ellis tahun 1990 terhadap 80 kasus ileus obstruksi kar
ena adhesi pasca operasi terjadi paling sering (57%) dalam waktu 1 tahun setelah tindakan op
erasi yang pertama, diikuti 21.25% terjadi dalam waktu 1-5 tahun, 21.25% terjadi dalam wakt
u lebih dari 10 tahun dan paling sedikit terjadi dalam waktu 1 bulan sebanyak 0.5%.
Penelitian ini juga menyebutkan 75% dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruksi kar
ena adhesi pasca operasi tersebut awalnya menjalani pembedahan di daerah abdomen dibawa
h kolon transversum, diantaranya apendektomi, kolektomi, dan operasi ginekologis.(Ikechi B
elu,2010).

Patofisiologi
Ileus non mekanis dapat disebabkan oleh manipulasi organ abdomen , peritonitis, sepsis, dll
sedang ileus mekanis disebabkan oleh perlengketan neoplasma, hernia, benda asing, volvulus.
Adanya penyebab tersebut dapat mengakibatkan pasase usus terganggu sehingga akumulasi
gas dan cairan dalam lumen usus. Adanya akumulasi isi usus dapat menyebabkan gangguan a
bsorbsi H2O dan elektrolit pada lumen usus yang mengakibatkan kehilangan H2O dan natriu
m. Selanjutnya akan terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler sehingga terjadi syok hipo
volemik, penurunan curah jantung, penurunan perfusi jaringan , hipotensi dan asidosis metab
olik.
Akumulasi cairan juga mengakibatkan distensi dinding usus sehingga timbul nyeri, kram
dan kolik. Distensi dinding usus juga dapat menekan kandung kemih sehingga terjadi retensi
urine. Retensi juga dapat menekan diafragma sehingga ventilasi paru terganggu dan menyeba
bkan sulit bernapas. Selain itu distensi juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralu
men. Selanjutnya terjadi iskemia dinding usus, kemudian terjadi nekrosis, ruptur dan perforas
i, sehingga terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum
dan sirkulasi sistem. Pelepasan bakteri dan toksin ke peritoneum akan menyebabkan peritonit
is septikemia.

Akumulasi gas dan cairan dalam lumen usus juga dapat menyebabkan terjadinya obstruk
si komplit sehingga gelombang peristaltik dapat berbalik arah dan menyebabkan isi usus terd
orong ke mulut . keadaan ini akan menimbulkan muntah-muntah yang akan yang akan menye
babkan dehidrasi. Muntah-muntah yang berlebihan dapat menyebabkan kehilangan ion hidro
gen dan kalium dari lambung serta penurunan klorida dan kalium dalam darah.

Berdasarkan penjelasan diatas masalah keperawatan yang muncul yaitu nyeri akut, pola
nafas tidak efektif, retensi urine, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko kekur
angan volume cairan.

Manifestasi Klinis
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut dis
tensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada obstruksi
letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominant adalah nyeri ab
domen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus me
njadi sangat dilatasi.

Komplikasi
Peritonitis septicemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peradangan pada selaput rongg
a perut (peritoneum) yang disebabkan oleh terdapatnya bakteri dalam darah (bakteremia).

Syok hipovolemik terjadi akibat terjadi dehidrasi dan kekurangan volume cairan. Perfor
asi Usus adalah suatu kondisi yang ditandai dengan terbentuknya suatu lubang usus yang men
yebabkan kebocoran isi usus ke dalam rongga perut, Kebocoran ini dapat menyebabkan perit
onitis. Nekrosis Usus adalah adanya kematian jaringan pada usus. Sepsis adalah infeksi berat
di dalam darah karena adanya bakteri. Abses adalah kondisi medis dimana terkumpulnya nan
ah di daerah anus oleh bakteri atau kelenjar yang tersumbat pada anus. Sindrom usus pendek
dengan malabsorbsi dan malnutrisi adalah suatu keadaan dimana tubuh sudah tidak bisa meng
absorbsi nutrisi karena pembedahan. Gangguan elektrolit. Reflux muntah dapat terjadi akibat
distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung,
serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah (Dermawan, dkk.2010.).

