Anda di halaman 1dari 72

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN PEMILIHAN LAYANAN TENAGA KESEHATAN


DENGAN PENEMUAN KASUS
DIABETES MELITUS PADA PASIEN TUBERKULOSIS

SKRIPSI

DIANITA SUSILO SAPUTRI


1206207533

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

JAKARTA
SEPTEMBER 2015

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN PEMILIHAN LAYANAN TENAGA KESEHATAN


DENGAN PENEMUAN KASUS
DIABETES MELITUS PADA PASIEN TUBERKULOSIS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana


kedokteran

DIANITA SUSILO SAPUTRI


1206207533

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

JAKARTA
SEPTEMBER 2015

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


ii

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


iii

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas kehendak-Nya, saya
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Program
Studi Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi
saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1) dr. Trevino Aristarkus Pakasi, M.S., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mendampingi saya
dalam penyusunan skripsi ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang tidak henti memberikan dukungan
moral dan material;
3) Sahabat dan orang-orang terdekat yang telah banyak membantu saya
menyelesaikan skripsi ini;
4) Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;
5) dan berbagai pihak lain termasuk Puskesmas dan Klinik tempat kami
mengambil data penelitian.
Saya mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Kritik dan
saran yang membangun akan senantiasa saya nantikan guna perbaikan diri saya ke
depannya. Akhir kata, saya berharap skripsi ini dapat membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran.

Jakarta, 1 September 2015


Penulis

iv

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


v

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


ABSTRAK

Nama : Dianita Susilo Saputri


Program Studi : Pendidikan Dokter
Judul : Hubungan Pemilihan Layanan Tenaga Kesehatan
dengan Penemuan Kasus Diabetes Melitus pada
Pasien Tuberkulosis

Diabetes melitus (DM) dan tuberkulosis (TB) merupakan double burden


disease yang prevalensinya cukup tinggi di Indonesia. Tingginya prevalensi TB
dan DM tidak lepas dari peran tenaga kesehatan dalam mendiagnosis dan
mendokumentasikan pasien yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penelitian berdesain cross-sectional ini melihat perbedaan persentase
penemuan kasus DM pada pasien TB yang berobat ke dokter dan tenaga
kesehatan nondokter. Dengan metode consecutive sampling, didapatkan 242
pasien TB yang terdaftar di 12 Puskesmas dan 2 klinik di Jakarta yang diminta
kesediaannya melakukan pengisian kuesioner dan pemeriksaan GDP/TTGO.
Hasil penelitian menunjukkan kejadian DM lebih tinggi pada pasien TB
dibandingkan dengan populasi umum (27,5%, n=236). Persentase penemuan
kasus DM pada pasien TB yang berobat ke dokter lebih tinggi dibandingkan yang
berobat ke tenaga kesehatan nondokter namun tidak berbeda bermakna (28% vs
19%, p=0,361). Pembandingan persentase penemuan kasus juga dilakukan
menurut gejala DM: polifagi, polidipsi, poliuri, berat badan turun, lemah badan,
kesemutan, dan penglihatan memburam. Dari seluruh gejala, persentase
penemuan kasus DM pasien yang berobat ke dokter masih lebih tinggi
dibandingkan yang berobat ke tenaga kesehatan nondokter.
Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan tenaga kesehatan meningkatkan
kewaspadaan mengenai gejala DM yang mungkin ada pada pasien TB sebagai
bentuk deteksi dini guna mengantisipasi akibat yang tidak diinginkan.

Kata kunci:
Diabetes melitus, pemilihan layanan, tenaga kesehatan, tuberkulosis

vi Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


ABSTRACT

Name : Dianita Susilo Saputri


Study Program : Medical Education
Title : Relation of Health Seeking Behaviour and Case-
Finding of Diabetes Mellitus among Tuberculosis
Patients

Diabetes mellitus (DM) and tuberculosis (TB) are double burden diseases
whose prevalence is still high in Indonesia. The high prevalence of both diseases
cannot be separated from the role of health professionals in recording the
diagnosis of TB patient who went to health care facilities.
This cross-sectional study is conducted to see the difference between case-
finding of DM among TB patients who went to doctors and other health
professionals. Using consecutive-sampling-method, obtained 242 TB patients who
were registered in twelve PHCs and two clinics in Jakarta. Data were collected
by filling the questionnaire and FBG/OGT test.
The result showed that the percentage of DM is higher in TB patients
compared with the general population (27,5%, n=236). The percentage of DM
case-finding in TB patient who went to the doctor was higher than those who went
to other health professionals (28% vs 19%, p=0,361). Benchmarking percentage
of case-finding was also done by comparing through DM manifestations include:
poliphagia, polydipsia, polyuria, weight loss, weakness, numbness, and blurred
vision. From all of the manifestations, the percentage of case-finding was higher
in patients who went to the doctor, but it’s not statistically significant.
According to the result, health professionals are expected to increase
awareness about DM manifestations that may be presented in TB patients in order
to detect cases earlier and anticipate the unwanted impacts.

Keywords:
Diabetes mellitus, health professionals, health seeking behaviour, tuberculosis.

vii Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............. v
ABSTRAK.............................................................................................. vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... ix
1. PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1. Tuberkulosis ............................................................................... 5
2.2. Diabetes Melitus ......................................................................... 7
2.3. Hubungan Diabetes Melitus dengan Tuberkulosis ....................... 10
2.4. Tenaga Kesehatan ....................................................................... 10
2.5. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan ..................................... 11
2.6. Kerangka Konsep ........................................................................ 12
3. METODE PENELITIAN ................................................................ 13
3.1. Desain Penelitian......................................................................... 13
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 13
3.3. Sumber Data ............................................................................... 13
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................... 14
3.5. Kriteria Inklusi, Eksklusi, dan Drop Out ..................................... 14
3.6. Estimasi Besar Sampel ................................................................ 15
3.7. Etika Penelitian ........................................................................... 15
3.8. Alur Penelitian ............................................................................ 15
3.9. Cara Kerja ................................................................................... 16
3.10. Definisi Operasional .................................................................... 17
4. HASIL .............................................................................................. 18
5. DISKUSI........................................................................................... 23
6. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 29
6.1. Kesimpulan ................................................................................. 29
6.2. Saran ........................................................................................... 29
DAFTAR REFERENSI ......................................................................... 30
LAMPIRAN ........................................................................................... 34

viii Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Langkah diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa ....... 9

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik sosiodemografi subjek penelitian ......................... 18


Tabel 4.2 Angka kejadian diabetes melitus pada pasien tuberkulosis ........ 19
Tabel 4.3 Orang yang pertama kali diminta pertolongan jika sakit ............ 19
Tabel 4.4 Akses menuju fasilitas pelayanan kesehatan ............................. 20
Tabel 4.5 Analisis hubungan orang yang pertama kali ditemui saat sakit
dengan angka kejadian TBDM ................................................. 21
Tabel 4.6 Proporsi gejala DM dengan angka kejadian TBDM berdasarkan
tenaga kesehatan yang pertama ditemui saat sakit .................... 22

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Etik Penelitian ..................................................................... 34


Lampiran 2 : Timeline penelitian ............................................................. 36
Lampiran 3 : Kuisioner penelitian beserta lembar informed consent ......... 37
Lampiran 4 : Pengambilan spesimen dan metode pemeriksaan TBDM ..... 38
Lampiran 5 : Hasil analisis data SPSS ...................................................... 40
Lampiran 6 : Uji plagiarisme .................................................................... 49

ix Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


BAB 1
PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis yang
dalam dua dekade terakhir ini meningkat prevalensinya.1 World Health
Organization (WHO) telah memprediksi kenaikan jumlah pasien DM di
Indonesia, yaitu dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada
tahun 2030. Laporan tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah
pasien DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.2 Penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia ini tengah menjadi perhatian dunia
karena peningkatan prevalensinya yang cukup signifikan tersebut.
Di samping besarnya ancaman DM, tuberkulosis (TB) yang
merupakan penyakit infeksi akibat bakteri, masih menjadi masalah
kesehatan dunia karena menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi.
Penyakit ini menyerang sembilan juta orang setiap tahun dan membunuh
kurang lebih dua juta pasiennya.3 Secara global, Indonesia menempati
posisi ketiga dalam kasus TB paru, setelah India dan China.4 Di Indonesia
yang merupakan negara berkembang, TB menjadi pembunuh nomor satu
di antara seluruh penyakit menular serta menjadi pembunuh nomor tiga
setelah penyakit jantung dan pernapasan akut. 5
Hubungan antara prevalensi TB dan DM saat ini menjadi topik
yang cukup hangat untuk diteliti. Menurut penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Cahyadi dkk., peningkatan prevalensi DM ternyata disertai
pula oleh peningkatan prevalensi TB. Prevalensi TB 2-5 kali lebih tinggi
pada pasien DM dibandingkan dengan yang non-DM.5 Pada penelitian
lain, disebutkan bahwa prevalensi TB aktif pada pasien DM bervariasi
mulai dari 1,7% di Swedia pada tahun 1954 sampai dengan 36% di Korea
pada tahun 1961.1 Peningkatan angka kejadian TB yang mengikuti
peningkatan prevalensi DM tersebut seringkali dikaitkan dengan

1 Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


2

kerentanan pasien DM untuk terkena infeksi karena terganggunya fungsi


sistem imun.6
Hubungan antara TB dan DM tidak hanya sebatas DM yang
menyebabkan bertambahnya risiko terinfeksi TB, sebab di penelitian lain
ditemukan juga peningkatan frekuensi DM pada pasien TB. Peningkatan
frekuensi DM pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15%.4 Prevalensi DM
pada penderita TB dilaporkan dalam beberapa laporan yang berbeda
dalam hal waktu pengambilan data. Studi yang pertama melakukan
skrining DM setelah pengobatan TB mulai, dan hasilnya memiliki rentang
1,9% di Nigeria pada 1990, sampai 10% di India pada 1968. Sedangkan,
studi yang melakukan skrining DM saat sebelum pengobatan TB
mendapatkan prevalensi DM antara 8,6% di Turki, hingga 19,8% di
Pakistan. Intinya, prevalensi DM lebih tinggi pada pasien dengan TB,
dengan rasio prevalensi >1.1
Ditemukannya kasus DM pada pasien TB, tentunya tidak terlepas
dari peran tenaga kesehatan khususnya dokter dalam melakukan
anamnesis, menilai gejala serta melakukan pemeriksaan guna
merumuskan diagnosis. Dalam menjalankan tugas tersebut, fungsi dokter
seringkali digantikan oleh perawat atau tenaga kesehatan lain. Adapun
wewenang dokter dalam hal mendiagnosis dapat didelegasikan kepada
perawat maupun tenaga kesehatan lain apabila dokter berhalangan. 7
Untuk dapat melakukan diagnosis, dibutuhkan pengetahuan yang cukup
tentang patofisiologi dan tanda gejala penyakit serta kemampuan
menggali informasi dengan baik.
Di samping kemampuan diagnosis, adanya data mengenai angka
kejadian suatu kasus tidak lepas dari peran serta fasilitas pelayanan
kesehatan yang mendokumentasikan status kesehatan pasien. Upaya
diagnosis yang saat ini masih cenderung pasif, menunggu pasien untuk
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sangat tergantung pada pola
pencarian pelayanan kesehatan masyarakat. Adapun pola pencarian
pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia menurut Balitbangkes 2011,
secara umum masih dominan menuju ke pusat pelayanan primer atau

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


3

Puskesmas, disusul oleh layanan praktik swasta. Namun terdapat sedikit


perbedaan di beberapa daerah di Indonesia. Di Jawa dan Bali misalnya,
jumlah pemilihan Puskesmas dan layanan praktik swasta hampir memiliki
nilai yang sama, sedangkan di Kalimantan dan Papua, pemilihan
Puskesmas masih jauh di atas praktik swasta.8 Studi yang dilakukan oleh
Ahmad Fuady tahun 2011 tentang perilaku pencarian pelayanan kesehatan
pasien TB di Jakarta menunjukkan bahwa sekitar 5,7% (n=2393) subjek
tidak memilih fasilitas pelayanan kesehatan dan lebih memilih pergi ke
pengobatan alternatif. Adapun faktor yang turut mempengaruhi perilaku
berobat masyarakat ini di antaranya tingkat pengetahuan, stigma, tingkat
kepedulian, kapasitas finansial, dan akses menuju ke pusat layanan
kesehatan.9
Dalam hal penemuan kasus DM pada pasien TB, pemilihan
layanan tenaga kesehatan untuk berobat masih belum diketahui apakah
menunjukkan angka yang berbeda antara yang berobat ke tenaga
kesehatan dokter dan nondokter. Belum diketahui seberapa besar
penemuan kasus DM pada pasien TB dapat terdeteksi dari gejala khas
DM oleh tenaga kesehatan dokter jika dibandingkan pada mereka yang
berobat pertama kali ke tenaga kesehatan nondokter. Hal ini yang ingin
diangkat oleh peneliti, dengan harapan pemanfaatan tenaga kesehatan
serta fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat nantinya dapat lebih
optimal dan tepat sasaran. Untuk itulah penelitian ini dilakukan, guna
mendapatkan kejelasan mengenai hubungan pemilihan layanan tenaga
kesehatan dengan penemuan kasus DM pada penderita TB.

