Anda di halaman 1dari 68

Direktorat Jenderal

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2020

Modul Pembelajaran
Tuberkulosis Untuk
Pendidikan Kebidanan
www.tbindonesia.or.id
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

616.995
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
m Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Modul Pembelajaran Tuberkulosis untuk Pendidikan
Kebidanan.— Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
2020

ISBN 978-623-301-107-5

1. Judul I. TUBERCULOSIS
II. MIDWIFERY III. HEALTH EDUCATION

616.995

Ind

m
TIM PENYUSUN
Masyiyha, SST,SKM, M.Kes ( APKIND)

Debbiyantina, M.Keb ( Poltekkes Jakarta III)

Siti Rahmadani, SST,M.Kes (Poltekkes Jakarta I)

Sri Poerwaningsih , SKM.M.Kes (PP IBI)

Dr. Yuni Kurmiyati, SST, MPH (Poltekkes Yogyakarta)

Astuti Setiyani, SST,M.Kes ( Poltekkes Surabaya)

Dian Nur Hadianti, SST,M.Kes (Poltekkes Bandung)

Dr. Sudarmi, S.Tr.Keb,M.Kes (Poltekkes Tanjung Karang)

Nur Khafidhoh, S.SiT,M.Kes ( Poltekkes Semarang)

Nani Yuningsih, M.Tr.Keb ( Poltekkes Banten)

Erni Dwi Widyana SST,M.Kes (Poltekkes Malang)

Kiswati SST,M.Kes (Poltekkes Malang)

Kementerian Kesehatan:

Dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes

Dr. Imran Pambudi, MPH

Nurjannah, SKM. M.Kes

Dr. dr. Rina Handayani, M. Kes

Dr. Retno Kusumadewi, MPH

dr. Irfan Ediyanto

Sarah Thalib, SKM

Harsana, SE

Dwi Asmoro, SKM

Lydia Mursida, S.Si


i
Mohamad Try Murdianto, S.T

Rena Titis Nur Kusumawardani, SKM

KOMLI

Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso, S.KM

Fasilitator Nasional:

Saida N. Debataradja, SKM

WHO

Yoana Anandita, SKM

Kemenristekdikti

Uwes Anis Chaeruman, M.pd

Dr. Nuril Furkan, M.Pd

PPSDM Kesehatan

Dr. Endah Khristanti WW, MKM

ii
KATA SAMBUTAN DIREKTUR PEMBELAJARAN DAN
KEMAHASISWAAN
Puji syukur kami panjatkan ke hadlirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas
tersusunnya Modul Pembelajaran Tuberkulosis untuk Pendidikan Dokter, Kesehatan
Masyarakat, Keperawatan, Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM) dan Kebidanan.
Modul pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan minat mahasiswa bldang kesehatan
untuk belajar secara mandiri dan komprehensif sebagai salah satu wujud implementasi
konsep dan cita cita "Merdeka Belajar" yang dicanangkan oleh Bapak Nadiem Makarim,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Salah satu program belajar mandiri
dapat dilaksanakan melalui Pendidikan Jarak Jauh sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12
tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa
Pendidikan Jarak Jauh merupakan proses belajar mengajar yang dilakukan secara jarak jauh
melalui penggunaan berbagi media komunikasi.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa penyakit Tuberkulosis sampai dengan saat ini masih
merupakan penyebab kematian ke 9 di dunla dan merupakan penyebab utama agen infeksius
tunggal dengan peringkat di atas HIV/AIDS. Pada tahun 2019, negara Indonesia berada di
urutan ketiga negara terbesar penyumbang penderita Tuberkulosis, setelah China dan India
(WHO Global TB Report, 2019). Oleh karena itu, tenaga kesehatan sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan dituntut untuk dapat menunjukkan kompetensi yang unggul dalam
penanggulangan kasus tuberkulosis sesuai kewenangan dan tanggung jawabnya.

Dengan diterbitkannya modul ini, diharapkan capaian pembelajaran, kompetensi, dan


proses pembelajaran terkait tata laksana pengobatan, manajemen pelayanan dan asuhan
terhadap kasus Tuberkulosis yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, dosen dan mahasiswa
bidang kesehatan di seluruh wilayah Indonesia dapat terstandar secara Nasional.

Kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Direktur


Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian
Kesehatan, tim penyusun dan kontributor yang berperan aktif dalam penyusunan modul ini.
Semoga modul ini bermanfaat bagi para pengelola dan pimpinan perguruan tinggi kesehatan,
pengelola dan pimpinan pelayanan kesehatan, dosen, pembimbing klinik dan lapangan,
mahasiswa dan plhak terkait lainnya.

Jakarta, Februari 2020

iii
KATA SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL P2P
Upaya untuk mengendalikan Tuberkulosis merupakan tantangan yang harus kita sikapi
bersama dengan sungguh-sungguh. Sebab, setiap tahun diperkirakan muncul 842.000 kasus
baru tuberkulosis di Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 68% yang berhasil
ditemukan dan diobati, sedangkan sekitar 32% sisanya masih diupayakan untuk segera
ditemukan dan diobati. Dukungan dari seluruh jajaran kementerian/lembaga, Akademisi serta
seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan agar masalah Tuberkulosis dapat kita
selesaikan segera dan tidak lagi menjadi masalah kesehatan yang ada di dalam masyarakat.
Indonesia bersama lebih dari 100 negara di Dunia telah sepakat dan bertekad mencapai
Eliminasi Tuberkulosis pada tahun 2030. Tekad ini telah kita wujudkan dengan upaya
meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dan pengetahuan tenaga kesehatan sejak dalam
perguruan tinggi termasuk Pendidikan Kebidanan, melalui Modul Pembelajaran Tuberkulosis
Untuk Pendidikan Kebidanan.
Penulisan Modul Pembelajaran Tuberkulosis Untuk Pendidikan Kebidanan ini
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan atau informasi bagi mahasiswa dan juga para
dosen, dalam manajemen pelayanan kebidanan penanggulangan TB pada ibu dan anak
dengan benarr sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Buku ini juga diharapkan dapat
memberikan petunjuk secara khusus, sehingga pola pikir mahasiswa dalam melaksanakan
rangkaian kegiatan pemberian asuhan kebidanan pada ibu dan anak yang mengalami TB bisa
lebih fokus dan terarah.
Dengan terbitnya buku panduan ini, diharapkan para mahasiswa lebih menyadari
bagaimana pentingnya proses pendekatan pemecahan masalah TB meliputi:
identifikasi/analisis masalah, perumusan diagnosis, penyusunan rencana tindakan,
pelaksanaan tindakan kebidanan dan evaluasi hasil tindakan yang dilakukan oleh bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang mengalami
penyakit TB.
Kami menyambut baik adanya buku panduan ini, semoga para mahasiswa kebidanan
dapat memanfaatkan buku ini, dan diharapkan juga bagi dosen kebidanan di seluruh
Indonesia untuk dapat mengembangkan buku panduan ini sebagai bahan tambahan bacaan
bagi mahasiswa.
Akhir kata, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada tim
penyusun, narasumber, dan segala pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu
dalam penyusununan Modul Pembelajaran Tuberkulosis Untuk Pendidikan Kebidanan ini.
Semoga buku ini memberikan manfaat yang baik untuk menurunkan angka kejadian
Tuberkulosis di Indonesia
Jakarta, April 2020