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Data laboratorium tidak dapat membantu diagnostik tetapi dapat membantu dalam menentu
kan kondisi dari pasien dan memandu resusitasi. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis,
disertai elektrolit darah, kadar ureum dan kreatinin serta urinalisis harus dilakukan untuk men
ilai status hidrasi dan menyingkirkan sepsis. Jumlah leukosit dapat memberikan gambaran ten
tang kondisi usus. Pada usus halus yang tidak mengalami komplikasi jumlah leukosit akan tet
ap normal atau sedikit meningkat, namun jumlah leukosit yang mengalami peningkatan (>15.
000) atau jumlah leukosit yang sangat sedikit (<4000) merupakan suatu kondisi yang harus di
waspadai oleh klinisi akan adanya iskemik pada usus. Jumlah leukosit yang sangat tinggi lebi
h dari 18.000 telah terbukti mempunyai korelasi adanya usus yang telah mengalami gangreno
us. (Moran,2007).

Namun hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Tanaka pada ta
hun 2011 dengan melihat beberapa parameter laboratorium pemeriksaan darah yaitu laktat, le
ukosit, amylase, dan C-reaktif protein untuk mendeteksi terjadinya strangulasi usus akibat su
mbatan usus halus. Dari penelitian ini didapatkan bahwa satu-satunya parameter pemeriksaan
laboratorium yang bermakna terhadap viabilitas usus adalah pemeriksaan laktat dalam darah.
(Tanaka,2011).

Foto polos abdomen


Dilatasi usus halus disertai dengan air-fluid level, dapat negatif pada obstruksi usus bagia
n proksimal. Pada foto supine kita dapat memastikan obstruksi usus halus jika didapati gamba
ran dilatasi usus berada di bagian central foto, adanya plika sirkularis, tidak terdapat udara pa
da kolon, dan adanya multiple air fluid level pada foto upright/LLD. Adanya gambaran udara
bebas pada foto upright menandakan suatu perforasi.

USG abdomen
USG abdomen dapat dilakukan pada pasien dengan kecurigaan obstruksi usus halus. US
G dapat mendeteksi adanya air-fluid level, dilatasi usus proksimal sampai kolapsnya usus bag
ian distal. Pada beberapa penelitian, disebutkan bahwa USG lebih superior dibandingkan plai
n foto abdomen dalam mendeteksi obstruksi usus halus. Namun USG amatlah operator depen
dent, sehingga keahlian dan pengalaman amat menentukan dalam diagnostik.

Pemeriksaan CT-Scan
Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT-Scan
akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan pada dinding usus (obstruksi komp
lit, abses, keganasan), kelainan mesenterikus, dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini dapat di
ketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
Pemeriksaan Radiologi
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto abdom
en 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain :

Ileus obstruksi letak tinggi :


Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction) dan kolaps us
us di bagian distal sumbatan. Coil spring appearance, Herring bone appearance, Air fluid leve
l yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign) Ileus obstruksi letak rendah :
Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi, Gambaran penebalan usus besar yang jug
a distensi tampak pada tepi abdomen Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangk
an pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gast
er sampai rektum.

Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik:

Pemeriksaan Angiografi
Angiografi mesenterika superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi inte
rnal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi (Inayah,lin.2004).

Penatalaksanaan Medik
Monitor :
Keseimbangan cairan dan elektrolit : mengoreksi defisit atau kelebihan cairan dan mengganti
dengan cairan intravena.

Tanda-tanda vital : ada kenaikan, berarti ada kemungkinan strangulasi atau peritonitis.
Pasang kateter urin untuk menghitung balance cairan. Bila urine output berkurang, waspadai
syok.
Cairan lambung : ukur dan catat warnanya.
Darm contour, Suara usus, Dekompresi atas dan bawah :
Dekompresi dengan NGT, penderita dipuasakan. Lavement, Memperbaiki ventilasi :
Posisi Fowler sehingga expansi diafragma luas.
Menganjurkan penderita bernafas melalui hidung dan tidak menelan udara karena akan mena
mbah distensi
Menganjurkan bernafas dalam.

Obat-obatan :
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.