1.2. Perumusan Masalah


Pemilihan layanan tenaga kesehatan untuk berobat masih belum
diketahui apakah memang berkaitan dengan penemuan kasus DM pada
pasien TB. Apakah penemuan kasus DM tersebut memang dipengaruhi
mau tidaknya seseorang berobat, atau hanya berdampak pada penemuan
kasus yang membutuhkan kepekaan tenaga kesehatan terhadap gejala
DM, masih menjadi pertanyaan.

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


4

Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: Apakah terdapat


hubungan antara pemilihan layanan tenaga kesehatan pasien TB dengan
kejadian DM pada pasien TB?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pemilihan layanan tenaga kesehatan
pasien TB dengan penemuan kasus DM-TB.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui angka kejadian DM pada pasien TB di Jakarta
2. Mengetahui perilaku berobat masyarakat Jakarta
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DM
pada penderita TB, khususnya pemilihan layanan tenaga
kesehatan
4. Mengetahui peran dokter dan tenaga kesehatan nondokter dalam
penemuan kasus DM-TB

1.4. Manfaat Penelitian


1. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat umumnya dan pasien TB
khususnya terhadap bahaya dan risiko penyakit DM sehingga tidak
menimbulkan keadaan yang lebih parah bagi pasien
2. Menjadi sumber informasi bagi pemerintah dalam menyediakan
program layanan kesehatan bagi masyarakat dan memperlihatkan
kemungkinan risiko penyakit DM pada pasien TB.

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis
TB adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari
Mycobacterium tuberculosis, bakteri aerob gram negatif dari genus
Mycobacteriaceae. Penyakit ini umumnya menyerang paru, namun dapat
pula menyerang organ lain. Adapun transmisi TB dapat terjadi melalui
udara, dengan adanya droplet nuklei dari pasien yang menderita TB
pulmonal maupun laringeal. Droplet yang berdiameter 1-5 mikron ini
keluar saat pasien batuk, bersin, atau berbicara dan dapat bertahan di
udara selama beberapa jam sebelum terhirup dan menginfeksi orang
lain.10 Adapun faktor determinan transmisi TB antara lain kemungkinan
kontak dengan kasus TB, kedekatan dan durasi kontak tersebut, seberapa
infeksius kasus tersebut, dan lingkungan yang digunakan bersama. 11
Jika risiko infeksi ditentukan terutama oleh faktor eksogen atau
lingkungan, perkembangan penyakit setelah terinfeksi kuman TB lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor endogen, yaitu imunitas orang yang
terinfeksi. Ketika droplet infeksius di udara terhirup, sebagian besar akan
dikeluarkan oleh mekanisme pertahanan dari mukosa saluran napas, dan
sebagian kecil masuk ke alveoli. Di alveoli, bakteri TB yang merupakan
basil tahan asam tersebut akan difagosit oleh makrofag alveolar. 4,10
Sebagian besar bakteri akan rusak atau terhambat, sedangkan sebagian
kecil di antaranya dapat bermultiplikasi di dalam sel makrofag dan
dilepaskan ketika makrofag mati. Bakteri yang hidup akan menyebar
melalui pembuluh limfa atau aliran darah menuju ke jaringan dan organ
yang lebih jauh. Adapun organ yang sering menjadi sasaran untuk
berkembangnya bakteri TB adalah otak, laring, nodus limfa, paru, tulang,
dan ginjal. Proses diseminasi ini akan menginduksi inflamasi sebagai
respon sistemik dari sistem imun.10

5 Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


6

Bagi sebagian orang, infeksi dari bakteri TB belum tentu


menimbulkan penyakit TB. Terdapat istilah infeksi TB laten, bagi mereka
yang memiliki Mycobacterium tuberculosis dalam tubuhnya namun tidak
memiliki penyakit TB dan tidak dapat menularkannya ke orang lain.
Dalam dua hingga delapan minggu setelah infeksi TB, makrofag akan
memfagosit dan mengelilingi bakteri, membentuk granuloma, dan
menjaganya agar tetap dalam kendali. Namun, jika sistem imun tidak
dapat mempertahankannya berada di bawah kendali, maka basil akan
mulai bermultiplikasi dengan cepat dan terjadilah penyakit TB. Orang
dengan penyakit TB aktif inilah yang dapat menularkan bakterinya ke
orang lain. Semua infeksi TB laten memang berpotensi untuk berkembang
menjadi penyakit TB, namun sebagian orang ada yang lebih berisiko
mengalami progresivitas tersebut, salah satunya adalah mereka yang
mengidap DM. Risiko berkembangnya penyakit TB pada pasien DM
adalah sekitar 30% selama hidupnya.10
Diagnosis TB dapat ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti bakteriologi maupun radiologi.
Gejala klinis penyakit ini antara lain gejala pernapasan berupa batuk lebih
dari dua minggu, sesak napas, nyeri dada, dan hemoptisis, serta gejala lain
seperti demam, keringat malam, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Jika dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara napas bronkial
yang melemah, amforik, dan ronki basah. Untuk memastikan diagnosis,
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu dengan menemukan
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan basil tahan asam pada
pemeriksaan mikroskopik sputum atau jaringan paru biakan. Pemeriksaan
lain seperti pencitraan radiologi, BACTEC, PCR (Polymerase Chain
Reaction), ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay), ICT
(Immunochromatographic Tuberculosis), Mycodot, PAP (Peroksidase
Anti Peroksidase), dan IgG TB juga dapat dilakukan dalam untuk
menunjang perumusan diagnosis.12
Menurut data WHO, pengobatan TB secara global pada tahun 2011
menunjukkan angka kesuksesan sebesar 87%. Khusus regio Asia

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


7

Tenggara, angka kesuksesan pengobatan TB adalah 89%.13 Hal ini


menunjukkan adanya harapan sembuh atas pengobatan TB yang memang
selain membutuhkan adanya fasilitas penanganan TB juga menuntut
komitmen dari pasien agar tetap mau melanjutkan pengobatan yang butuh
waktu cukup lama.

2.2. Diabetes Melitus


DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang terjadi
akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, maupun keduanya, sehingga
menimbulkan karakteristik hiperglikemia. Berdasarkan sebab atau
etiologinya, DM diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, antara lain DM
tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional.14 DM tipe 1 terjadi
akibat destruksi sel beta pankreas, baik secara autoimun maupun
idiopatik, yang arahnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. DM tipe 2
muncul bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif, sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin. DM tipe lain dapat disebabkan oleh
endokrinopati, obat kimia, infeksi, imunologi, atau sindrom genetik lain.
Sementara itu untuk DM gestasional dapat diartikan sebagai gangguan
toleransi karbohidrat (TGT, GDPT, DM) yang terjadi atau pertama kali
diketahui saat kehamilan sedang berlangsung. 2
Faktor risiko dari DM tipe 2 ada yang dapat dimodifikasi, ada juga
yang tidak. Faktor risiko yang tidak mungkin dimodifikasi antara lain ras,
etnik, riwayat keluarga dengan DM, riwayat melahirkan bayi dengan
berat badan lahir >4.000 gram atau ada riwayat menderita DM
gestasional, dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (<2,5 kg).
Sementara itu, terdapat pula faktor risiko yang masih bisa dimodifikasi,
antara lain: berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemi, dan diet yang tidak sehat yaitu diet tinggi gula dan rendah
serat.2
Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia Tahun 2011, diagnosis DM dapat ditegakkan dari

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


8

gejala klinis yang disertai pemeriksaan kadar glukosa darah. Adapun


spesimen yang dianjurkan untuk tujuan diagnosis adalah darah plasma
vena, sedangkan apabila tujuannya adalah memantau hasil pengobatan,
spesimen dapat berupa darah kapiler yang diperiksa dengan alat
glukometer. Apabila terdapat keluhan klasik DM yaitu: poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya, serta terdapat keluhan lain berupa lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus
vulvae pada wanita, maka perlu curiga adanya DM. Adanya kecurigaan
ini dapat dibuktikan dengan cara berikut ini:2
 Jika terdapat keluhan klasik, seseorang disebut sakit DM jika
pemeriksaan glukosa plasma sewaktu menunjukkan >200 mg/dl atau
glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl.
 Tes toleransi glukosa oral atau TTGO, di mana hasil TTGO ≥200
mg/dl berarti positif DM. Jika hasil menunjukkan angka 140-299
mg/dl maka diagnosisnya adalah toleransi glukosa terganggu.
Apabila hasil TTGO menunjukkan <140 mg/dl setelah pemeriksaan
glukosa plasma puasa yang didapatkan angka antara 100-125 mg/dl,
maka diagnosisnya adalah glukosa darah puasa terganggu.
Pemeriksaan TTGO memang lebih sensitif dan spesifik, namun
pelaksanaannya tidak sederhana karena membutuhkan berbagai macam
persiapan. Berikut ini adalah cara pelaksanaan TTGO: 2
 Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien tetap makan seperti biasa
dengan karbohidrat yang cukup dan tetap melakukan aktivitas fisik
seperti biasa.
 Berpuasa minimal 8 jam sebelum pemeriksaan, namun masih
diperbolehkan minum air putih saja
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa atau gula anhidrat sebanyak 75 gram untuk orang
dewasa atau 1,75 gram/kgBB untuk anak-anak, yang dilarutkan
dalam 250 ml air, diminum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali selama 2 jam

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


9

 Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa


 Selama proses pemeriksaan, subjek harus tetap beristirahat dan tidak
merokok
Untuk memudahkan langkah-langkah diagnostik DM, berikut ini
adalah bagan rangkuman dari seluruh pemeriksaan yang diperlukan.

Gambar 2.1 Langkah diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa


Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pengecahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia tahun 2011
Adapun tatalaksana dari penyakit DM lebih bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Tatalaksana ini meliputi edukasi,

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


10

terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Tanpa


edukasi, terapi gizi medis, dan latihan jasmani, terapi farmakologis akan
sia-sia. Di samping keempat hal tersebut, penting untuk diadakan evaluasi
medis dalam baik di pertemuan pertama maupun yang dilakuan secara
berkala. Evaluasi medis ini penting untuk mengetahui kondisi pasien dan
sejauh mana progresivitas penyakitnya sekaligus menilai ada tidaknya
komplikasi.2

2.3. Hubungan Diabetes Melitus dengan Tuberkulosis


Peningkatan prevalensi TB pada pasien DM dan juga prevalensi
DM pada pasien TB menunjukkan adanya hubungan di antara keduanya.
Pasien DM memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi
Mycobacterium tuberkulosis dengan dua cara yaitu langsung yang
berhubungan dengan hiperglikemia dan insulinopeni seluler serta secara
tidak langsung yang berkaitan dengan fungsi makrofag dan limfosit. DM
dapat mempengaruhi kemotaksis, fagositosis, aktivasi, dan presentasi
antigen oleh fagosit sebagai respon terhadap Mycobacterium tuberculosis.
DM juga mempengaruhi produksi interferon γ oleh sel T, pertumbuhan
sel T, fungsi, dan juga proliferasinya. 6
Menurut penelitian Alisjahbanna dkk. di Indonesia yang
membandingkan kejadian DM pada pasien TB dan kontrol, 13% (60 dari
454) pasien TB memiliki DM, sementara 3,2% (18 dari 556) kontrol
memiliki DM.6,15 Angka kejadian DM pada pasien TB yang lebih tinggi
ini memang masih belum jelas, apakah benar-benar insiden atau
prevalensi. Menurut Larsen dkk., infeksi, termasuk TB, dapat
2,6,16
memperburuk kontrol glikemik pada pasien DM. Hal ini yang
mungkin menyebabkan tingginya kejadian intoleransi glukosa pada
pasien TB jika dibandingkan dengan kontrol komunitas. 6,17,18,19