iv
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN DIREKTUR PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN .............. i
KATA SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL P2P .............................................................. iv
DAFTAR SINGKATAN .........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Dasar Hukum Penanggulangan Tuberkulosis ................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 2
1.4 Sasaran ............................................................................................................................ 3
1.5 Ruang Lingkup................................................................................................................ 3
BAB II TUBERKULOSIS DAN PELAKSANAAN PROGRAM TB..................................... 4
2.1 TUBERKULOSIS........................................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian ......................................................................................................................... 4
2.1.2 Tanda Gejala ..................................................................................................................... 4
2.1.3 Penyebab ........................................................................................................................... 5
2.1.4 Patofisiologi ...................................................................................................................... 5
2.1.5 Pemerikasaan Penunjang .................................................................................................. 6
2.2 PELAKSANAAN PROGRAM TB ................................................................................ 7
2.2.1 Upaya Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS ......................................................... 7
2.2.2 Pengorganisasian Program Penanggulangan TB .............................................................. 7
2.2.3 Pembagian Tugas dan Wewenang Penanggulangan TB ................................................... 8
2.2.4 Pembagian peran dalam Penanggulangan TB................................................................... 9
2.3 TATA LAKSANA PASIEN DI FASYANKES ........................................................... 10
2.4 MONITORING, PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN ........................................ 11
2.4.1 Monitoring pengobatan ................................................................................................... 11
2.4.2 Pemantauan kemajuan pengobatan TB ........................................................................... 11
2.4.3 Pemberian OAT sisipan sudah tidak dilakukan .............................................................. 11
2.4.4 Pengobatan TB Anak ...................................................................................................... 18
2.4.5 Jejaring Tatalaksana Kasus TB ....................................................................................... 22
2.4.6 Kerjasama dan Kemintraan Lintas Sektor ...................................................................... 25
BAB III PERAN BIDAN DALAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS ............... 32
BAB IV MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN PADA TUBERKULOSIS ............ 36
4.1 Pengkajian ..................................................................................................................... 36
4.1.1 Data Subyektif Pasien TB ............................................................................................... 36
4.1.2 Data Obyektif Pasien TB ................................................................................................ 36

v
4.1.3 Perumusan Diagnosa dan atau Masalah pada Pasien TB................................................ 38
4.2 Perencanaan .................................................................................................................. 39
4.3 Implementasi ................................................................................................................. 39
4.4 Evaluasi ......................................................................................................................... 40
4.5 Pencatatan Asuhan kebidanan pada Pasien dengan TB ................................................ 40
BAB V MONITORING DAN EVALUASI PELAYANAN KEBIDANAN
TUBERKULOSIS.................................................................................................................... 42
5.1 Pemantauan Penanggulangan TB ................................................................................. 42
5.2 Pencatatan dan Pelaporan TB ....................................................................................... 42
5.2.1 Pencatatan dan Pelaporan TB Sensitif ............................................................................ 42
5.2.2 Penemuan dan Pengobatan TB ....................................................................................... 46
5.3 Logistik ......................................................................................................................... 46
5.4 Mutu Laboratorium ....................................................................................................... 48
5.5 Sumber Daya Manusia (SDM)...................................................................................... 49
5.6 Pendanaan ..................................................................................................................... 50
5.7 Supervisi Program Penanggulangan TB ....................................................................... 51
5.7.1 Persiapan Supervisi ......................................................................................................... 52
5.7.2 Pelaksanaan Supervisi ..................................................................................................... 52
5.8 Surveilans Program Penanggulangan TB .................................................................... 55
5.8.1 Surveilans Berbasis Indikator ......................................................................................... 55
5.8.2 Surveilans Berbasis Kejadian ......................................................................................... 56
5.8.3 Surveilans Berbasis Kejadian Luar Biasa ....................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 57

vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pemeriksaan Dahak Ulang untuk Pemantauan Hasil Pengobatan .......................................... 13
Tabel 2.Tatalaksana Pasien yang Berobat Tidak Teratur...................................................................... 15
Tabel 3. Hasil Pengobatan Pasien TB Sensitif Obat ............................................................................. 17
Tabel 4. Paduan OAT dan Lama Pengobatan TB pada Anak ............................................................... 18
Tabel 5. Dosis OAT untuk Anak ........................................................................................................... 18
Tabel 6. Dosis OAT KDT pada TB Anak............................................................................................. 19
Tabel 7. Pemantauan, Penemuan dan Pengobatan TB di Kabupaten/Kota.........TW...Tahun......... ..... 46
Tabel 8. Sumber laporan ketersediaan logistik TB pada setiap tingkat pelaksana ............................... 47
Tabel 9. Pemantauan Logistik Penanggulangan TB di Kabupaten/Kota.........Tahun......... .................. 47
Tabel 10. Pemantauan Pelatihan SDM Penanggulangan TB di Kabupaten/Kota.........Tahun......... ..... 50
Tabel 11. Pemantauan Pendanaan P2TB di Kabupaten/Kota.........Tahun......... ................................... 51

vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Penemuan Aktif dengan Jejaring Layanan TB (PPM) ............................................. 24
Gambar 2. Jejaring Lintas Sektor Mendukung Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam P2TB ......... 26
Gambar 3. Peran Organisasi Masyarakat dalam Tatalaksana Kasus TB di Kabupaten/Kota ............... 26
Gambar 4. Jejaring Internal TB di Puskesmas ...................................................................................... 27
Gambar 5. Jejaring Internal TB di Rumah Sakit ................................................................................... 28
Gambar 6. Jejaring Eksternal DPPM TB .............................................................................................. 30
Gambar 7. Alur Diagnosis Laboratorium, Pengobatan, serta Pencatatan dan Pelaporan TB ............... 31
Gambar 8. Alur Uji Silang Mikroskopis TB ......................................................................................... 49

viii
DAFTAR SINGKATAN
MDGs : Millenium Development Goals.
BKPM : Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
DOTS : Directly Observed Treatment Short-course
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKRTL : Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
OAT : Obat Anti TB
KDT : Kombinasi dosis tetap
PMO : Pengawas Menelan Obat
TOSS : Temukan Obati Sampai Sembuh
LSM : Lembaga swadaya masyarakat
NSPK : Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria
MTPTRO : Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat

ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
di dunia walaupun upaya penanggulangan TB telah dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995.