Tindakan bedah bila :


Strangulasi, Obstruksi lengkap, Hernia inkarserata, Tidak ada perbaikan pada pengobatan
konservatif, Obstruksi intestinal merupakan alasan yang umum untuk dilakukan tindakan bed
ah. Terapi awal yang dilakukan adalah terapi konservatif, dan dilakukan tindakan laparatomi j
ika pada terapi konservatif tidak berhasil. Tindakan laparotomi saat ini mulai diganti dengan t
indakan bedah seminimal mungkin. Penelitian yang dilakukan oleh Franklin yang dimulai pa
da bulan Mei tahun 1991 sampai 2001 pada 167 pasien dengan menggunakan laparoskopi unt
uk diagnosis dan terapi untuk obstruksi saluran cerna, didapatkan hasil bahwa laparoskopi ber
hasil mendiagnosis letak obstruksi pada semua pasien. Laparoskopi juga berhasil melakukan t
erapi pada 154 pasien (92,2%) tanpa laparotomi. Komplikasi pada saat operasi dan pasca ope
rasi menurun (18.6%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penanganan obstruksi sal
uran cerna dengan menggunakan laparoskopi lebih aman dan efektif tidak hanya untuk mene
gakkan diagnosis juga untuk terapi pada pasien. (Franklin, et all.2003).

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengum
pulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi
status kesehatan klien. (Nursalam, 2011)

Identitas
Nama, umur (umumnya terjadi pada semua umur, terutama pada dewasa laki-laki dan pere
mpuan), alamat,jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan, status perkawinan, gaya hidup.

Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan
ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri te
kan lepas, abdomennya tegang dan kaku.

Riwayat Penyakit Sekarang


Biasanya klien mengeluhkan anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat,
kekakuan abdomen kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkata
n bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus selanjutnya, retensi perkemihan, dan le
ukositosis.

Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan dikaji dengan mengg
unakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluahan.
Q : Bagaimana keluhan dirasakan oleh klien oleh klien, apakah hilang timbul atau terus-mene
rus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1-10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus faktor yang memperberat dan memperingan keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu dikaji apakah klien pernah di operasi sebelumnya, apakah ada riwayat tumor, kanker.

Riwayat Penyakit Keluarga


Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan klien.
Activity Daily Life
Nutrisi : Nutrisi terganggu karena adanya mual dan muntah.
Eliminasi : Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus karena peristaltik usus m
enurun atau berhenti.
Istirahat : Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan muntah.
Aktivitas : Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring sehin
gga terjadi keterbatasan aktivitas.
Personal Hygiene. : klien tidak mampu merawat dirinya.
Psikologis : Pasien gelisah dan cemas dengan penyakitnya.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Lemah, kesadaran menurun sampai syok hipovolemik suhu meningkat(39o C), pernapasan m
eningkat(24x/mnt), nadi meningkat(110x/mnt) tekanan darah(130/90 mmHg)

Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System)


Sistem kardiovaskular: tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada oedema, tekanan darah 130
/90 mmHg, BJ I dan BJ II terdengar normal

Sistem respirasi: pernapasan meningkat 24x/mnt, bentuk dada normal, dada simetris, sonor (k
anan kiri), tidak ada wheezing dan tidak ada ronchi
Sistem hematologi: terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
Sistem perkemihan: produksi urin menurun BAK < 500 cc
Sistem muskuloskeletal: badan lemah, tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri
Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit menurun, tidak ada sianosis, pucat
Sistem gastrointestinal: tampak mengembang atau buncit, teraba keras, adanya nyeri tekan, hi
pertimpani, bising usus > 12x/mnt, distensi abdomen.

Diagnosa Keperawatan
● Nyeri akut berhubungan dengan kram abdomen sekunder terhadap distensi dinding us
us
● Retensi urinarius berhubungan dengan obstruksi jalan keluar kandung kemih sekunder
terhadap tekanan pada kandung kemih
● Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah
● Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan O2 sekunder terhadap tekanan
pada diafragma
● Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berleb
ihan sekunder akibat muntah

