B. Faktor Neurogenik
Faktor neurogenik berperan terhadap obstruksi fungsional biasanya disebut ileus
paralitik. Ileus paralitik disebabkan karena hilangnya aktivitas peristaltik yang sering
terjadi setelah pembedahan abdomen. Prosedur bedah yang luas pada usus dan area
retro-peritoneal dapat menyebabkan permasalahan neurogenik pascaoperasi dimana
usus berhenti berfungsi >72 jam. Penyebab lain ileus paralitik antara lain trauma,
hipokalemia, infark miokard, dan insufisiensi vaskular (Black & Hawks, 2009).
C. Faktor Vaskular
Pada saat suplai darah pada bagian apapun dalam tubuh mengalami gangguan, maka
bagian tersebut akan berhenti berfungsi dan nyeri akan muncul. Suplai darah ke usus
melalui arteri mesenterika inferior dan superior. Pembuluh darah tersebut memiliki
hubungan anastomosis pada kepala pankreas dan di sepanjang kolon transversal.
Obstruksi aliran dapat muncul sebagai akibat dari oklusi komplet (infark mesenterika)
atau oklusi parsial (angina abdomen) (Black & Hawks, 2009).
IV. Patofisiologi
Secara normal, usus akan menyekresikan 7-8 L cairan kaya elektrolit, kemudian
sebagian besar cairan akan diabsorpsi kembali. Ketika usus mengalami obstruksi, cairan
sebagian akan tertahan di usus atau keluar melalui muntah, menyebabkan volume darah
daam sirkulasi berkurang sehingga menjadi hipotensi, dan berkurangnya alirna darah ke
ginjal dan otak. Oleh karena itu, terjadi kehilangan cairan dan bukan sel darah sehingga
nilai Hb dan Ht akan meningkat. Hal ini memungkinkan terjadi oklusi vaskular seperti
trombosis koroner, serebral, atau mesenterika.
Banyaknya udara dan cairan yang tertahan akan menyebabkan distensi. Distensi akan
menyebabkan peningkatan peristaltik sementara karena usus berusaha mendorong
material melalui area yang tersumbat. Tekanan yang besar di dalam usus, mengurangi
kemampuan penyerapan usus sehingga retensi cairan semakin meningkat. Kemudian,
tekanan intra lumen akan menurunkan aliran balik vena, tekanan vena meningkat,
kongesti, dan pembuluh darah menjadi rapuh. Proses ini akan meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga memungkinkan plasma mengalami ekstravasasi ke dalam
lumen usus dan rongga peritoneal. Dinding menjadi permeabel terhadap bakteri dan
organisme dalam usus dapat memasuki rongga peritonium.
Peningkatan tekanan pada dinding usus menyebabkan penurunan aliran darah arteri
sehingga terjadi nekrosis, selanjutnya kandungan usus dapat terdorong ke rongga
peritoneum menyebabkan peritonitis. Bakteri akan berproliferasi di dalam usus dan
membentuk endotoksin. Ketika endotoksin dilepas ke rongga peritoneum, dapat
mengakibatkan kolaps sirkulasi menyebabkan mortalitas
V. Pengkajian
A. Riwayat
Kaji riwayat lengkap mengenai onset manifestasi, pola makan, toleransi makan,
episode muntah, distensi, feses (jumlah per hari dan penampakannya), dan faktor-
faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
B. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: kaji tanda-tanda dehidrasi, catat distensi abdomen, dan pengkajian nyeri
abdomen
Palpasi: kaji adanya nyeri tekan pada abdomen. Nyeri usus halus terasa pada perut atas
dan tengah sementara nyeri usus besar terasa pada abdomen bawah.
Auskultasi: kaji kualitas bising usus (biasanya akan menemukan suara peristaltik
frekuensi tinggi dengan suara denting metalik tinggi).
Perkusi: suara bernada tinggi, nyaring, dan timpani akan terdengar pada daerah yang
berisi udara atau gas dan suara pekak akan terdengar pada cairan atau rongga padat.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang spesifik untuk dugaan obstruksi usus terdiri dari film
rontgen polos (yang menunjukkan bayangan udara), pemeriksaan rontgen radio opak
atau barium, dan pemeriksaan darah lengkap. Nilai hemoglobin dan hematokrit yang
meningkat dapat menandakan dehidrasi. Leukositosis dapat menunjukkan pada usus
yang mengalami strangulasi. Penurunan natrium, potassium, dan klorida serta
peningkatan nitrogen non-protein dan blood urea nitrogen (BUN) dapat menunjukkan
obstruksi usus halus (Black & Hawks, 2009). Barium enema menunjukkan kolon yang
terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup. Penurunan kadar serum
natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis,
strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi
pankreas oleh lipatan usus.
Referensi
Black, Joyce M., Jane Hokanson Hawks. (2009). Medical surgical nursing clinical
management for positive outcomes. Vol 1. 8th Ed.United State : Saunders Elsevier.
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta
: Salemba Medika; 2001
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner
& Suddarth. Penerjemah Agung Waluyo, dkk. Jakarta: EGC.
Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome.
Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998