TB merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia dan penyebab utama
agen infeksius tunggal dengan peringkat di atas HIV/AIDS. Menurut WHO Global TB Report tahun
2020, saat ini Indonesia berada di urutan 2 negara terbesar di dunia sebagai penyumbang penderita TB
setelah India. Dengan estimasi insiden sebesar 845.000 kasus atau 312 per 100.000 penduduk dan
mortalitas 92.000 atau 34 per 100.000 penduduk (selain TB HIV). Indonesia, bersama negara-negara
anggota WHO lainnya telah menyepakati End TB Strategy untuk mengakhiri epidemi TB global pada
tahun 2030, dengan indikator (1) menurunnya persentase jumlah kasus absolut kematian TB sebesar
95% (2) menurunnya persentase angka insiden TB sebesar 90% dibandingkan dengan baseline tahun
2015 serta (3) tidak ada rumah tangga terdampak yang mengalami kondisi catastropic karena TB

1
Capaian CDR menunjukkan bahwa target kasus yang ditemukan baru tercapai 40%. Perlu upaya
mengatasi kesenjangan yang cukup besar ini. Penemuan kasus secara aktif harus ditingkatkan
didukung dengan intensifikasi kolaborasi layanan, termasuk : (1) Investigasi Kontak (IK), (2)
mopping up di RS, (3) PIS-PK, (4) pelibatan masyarakat (kader komunitas), (5) integrasi SIM RS
dengan SITB dan (6) melalui kolaborasi layanan dengan sektor swasta, PPM, KOPI TB. Gunakan dan
maksimalkan berbagai sumber dana yang ada, baik APBN, APBD, PHLN, DAK, Dana Desa,
maupun BOK di Puskesmas. Upaya ini harus diperkuat dengan peningkatan advokasi TB kepada
pemegang kebijakan di wilayah masing-masing

Capaian keberhasilan pengobatan TB sensitif obat, kasus tahun 2020 adalah 84,4% dari target 90%.
Sedangkan untuk TB Resisten Obat, kasus yang memulai pengobatan juga masih rendah.
Keberhasilan pengobatan TB RO, untuk kasus tahun 2020 adalah 47% dari target yang ingin dicapai
adalah 75%. Langkah kongkrit harus segera dilaksanakan, antara lain peningkatan kompetensi,
inisiasi dan partisipasi dari petugas kesehatan dalam memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) tentang TB dan bahaya penyakit ini bila tidak diobati sampai sembuh. Selain itu, peningkatan
peran dan sumber daya dari mantan pasien TB (peer educator).

Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang langsung berhubungan dengan masyarakat dan
sebagai tenaga kesehatan di layanan primer dirasa perlu untuk turut serta dalam program
penanggulangan tuberkulosis sesuai dengan peran dan fungsinya

1.2 Dasar Hukum Penanggulangan Tuberkulosis


1. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28 tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan
Tuberkulosis.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/VII/2007 tentang Standar Asuhan
Kebidanan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 369/ Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan

1.3 Tujuan
Panduan Pelayanan Kebidanan Tuberkulosis sebagai acuan bagi mahasiswa dan dosen
kebidanan di seluruh Indonesia dalam kegiatan penanggulangan TB, sesuai dengan Pedoman
Nasional Pengendalian TB.

2
1.4 Sasaran
Panduan ini dapat digunakan untuk mahasiswa :
1. Pendidikan Vokasi Bidan
2. Pendidikan Profesi Bidan

1.5 Ruang Lingkup


Ruang lingkup panduan ini meliputi aspek tantangan masalah TB dan strategi Penangulangan
TB, sesuai tata urut sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
BAB II Pelaksanaan Program TB
BAB III Peran Bidan dalam Penanggulangan TB
BAB IV Manajemen Pelayananan Kebidanan dalam penanggulangan TB
BAB V Monitoring dan Evaluasi

3
BAB II
TUBERKULOSIS DAN PELAKSANAAN PROGRAM TB

2.1 TUBERKULOSIS
2.1.1 Pengertian
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru
tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar
paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut
dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).
2.1.2 Tanda Gejala
Gejala umum

Tanda dan Gejala TB Paru adalah :

1) Batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih

2) Batuk kadang-kadang berdarah/bercampur darah

3) Demam

4) Nafsu makan berkurang

5) Sesak

6) Nyeri dada

7) Berat badan turun

8) Keringat malam hari tanpa aktivitas

9) Badan terasa lemah

Gejala Khusus

TB kelenjar: adanya pembesaran kelenjar getah bening dileher

TB tulang: yang sering terkena adalah tulang belakang dengan tanda klinik berupa tulang
punggung yang menonjol dan bengkok. Bila mengenai tulang maka akan terjadi gejala

4
seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

TB selaput otak: gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.

2.1.3 Penyebab
TBC disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada
tanggal 24 Maret 1882, untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama basil
Koch. Bahkan penyakit TBC pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Kch Pulmonum (KP).
Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah
merah.

Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Didalam tubuh kuman ini dapat dorman
(diam/istirahat/tidur) selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB
BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.

Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh mycobacterium
tuberculosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh sipenderita TBC saat batuk, dimana pada
anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC.
Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang biak menjadi
banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), bahkan bakteri ini
pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening
sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran
cerna, tulang, kelenjar getah bening, dan lainnya meski yang paling banyak adalah paru.

Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah mycobacterium
bovis dan mycobacterium avium.

2.1.4 Patofisiologi
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan

5
area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons
dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah
terpapar bakteri. Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti
dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian
tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan
bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti
keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi kalsitikasi dan akhirnya membentuk
jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awal jika respons sistem imun tidak adekuat
maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini,
ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel-sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

2.1.5 Pemerikasaan Penunjang


Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis adalah:
• Sputum Culture
• Ziehl neelsen: Positif untuk BTA
• Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
• Chest X-ray
• Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium tuberculosis
• Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar
yang mengindikasikan nekrosis

6
• Elektrolit
• Bronkografi
• Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah

2.2 PELAKSANAAN PROGRAM TB


2.2.1 Upaya Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS
Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai menerapkan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course) yang terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:
• Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
• Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
• Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
• Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
• Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.

2.2.2 Pengorganisasian Program Penanggulangan TB


Tingkat Pusat

Upaya penanggulangan TB dilakukan melalui Gerdunas-TB yang merupakan forum kemitraan


lintas sektor di bawah koordinasi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,
dan penanggung jawab teknis penanggulangan TB yaitu Menteri Kesehatan RI Dalam
pelaksanaannya program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Direktorat Pengendalian Penyakit
Menular Langsung.

Tingkat Provinsi

Di tingkat provinsi Gerdunas-TB Provinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis.
Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan
program TB di tingkat provinsi dikordinasikan Dinas Kesehatan Provinsi.

Tingkat Kabupaten/Kota

Di tingkat kabupaten/kota Gerdunas-TB kabupaten/kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan
Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/Kota dikordinasikan oleh Dinas
Kesehatan kabupaten/kota.

7
Tingkat fasyankes

Tatalaksana pasien TB dilaksanakan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

Berdasarkan kemampuan pemeriksaan mikroskopis FKTP di bagi menjadi:

• FKTP Rujukan Mikroskopis (FKTP-RM), yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis TB.
• FKTP Satelit (FKTP-S) yaitu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang melakukan
pembuatan sedian apus sampai fiksasi.
• Secara umum konsep pelayanan pasien TB di Balai Pengobatan dan Dokter Praktek
Mandiri (DPM) sesuai dengan kemampuan pelayanan yang diberikan.