No Diagnosa keperawatan Noc Nic Aktivitas

1. Nyeri akut berhubungan d Setelah dilakukan Pain Ma ● Lakukan pengkaj


engan kram abdomen sek tindakan keperawa nageme ian nyeri secara
under terhadap distensi di tan selama 3x24 ja nt komprehensif ter
nding usus m nyeri klien berk masuk lokasi, ka
urang atau hilang rakteristik, duras
dengan kriteria ha i, frekuensi, kual
sil : itas dan faktor pr
● Mampu me esipitasi
ngontrol n ● Observasi reaksi
yeri (tahu nonverbal dari k
penyebab n etidaknyamanan
yeri, mamp ● Gunakan teknik
u menggun komunikasi terap
akan tekni eutik untuk men
k menggun getahui pengala
akan manaj man nyeri klien
emen nyeri ● Kaji kultur yang
● Mampu me mempengaruhi r
ngenali ny espon klien
eri (skala, i ● Evaluasi pengala
ntensitas, f m nyeri masa la
rekuensi da mpau
n tanda ny ● Evaluasi bersam
eri) a klien dan tim k
● Menyataka esehatan lain tent
n rasa nya ang ketidakefekti
man setela fan kontrol nyeri
h nyeri ber masa lampau
kurang ● Bantu klien dan
● Tanda vital keluarga untuk
dalam rent mencari dan men
ang normal emukan dukunga
nonfarmak n
ologi untuk ● Kontrol lingkung
mengurang an yang dapat m
i nyeri, me empengaruhi nye
ncari bantu ri seperti suhu ru
an) angan, pencahay
● Melaporka aan dan kebising
n bahwa n an
yeri berkur ● Kurangi faktor p
ang dengan resipitasi nyeri
● Pilih dan lakuka
n Lakukan pengk
ajian nyeri secar
a komprehensif t
ermasuk lokasi,
karakteristik, dur
asi, frekuensi, ku
alitas dan faktor
presipitasi
● Observasi reaksi
nonverbal dari k
etidaknyamanan
● Gunakan teknik
komunikasi terap
eutik untuk men
getahui pengala
man nyeri klien
● Kaji kultur yang
mempengaruhi r
espon klien
● Evaluasi pengala
m nyeri masa la
mpau
● Evaluasi bersam
a klien dan tim k
esehatan lain tent
ang ketidakefekti
fan kontrol nyeri
masa lampau
● Bantu klien dan
keluarga untuk
mencari dan men
emukan dukunga
n
● Kontrol lingkung
an yang dapat m
empengaruhi nye
ri seperti suhu ru
angan, pencahay
aan dan kebising
an
● Kurangi faktor p
resipitasi nyeri
● Pilih dan lakuka
n penanganan ny
eri (farmakologi,
nonfarmakologi
dan inter persona
l)
● Kaji tipe dan su
mber nyeri untuk
menentukan inte
rvensi
● Ajarkan tentang t
eknik non farma
kologi: napas dal
a, relaksasi, distr
aksi, kompres ha
ngat/ dingin
● Kolaborasi dala
m pemberian ana
lgetik
● Tingkatkan istira
hat
● Berikan informa
si tentang nyeri s
eperti penyebab
nyeri, berapa la
ma nyeri akan be
rkurang dan antis
ipasi ketidaknya
manan dari prose
dur
● Monitor vital sig
n sebelum dan se
sudah pemberian
analgesik pertam
a kali

Analges ● Tentukan lokasi,


ic admin karakteristik, kua
istration litas, dan derajat
nyeri sebelum pe
mberian obat
● Cek instruksi do
kter tentang jenis
obat, dosis, dan f
rekuensi
● Cek riwayat klie
n
● Pilih analgetik y
ang diperlukan at
au kombinasi dar
i analgetik ketika
pemberian lebih
dari satu
● Tentukan pilihan
analgetik tergant
ung tipe dan bera
tnya nyeri
● Tentukan analget
ik pilihan, rute p
emberian, dan do
sis optimal
● Monitor vital sig
n sebelum dan se
sudah pemberian
analgesik pertam
a kali
● Berikan analgeti
k tepat waktu ter
utama saat nyeri
hebat
● Evaluasi efektivi
tas analgetik, tan
da dan gejala (ef
ek samping)

2 Retensi urinarius berhubu Setelah dilakukan Urinary ● Monitor intake d


ngan dengan obstruksi jal tindakan keperawa Retentio an output
an keluar kandung kemih tan selama 3x24 ja n Care ● Monitor penggu
sekunder terhadap tekana m klien terbebas d naan obat antikol
n pada kandung kemih ari retensi urinaria inergik
dengan kriteria ha ● Monitor derajat
sil : distensi bladder
● Kandung k ● Instruksikan pad
emih koso a pasien dan kelu
ng secara p arga untuk menc
enuh atat output urine
● Tidak ada r ● Sediakan privacy
esidu urine untuk eliminasi
>100-200 ● Stimulasi reflek
CC bladder dengan k
● Bebas dari ompres dingin pa
ISK da abdomen
● Tidak ada ● Kateterisasi jika
spasme bla perlu
dder ● Monitor tanda da
● Balance ca n gejala ISK (pa
iran seimb nas, hematuria, p
ang erubahan bau, da
n konsistensi uri
ne)