2.4. Tenaga Kesehatan


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 46 tahun 2013
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


11

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan


dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.20 Yang termasuk dalam tenaga kesehatan menurut Undang-
undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan antara lain tenaga
medis atau dokter dan dokter gigi, tenaga psikologi klinis, tenaga
keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian
fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan
tradisional, dan tenaga kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri.
Tenaga kesehatan ini akan tersebar di fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.21
Dokter adalah tenaga kesehatan yang memiliki wewenang
melakukan penegakkan diagnosis medis sesuai dengan pendidikan dan
kompetensi yang dimiliki. Diagnosis medis bertujuan untuk
mengidentifikasi dan merancang rencana pengobatan untuk penyembuhan
penyakit atau proses patologis.22 Dalam melaksanakan tugasnya, dokter
seringkali didampingi oleh perawat. Perawat adalah tenaga kesehatan yang
berwenang membuat diagnosis keperawatan dan melakukan asuhan
keperawatan. Perawat yang telah memiliki surat izin praktik boleh
membuka praktik keperawatan mandiri dan dapat dijadikan pilihan bagi
masyarakat sebagai orang yang pertama ditemui saat sakit. Dalam
melakukan praktik keperawatan mandiri, perawat dapat melakukan
pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medis. 7

2.5. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan


Menurut survey prevalensi TB tahun 2004, pola pencarian
kesehatan masyarakat Indonesia apabila terdapat anggota keluarga yang
mempunyai gejala TB, 66% akan berkunjung ke Puskesmas, 49% ke

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


12

dokter praktik swasta, 42% ke rumah sakit pemerintah, 14% ke rumah


sakit swasta dan 11% ke bidan atau perawat praktik swasta.23
Studi yang menilai perilaku pencarian pelayanan kesehatan pasien
TB di Jakarta menunjukkan Puskesmas masih menjadi pilihan utama
(49.2%, n=2393) diikuti oleh praktik dokter swasta (33.6%). Persentase
yang memilih rumah sakit (9.1%). Di antara keseluruhan hasil, masih ada
sekitar 5.7% subjek penelitian tersebut yang memilih untuk tidak mencari
pelayanan kesehatan. Faktor budaya dan kepercayaan populasi yang begitu
heterogen di Jakarta dapat mempengaruhi kondisi tersebut. Di samping itu,
faktor yang turut mempengaruhi perilaku berobat masyarakat ini di
antaranya tingkat pengetahuan, stigma, tingkat kepedulian, kapasitas
finansial, dan akses menuju ke pusat layanan kesehatan.9

2.6. Kerangka Konsep

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


BAB 3
METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian berjudul “Hubungan Pemilihan Layanan Tenaga
Kesehatan dengan Penemuan Kasus Diabetes Melitus pada Pasien
Tuberkulosis” ini merupakan studi deskriptif analitik observasional
dengan desain potong lintang. Disebut deskriptif analitik karena sifatnya
hanya menggambarkan hubungan antara variabel tergantung yang dalam
hal ini merupakan kejadian DM pada pasien TB dan variabel bebas yaitu
perilaku berobat ke tenaga kesehatan, serta disebut potong lintang karena
pengambilan datanya dilakukan sewaktu.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di DKI Jakarta mulai dari penyusunan
proposal pada bulan Desember 2013 hingga penyusunan laporan pada
bulan September 2015. Pengambilan data dilaksanakan di Provinsi DKI
Jakarta, bertempat di dua belas puskesmas kecamatan yang tersebar di
Kecamatan Pulogadung, Duren Sawit, Jatinegara, Pasar Minggu, Tebet,
Senen, Tanah Abang, Koja, Tanjung Priok, Tambora, Cengkareng, dan
Kramat Jati, serta dua klinik dokter keluarga IKK FKUI yaitu KDK Kayu
Putih dan KDK Kiara pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014.
Keempatbelas fasilitas kesehatan primer tersebut dipilih karena menjadi
bagian dari program DM-TB yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas FKUI.

3.3. Sumber Data


Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner penelitian Need
Assessment Tuberkulosis dan Diabetes Melitus di Jakarta yang
dilaksanakan oleh CRID TROPHID Universitas Indonesia bersama
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI oleh pasien TB di

13 Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


14

puskemas dan klinik dokter keluarga. Di samping pengisian kuesioner,


data juga diperoleh dari pengecekkan gula darah puasa pasien dan tes
toleransi glukosa oral jika perlu.

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi target penelitian ini adalah pasien TB di Jakarta.
Sedangkan populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien TB yang
didata oleh dua belas puskesmas kecamatan dan dua klinik dokter
keluarga di lima wilayah DKI Jakarta yang menjadi bagian dari program
DM-TB Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI.
Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling.
Subjek merupakan setiap pasien TB yang memenuhi kriteria inklusi yang
hadir ke puskesmas atau klinik dan diminta kesediaan mengisi kuesioner
penelitan serta dicek kadar gula darahnya.

3.5. Kriteria Inklusi, Eksklusi, dan Drop Out


3.5.1. Kriteria inklusi :
 Pasien TB aktif dan terdaftar di KDK FKUI Kiara dan KDK FKUI
Kayu Putih, serta di dua belas puskesmas kecamatan terpilih
 Berusia 17 tahun atau lebih sebagai kriteria untuk skrining DM
 Bersedia menjadi responden dengan mengisi lembar informed
consent dan mengisi kuesioner dengan lengkap
3.5.2. Kriteria eksklusi :
 Pasien tidak puasa saat pengambilan gula darah
 Pasien mengalami gangguan kognitif dan psikosis
3.5.3. Kriteria drop out :
 Pasien tidak mengikuti seluruh rangkaian penelitian dengan
lengkap

3.6. Estimasi Besar Sampel


Besar sampel minimal pada penelitian ini (n) didapatkan dari
rumus sampel tunggal untuk estimasi kejadian suatu populasi berikut:

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


15

Keterangan:
zα= tingkat kemaknaan = 1,96
P = kejadian DM pada populasi pasien TB = 13% (dari pustaka15)
Q=1-P
d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (ditetapkan peneliti) = 5%
Berdasarkan hasil perhitungan, dibutuhkan minimal 175 subjek.
Untuk mengantisipas drop out ditambahkan 10% dari jumlah subjek
minmal sehingga total menjadi 192 subjek. Untuk kepentingan analisis
data, diharapkan terdapat minimal terdapat 30 orang yang TB-DM.

3.7. Etika Penelitian


Etik penelitian yang menjadi bagian dari penelitian Improving
Screening and Treatment Among Tuberculosis and Diabetes Patients in
Primary Care Setting yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas FKUI ini telah terlampir.

3.8. Alur Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan alur sebagai berikut:
1. Penyusunan proposal
2. Persetujuan penelitian
3. Pengumpulan data primer dari kuesioner penelitian
4. Pembuatan database
5. Pemeriksaan lanjutan berupa tes gula darah puasa dan toleransi
glukosa oral untuk pasien yang masih suspek DM
6. Pencatatan data
7. Analisis data
8. Pelaporan penelitian

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


16

3.9. Cara Kerja


3.9.1. Identifikasi variabel
Variabel bebas : pemilihan layanan tenaga kesehatan
Variabel terikat : penemuan kasus DM pada pasien TB
Variabel perancu : usia, status gizi, gaya hidup
3.9.2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimulai dengan pengisian kuesioner penelitian
oleh pasien TB yang terdaftar di puskesmas dan klinik dokter keluarga
serta telah mengisi lembar informed consent. Kuesioner ini berisi
pertanyaan-pertanyaan berupa: identitas, status demografi, riwayat sakit
DM, ada tidaknya gejala DM, pola pemilihan layanan kesehatan, dan
beberapa pertanyaan penunjang lainnya. Setelah mengisi kuesioner,
pasien yang sudah diminta untuk berpuasa terlebih dahulu diambil sampel
darahnya untuk dilakukan pemeriksaan gula darah puasa. Hasil pengisian
kuesioner dan pengecekan gula darah puasa dibuatkan database untuk
pengolahan data. Dari data yang terkumpul, dilihat apakah masih ada
yang perlu pengulangan pemeriksaan gula darah puasa atau tes toleransi
glukosa oral sesuai konsensus DM tipe 2. Setelah semua data lengkap
dilakukan analisis data.
3.9.3. Analisis Data
Data yang terkumpul diolah menggunakan perangkat lunak SPSS
versi 20 for Windows. Data dianalisis dengan analisis statistik deskriptif
untuk mengetahui gambaran hubungan antara dua variabel yaitu
pemilihan layanan tenaga kesehatan dengan penemuan kasus DM pada
pasien TB.
3.9.4. Pelaporan Data
Setelah melalui segala proses penelitian, laporan penelitian disusun
dan diserahkan kepada Tim Modul Riset Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


17

3.10. Definisi Operasional


Penemuan kasus DM pada pasien TB adalah jumlah kasus DM
baru maupun lama yang ditemukan pada pasien TB. Seseorang
dinyatakan pasien TB apabila ia teregistrasi sebagai pasien TB
puskesmas, sedang menjalani pengobatan TB, dan dari pemeriksaan
sputum BTA-nya didapatkan hasil positif. Pemeriksaan BTA yang
dimaksud dilakukan di puskesmas atau atau laboratorium yang bekerja
sama dengan puskesmas atau klinik. Dalam penelitian ini, seorang pasien
TB dinyatakan sakit DM apabila memenuhi satu atau lebih kriteria
berikut:
 pernah terdiagnosis DM oleh tenaga kesehatan atau
 ketika pengukuran gula darah puasa atau tes toleransi glukosa
oralnya menunjukkan hasil lebih dari sama dengan 126 mg/dl
atau
 sedang mengonsumsi obat anti-DM.
Pemilihan layanan tenaga kesehatan yang dimaksud adalah
perilaku pencarian pelayanan kesehatan saat pasien merasa sakit secara
umum. Tenaga kesehatan adalah orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, dalam hal
ini adalah dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya.24
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.25

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


BAB 4
HASIL

4. HASIL
Data didapatkan dari pengisian kuesioner oleh responden yang merupakan
pasien TB di puskesmas kecamatan dan klinik dokter keluarga yang menjadi
tempat penelitian. Dari 280 orang yang pernah didiagnosis sebagai pasien TB, 242
di antaranya masih terdaftar sebagai pasien aktif pada saat pengambilan data.
Berikut adalah karakteristik sosiodemografi subjek penelitian.

Tabel 4.1 Karakteristik sosiodemografi subjek penelitian


n %
Jenis kelamin
Laki-laki 130 53,7
Perempuan 112 46,3
Usia
<20 tahun 10 4,13
21-44 tahun 129 53,30
45-64 tahun 89 36,78
65 tahun 11 4,54
Usia tidak diketahui 3 1,24
Total 242 100,0

Berdasarkan tabel 4.1, subjek lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki
daripada berjenis kelamin perempuan. Pengelompokkan usia didasarkan pada
risiko terkena DM di masing-masing kelompok usia yang semakin meningkat
seiring bertambahnya usia. Menurut Centers for Disease Control and Prevention,
di Amerika, orang berusia di bawah 20 tahun risiko DM-nya meningkat seiring
usia. Pada orang dengan usia antara 20-44 tahun diperkirakan 3,7% orang
menderita DM, sementara pada usia 45-64 jumlah ini meningkat hingga 13,7%.
Usia di atas 65 tahun menempati persentase tertinggi yang mencapai 26,9%. 26
Dapat dilihat bahwa subjek yang berisiko tinggi terkena DM (di atas 45 tahun)

18 Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


19

persentasenya cukup tinggi di antara keseluruhan subjek. Berikut ini adalah angka
kejadian DM pada subjek pasien TB.