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)

• FKRTL dalam hal ini adalah fasilitas kesehatan RTL yang mampu memberikan layanan
TB secara menyeluruh mulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif
untuk kasus-kasus TB dengan penyulit dan kasus TB yang tidak bisa ditegakkan
diagnosisnya di FKTP.
• Fasilitas kesehatan yang termasuk dalam FKRTL adalah RS Tipe C, B dan A, RS Rujukan
Khusus Tingkat Regional dan Nasional, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) dan klinik utama.
• Untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien TB secara berkualitas dan terjangkau,
semua fasilitas kesehatan tersebut di atas perlu bekerja sama dalam kerangka jejaring
pelayanan kesehatan baik secara internal di dalam gedung maupun eksternal bersama
lembaga terkait di semua wilayah.
2.2.3 Pembagian Tugas dan Wewenang Penanggulangan TB
Pelaksanaan pembagian peran dan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah,
bertujuan untuk:

• Meningkatkan komitmen dan kepemilikan program antara pemerintah pusat dan daerah.
• Meningkatkan koordinasi, keterpaduan dan sikronisasi perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan penilaian program.
• Efisiensi, efektifas dan prioritas program sesuai dengan kebutuhan.

8
• Meningkatkan kontribusi pembiayaan program bersumber dari dana pemerintah pusat dan
daerah untuk pembiayaan program secara memadai.

2.2.4 Pembagian peran dalam Penanggulangan TB


Tingkat pusat

• Menetapkan kebijakan dan strategi program penanggulangan TB (NSPK).


• Melakukan koordinasi lintas program/lintas sektor dan kemitraan untuk kegiatan
Penanggulangan TB dengan institusi terkait di tingkat nasional.
• Memenuhi kebutuhan Obat Anti TB (OAT) lini1 dan lini2 (TB-RO).
• Memenuhi kebutuhan perbekalan kesehatan, reagensia dan penunjang laboratorium lain
untuk penegakan diagnosis TB sebagai penyangga kegiatan atau buffer.
• Pemantapan mutu obat dan laboratorium TB.
• Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan Penanggulangan TB.
• Pendanaan kegiatan operasional Penanggulangan TB yang terkait dengan tugas pokok dan
fungsi.
• Pendanaan kegiatan peningkatan SDM Penanggulangan TB terkait dengan tugas pokok dan
fungsi.

Tingkat Provinsi

• Melaksanakan ketetapan kebijakan dan strategi program penanggulangan TB (NSPK).


• Menyediakan kebutuhan perbekalan kesehatan, reagensia dan penunjang laboratorium lain
untuk penegakan diagnosis TB sebagai penyangga kegiatan atau buffer.
• Melakukan koordinasi lintas program/lintas sektor dan kemitraan untuk kegiatan
Penanggulangan TB dengan institusi terkait ditingkat provinsi.
• Mendorong ketersediaan dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan Penanggulangan
TB.
• Pemantauan dan pemantapan mutu atau quality assurance untuk pemeriksaan laboratorium
sebagai penunjang diagnosis TB.
• Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan Penanggulangan TB, pemantapan
surveilans epidemiologi TB di tingkat kabupaten/kota.
• Pendanaan kegiatan operasional Penanggulangan TB yang terkait dengan tugas pokok dan
fungsi.
• Pendanaan kegiatan peningkatan SDM Penanggulangan TB terkait dengan tugas pokok dan
fungsi.

9
Tingkat Kabupaten/Kota

• Melaksanakan ketetapan kebijakan dan strategi program penanggulangan TB (NSPK).


• Menyediakan kebutuhan perbekalan kesehatan dan bahan pendukung diagnosis.
• Menyediakan kebutuhan pendanaan untuk operasional program Penanggulangan TB.
• Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor serta jejaring kemitraan untuk
kegiatan Penanggulangan TB dengan institusi terkait di tingkat kabupaten.
• Menyediakan kebutuhan pendanaan kegiatan peningkatan SDM Penanggulangan TB di
wilayahnya.
• Menyediakan bahan untuk promosi TB.

2.3 TATA LAKSANA PASIEN DI FASYANKES


Pelayanan di Puskesmas:
di dalam Puskesmas
• Penemuan Kasus Tuberkulosis
• Penemuan Suspek: dapat dilakukan diantara kunjungan pasien (pasive propmotif),
Menganjurkan Pemeriksaan dahak SPS
• Pengobatan Tuberkulosis
• Penyuluhan sebelum diberikan pengobatan, tentang TB dan pencegahannya, OAT dan cara
minumnya serta perjanjian mengambil OAT ke Puskesmas , side efek OAT , penunjukan
PMO
• Pemantauan dan Hasil Pengobatan Tuberkulosis
• Pemantauan kemajuan pengobatan (lihat lampiran)
• Pemantauan Side efek OAT (lihat lampiran)
• Pemantauan pasien lalai berobat (lihat lampiran)
• Pengendalian Infeksi pada sarana layanan
• Pelayanan segera
• Etika batuk dan cara membuang dahak
• Sirkulasi udara
• Pencahayaan matahari yang masuk
• Pencatatan dan Pelaporan
• Pencatatan pada Format TB.06, 05,01, 02 dan TB.03 UPK
• Analisa Data untuk Tindakan Lanjut:
• Rendahnya cakupan penemuan : trend penemuan tetap atau menurun

10
• Rendahnya angka kesembuhan ( < 85 %), akibat: DO > 5%, Pindah > 5%, Gagal > 2 %,
Meninggal> 1 %, Tidak diketahui hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan(AP) >
1%.

di luar Puskesmas
Penemuan Suspek: Secara aktif dapat dilakukan sesuai indikasi seperti pelacakan kerumah , ke
sekolah, panti asuhan, pesantren, penjara/lapas.
Melakukan pelacakan bila pasien tidak datang sesuai perjanjian Penyuluhan

Pelayanan di Rumah Sakit


Penatalaksanaan kasus TB di RS sesuai dengan pengobatan yang diterima pasien.

2.4 MONITORING, PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN


2.4.1 Monitoring pengobatan
Selama pengobatan dilakukan pemantauan, selain secara klinis mutlak dilakukan pemeriksaan
dahak mikroskopis. Kegiatan ini berguna untuk memantau kemajuan pengobatan. Pemeriksaan
dahak mikroskopis dilakukan terutama bagi pasien TB BTA positif.

2.4.2 Pemantauan kemajuan pengobatan TB


• Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis dan penilaian kemajuan klinis pasien.
• Pemeriksaan ulang dahak dilakukan pada semua pasien TB baik BTA positif maupun
negatif. Pemeriksaan dilakukan pada akhir tahap intensif, bulan ke-5, dan akhir pengobatan.
• Pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan dua contoh uji dahak
(sewaktu dan pagi). Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB yang terkonfirmasi
bakteriologis merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.

2.4.3 Pemberian OAT sisipan sudah tidak dilakukan


Pada pasien TB yang tidak mengalami konversi pada akhir tahap awal, pasien ditetapkan
sebagai terduga TB RO dan dilakukan pemeriksaan TCM. Sambil menunggu hasil TCM keluar,
pengobatan TB dilanjutkan ke tahap lanjutan. Jika hasil TCM Rifampisin Sensitif, pasien
melanjutkan pengobatannya dan pemeriksaan ulang contoh uji dahak tetap dilakukan pada akhir
bulan ke-3 pengobatan, apabila hasilnya BTA positif, pasien ditetapkan sebagai pasien terduga
TB RO.