3 Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakukan Nutritio ● Kaji adanya aler


dari kebutuhan tubuh berh tindakan keperawa n Mana gi makanan
ubungan dengan muntah tan selama 3x24 ja gement ● Kolaborasi deng
m kebutuhan nutri an ahli gizi untu
si klien terpenuhi k menentukan ju
dengan kriteria ha mlah kalori dan
sil : nutrisi yang dibu
● Adanya pe tuhkan klien
ningkatan ● Anjurkan klien u
berat bada ntuk meningkatk
n sesuai de an intake
ngan tujua ● Anjurkan klien u
n ntuk meningkatk
● Berat bada an protein dan vi
n ideal ses tamin C
uai dengan ● Berikan substans
tinggi bada i gula
n ● Berikan makana
● Mampu me n yang terpilih (s
ngidentifik udah dikonsultas
asi kebutuh ikan dengan ahli
an nutrisi gizi)
● Tidak ada t ● Ajarkan klien ba
anda tanda gaimana cara me
malnutrisi mbuat catatan m
● Tidak terja akanan harian
di penurun ● Berikan informa
an berat ba si tentang kebutu
dan yang b han nutrisi klien
erarti ● Kaji kemampuan
klien untuk men
dapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutritio ● BB pasien dalam


n Monit batas normal
oring ● Monitor adanya
penurunan berat
badan
● Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa dilak
ukan
● Monitor lingkun
gan selama maka
n
● Monitor kulit ker
ing dan perubaha
n pigmentasi
● Monitor turgor k
ulit
● Monitor mual da
n muntah
● Monitor kadar al
bumin, total prot
ein, Hb, dan kad
ar Ht
● Monitor kalori d
an intake nutrisi
● Catar adanya ede
ma, hipermik, hi
pertonik papila li
dah dan cavitas o
ral
● Catat jika lidah b
erwarna magent
a, scarlet

4 Pola nafas tak efektif berh Setelah dilakukan Airway ● Buka jalan nafas,
ubungan dengan penuruna tindakan keperawa Manage gunakan teknik c
n O2 sekunder terhadap te tan selama 3x24 ja ment hin lift atau jaw t
kanan pada diafragma m pola nafas klien hrust bila perlu
efektif dengan krit ● Posisikan pasien
eria hasil : untuk memaksim
● Mendemon alkan ventilasi
strasikan b ● Identifikasi pasie
atuk efektif n perlunya pema
dan suara n sangan alat jalan
afas yang b nafas buatan
ersih, tidak ● Pasang mayo bil
ada sianosi a perlu
s dan dysp ● Lakukan fisioter
neu (mamp api dada jika perl
u mengelu u
arkan sput ● Keluarkan sekret
um, mamp dengan batuk ata
u bernafas u suction
dengan mu ● Auskultasi suara
dah, tidak nafas, catat adan
ada pursed ya suara tambaha
lips) n
● Menunjuk ● Lakukan suction
kan jalan n pada mayo
afas yang p ● Berikan bronkod
aten (klien ilator bila perlu
tidak mera ● Berikan pelemba
sa tercekik, b udara Kassa ba
irama nafa sah NaCl Lemba
s, frekuens b
i pernafasa ● Atur intake untu
n dalam re k cairan mengopt
ntang norm imalkan keseimb
al, tidak ad angan.
a suara naf ● Monitor respirasi
as abnorma dan status O2
l
● Tanda Tan
da vital dal
am rentang
normal (te
kanan dara
h, nadi, per
nafasan)

Terapi ● Bersihkan mulut,


Oksigen hidung dan sekre
t trakea
● Pertahankan jala
n nafas yang pat
en
● Atur peralatan o
ksigenasi
● Monitor aliran o
ksigen
● Pertahankan posi
si pasien
● Observasi adany
a tanda tanda hip
oventilasi
● Monitor adanya
kecemasan pasie
n terhadap oksig
enasi

Vital Si ● Monitor TD, nad


gn Moni i, suhu, dan RR
toring ● Catat adanya flu
ktuasi tekanan da
rah
● Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berd
iri
● Auskultasi TD p
ada kedua lengan
dan bandingkan
● Monitor TD, nad
i, RR, sebelum, s
elama, dan setela
h aktivitas
● Monitor kualitas
dari nadi
● Monitor frekuen
si dan irama pern
apasan
● Monitor suara pa
ru
● Monitor pola per
napasan abnorm
al
● Monitor suhu, w
arna, dan kelemb
aban kulit
● Monitor sianosis
perifer
● Monitor adanya
cushing triad (te
kanan nadi yang
melebar, bradika
rdi, peningkatan
sistolik)
● Identifikasi peny
ebab dari peruba
han vital sign