Tabel 4.2 Angka kejadian DM pada pasien TB


n %
Pasien TB
DM positif 65 27,5
DM negatif 171 72,5
Total 236 100,0

Jumlah subjek yang awalnya 242 orang berkurang menjadi 236 karena ada
6 orang yang tidak didapatkan riwayat DM, tidak terdapat data gula darah dan
tidak mengisi riwayat meminum obat DM. Jumlah inilah yang akan digunakan
pada analisis yang selanjutnya. Berdasarkan tabel 4.2, persentase kejadian DM
pada pasien TB di Jakarta mencapai 27,5% jauh di atas persentase kejadian DM di
populasi umum di Indonesia yang menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 berkisar
2,1% untuk hasil wawancara dan 6,9% untuk hasil pemeriksaan gula darah
puasa.27

Tabel 4.3 Orang yang pertama kali dimintai pertolongan saat merasa sakit
secara umum
n %
Dokter (n=215; 91,1% )
Dokter umum swasta 56 23,7
Dokter umum puskesmas 155 65,7
Dokter spesialis 4 1,7
Tenaga Kesehatan non Dokter (n=21; 8,9%)
Bidan 2 0,8
Mantri/Perawat 4 1,7
Lainnya 15 6,4
Total 236 100,0

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


20

Dari tabel 4.3 menunjukkan perilaku pencarian pelayanan kesehatan yaitu


orang yang pertama kali ditemui saat merasa sakit secara umum. Diketahui bahwa
mayoritas subjek saat sakit memilih meminta pertolongan pertama kepada tenaga
kesehatan terutama dokter umum puskesmas.

Tabel 4.4 Akses menuju fasilitas pelayanan kesehatan


n %
Kesulitan mencapai fasyankes
Ya 35 14,8
Tidak 197 83,5
Tidak menjawab 4 1,7
Alasan menunda pergi ke fasyankes
Tidak punya uang untuk berobat 13 5,5
Tidak punya ongkos 2 0,8
Lokasi fasyankes jauh 31 13,1
Sakit masih bisa diatasi sendiri 120 50,8
Belum merasa butuh bantuan 41 17,4
Tidak menjawab 27 11,4
Total 236 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa masih ada subjek yang merasa sulit untuk
menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan (14,8%, n=236). Hal ini sejalan dengan
13,1% subjek yang menjawab bahwa lokasi fasilitas pelayanan kesehatan cukup
jauh. Selain jauhnya lokasi fasilitas pelayanan kesehatan perlu digarisbawahi
angka yang cukup besar di poin sakit yang masih bisa diatasi sendiri dan belum
merasa butuh bantuan karena hal ini dapat berakibat pada keterlambatan diagnosis
dan tatalaksana penyakit yang menular. Begitu pula alasan tidak punya uang
untuk berobat, menunjukkan bahwa pasien tersebut belum mengetahui bahwa saat
ini pengobatan sebagian besar sudah gratis dan tercakup dalam jaminan
kesehatan.
Tabel selanjutnya ingin melihat perbedaan angka DM berdasarkan tenaga
kesehatan pertama yang ditemui saat sakit, apakah tenaga kesehatan tersebut

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


21

dokter yang memiliki wewenang diagnosis medis atau tenaga kesehatan selain
dokter.

Tabel 4.5 Analisis hubungan orang yang pertama ditemui saat sakit dengan
angka kejadian TBDM
TB DM +
Ya Tidak Nilai p
n % n %
Yang pertama ditemui saat sakit (n=236)
Dokter 61 28 154 72 0,361
Tenaga kesehatan nondokter 4 19 17 81
Total 65 171

Analisis hubungan perilaku berobat dalam hal ini orang yang pertama
ditemui saat sakit dengan angka kejadian TBDM dilakukan dengan uji Chi-
square. Pada uji Chi-square, sel yang memiliki nilai expected count kurang dari 5
adalah 0% sehingga analisis hubungan kedua variabel ini dapat dilakukan dengan
uji tersebut. Dari tabel 4.5 dapat dilihat perbedaan angka temuan kasus TBDM
pada pasien yang berobat ke dokter dan tenaga kesehatan nondokter, yang tidak
bermakna secara statistik (nilai p = 0,361). Tabel berikutnya akan memuat
perbedaan angka TBDM berdasarkan gejala khas DM dan tenaga kesehatan
pertama yang ditemui saat sakit.

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


22

Tabel 4.6 Proporsi gejala DM dengan angka TBDM berdasarkan tenaga


kesehatan yang pertama ditemui saat sakit
TB DM +
Ya Tidak Total
n % n %
Mudah lapar (n=105)
Dokter 34 36,6 59 63,4 93
Tenaga kesehatan nondokter 3 25,0 9 75,0 12
Mudah haus (n=104)
Dokter 38 40,9 55 59,1 93
Tenaga kesehatan nondokter 3 27,3 8 72,7 11
Banyak berkemih (n=89)
Dokter 38 46,9 43 53,1 81
Tenaga kesehatan nondokter 3 37,5 5 62,5 8
Berat badan turun (n=78)
Dokter 34 47,9 37 52,1 71
Tenaga kesehatan nondokter 2 28,6 5 71,4 7
Lemah badan (n=71)
Dokter 31 48,4 33 51,6 64
Tenaga kesehatan nondokter 3 42,9 4 57,1 7
Kesemutan (n=100)
Dokter 39 43,3 51 56,7 90
Tenaga kesehatan nondokter 3 30,0 7 70,0 10
Penglihatan memburam (n=55)
Dokter 30 60,0 20 40,0 50
Tenaga kesehatan nondokter 2 40,0 3 60,0 5

Dari tabel 4.6 dapat dilihat perbedaan persentase temuan kasus TBDM
antara pasien TB yang pergi ke dokter dan tenaga kesehatan selain dokter
berdasarkan gejala DM yang ada. Persentase temuan kasus TBDM berdasarkan
gejala pasien yang berobat ke dokter lebih tinggi dibanding yang berobat ke
tenaga kesehatan nondokter.

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


BAB 5

DISKUSI

5. DISKUSI
Penelitian deskriptif analitik ini berdesain potong lintang yang artinya
pengambilan data dilakukan dalam satu waktu. Hal ini menjadikan penemuan
kasus DM dapat berupa kasus lama maupun kasus baru, baik yang terjadi
sebelum pasien sakit TB maupun setelahnya. Karenanya penelitian ini tidak
dapat menjelaskan hubungan sebab akibat di antara keduanya.
Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah pemilihan subjek yang
merupakan pasien TB terdaftar di puskesmas dan klinik dokter keluarga
sehingga tidak didapatkan hasil yang seimbang antara subjek yang memilih
layanan kesehatan ke tenaga dokter dan tenaga kesehatan nondokter.
Berdasarkan tabel 4.2, penemuan kasus DM pada pasien TB di Jakarta
mencapai 27,5%. Angka tersebut jauh di atas proporsi DM pada populasi
umum Indonesia yang menurut Riskesdas 2013 berdasarkan hasil wawancara
adalah 2,1% dan berdasarkan pemeriksaan gula darah puasa adalah 6,9%.27
Studi yang sama dilakukan oleh Vijay dkk. di India, didapatkan bahwa
prevalensi DM pada pasien TB adalah 25,3% dan pre-DM sebesar 24,5%.28
Jeon dkk. dalam studinya yang melakukan skrining DM setelah dimulainya
pengobatan TB menunjukkan kejadian DM memiliki rentang 1,9% di Nigeria
pada 1990, sampai 10% di India pada 1968. Sedangkan, studi di mana
skrining DM dilakukan saat sebelum pengobatan TB mendapatkan prevalensi
DM antara 8,6% di Turki, hingga 19,8% di Pakistan. 1
Tingginya angka kejadian DM pada pasien TB ini menyebabkan
diperlukannya skrining rutin terhadap pasien TB. Hal ini penting karena
kadar gula darah yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi respons
pengobatan TB, sebagai contoh, rifampisin yang akan turun
bioavailabilitasnya akibat kondisi hiperglikemia. Di samping itu, DM juga
dapat mempengaruhi kondisi klinis pasien TB. Studi di Portugal tentang
pengaruh DM pada gejala klinis, gambaran radiologi, dan pengobatan pasien
TB menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pasien TB

23 Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


24

yang DM dan tidak DM. Pada kedua grup, lesi multilobar sama-sama
dominan, akan tetapi pada pasien TB yang DM, ditemukan lebih banyak
keterlibatan isolated lower lung field. Manifestasi ekstrapulmonal juga lebih
banyak ditemukan di pasien dengan DM dan hal ini bermakna secara statistik.
Angka kematian di rumah sakit pada kelompok pasien TB dengan DM lebih
tinggi bermakna daripada yang hanya menderita TB. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya DM yang tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi pasien
TB dan berkaitan dengan adanya gangguan sistem imun pasien. 29 Karenanya
skrining gejala DM pada pasien TB sangat penting untuk dilakukan agar
dapat dilakukan pengontrolan yang baik.
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, mayoritas pasien TB memilih
dokter umum puskesmas sebagai pelayanan kesehatan yang pertama ditemui
saat sakit (66,2%). Adapun sisanya memilih pergi ke dokter umum swasta
(23,3%), dokter spesialis (1,7%), bidan (2%), mantri (4%) dan tenaga
kesehatan lainnya (6,2%). Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar
subjek telah menggunakan puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan
primer yang memang seharusnya diakses terlebih dahulu.
Sayangnya, masih ada sebagian subjek (14,8%, n=236) yang merasa
sulit untuk mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini seiring juga
dengan alasan menunda untuk pergi ke fasilitas kesehatan yang menunjukkan
13,1% subjek menilai lokasi fasilitas kesehatan jauh dari rumah. Selain letak
fasilitas pelayanan kesehatan yang jauh, alasan subjek menunda untuk pergi
ke fasilitas pelayanan kesehatan saat sakit adalah tidak punya uang untuk
berobat (5,5%), tidak punya ongkos (0,8%), sakit masih bisa diatasi sendiri
(50,8%), belum merasa butuh bantuan (17,4%), dan sisanya tidak menjawab
(11,4%).
Alasan pasien yang tidak punya uang untuk berobat dapat disebabkan
oleh ketidaktahuan subjek bahwa pengobatan TB dapat diperoleh secara
gratis di puskesmas. Adapun alasan perihal sakit yang masih bisa diatasi
sendiri dan merasa belum butuh bantuan perlu digali lebih lanjut apakah
memang karena pasien sudah paham mengenai gejala penyakit yang
dideritanya sehingga melakukan self medication dengan tepat ataukah hanya

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


25

coba-coba melakukan self medication ataukah memang pasien kurang peduli


dengan kondisi kesehatannya sehingga gejala batuk dibiarkan saja.
Penelitian Kadri dkk. pada tahun 2005 yang mempelajari perilaku
pencarian pengobatan tersangka penderita TB paru di wilayah Puskesmas
Tanjung Paku Kota Solok Sumatera Barat menunjukkan hasil bahwa masih
terdapat variasi suspek TB dalam mencari pengobatan di antaranya: berobat
ke dukun, mengobati sendiri, membeli obat di warung, dan tidak melakukan
tindakan pengobatan terhadap gejala TB yang dialaminya.30 Penelitian lain
yang dilakukan Gafar pada tahun 2000 tentang “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Pencarian Pengobatan bagi Tersangka Penderita
Tuberkulosis Paru di Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan”,
mengemukakan bahwa 8,3% tidak mencari pengobatan, 16,3% mengobati
sendiri, 9% mencari pengobatan tradisional, 45,5% mencari pengobatan ke
fasilitas pelayanan kesehatan swasta dan 27,8% mencari pengobatan ke
fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah.31
Dalam hal perilaku pengobatan pasien TB, sangat dikhawatirkan jika
pasien memilih untuk melakukan pengobatan pribadi atau mencari
pertolongan ke selain tenaga kesehatan atau tenaga kesehatan yang kurang
kompeten, sebab penyakit tersebut membutuhkan kepatuhan berobat yang
tinggi dan tingkat penularannya tergolong mudah. Jika pasien tidak berobat
tuntas, muncul ancaman TB yang resisten obat dan menular ke lingkungan
baik rumah maupun tempat kerjanya.
Menurut Notoatmodjo, 2010, faktor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan terdiri atas faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan
dll.), faktor enabling (lingkungan fisik dan ketersediaan sarana), dan faktor
penguat (dukungan keluarga, petugas, dll.).32 Penelitian yang dilakukan oleh
Wulandari menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan
penderita suspek TB paru dengan perilaku pencarian pengobatan TB paru.30
Hal ini menjadi suatu tantangan tersendiri bagi para stakeholder kesehatan
untuk menjadikan perilaku kesehatan dan pencarian pengobatan masyarakat
pergi ke tenaga kesehatan yang seharusnya.