11
Jika hasil pemeriksaan pada akhir bulan ke-5 hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga
seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir
pengobatan. Sedangkan apabila hasilnya positif, pasien dianggap gagal pengobatan dan
dimasukkan ke dalam kelompok terduga TB RO dan pada pasien ini harus dilakukan pemeriksaan
TCM.

Pada pemeriksaan ulang dahak pada akhir pengobatan, jika hasilnya negatif pasien dinyatakan
sembuh. Sedangkan jika hasilnya positif, pasien dianggap gagal pengobatan dan dimasukkan ke
dalam kelompok terduga TB RO dan pada pasien ini harus dilakukan pemeriksaan TCM.

12
Cara menilai kemajuan hasil pengobatan pasien TB ekstra paru adalah dengan melakukan pemantauan dan penilaian kondisi klinis (ISTC Standar
10). Sebagaimana pada pasien TB BTA negatif, perbaikan kondisi klinis merupakan indikator yang bermanfaat untuk menilai hasil pengobatan, antara
lain peningkatan berat badan pasien, berkurangnya keluhan, dan lain-lain.

Tabel 1. Pemeriksaan Dahak Ulang untuk Pemantauan Hasil Pengobatan

KATEGORI BULAN PENGOBATAN


PENGOBATA
1 2 3 4 5 6 7 8
N

Pasien baru (====) (====) (-------) (-------) (-------) (-------)

2(HRZE)/4(HR) X (X) X X
ӡ
apabila hasilnya apabila apabila
BTA positif, hasilnya BTA hasilnya BTA
dinyatakan tidak positif, positif,
konversi*. dinyatakan dinyatakan
gagal * gagal*.

Pasien (====) (====) (====) (-------) (-------) (-------) (-------) (-------)


pengobatan
X (X) X X
ulang
apabila hasilnya BTA apabila apabila
2(HRZE)S
positif, dinyatakan hasilnya BTA hasilnya BTA

13
/(HRZE)/ tidak konversi*. positif, positif,
dinyatakan dinyatakan
5(HR)ӡEӡ
gagal* gagal*

Keterangan :

(====) : Pengobatan tahap awal

(-------) : Pengobatan tahap lanjutan

X : Pemeriksaan dahak ulang pada minggu terakhir bulan pengobatan untuk memantau hasil pengobatan

(X) : Pemeriksaan dahak ulang pada bulan ini dilakukan hanya apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal hasilnya BTA(+)

14
Tabel 2.Tatalaksana Pasien yang Berobat Tidak Teratur

Tindakan pada pasien yang putus berobat selama kurang dari 1 bulan

Dilakukan pelacakan pasien

Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor penyebab putus berobat

Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *

Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1 – 2 bulan

Tindakan pertama Tindakan kedua

Lacak pasien Apabila hasilnya BTA


negatif atau pada awal Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai
Diskusikan dengan
pengobatan adalah pasien seluruh dosis pengobatan terpenuhi*
pasien untuk mencari
TB ekstra paru
faktor penyebab putus
berobat Lanjutkan pengobatan dosis
Total dosis pengobatan
yang tersisa sampai seluruh
Periksa dahak dengan sebelumnya ≤ 5 bulan
dosis pengobatan terpenuhi
2 sediaan contoh uji
dan melanjutkan Kategori 1 :
pengobatan sementara
Lakukan pemeriksaan tes
menunggu hasilnya
cepat

Berikan Kategori 2 mulai


Apabila salah satu atau dari awal **
lebih hasilnya BTA positif
Total dosis pengobatan
sebelumnya ≥ 5 bulan Kategori 2 :

Lakukan pemeriksaan TCM


TB atau dirujuk ke RS
Rujukan TB MDR ***

15
Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (Loss to follow-up)

Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan oleh


dokter tergantung pada kondisi klinis pasien, apabila:
Lacak pasien
sudah ada perbaikan nyata: hentikan pengobatan dan
Diskusikan dengan
Apabila hasilnya BTA pasien tetap diobservasi. Apabila kemudian terjadi
pasien untuk mencari
perburukan kondisi klinis, pasien diminta untuk
faktor penyebab putus negatif atau pada awal
pengobatan adalah pasien periksa kembali
berobat
TB ekstra paru atau
Periksa dahak dengan
2 sediaan contoh uji belum ada perbaikan nyata: lanjutkanpengobatan dosis
dan atau TCM TB yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan
terpenuhi *
Hentikan pengobatan
sementara menunggu Kategori 1
hasilnya
Dosis pengobatan Berikan pengobatan Kat. 1
sebelumnya <1 bln mulai dari awal

Dosis pengobatan
sebelumnya
Apabila salah satu atau Berikan pengobatan Kat. 2
lebih hasilnya BTA > 1 bln mulai dari awal
positifdan tidak ada bukti
Kategori 2
resistensi
Dosis pengobatan Berikan pengobatan Kat. 2
sebelumnya < 1 bln mulai dari awal

Dosis pengobatan Dirujuk ke layanan


sebelumnya > 1 bln spesialistik untuk
pemeriksaan lebih lanjut

Apabila salah satu atau Kategori 1 maupun Kategori 2


lebih hasilnya BTA positif
Dirujuk ke RS rujukan TB RO
dan ada bukti resistensi

(dimodifikasi dari : Treatment of Tuberculosis, Guidelines for National Programme, WHO, 2003)

Keterangan :

16
* Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali setelah menyelesaikan dosis pengobatan pada bulan ke 5 dan AP

** Jika tersedia sarana TCM, tunggu hasil pemeriksaan TCM sebelum diberikan OAT Kategori 2.
Jika sarana TCM tidak memungkinkan segera dilakukan, sementara menunggu hasil pemeriksaan
TCM pasien dapat diberikan pengobatan paduan OAT kategori 2.

***Sementara menunggu hasil pemeriksaan TCM pasien tidak diberikan pengobatan paduan OAT.

Tabel 3. Hasil Pengobatan Pasien TB Sensitif Obat

Hasil pengobatan Definisi

Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal


pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi
Sembuh
negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.

Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah
satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti
Pengobatan
hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
lengkap

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama masa pengobatan; atau kapan saja dalam masa
Gagal
pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT.

Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam
pengobatan.

Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya terputus
terus menerus selama 2 bulan atau lebih.
(loss to follow-
up)

Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam kriteria
Tidak dievaluasi ini adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.

17
2.4.4 Pengobatan TB Anak
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa. Beberapa hal penting dalam tatalaksana
TB Anak, obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi, pemberian
gizi yang adekuat, mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

Tabel 4. Paduan OAT dan Lama Pengobatan TB pada Anak

Kategori Diagnostik Tahap Awal Tahap Lanjutan

TB Paru BTA negative

TB Kelenjar 2HRZ 4HR

Efusi pleura TB

TB Paru BTA positif

TB paru dengan kerusakan luas


2HRZE 4HR
TB ekstraparu (selain TB Meningitis dan TB
Tulang/sendi)

TB Tulang/sendi

TB Millier 2HRZE 10 HR

TB Meningitis

Tabel 5. Dosis OAT untuk Anak

Dosis harian (mg/kgBB/ Dosis maksimal

Nama Obat hari) (mg /hari)

Isoniazid (H) 10 (7-15) 300

Rifampisin (R) 15 (10-20) 600

Pirazinamid (Z) 35 (30-40) -

Etambutol (E) 20 (15–25) -

18
Kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC)

Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan minum obat, paduan OAT
disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa
pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50
mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu
paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut. Pada kondisi tertentu Etambutol dapat
ditambahkan bersamaan dengan KDT yang diberikan.