5 Risiko kekurangan volum Setelah dilakukan Fluid m ● Timbang popok/


e cairan berhubungan den tindakan keperawa anagem pembalut jika di
gan kehilangan cairan yan tan selama 3x24 ja ent perlukan
g berlebihan sekunder aki m klien terbebas d ● Pertahankan cata
bat muntah ari resiko kekuran tan intake dan ou
gan volume cairan tput yang akurat
dengan kriteria ha ● Monitor status hi
sil : drasi ( kelembab
● Memperta an membran mu
hankan uri kosa, nadi adeku
ne output s at, tekanan darah
esuai deng ortostatik ), jika
an usia dan diperlukan
BB, BJ uri ● Monitor vital sig
ne normal, n
HT normal ● Monitor masuka
● Tekanan d n makanan / cair
arah, nadi, an dan hitung int
suhu tubuh ake kalori harian
dalam bata ● Lakukan terapi I
s normal V
● Tidak ada t ● Monitor status n
anda tanda utrisi
dehidrasi, ● Berikan cairan
Elastisitas t ● Berikan cairan I
urgor kulit V pada suhu rua
baik, mem ngan
bran muko ● Dorong masukan
sa lembab, oral
tidak ada r ● Berikan penggan
asa haus ya tian nesogatrik s
ng berlebih esuai output
an ● Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
● Tawarkan snack
( jus buah, buah
segar )
● Kolaborasi dokte
r jika tanda caira
n berlebih munc
ul memburuk
● Atur kemungkin
an tranfusi
● Persiapan untuk t
ranfusi

Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun, selanjutnya menentukan rencana keperawatan dala
m suatu tindakan keperawatan dalam bentuk nyata agar hasil yang diharapkan dapat tercapai,
sehingga terjalin interaksi yang baik antara perawat, klien dan keluarga.
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperaw
atan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini pe
rawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana pera
watan klien.

Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tam
a harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanak
an, memantau dan pencatatan respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasi
kan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggun
akan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana keperawatan berikutnya.

Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yaitu menilai efektifitas rencana
yang telah dibuat, strategi dan pelaksanaan dalam asuhan keperawatan serta menentukan perk
embangan dan kemampuan pasien dalam mencapai sasaran yang telah diharapkan.

Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan
dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti ren
cana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan jika diperlukan. Tahap
akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian
hasil

DAFTAR PUSTAKA

Al-Salem AH, Oquaish M. Adhesive intestinal obstruction in infants and children: the place o
f conservative treatment. ISRN Surg. 2011;1–4.

Behm, B. Dan stollman N. Postoperative ileus: etiologi dan interventions. Clin Gastroenterol
Hepatol. 1(2): 71-80/maret 2003

Debas HT. Gastrointestinal surgery: pathophysiology and management. New York: Springer
Verlag; 2004 : 239 – 54.

Franklin Jr, et all. Laparoscopic Diagnosis and Treatment of Intestinal Obstruction. Texas En
dosurgery Institute, 2003

Indrayani MN. Diagnosis dan tatalaksana ileus obstruksi [Internet]. e-Jurnal Medika Udayana
2013
Liakakos T, Thomakos N, Fine P, Dervenis C, Young R. Peritoneal adhesions: etiology, path
ophysiology, and clinical significance. Recent advances in prevention and management. Dig
Surg [Internet]. 2001 [cited 2015 Mach 20];18(4):260–73. Available from: http://www.ncbi.n
lm.nih.gov/pu bmed/11528133.

Pasaribu N. Karakteristik penderita ileus obstruktif yang dirawat inap di RSUD dr. Pirngadi
Medan tahun 2007-2010 [skripsi]. Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumat
era Utara; 2012.

Obaid KJ. Intestinal obstruction: etiology, correlation between pre- JOM FK Volume 2 No. 2
Oktober 2015 18 operative and operative diagnosis. . Int J Public Health. 2011; 41–9.

Shalkow J. Pediatric small-bowel obstruction [on the Internet]. Medscape. 2014 [updated 201
4 Oct 14 ; cited 2014 Nov 7]. Available from: http://emedicine.medscape.com/art icle/93041
1-overview#showall

Sadler, T. Langman’s Medical embryology. 9th ed. Baltimore : Lipincott Williams and Wilki
ns; 2004 : 285-318 24.

Anda mungkin juga menyukai