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


26

Untuk melakukan analisis hubungan pemilihan tenaga kesehatan


dengan penemuan kasus DM pada pasien TB dilakukan pengelompokkan
dari variabel orang pertama yang dimintai pertolongan saat sakit menjadi dua
kategori yaitu dokter yang terdiri atas dokter umum puskesmas, dokter umum
swasta, dan dokter spesialis, serta tenaga kesehatan nondokter yang terdiri
dari bidan, mantri atau perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Berdasarkan
tabel 4.5, dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi yang
bermakna secara statistik antara pasien TB yang berobat ke tenaga dokter dan
tenaga kesehatan nondokter (nilai p = 0,361). Keterbatasan penelitian yang
mengambil subjek dari pasien puskesmas menjadi alasan akan hal ini. Lebih
dari sembilan puluh persen subjek memilih untuk pergi ke dokter dibanding
tenaga kesehatan lain sehingga perbandingan ini kurang seimbang untuk
dapat menghasilkan perbedaan proporsi yang bermakna secara statistik. Akan
tetapi, apabila ditinjau dari perbedaan persentase temuan kasus, pasien TB
yang berobat ke dokter lebih tinggi temuan kasusnya dibanding yang berobat
ke tenaga kesehatan nondokter (28% vs 19%). Persentase penemuan kasus
DM oleh dokter sudah melebih proporsi DM di antara pasien TB (27,%) yang
artinya angka ini sudah cukup baik. Namun untuk penemuan kasus DM oleh
tenaga kesehatan nondokter, masih jauh di bawah angka tersebut.
Dalam hal ini peneliti juga ingin melihat sejauh mana gejala khas DM
yang dikonsultasikan kepada dokter dan tenaga kesehatan nondokter mampu
mengarahkan kecurigaan tenaga kesehatan ke arah penyakit DM. Apalagi di
era sekarang di mana TBDM menjadi double burden disease yang tinggi di
Indonesia, dibutuhkan suatu kecurigaan di antara tenaga kesehatan terhadap
pasien TB bahwa mereka juga mengalami penyakit DM sampai dapat
dibuktikan tidak sakit DM, demikian juga sebaliknya.
Gejala pertama yang dinilai adalah mudah lapar atau polifagi yang
merupakan satu dari tiga gejala khas DM. Dari 105 orang yang mengaku
memiliki gejala mudah lapar, 93 orang di antaranya memilih dokter sebagai
orang pertama yang dimintai pertolongan saat sakit dan 12 orang yang pergi
ke tenaga kesehatan nondokter. Adapun 36,6% dari pasien dengan gejala
mudah lapar yang datang ke dokter terdeteksi sebagai TBDM. Angka ini

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


27

lebih tinggi dibanding persentase pasien dengan gejala mudah lapar yang
datang ke tenaga kesehatan nondokter (25,0%).
Hal ini juga tampak di dua gejala khas DM lainnya yaitu polidipsi,
poliuri, dan beberapa gejala yang sering ditemukan pada penyakit DM. Untuk
gejala polidipsi atau mudah haus, persentase ditemukannya TBDM lebih
tinggi pada yang berobat ke dokter (40,9%, n=93) daripada pasien TB yang
berobat ke tenaga kesehatan nondokter (27,3%, n=11). Persentase
ditemukannya kasus DM dengan gejala poliuri yang berobat ke dokter juga
lebih tinggi yaitu 46,9% dibanding 37,5% untuk yang berobat ke tenaga
kesehatan nondokter. Untuk gejala berat badan turun persentase
ditemukannya TBDM lebih tinggi pada mereka yang berobat ke dokter
(47,9%, n=71) daripada yang berobat ke tenaga kesehatan lain (28,6%, n=7).
Selain itu dilihat dari gejala lain: lemah badan, kesemutan, dan penglihatan
memburam, persentase TBDM lebih tinggi pada mereka yang berobat ke
dokter daripada tenaga kesehatan lain.
Adapun tujuan dari dilakukannya pembandingan persentase ini bukan
untuk membandingkan kemampuan tenaga kesehatan dalam hal
mendiagnosis DM di kalangan pasien TB. Sebab, masing-masing tenaga
kesehatan memiliki kewenangan tersendiri yang sesuai dengan kompetensi
masing-masing. Salah satu wewenang dokter dalam pelayanan kesehatan
adalah melakukan penggalian informasi dan pemeriksaan hingga penegakkan
diagnosis dan tindakan medis.22 Sementara itu dalam pelaksanaan tugasnya
dokter tidak bisa sendiri. Terdapat peran serta tenaga kesehatan lain yang
memiliki wewenang dan kompetensi masing-masing. Dalam praktiknya, tidak
jarang tenaga kesehatan lain juga melakukan diagnosis dan pemberian
medikasi yang merupakan wewenang dokter. Menurut Triwibowo, 2010
92% perawat melakukan diagnosis medis dan 93% perawat membuat resep.
Hasil penelitian Departemen Kesehatan dan UI tahun 2005 juga menunjukkan
angka yang tidak jauh berbeda yaitu 92,6% perawat menetapkan diagnosis
penyakit dan 93,1% membuat resep. 33 Kedua hal tersebut merupakan
wewenang dokter namun menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


28

Kedokteran, dokter atau dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu


tindakan kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan, atau tenaga
kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi.34 Dengan melihat perbedaan frekuensi
temuan kasus TBDM pada penelitian ini, diharapkan dokter dapat
memberikan pelimpahan wewenang ataupun mandat kepada tenaga kesehatan
lain perihal diagnosis DM secara lebih terstruktur dan melalui suatu standart
operational procedur yang jelas. Pada intinya, diharapkan terdapat kerjasama
yang baik antara dokter dan tenaga kesehatan lain khususnya dalam hal
penemuan kasus DM pada pasien TB.

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. KESIMPULAN
6.1.1 Penemuan kasus DM pada penderita TB di Jakarta adalah 27,5%
(n=236). Angka ini lebih tinggi dibanding angka kejadian DM di
populasi umum Indonesia yaitu 2,1% (hasil wawancara) dan 6,9%
(hasil tes gula darah puasa).
6.1.2 Sebagian besar pasien TB memilih berobat ke dokter umum
Puskesmas. Empat belas persen dari seluruh subjek mengaku
kesulitan mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Adapun alasan
pasien untuk menunda pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan
sebagian besar karena sakit masih bisa ditangani sendiri.
6.1.3 Tidak terdapat hubungan bermakna antara pemilihan layanan tenaga
kesehatan dalam hal ini orang yang pertama diminta pertolongan saat
sakit dengan penemuan DM pada pasien TB.
6.1.4 Terdapat perbedaan persentase yang tidak bermakna secara statistik
pada temuan kasus DM berdasarkan suatu gejala khas antara pasien
TB yang berobat ke dokter dibandingkan pasien TB yang berobat ke
tenaga kesehatan nondokter.

6.2 SARAN
6.2.1 Meningkatkan kewaspadaan tenaga kesehatan akan tingginya angka
DM pada pasien TB dengan melakukan skrining gejala serta kadar
gula darah pasien TB.
6.2.2 Membuat suatu standart operational procedur yang jelas dalam hal
pelimpahan wewenang dokter kepada tenaga kesehatan lain
khususnya dalam penanggulangan masalah TB.
6.2.3 Melakukan analisis dan penelitian lebih lanjut terkait perilaku pasien
TB dalam berobat khususnya alasan menunda pergi berobat saat
sakit.

29 Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


30

DAFTAR REFERENSI

1. Jeon CY, Harries AD, Baker MA, Hart JE, Kapur A, Lonnroth K, et al. Bi-
directional screening for tuberculosis and diabetes: a systematic review.
Tropical Medicine and International Health. Nov 2010; 15 (11): 1300-14.
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkeni; 2011.
3. World Health Organization. Collaborative framework for care and control
of tuberculosis and diabetes. Geneva: WHO Document Production
Services; 2011.
4. Manalu HSP, Sukana B. Aspek pengetahuan sikap dan perilaku masyakat
kaitannya dengan penyakit TB paru. Media Litbang Kesehatan. 2011; 21
(1): 39-8.
5. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus. J
Indon Med Assoc. April 2011; 61 (4): 173-6.
6. Dooley KE, Chaisson RE. Tuberculosis and diabetes melitus: convergence
of two epidemics. Lancet Infect Dis. 2009; 9: 737-11.
7. Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang No. 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia; 2014.
8. Kurniasari M, Fuady A, Pakasi T. Multi-factors influencing tuberculosis
case detection: A case study of DOTS training program in Jakarta, 2010.
9. Fuady A, Gunawan RS, Mansyur M, Velden KVD, Pakasi TA.
Knowledge, attitude and care seeking behaviour related to the prevalence
of pumonary tuberculosis among urban people in Jakarta, Indonesia.
10. Centers for Disease Control and Prevention. Transmission and
pathogenesis of tuberculosis [internet]. [cited 2013 December 31]
Available from:
http://www.cdc.gov/tb/education/corecurr/pdf/chapter2.pdf
11. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. USA: McGraw-Hill;
2005.

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


31

12. Perkumpulan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan


penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia [internet]. [cited 2013
December 31]. Available from: http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf
13. World Health Organization. Global tuberculosis report 2013 [internet].
2013. [cited 2013 December 31]. Available from:
http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/
14. Canadian Diabetes Association Clinical Practice Guidelines Expert
Committee. Canadian Diabetes Association 2013 Clinical Practice
Guidelines for Prevention and Management of Diabetes in Canada. Can J
Diabetes 2013; 37(suppl 1):S1-S212.
15. Alisjahbana B, Sahiratmadja E, Nelwan EJ, Purwa AM, Ahmad Y, et al.
The effect of type 2 diabetes mellitus on the presentation and treatment
response of pumonary tuberculosis. 2007. Clin Infect Dis 45: 428-435.
16. Larsen PR, Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, editors. William’s
textbook of endocrinology. 10th ed. Philadelphia: WB Saunders Company;
2003.
17. Abbras CK. Fc receptor-mediated phagocytosis: abnormalities associated
with diabetes mellitus. Clin Immunol Immunopathol. 1991; 58:1-17.
18. Nichols GP. Diabetes among young tuberculous patients; a review of the
association of the two diseases. Am Rev Tuberc. 1957; 76: 1016-30.
19. Zack MB, Fulkerson LL, Stein E. Glucose intolerance in pulmonary
tuberculosis. Am Rev Respir Dis. 1973; 108: 1164-69.
20. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No. 46 Tahun
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
21. Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang No. 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia;
2014.
22. Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang No. 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia;
2004.
23. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kemenkes RI. Stop TB terobosan menuju akses universal: Strategi

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


32

nasiional pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Indonesia: Direktorat


Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes
RI; 2011.
24. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Registrasi
Tenaga Kesehatan No. 46 Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI; 2013.
25. Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang No. 36 tahun 2009
Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia; 2009.
26. Suastika K, Dwipayana P, Semadi MS, Kuswardhani RAT. Age is and
important risk factor for type 2 diabetes mellitus. 2012 December 12.
Internet. cited on 2014 December 25. Available from:
http://www.intechopen.com/books/glucose-tolerance/age-is-an-important-
risk-factor-for-type-2-diabetes-mellitus-and-cardiovascular-diseases
27. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2013.
28. Viswanathan V, Kumpatla S, Aravindalochanan V, Rajan R, Chinnasamy
C, Srinivasan R, et al. Prevalence of diabetes and pre-diabetes and
associated risk factors among tuberculosis patients in India. 2012. PloS
ONE 7(7): e41367. doi: 10.1371/journal.pone.0041367
29. Carreira S, Costeira J, Gomes C, Andre JM, Diogo N. Impact of diabetes
on the presenting features of tuberculosis in hospitalized patients. Rev Port
Pneumol. 2012; 18 (5): 239-243.
30. Wulandari L. Peran pengetahuan terhadap pola pencarian layanan
kesehatan suspek tuberkulosis paru di Indonesia [tesis]. Jakarta:
Universitas Indonesia; 2012.
31. Gaffar A. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian
pertolongan pengobatan tersangka penderita tuberkulosis paru di
Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan tahun 2000 [tesis].
Jakarta: Universitas Indonesia; 2000.
32. Notoadmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.
33. Musakkar, Razak A, Musakkir. Efektivitas pelaksanaan pelimpahan

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


33

wewenang dokter kepada perawat di kota Palopo [artikel]. Makassar:


Universitas Hasanuddin Makassar.
34. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No.
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.