Tabel 6. Dosis OAT KDT pada TB Anak


Tahap Lanjutan
Berat badan Tahap Awal (2 bulan)
(4bulan)
(kg) RHZ (75/50/150)
(RH (75/50)

5–7 1 tablet 1 tablet

8 – 11 2 tablet 2 tablet

12 – 16 3 tablet 3 tablet

17 – 22 4 tablet 4 tablet

23 – 30 5 tablet 5 tablet

>30 OAT dewasa

Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
• Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk KDT dan sebaiknya
dirujuk ke RS
• Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan disesuaikan dengan berat
badan saat itu
• Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan Berat Badan ideal (sesuai umur). Tabel
Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
• OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
• Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau dimasukkan
air dalam sendok (dispersable).
• Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan

19
• Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari

Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus bersama dan
dicampur dalam satu puyer.

Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada kondisi :
• TB meningitis
• sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)
• perikarditis TB
• TB milier dengan gangguan napas yang berat,
• efusi pleura TB
• TB abdomen dengan asites.
• Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari, sampai 4 mg/kg/hari
pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hari selama 4 minggu. Tappering-off
dilakukan secara bertahap setelah 2 minggu pemberian kecuali pada TB meningitis pemberian selama 4
minggu sebelum tappering-off .
Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama pada anak dengan malnutrisi
berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan anti retroviral therapy (ART) Suplementasi piridoksin (5-10
mg/hari) direkomendasikan pada HIV positif dan malnutrisi berat.

Nutrisi
Status gizi pada anak dengan TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB. Malnutrisi berat meningkatkan
risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin selama anak
dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi, lingkar lengan atas atau
pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti edema atau muscle wasting.
Pemberian makanan tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan. Jika tidak memungkinkan
dapat diberikan suplementasi nutrisi sampai anak stabil dan TB dapat di atasi. Air susu ibu tetap diberikan
jika anak masih dalam masa menyusu.

20
Pemantauan pengobatan pasien TB Anak

Pasien TB anak harus dipastikan minum obat setiap hari secara teratur oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO). Orang tua merupakan PMO terbaik untuk anak. Pasien TB anak sebaiknya dipantau setiap 2
minggu selama fase intensif, dan sekali sebulan pada fase lanjutan. Pada setiap kunjungan dievaluasi
respon pengobatan, kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat.

Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis membaik (demam menghilang dan batuk
berkurang), nafsu makan meningkat dan berat badan meningkat. Jika respon pengobatan tidak
membaik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan dan pasien dirujuk ke sarana yang lebih lengkap
untuk menilai kemungkinan resistansi obat, komplikasi, komorbiditas, atau adanya penyakit paru lain.
Pada pasien TB anak dengan terkonfirmasi bakteriologis pada awal pengobatan, pemantauan
pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang pada akhir bulan ke-2, ke-5 dan
ke-6.

Perbaikan radiologis akan terlihat dalam jangka waktu yang lama sehingga tidak perlu dilakukan Foto
toraks untuk pemantauan pengobatan, kecuali pada TB milier setelah pengobatan 1 bulan dan efusi
pleura setelah pengobatan 2 – 4 minggu. Demikian pun pemeriksaan uji tuberkulin karena uji
tuberkulin yang positif akan tetap positif.

Dosis OAT disesuaikan dengan penambahan berat badan. Pemberian OAT dihentikan setelah
pengobatan lengkap, dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain
seperti foto toraks (pada TB milier, TB dengan kavitas, efusi pleura). Meskipun gambaran radiologis
tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka
pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai. Kepatuhan minum obat dicatat
menggunakan kartu pemantauan pengobatan.

Hasil akhir pengobatan pasien TB Anak

Penilaian hasil akhir pengobatan pasien TB anak pada prinsipnya sama dengan penilaian hasil akhir
pengobatan pada pasien TB dewasa (sembuh, pengobatan lengkap, gagal, meninggal, putus berobat
atau tidak dievaluasi).

21
Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

• Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan terapi dan
meningkatkan risiko terjadinya TB resistan obat.
• Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase lanjutan dan
menunjukkan gejala TB, ulangi pengobatan dari awal.
• Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase lanjutan dan
menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.

Pengobatan ulang TB pada anak

Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan gejala TB, perlu
dievaluasi apakah anak tersebut menderita TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di
fasilitas rujukan. Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak
diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB,
tidak dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.

2.4.5 Jejaring Tatalaksana Kasus TB


Program Penanggulangan TB dalam strategi nasional diarahkan menuju akses universal terhadap
layanan TB yang berkualitas dengan upaya kegiatan Temukan Obati Sampai Sembuh (TOSS) untuk
semua pasien TB yang sistematis dengan pelibatan secara aktif seluruh penyedia layanan kesehatan
melalui pendekatan PPM.
PPM adalah pelibatan semua fasilitas layanan kesehatan dalam upaya ekspansi layanan pasien
TB dan kesinambungan program penanggulangan TB secara komprehensif di bawah koordinasi Dinas
Kesehatan Kab/Kota.

Mekanisme Pendekatan PPM dapat dilaksanakan, sebagai berikut:


• Hubungan kerjasama/bauran pemerintah-swasta, seperti: kerja sama program penanggulangan
TB dengan faskes milik swasta, kerja sama dengan sektor industri/perusahaan/tempat kerja, kerja
sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
• Hubungan kerjasama/bauran pemerintah-pemerintah, seperti: kerja sama program
penanggulangan TB dengan institusi pemerintah Lintas Program/Lintas Sektor, kerja sama
dengan faskes milik pemerintah termasuk faskes yang ada di BUMN, TNI, POLRI dan
lapas/rutan.

22
• Hubungan kerjasama/bauran swasta-swasta, seperti: kerja sama antara organisasi profesi dengan
LSM, kerja sama RS swasta dengan DPM, kerja sama DPM dengan laboratorium swasta dan
apotik swasta.
• Tujuan Pendekatan PPM adalah menjamin ketersediaan akses layanan TB yang merata, bermutu
dan berkesinambungan bagi masyarakat terdampak TB (akses universal) untuk menjamin
kesembuhan pasien TB dalam rangka menuju eliminasi TB.

Dalam melaksanakan kegiatan PPM harus menerapkan prinsip sebagai berikut:


• Kegiatan dilaksanakan dengan prinsip kemitraan dan saling menguntungkan.
• Kegiatan PPM diselenggarakan sebesar-besarnya untuk kebaikan pasien dengan menerapkan
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK).
• Kegiatan PPM diselenggarakan melalui sistem jejaring yang dikoordinir oleh program
penanggulangan TB di setiap tingkat.

Jejaring PPM meliputi:

• Jejaring Kasus
• Penemuan dan diagnosis terduga TB, investigasi kontak.
• Kesinambungan pengobatan pasien TB: rujukan/pindah, Pelacakan pasien TB yang mangkir.
• Peningkatan cakupan penemuan kasus TB melalui intensifikasi PIS –PK.
• Jejaring Mutu Laboratorium
• Pemantapan Mutu Laboratorium di Fasyankes dilakukan dengan metode LQAS oleh
laboratorium intermediate dan laboratorium rujukan provinsi (Balai/Balai Besar Laboratorium
Kesehatan).
• Jejaring Logistik,
• Penerimaan, penyimpanan, dan distribusi logistik oleh Instalasi Farmasi kabupaten/kota ke
Fasyankes baik FKTP maupun FKRTL dengan koordinasi program TB.
• Dokter Praktik Mandiri/Klinik Pratama melakukan jejaring logistik dengan Puskesmas di
wilayahnya.
• Jejaring Pencatatan dan Pelaporan TB
• Jejaring Pencatatan dan Pelaporan TB di Fasyankes dilakukan secara manual/elektronik (SITT,
E-TB Manager, Wifi TB).
• Jejaring Pembinaan
• Jejaring pembinaan dilakukan oleh dinas kesehatan kab/kota ke seluruh faskes pemerintah dan
swasta melalui supervisi, pertemuan monitoring dan evaluasi.
• Jejaring PPM di kabupaten/kota dapat dilihat pada Bagan 3 di bawah ini.

23
Gambar 1. Bagan Penemuan Aktif dengan Jejaring Layanan TB (PPM)

Keterangan:
Mandatory Notification adalah kewajiban melapor setiap Fasyankes di luar Puskesmas (DPM, Klinik,
RS), yang dalam teknis pelaporannya dapat dilakukan melalui Puskesmas maupun langsung ke Dinas
Kesehatan.
Koordinasi, jejaring kerja dan kemitraan perlu diperkuat agar berjalan dengan baik, dengan
menitikberatkan pada pembentukan Tim PPM/Koalisi Organisasi Profesi Indonesia (KOPI) di tingkat
kabupaten/kota.

Jejaring pembinaan dimaksudkan untuk:


• Peningkatan penemuan kasus TB secara pasif intensif dan aktif masif, termasuk investigasi
kontak berbasis keluarga.
• Penguatan laboratorium mikroskopis, test cepat molekuler, kultur, uji kepekaan obat di
fasyankes pemerintah dan swasta.
• Penguatan mutu layanan TB melalui akreditasi Puskesmas dan RS,
• Penguatan manajemen obat dan logistik TB lainnya.
• Penguatan sistem pencatatan dan pelaporan program TB.

24
• Penguatan pelaksanaan wajib lapor (mandatory notification).
• Penguatan pembinaan dengan supervisi dan mentoring.
• Penguatan monitoring dan evaluasi.

Jejaring PPM TB berbasis Kabupaten/Kota melibatkan:


• Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota termasuk semua unit program terkait sesuai tugas pokok dan
fungsi
• Semua Rumah Sakit baik pemerintah dan swasta
• Semua Puskesmas
• Semua Klinik Pratama dan Dokter Praktik Mandiri dan FKTP lainnya
• Organisasi profesi (IDI, PDUI, PDPI, PAPDI, IDAI, IAI, Patelki, ILKI, PPNI, IBI, dll)
• Organisasi kemasyarakatan
• Semua institusi pendukung dan layanan TB lainnya (laboratorium klinik, apotik, dll)

2.4.6 Kerjasama dan Kemintraan Lintas Sektor


Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama dan kemitraan dalam
bentuk jejaring di antara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat melalui forum
koordinasi TB. Forum dapat berbentuk dalam suatu gerakan bersama seperti Gerdunas TB atau wadah
koordinasi lainnya sesuai bentukan Kepala Daerah. Melalui wadah koordinasi ini diharapkan
terjadinya penguatan kepemimpinan program ditujukan untuk meningkatkan komitmen pemerintah
daerah terhadap keberlangsungan program dan pencapaian target strategi global penanggulangan TB
yaitu eliminasi TB tahun 2030. Koordinasi ini diarahkan untuk mendukung terlaksananya:
• Advokasi
• Penemuan kasus
• Penanggulangan TB
• Pengendalian faktor risiko
• Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, kajian, penelitian, serta kerjasama antar
wilayah
• Peningkatan KIE
• Integrasi penanggulangan TB
• Integrasi sistem rujukan

25
Pemberdayaan
PKK Masyarakat

Dinsos Bappeda

Kemendes
Kemenag
Dinkes Kab/Kota

Kemeneninfo
Basnaz r

CSR Dinas PUPR


Diknas

Gambar 2. Jejaring Lintas Sektor Mendukung Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam P2TB

Organisasi kemasyarakatan

Peran organisasi kemasyarakat sangat penting dalam mendukung penanggulangan TB baik dalam
penemuan kasus, tatalaksana dan monitoring program layanan TB. Organisasi masyarakat dapat
membantu dalam penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan TB kepada
penguatan Puskesmas maupun DPM sesuai kemampuan organisasi masyarakat.

Gambar 3. Peran Organisasi Masyarakat dalam Tatalaksana Kasus TB di Kabupaten/Kota

26
Pengelola Program TB Kabupaten/Kota dapat mengkoordinasikan organisasi kemasyarakatan dalam
memberi dukungan untuk advokasi ke pengambil kebijakan agar penanggulan TB mendapat
dukungan dari Pemerintah Daerah dalam bentuk regulasi, dukungan komitmen dan pendanaan. Selain
itu bisa mebantu dalam penemuan kasus, pendampingan dalam pengobatan dan peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang TB. Berdasarkan lingkup pelaksanaan, jejaring layanan TB terdiri
dari 2 jenis, yaitu jejaring internal dan jejaring eksternal.

Jejaring Internal

Jejaring internal TB adalah jejaring di dalam fasyankes yang meliputi seluruh unit yang menangani
pasien tuberkulosis, semakin besar fasyankes maka semakin besar jejaring internal antar unit layanan
di dalamnya. Mekanisme jejaring internal di FKTP dan FKRTL adalah sebagai berikut:

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di tingkat kabupaten/kota terdiri atas puskesmas, DPM,
dan klinik. Jejaring internal FKTP yang dimaksudkan adalah jejaring internal TB di puskesmas.
Mekanisme jejaring internal TB di puskesmas adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Jejaring Internal TB di Puskesmas

27
Jejaring internal TB di puskesmas bertujuan untuk:
• Meningkatkan kegiatan kolaborasi layanan antar unit layanan, misalnya antara unit pelayanan
umum, gigi, MTBS, KIA, HIV dan unit lainnya di dalam puskesmas;
• Mengurangi terjadinya keterlambatan diagnosis TB (delayed-diagnosis) dan kasus TB yang tidak
terlaporkan (under-reporting);
• Meningkatkan peran petugas TB dalam penemuan, pencatatan dan pelaporan kasus TB;
• Memastikan kasus TB dilaporkan secara berkala melalui sistem informasi program tuberkulosis.