Universitas Indonesia

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


LAMPIRAN

Lampiran 1 etik penelitian

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Lampiran 2 timeline penelitian

Waktu

2014 2015
Kegiatan

Jan-
Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Agt

Penyusunan dan
revisi proposal
penelitian

Pengajuan
proposal ke
modul riset

Izin komisi etik

Pengumpulan
data

Pengolahan dan
analisis data

Penyusunan
laporan dan
publikasi

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Lampiran 3 kuesioner penelitian beserta lembar informed consent

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Kode Puskesmas : P Kode Pencatat :
Kode Responden: Tanggal :
R

DIABETES

SURAT PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

Judul Penelitian:

Needs assessment Tuberkulosis dan Diabetes Mellitus

1. Saya menegaskan bahwa informasi mengenai penelitian di atas telah dijelaskan


kepada saya, bahwa saya telah membaca lembar informasi subyek untuk penelitian
di atas dan bahwa saya telah mendapat kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.
2. Saya memahami risiko-risiko dan manfaat-manfaat yang mungkin dihasilkan dengan
ikut serta dalam penelitian ini.
3. Saya memahami bahwa partisipasi saya bersifat sukarela dan bahwa saya bebas
mengundurkan diri setiap waktu, tanpa memberikan alasan apapun, tanpa
mempengaruhi hak-hak hukum saya.
4. Saya memahami bahwa akibat menarik kembali persetujuan saya berarti tidak ada
informasi/data baru yang akan dikumpulkan dari saya dan ditambahkan ke data
yang ada atau ke database. Namun informasi yang telah dikumpulkan tetap akan
merupakan bagian dari database.
5. Saya memahami bahwa bagian-bagian dari informasi/data saya yang manapun,
mungkin akan diperiksa oleh pihak-pihak yang bertanggungjawab, baik dari para
mitra, komite etik, atau badan pengaturan (termasuk badan perlindungan data) yang
relevan dengan keikutsertaan saya dalam penelitian. Saya memberi ijin kepada para
pihak ini untuk mengakses informasi/data saya.
6. Saya memahami dalam beberapa hal tertentu mungkin badan pengaturan membuat
salinan dari beberapa bagian informasi/data saya.
7. Saya setuju bahwa peneliti boleh mengunkgapkan data saya yang dikumpulkan
dalam penelitian kepada para mitranya dengan maksud untuk menilai kebutuhan
dalam peningkatan program tuberkulosis nasional. Saya menyadari bahwa kode dan
inisial saya terkait ke data; namun nama, alamat dan nomor pribadi saya, tidak akan
dialihkan. Jika saya memilih untuk menghentikan keikutsertaan saya dalam
penelitian saya menyetujui bahwa informasi yang telah dikumpukan dapat
digunakan.
8. Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian di atas dengan membubuhkan
tandatangan di bawah ini.

Nama (dalam huruf cetak) Tandatangan Tanggal

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Kode Puskesmas : P Kode Pencatat :
Kode Responden: Tanggal :
R

I. Pertanyaan-pertanyaan berikut berisikan identitas responden dan sosial-


demografi.
1. Isi jawab yang sesuai dengan memasukkan angka kode pilihan
tersebut pada kolom di sebelah kanannya. (Contoh) Apabila
seorang pasien berjenis kelamin laki-laki, maka penulisannya sbb.:

KDD1 Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan 1

2. Apabila anda memilih “lainnya”, tuliskan kode beserta jawabannya.


(Contoh) Apabila seorang pasien diketahui beragama Konghucu,
maka penulisannya sbb.:

KDD2 Agama (pilih 1. Islam 4. Hindu 99. Konghucu


salah satu) 2. Kristen 5. Buddha
3. Katolik 99. Lainnya

KDDA Kode Pencatat


KDDB Kota pelaksanaan
KDDC Tanggal pelaksanaan
KDDD Kode responden
KDDE Kode fasyankes di mana pasien didaftarkan
KDDF Nama lengkap responden (sesuai dengan KTP atau tanda pengenal
lainnya)

KDDG Nomor telepon yang dapat dihubungi


KDDH Alamat lengkap sesuai dengan tanda pengenal: (Kota, Kecamatan,
Kelurahan, RT/RW)

KDD1 Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan


KDD2 Usia (dalam tahun)
KDD3 Tanggal lahir (tanggal-bulan-tahun)
KDD4 Agama 1. Islam 4. Hindu
2. Kristen 5. Buddha
3. Katolik 99. Lainnya
KDD5 Status 1. Menikah 3. Cerai pisah
pernikahan: 2. Belum 4. Cerai mati
menikah
KDD6 Hubungan 1. Suami/istri 6. Paman/bibi
responden 2. Anak 77. Tidak tahu
dengan kepala 3. Orangtua 88. Tidak
keluarga 4. Keponakan menjawab
5. Sepupu 99. Lainnya
KDD7 Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah:
KDD8 Struktur 1. Suami-istri 3. Dengan
keluarga yang 2. Suami-istri saudara lain
tinggal dalam dengan anak 4. Tinggal
satu rumah sendiri__ke
KDD10
KDD9 Tipe keluarga 1. Keluarga inti 2. Keluarga
yang tinggal majemuk

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Kode Puskesmas : P Kode Pencatat :
Kode Responden: Tanggal :
R

dalam satu
rumah
KDD10 Pendidikan 1. Tidak 4. Tamat
terakhir sekolah SMP/sederajat
2. Tidak tamat 5. Tamat
SD/sederajat SMA/sederajat
3. Tamat 6. Tamat
SD/sederajat perguruan
tinggi
KDD11 Pekerjaan yang 1. Tidak 7. Buruh harian
dilakukan bekerja 8. Nelayan
dalam 3 bulan 2. PNS 9. ABRI/polisi
terakhir 3. Pegawai 10. Supir
swasta kendaraan
4. Pelajar 99. Lainnya
5. Pedagang
6. Petani
KDD12 Pendapatan 1. Di bawah 3. Rp1juta – 5
perbulan Rp500rb juta
(pasien saja) 2. Rp500rb – 1 4. Di atas
juta Rp5juta
KDD13 Pendapatan 1. Di bawah 3. Rp1juta – 5
keluarga Rp500rb juta
perbulan 2. Rp500rb – 1 4. Di atas
juta Rp5juta
KDD14 Pengeluaran 1. Di bawah 3. Rp1juta – 5
keluarga untuk Rp500rb juta
makanan 2. Rp500rb – 1 4. Di atas
perbulan: juta Rp5juta
KDD15 Status 1. Penduduk 2. Penduduk
kependudukan tetap (KTP musiman (KTP
lokal) luar daerah)

II. Pertanyaan berikut untuk mengetahui asal-muasal suku pasien

SUKU1 Kakek dari pihak ayah berasal dari suku


SUKU2 Nenek dari pihak ayah berasal dari suku
SUKU3 Kakek dari pihak ibu berasal dari suku
SUKU4 Nenek dari pihak ibu berasal dari suku

III. Pertanyaan-pertanyaan berikut berkaitan dengan penyakit TB


1. Pada pertanyaan dengan pilihan yang diawali lambang “o”, berarti
anda dapat memilih lebih dari satu pilihan. Misalnya, apabila
seseorang pasien mengalami batuk darah, nyeri dada, dll (seperti
pada TB1), maka anda dapat meyilang “o” pada pilihan yang sesuai.

TB0 Apakah pasien 1. Ya 3. Meragukan


memiliki parut 2. Tidak
BCG?
TB1 Apakah anda 1. Ya 2.Tidak__ke
pernah TB3
didiagnosis TB?
TB2 Apakah anda 1. Ya 2. Tidak

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Kode Puskesmas : P Kode Pencatat :
Kode Responden: Tanggal :
R

sekarang ini
merupakan
pasien TB yang
terdaftar di
puskesmas?
TB3 Apakah pasien o Batuk o Tidak o Tidak
mengalami salah o Demam nafsu ada__ke
satu atau lebih o Batuk makan TB5
gejala di bawah darah o Keringat o Tidak tahu
ini dalam enam o Nyeri malam o Tidak
bulan terakhir? dada o Sulit menjawab
(pilih lebih dari bernafas o Lainnya
satu kecuali untuk o Lemah
―tidak ada‖) badan
TB4 Berapa lama anda mengalami gejala tersebut? ...
minggu (dihitung dari munculnya gejala pertama)
TB5 Apakah berat 1. Ya 77. Tidak tahu
badan anda 2. Tidak 99. Tidak
menurun tanpa menjawab
sebab yang jelas
dalam satu bulan
terakhir?
TB6 Apakah selera 1. Ya 77. Tidak tahu
makan anda 2. Tidak 99. Tidak
menurun dalam menjawab
satu bulan
terakhir?
TB7 Apakah di 1. Batuk 3. Berat badan
rumah/kantor ada berdahak >2 turun
yang mengalami minggu 66. Tidak
keluhan di bawah 2. Batuk darah ada__ke TB13
ini dalam enam
bulan terakhir?
(dapat memilih
lebih dari satu)
TB8 Ada berapa orang yang memiliki gejala tersebut?
TB9 Adakah orang 1. Ya 77. Tidak tahu
serumah/sekantor 2. Tidak
anda yang
pernah
didiagnosis TB?
TB10 Apakah mereka 1. Ya 77. Tidak tahu
mendapatkan 2. Tidak 88. Tidak
pengobatan dari menjawab
petugas
kesehatan?
TB11 Berapa lama mereka mendapatkan pengobatan?
(dalam minggu)
TB12 Apakah mereka 1. Ya 77. Tidak tahu
telah sembuh? 2. Tidak 88. Tidak
3. Sedang menjawab
dalam
pengobatan

TB13 Apakah anda 1. Ya 2. Tidak__ke

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Kode Puskesmas : P Kode Pencatat :
Kode Responden: Tanggal :
R

pernah TB18
merokok?
TB14 Apakah anda 1. Ya 2. Tidak
merokok dalam
satu minggu
terakhir?
TB15 Berapa batang rokok yang anda hisap perharinya?
TB16 Pada umur berapa anda mulai merokok?
TB17 Pada umur berapa anda berhenti merokok? (apabila
sudah berhenti)
TB18 Apakah anda 1. Ya 2. Tidak
pernah minum
minuman
beralkohol?
TB19 Apakah anda 1. Ya 2. Tidak
minum
minuman
beralkohol
dalam satu
bulan terakhir?
TB20 Seberapa 1. 5-7 3. 0-2
sering kali/minggu kali/minggu
andaminum 2. 3-4
minuman kali/minggu
beralkohol
dalam satu
bulan terakhir?

IV. Pertanyaan berikut berkaitan dengan diabetes mellitus

DM0 Apakah anda 1. Ya 77. Tidak tahu


menderita 2. Tidak 88. Tidak
penyakit menjawab
diabetes/sakit
gula/kencing
manis?
DM1 Jika anda 1. Konsultasi 4. Cek lab rutin
menjawab ―Ya‖ dokter spesialis 5. Dari teman
atau ―Tidak‖, 2. Konsultasi 99. Lainnya
bagaimana dokter umum
mengetahuinya 3. Konsultasi
? perawat
Bila pada pertanyaan DM0 Anda tidak memilih “1. Ya”, maka lanjutkan ke pertanyaan
DM4
DM2 Sudah sejak kapan anda menderita diabetes?
(usahakan selengkap mungkin)
DM3 Apakah anda 1. Ya 2. Tidak
rutin konsultasi
dengan dokter?
DM3F Dalam satu bulan, berapa kali anda berkonsultasi
dengan dokter?
DM4 Apakah anda 1. Ya 2. Tidak__ke
memiliki DM5
keluarga
kandung yang

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Kode Puskesmas : P Kode Pencatat :
Kode Responden: Tanggal :
R

sakit DM?
DM4H Jika ya, apa 1. Orangtua 5. Keponakan
hubungan anda 2. Nenek/kakek 6. Adik/kakak
dengan orang 3. Anak 99. Lainnya
tersebut? 4. Sepupu
DM5 Dalam satu 1. <1 3. >3
minggu, berapa kali/minggu kali/minggu
kali anda 2. 1-3
olahraga? (tiap kali/minggu
sesi olahraga
berdurasi
minimal 30
menit)
DM6 Apakah anda 1. Ya 77. Tidak tahu
pernah 2. Tidak
melahirkan bayi
dengan berat
lebih dari 4
kilogram?
DM7 Apakah anda 1. Ya 77. Tidak tahu
memiliki riwayat 2. Tidak
penyakit
jantung?
DM8 Apakaah anda 1. Ya 77. Tidak tahu
memiliki riwayat 2. Tidak
penyakit ginjal?
DM9 Apakah anda 1. Ya 77. Tidak tahu
pernah 2. Tidak
mengalami
stroke?
DM11 Apakah anda 1. Ya 77. Tidak tahu
memiliki riwayat 2. Tidak
hipertensi/
darah tinggi?

DM12 Apakah pasien o Lebih mudah o Badan terasa


mengalami salah satu lapar dari lemah meski
atau lebih gejala biasanya sudah
berikut? o Lebih mudah beristirahat
haus dari o Kesemutan/
biasanya baal
o Sering o Penglihatan
terbangun memburam
pada malam seperti
hari untuk berkabut
buang air kecil o (Bila wanita)
o Berat badan rasa gatal di
turun tanpa kemaluan
sebab yang o Disfungi ereksi
jelas o Tidak ada
o Luka yang
sukar sembuh
DM13 Informasi apa saja yang o Mekanisme o Tidak ingat
disampaikan dokter terjadinya o Tidak ada
kepada anda? penyakit o Lainnya

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Kode Puskesmas : P Kode Pencatat :
Kode Responden: Tanggal :
R

o Efek samping
pengobatan
o Komplikasi
penyakit
DM14 Nasihat apa saja yang o Untuk o Tidak ingat
diberikan dokter tentang berolahraga o Tidak ada
DM? o Untuk diet o Lainnya
o Untuk rutin
kontrol
o Untuk minum
obat secara
teratur
DM15 Obat apa saja yang o Sulfonylurea o Meglitinide
diberikan oleh dokter? (glimepiride) (nateglinide)
o Biguanides o Insulin
(metformin) o Tidak ada
o Tzd o Tidak ingat
(pioglitazones) o Lainnya
o Alpha-
glucosidase
inh (acarbose)

V. Berikut adalah data antropometri yang harus diukur dari pasien

AM1 Tinggi badan (dalam sentimeter, ditulis dalam


bilangan bulat)
AM2 Berat badan (dalam kilogram)
AM3 Lingkar perut (dalam sentimeter)
AM4 Lingkar panggul (dalam sentimeter)

VI. Pertanyaan berikut berkaitan dengan perilaku mencari pengobatan

HSB0 Siapakah yang 1. Dokter 5. Mantri


pertama kali umum swasta 77. Tidak tahu
anda temui 2. Dokter 88. Tidak
apabila sakit? umum menjawab
puskesmas 99. Lainnya
3. Dokter
spesialis
4. Bidan
HSB1 Setelah berapa lama sakit lalu anda mulai mencari
pengobatan? (dalam hari)
HSB2 Apa yang 1.Tidak punya 6. Masih bisa
membuat anda uang untuk diatasi
mencari berobat 7. Sudah
pengobatan 2. Tidak punya merasa butuh
setelah sekian uang untuk bantuan
hari? berobat 77. Tidak tahu
3. Tidak punya 88. Tidak
ongkos menjawab
4. Lokasi 99. Lainnya
fasyankes jauh
5. Lokasi
fasyankes jauh

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Kode Puskesmas : P Kode Pencatat :
Kode Responden: Tanggal :
R

HSB3 Bagaimana 1. Pergi ke 5. Pergi ke


anda dukun bidan
mengatasi 2. Minum obat 6. Pergi ke
gejala penyakit warung mantri
tersebut 3. Minum obat 7. Tidak tahu
sebelum warung 8. Tidak
memutuskan 4. Istirahat & menjawab
pergi ke nutrisi cukup 9. Lainnya
dokter?
HSB4 Apakah anda 1. Ya 2. Tidak—ke
pernah/sedang HSB6
berobat lain
(alternatif)
selain ke
petugas
kesehatan
sebelumnya?
HSB5 Apakah yang 1. Lebih murah 6. Pelayanan
membuat anda 2. Kebiasaan memuaskan
untuk mengikuti 3. Obat manjur 7. Tidak tahu
perngobatan 4. Dekat rumah 8. Tidak
alternatif? 5. Pengobatan menjawab
sederhana 9. Lainnya
HSB6 Apakah anda 1. Ya 77. Tidak tahu
kesulitan untuk 2. Tidak
menjangkau
fasilitas
kesehatan
HSB7 Dengan apa 1. Jalan kaki 5. Tidak tahu
anda bisa pergi 2. Ojek 6. Tidak
ke fasilitas 3. Kendaraan menjawab
kesehatan? umum 7. Lainnya
4. Kendaraan
pribadi
HSB8 Apakah anda 1. Ya 77. Tidak tahu
punya asuransi/ 2. Tidak
jaminan
kesehatan
HSB9 Apakah anda 1. Ya 77. Tidak tahu
memiliki 2. Tidak
tabungan untuk
biaya
kesehatan di
keluarga?

Terimakasih atas keikutsertaan anda dalam penelitian ini.

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Kode Puskesmas

Kode Puskesmas : P

01 Puskesmas Kecamatan Pulogadung


02 Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
03 Puskesmas Kecamatan Jatinegara
04 Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu
05 Puskesmas Kecamatan Tebet
06 Puskesmas Kecamatan Senen
07 Puskesmas Kecamatan Tanah Abang
08 Puskesmas Kecamatan Koja
09 Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok
10 Puskesmas Kecamatan Tambora
11 Puskesmas Kecamatan Cengkareng
12 Puskesmas Kecamatan Kramat Jati

2. Kode pewawancara

Kode Pencatat : P

Buatlah nomor urut dan nama pewawancara dari setiap Puskesmas.


Nomor urut dengan dua digit ini menjadi kode pewawancara untuk
masing-masing Puskesmas.

Nama Puskesmas

No Urut Nama Pewawancara


01
02
03
04
05
06
07
08
09
10

3. Calon subyek penelitian diinformasikan mengenai kegiatan penelitian dan


rencana pengambiland arah puasa. Bila pasien setuju berpartisipasi maka
mereka diminta menandatangani lembar informed consent.
4. Pasien yang akan masuk sebagai subyek penelitian diregistrasi dalam
daftar pasien yang tersedia.
5. Nomor urut pasien menjadi kode responden.

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


6. Setiap halaman kuesioner harus diisi kode puskesmas, kode
pewawancara dan kode responden.
7. Isikan jawaban pada kolom yang tersedia yang terdapat di paling kanan
kuesioner!
8. Pertanyaan pilihan ganda dengan satu jawaban, maka kode jawaban saja
yang ditulis di kolom paling kanan!
9. Bila pertanyaan pilihan ganda tersebut dijawab dengan ‗lain-lain‘ maka
jawaban lain tersebut (yang tidak ada pada pilihan jawaban) harus
dituliskan pada kolom yang paling kanan!
10. Pertanyaan terbuka, maka jawaban pasien dituliskan dalam kolom yang
paling kanan!
11. Pertanyaan pilihan ganda dengan jawaban boleh lebih dari satu (multiple
answer), maka cukup diberikan tanda contreng (√) pada jawaban yang
dipilih.
12. Pasien yang difoto rontgen (radiologi dada) adalah pasien yang
penyakit dasarnya DM dan ada keluhan yang mengarah kepada TB.
13. Bila ada hal-hal yang meragukan dapat anda hubungi:

dr. Trevino A. Pakasi


HP 0811194085

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Daftar Pasien Skrining TB-DM

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Di Puskesmas

DIABETES

Kadar
Nama Alamat/ Asal Puasa/ Tanda
No. gula
Lengkap telepon Puskesmas tidak tangan
darah

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Daftar Pasien Skrining TB-DM

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Di Puskesmas

DIABETES

Kadar
Nama Alamat/ Asal Puasa/ Tanda
No. gula
Lengkap telepon Puskesmas tidak tangan
darah

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Daftar Pasien Skrining TB-DM

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Di Puskesmas

DIABETES

Kadar
Nama Alamat/ Asal Puasa/ Tanda
No. gula
Lengkap telepon Puskesmas tidak tangan
darah

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Lampiran 4 cara pengambilan spesimen dan metode pemeriksaan

A. Cara Pengambilan Sputum


1. Sputum yang digunakan adalah sputum yang diambil sewaktu-pagi-sewaktu
2. Pot sputum yang digunakan adalah pot yang berulir, memiliki mulut yang
lebar, terbuat dari bahan plastik yang tidak mudah pecah dan tidak mudah
bocor.
3. Pasien diberikan pot sputum yang telah diberikan label tanggal dan nomor
dari pihak laboratorium. Jelaskan kepada pasien mengenai cara membuka dan
menutup pot dan tidak boleh menghilangkan tanggal dan nomor yang tertera
di pot sputum
4. Mintalah pasien untuk menarik napas dalam sebanyak 2-3 kali dan keluarkan
sputum setelah batuk yang dalam. Keluarkan sputum ke dalam pot secara
langsung.
5. Pastikan sputum yang diperoleh adalah sputum yang berkualitas baik, yaitu,
sputum yang kental, purulen dan dalam jumlah yang cukup (2-3 mL).
6. Berikan pot sputum lain yang telah diberikan label tanggal dan nomor dari
pihak laboratorium untuk pengambilan sputum pagi hari.
7. Berikan penjelasan kepada pasien untuk berkumur-kumur dengan air putih
terlebih dahulu sebelum mengeluarkan sputum.
8. Sampel sputum dari 12 Puskesmas di wilayah DKI Jakarta dikumpulkan ke
Klinik Dokter Keluarga Kiara dan Kayu Putih, kecuali sampel sputum dari
Puskesmas Pasar Minggu
Sumber : Sjahrurachman A. Mycobacterium tuberculosis and principle of drugresistance [lecture].
Jakarta: FKUI. Given in 2014 May 26
B. Cara Pewarnaan Basil Tahan Asam Ziehl Nelseen
Bahan
1. Sediaan sputum penderita tuberkulosis
2. Karbol Fukhsin 0,3 %
3. HCl alkohol 3 %
4. Biru metilen 0,3 %
5. Bunsen

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


6. Pinset
Cara kerja
1. Menuangkan fukhsin-karbol 0,3 % sampai menutupi seluruh permukaan
sediaan sputum penderita tuberkulosis yang telah direkatkan
2. Memanaskan dengan api kecil hingga keluar uap (tidak boleh mendidih).
Apabila mendidih atau kering, fukhsin karbol akan membentuk partikel kecil
yang akan terlihat seperti BTA (positif palsu). Diamkan selama 5 menit
3. Mencuci dengan air sampai zat warna hilang
4. Menuang sediaan dengan asam alkohol (HCl alkohol 3 %) sampai warna
merah fukhsin-karbol hilang atau selama ± 2 detik
5. Mencuci kembali dengan air mengalir perlahan
6. Menuangkan larutan biru metilen 0,3 % pada sediaan , diamkan selama 1 – 2
menit
7. Mencuci dengan air, kemudian dikeringkan di udara terbuka, jangan terkena
sinar matahari langsung
8. Memeriksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x 10, menggunakan
minyak emersi
Cara pembacaan
1. Mencari lebih dahulu lapang pandang dengan lensa okuler 10x dan lensa
objektif 10x
2. Meneteskan 1 tetes minyak emersi di atas sediaan (aplikator minyak emersi
tidak boleh menyentuh kaca objek)
3. Memeriksa dengan menggunakan lensa okuler 10x dan lensa objektif 100x
(jangan sekali-kali lensa menyentuh kaca sediaan)
4. Mencari Basil Tahan Asam (BTA) berbentuk batang berwarna merah
5. Memeriksa sedikitnya 100 lapang pandang dengan cara menggeser sediaan
menurut arah horizontal:
6. Mencatat setiap temuan BTA dalam 1 lapang pandang sebanyak 100 lapang
pandang
Sumber : Buku Penuntun Praktikum Modul Respirasi. Jakarta: FKUI;2014
C. Cara Pengambilan Sampel Darah Perifer
1. Memberi penjelasan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


2. Mencuci tangan dan memasang sarung tangan
3. Mencari lokasi vena yang cukup besar.
4. Pasang kain pengalas di bawah bagian tubuh yang akan ditusuk
5. Raba vena target, lalu pasang karet pembendung proksimal dari daerah yang
akan ditusuk. Apabila pasien sadar, minta pasien untuk mengepalkan
tangannya, sehingga pembuluh darah vena terlihat jelas
6. Permukaan kulit yang akan ditusuk didesinfeksi dengan menggunakan kapas
alkohol.
7. Tegangkan kulit diatas vena yang akan ditusuk dengan menggunakan jari
tangan kiri supaya vena tidak mudah bergerak.
8. Tusukkan jarum ke vena dengan posisi lubang jarum menghadap keatas
dengan tangan kanan, fiksasi spuit dengan tangan kiri, lalu tarik penghisap
spuit sehingga darah mengalir kedalam spuit sebanyak yang diperlukan.
9. Lepaskan karet pembendung, kemudian jarum dicabut dengan cepat sambil
menekan tempat tusukan dengan kapas alkohol. Bekas tusukan diplester tekan
sampai darah tidak mengalir
10. Darah yang telah diambil segera dimasukkan ke dalam botol khusus atau
tetap didalam spuit, lalu diberi etiket berisi nama pasien dan umur.
11. Periksakan darah yang sudah diambil ke laboratorium
D. Cara Pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral
1. Minta pasien melakukan puasa minimal 8 jam sebelumnya, hanya
diperbolehkan minum air putih
2. Lakukan pengambilan darah vena untuk memeriksa kadar gula darah puasa
3. Pasien diminta meminum 75 gr glukosa yang dilarutkan ke dalam 250 mL
dan diminum dalam waktu 5 menit
4. Pasien diminta berpuasa selama 2 jam, kemudian diperiksa kembali kadar
glukosa darah. Selama pemeriksaan subjek diminta untuk tetap beristirahat
dan tidak merokok
Sumber: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
melitus tipe 2 di Indonesia. Indonesia: Perkeni; 2011.

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Lampiran 5 hasil analisis data dengan perangkat lunak SPSS versi 20 for Windows

Tabel Frekuensi jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 130 53.7 53.7 53.7

Perempuan 112 46.3 46.3 100.0

Total 242 100.0 100.0

Tabel Frekuensi usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >= 20 19 7.9 7.9 7.9

21 - 30 54 22.3 22.6 30.5

31 - 40 40 16.5 16.7 47.3

41 - 50 64 26.4 26.8 74.1

51 - 60 43 17.8 18.0 92.1

> 60 19 7.9 7.9 100.0

Total 239 98.8 100.0

Missing System 3 1.2

Total 242 100.0

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


(Lanjutan)
Tabel Frekuensi TBDM

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak 171 70.7 72.5 72.5

ya 65 26.9 27.5 100.0

Total 236 97.5 100.0

Missing System 6 2.5

Total 242 100.0

Tabel Orang yang pertama ditemui jika sakit

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Dokter umum


56 23.7 23.7 23.7
swasta

Dokter umum
155 65.7 65.7 89.4
puskesmas

Dokter spesialis 4 1.7 1.7 91.1

Bidan 2 .8 .8 91.9

Mantri 4 1.7 1.7 93.6

Lainnya 15 6.4 6.4 100.0

Total 236 100.0 100.0

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


(Lanjutan)
Tabel Pernyataan kesulitan atau tidak untuk menjangkau fasyankes

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 35 14.8 15.0 15.0

Tidak 197 83.5 84.5 99.6

Tidak tahu 1 .4 .4 100.0

Total 233 98.7 100.0

Missing System 3 1.3

Total 236 100.0

Tabel Alasan menunda pengobatan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0 1 .4 .5 .5

Tidak punya uang


11 4.7 5.0 5.5
untuk berobat

Tidak punya uang


2 .8 .9 6.4
untuk berobat

Tidak punya ongkos 3 1.3 1.4 7.8

Lokasi fasyankes jauh 5 2.1 2.3 10.1

Lokasi fasyankes jauh 26 11.0 11.9 22.0

Masih bisa diatasi 120 50.8 55.0 77.1

Sudah merasa butuh


41 17.4 18.8 95.9
bantuan

Tidak tahu 4 1.7 1.8 97.7

Tidak menjawab 1 .4 .5 98.2

Lainnya 4 1.7 1.8 100.0

Total 218 92.4 100.0

Missing System 18 7.6

Total 236 100.0

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


(Lanjutan)
Analisis hubungan perilaku berobat dengan TBDM

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Dokter vs Non Dokter *


236 100.0% 0 .0% 236 100.0%
TBDM

Tenaga Kesehatan * TBDM Crosstabulation

TBDM

tidak Ya Total

Tenaga Kesehatan Dokter Count 154 61 215

Expected Count 155.8 59.2 215.0

% within Dokter vs Non


71.6% 28.4% 100.0%
Dokter

Nondokter Count 17 4 21

Expected Count 15.2 5.8 21.0

% within Dokter vs Non


81.0% 19.0% 100.0%
Dokter

Total Count 171 65 236

Expected Count 171.0 65.0 236.0

% within Dokter vs Non


72.5% 27.5% 100.0%
Dokter

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .834 1 .361

Continuity Correctionb .432 1 .511

Likelihood Ratio .893 1 .345

Fisher's Exact Test .450 .262

N of Valid Casesb 236

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,78.

b. Computed only for a 2x2 table

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


(Lanjutan)
Analisis hubungan penemuan kasus DM berdasarkan gejala dan perilaku berobat

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


Mudah lapar * TBDM *
225 95.3% 11 4.7% 236 100.0%
Dokter vs Non Dokter
Mudah haus * TBDM *
225 95.3% 11 4.7% 236 100.0%
Dokter vs Non Dokter
Banyak berkemih * TBDM *
225 95.3% 11 4.7% 236 100.0%
Dokter vs Non Dokter
Berat badan turun * TBDM *
225 95.3% 11 4.7% 236 100.0%
Dokter vs Non Dokter
Lemah badan * TBDM *
225 95.3% 11 4.7% 236 100.0%
Dokter vs Non Dokter
Kesemutan * TBDM * Dokter
225 95.3% 11 4.7% 236 100.0%
vs Non Dokter
Penglihatan memburam *
TBDM * Dokter vs Non 225 95.3% 11 4.7% 236 100.0%
Dokter

Mudah lapar * TBDM * Dokter vs Non Dokter Crosstabulation

TBDM

Dokter vs Non Dokter tidak ya Total

Dokter Mudah lapar Tidak Count 84 27 111

% within Mudah lapar 75.7% 24.3% 100.0%

Ya Count 59 34 93

% within Mudah lapar 63.4% 36.6% 100.0%

Total Count 143 61 204

% within Mudah lapar 70.1% 29.9% 100.0%

Nondokter Mudah lapar Tidak Count 8 1 9

% within Mudah lapar 88.9% 11.1% 100.0%

Ya Count 9 3 12

% within Mudah lapar 75.0% 25.0% 100.0%

Total Count 17 4 21

% within Mudah lapar 81.0% 19.0% 100.0%

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


(Lanjutan)
Mudah haus * TBDM * Dokter vs Non Dokter Crosstabulation

TBDM

Dokter vs Non Dokter tidak ya Total

Dokter Mudah haus Tidak Count 88 23 111

% within Mudah haus 79.3% 20.7% 100.0%

Ya Count 55 38 93

% within Mudah haus 59.1% 40.9% 100.0%

Total Count 143 61 204

% within Mudah haus 70.1% 29.9% 100.0%

Nondokter Mudah haus Tidak Count 9 1 10

% within Mudah haus 90.0% 10.0% 100.0%

Ya Count 8 3 11

% within Mudah haus 72.7% 27.3% 100.0%

Total Count 17 4 21

% within Mudah haus 81.0% 19.0% 100.0%

Banyak berkemih * TBDM * Dokter vs Non Dokter Crosstabulation

TBDM

Dokter vs Non Dokter tidak ya Total

Dokter Banyak Tidak Count 100 23 123


berkemih
% within Banyak berkemih 81.3% 18.7% 100.0%

Ya Count 43 38 81

% within Banyak berkemih 53.1% 46.9% 100.0%

Total Count 143 61 204

% within Banyak berkemih 70.1% 29.9% 100.0%

Nondokter Banyak Tidak Count 12 1 13


berkemih % within Banyak berkemih 92.3% 7.7% 100.0%

Ya Count 5 3 8

% within Banyak berkemih 62.5% 37.5% 100.0%

Total Count 17 4 21

% within Banyak berkemih 81.0% 19.0% 100.0%

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


(Lanjutan)

Berat badan turun * TBDM * Dokter vs Non Dokter Crosstabulation

TBDM

Dokter vs Non Dokter tidak ya Total

Dokter Berat badan Ya Count 37 34 71


turun
% within Berat badan turun 52.1% 47.9% 100.0%

Tidak Count 106 27 133

% within Berat badan turun 79.7% 20.3% 100.0%

Total Count 143 61 204

% within Berat badan turun 70.1% 29.9% 100.0%

Nondokter Berat badan Ya Count 5 2 7


turun % within Berat badan turun 71.4% 28.6% 100.0%

Tidak Count 12 2 14

% within Berat badan turun 85.7% 14.3% 100.0%

Total Count 17 4 21

% within Berat badan turun 81.0% 19.0% 100.0%

Lemah badan * TBDM * Dokter vs Non Dokter Crosstabulation

TBDM

Dokter vs Non Dokter tidak ya Total

Dokter Lemah badan Ya Count 33 31 64

% within Lemah badan 51.6% 48.4% 100.0%

Tidak Count 110 30 140

% within Lemah badan 78.6% 21.4% 100.0%

Total Count 143 61 204

% within Lemah badan 70.1% 29.9% 100.0%

Nondokter Lemah badan Ya Count 4 3 7

% within Lemah badan 57.1% 42.9% 100.0%

Tidak Count 13 1 14

% within Lemah badan 92.9% 7.1% 100.0%

Total Count 17 4 21

% within Lemah badan 81.0% 19.0% 100.0%

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


(Lanjutan)
Kesemutan * TBDM * Dokter vs Non Dokter Crosstabulation

TBDM

Dokter vs Non Dokter tidak Ya Total

Dokter Kesemutan Ya Count 51 39 90

% within Kesemutan 56.7% 43.3% 100.0%

Tidak Count 92 22 114

% within Kesemutan 80.7% 19.3% 100.0%

Total Count 143 61 204

% within Kesemutan 70.1% 29.9% 100.0%

Nondokter Kesemutan Ya Count 7 3 10

% within Kesemutan 70.0% 30.0% 100.0%

Tidak Count 10 1 11

% within Kesemutan 90.9% 9.1% 100.0%

Total Count 17 4 21

% within Kesemutan 81.0% 19.0% 100.0%

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


(Lanjutan)
Penglihatan memburam * TBDM * Dokter vs Non Dokter Crosstabulation

TBDM

Dokter vs Non Dokter tidak ya Total

Dokter Penglihatan Ya Count 20 30 50


memburam
% within Penglihatan
40.0% 60.0% 100.0%
memburam

Tidak Count 123 31 154

% within Penglihatan
79.9% 20.1% 100.0%
memburam

Total Count 143 61 204

% within Penglihatan
70.1% 29.9% 100.0%
memburam

Nondokter Penglihatan Ya Count 3 2 5


memburam % within Penglihatan
60.0% 40.0% 100.0%
memburam

Tidak Count 14 2 16

% within Penglihatan
87.5% 12.5% 100.0%
memburam

Total Count 17 4 21

% within Penglihatan
81.0% 19.0% 100.0%
memburam

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.


Lampiran 6 uji plagiarisme

DOC Cop Report Generated: 31-Aug-2015 at


6:50:20 PM (UTC+10)

Summary
Submitted: 31-Aug-2015 at 6:45:04 PM (UTC+10)
Files: 4
Words: 24,636
String Length 9
(Words):
Cases: 6

Case File Correlation File


1 of 6 bab 1 6 dianita tbdm tenaga 3% bab 1 6 revisi nurfathonah.docx
kesehatan.docx
2 of 6 bab 1 6 dwi sumartiningsih.docx 3% bab 1 6 fathia nabila.docx
3 of 6 bab 1 6 dwi sumartiningsih.docx 3% bab 1 6 revisi nurfathonah.docx
4 of 6 bab 1 6 fathia nabila.docx 3% bab 1 6 revisi nurfathonah.docx
5 of 6 bab 1 6 dianita tbdm tenaga 1% bab 1 6 dwi sumartiningsih.docx
kesehatan.docx
6 of 6 bab 1 6 dianita tbdm tenaga 1% bab 1 6 fathia nabila.docx
kesehatan.docx

Hubungan pemilihan..., Dianita Susilo Saputri, FK UI, 2015.

Anda mungkin juga menyukai