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)


• Rumah sakit sebagai FKRTL terdiri atas beragam unit di dalamnya yang perlu dilibatkan dalam
penanggulangan TB. Jejaring internal TB di rumah sakit bertujuan untuk:
• Meningkatkan kegiatan kolaborasi layanan antar unit pelayanan;
• Mengurangi terjadinya keterlambatan diagnosis TB (delayed-diagnosis) dan kasus TB yang tidak
terlaporkan (under reporting);
• Pembentukan Tim DOTS yang melibatkan semua unit pelayanan/instalasi yang ada di rumah
sakit;
• Memastikan kasus TB dilaporkan secara berkala melalui sistem informasi program tuberkulosis.

Gambar 5. Jejaring Internal TB di Rumah Sakit

Catatan:
Skema di atas adalah skema dasar untuk alur penataksanaan pasien TB di rumah sakit, dalam
penerapannya disesuaikan dengan situasi, kondisi dan keperluan dari masing-masing rumah sakit.
Alur jejaring Internal penanganan pasien TB di rumah sakit:

28
• Tersangka TB dapat saja datang ke Poli Umum/UGD atau langsung ke poli spesialis (Penyakit
Dalam, Paru, Obgyn, Anak, Bedah, Syaraf dan lain-lain).
• Tersangka TB dari poli maupun rawat inap dikirim untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
(Laboratorium Mikrobiologi, PK, dan Radiologi).
• Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersangkutan. Diagnosis dan klasifikasi
dilakukan oleh dokter poliklinik/rawat inap atau unit DOTS pengirim.
• Untuk pasien rawat jalan, setelah diagnosis TB ditegakkan, pasien dikirim ke Unit DOTS untuk
diregistrasi (bila pasien meneruskan pengobatan di RS tersebut), kesepakatan penunjukan PMO,
diberi penyuluhan dan tata cara pengambilan obat dan mengisi kartu TB.01. Pencatatan dan
pelaporan penatalaksanaan pasien TB dilakukan oleh unit DOTS. Pencatatan awal tersangka TB
(TB.06) dapat juga dilakukan di unit pelayanan langsung (poliklinik) .
• Untuk pasien rawat inap, petugas rawat inap menghubungi unit DOTS untuk dipindahkan pasien
ke ruangan khusus (isolasi) dan untuk registrasi pasien. Pengobatan TB selanjutnya setelah
selesai rawat inap dapat dilakukan melalui unit DOTS, apabila pasien memutuskan melanjutkan
pengobatannya di rumah sakit tersebut. Bagi pasien TB pasca rawat inap yang memutuskan
untuk melanjutkan pengobatan TB di fasyankes lain, diberikan surat rujukan pindah pengobatan
melalui unit DOTS.
• Peran masing masing unit/instalasi
• Unit DOTS merupakan pusat dari semua kegiatan pelaksanaan strategi DOTS. Unit ini akan
mengkompilasi data TB dari unit lain dan dilaporkan ke Sistim Informasi TB (SITT).
• IGD, rawat jalan umum dan spesialis maupun rawat inap berperan dalam menemukan suspek
maupun menegakkan diagnosis.
• Instalasi penunjang Lab.mikrobiologi, menerima rujukan pemeriksaan mikroskopis dahak untuk
diagnosis maupun pemantauan hasil dengan surat pengantar TB.05, dan mencatatnya di dalam
TB.04.
• Instalasi radiologi berfungsi bila diperlukan foto toraks. Hasil pembacaan foto toraks
dikembalikan kepada unit yang mengirim

29
Jejaring Eksternal

Jejaring eksternal TB adalah jejaring yang dibangun antara fasyankes dengan fasyankes lainnya dalam
program penanggulangan TB. Jejaring eksternal TB dibagi dua bagian yaitu jejaring eksternal di
layanan primer dan layanan rujukan. Layanan primer terdiri atas unsur puskesmas, Dokter Praktek
Mandiri (DPM), klinik dan FKTP lainnya. Layanan rujukan terdiri atas rumah sakit, baik pemerintah
maupun swasta. Mekanisme jejaring eksternal DPPM digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6. Jejaring Eksternal DPPM TB

Jejaring eksternal layanan TB bertujuan untuk menjamin ketersediaan akses layanan TB yang merata,
bermutu, dan berkesinambungan bagi masyarakat yang terdampak TB, meliput i: (i) Jejaring kasus
TB; (ii) Jejaring logistik; (iii) Jejaring pencatatan dan pelaporan TB.

Jejaring Kasus TB

Jejaring ini meliputi penemuan kasus TB dan kesinambungan pengobatan pasien TB.

30
Penemuan Kasus
Kasus TB dapat ditemukan baik di layanan primer maupun layanan rujukan. Penegakan diagnosis TB
dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis BTA, tes cepat molekuer (TCM) dan biakan.
Mekanisme tersebut dapat berupa:
• Rujukan terduga/kasus TB dari DPM/Klinik ke Puskesmas untuk pemeriksaan mikroskopis
BTA/TCM TB atau tatalaksana lebih lanjut;
• Rujukan terduga/kasus TB dari RS Swasta ke RS Pemerintah untuk pemeriksaan mikroskopis
BTA/TCM TB atau tatalaksana lebih lanjut;
• Rujukan terduga TB ekstra paru dari layanan primer ke layanan rujukan untuk pemeriksaan
mikroskopis BTA/TCM TB/Biakan.
• Pemeriksaan mikroskopis tersedia di puskesmas sedangkan pemeriksaan TCM hanya tersedia di
beberapa fasyankes, sehingga untuk memastikan penemuan kasus TB sesuai standar dibutuhkan
jejaring rujukan pemeriksaan TCM antar fasyankes.

Gambar 7. Alur Diagnosis Laboratorium, Pengobatan, serta Pencatatan dan Pelaporan TB

Alur diagnosis laboratorium, pengobatan serta pencatatan dan pelaporan TB dibagi menjadi
empat alur berdasarkan kategori fasilitas kesehatan, yaitu (i) Alur satu berlaku untuk fasilitas
pelayanan kesehatan Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat (MTPTRO),
termasuk fasyankes rujukan TB RO dan fasyankes TB RO yang memiliki TCM; (ii) Alur dua berlaku
untuk fasilitas pelayanan kesehatan Non-MTPTRO yang memiliki TCM; (iii) Alur tiga berlaku untuk
fasilitas pelayanan kesehatan Non-MTPTRO yang tidak memiliki TCM; (iv) Alur empat berlaku
untuk laboratorium mandiri non-fasyankes yang tersedia TCM.

31
BAB III
PERAN BIDAN DALAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

Bidan dalam melaksanakan penanggulangan tuberkolosis memiliki beberapa peran yaitu


sebagai pelaksana, pendidik, pengelola dan peneliti. Berikut peran bidan dalam penanggulangan
Tuberkolosis.
Peran sebagai pelaksana
Peran sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi,
dan tugas rujukan.
Tugas mandiri
Tugas-tugas mandiri bidan dalam penanggulangan Tuberkulosis yaitu:
• Melakukan skrining kasus tuberkulosis pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi dan balita.
• Menerapkan manajemen kebidanan pada kasus tuberkolosis.
• Membuat rencana tindak lanjut pada pasien tuberkulosis
• Memberi asuhan kebidanan kepada klien dengan tuberkulosis dalam kehamilan, persalinan,
nifas, bayi dan balita dengan melibatkan pasien dan keluarga
• Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan pada kasus tuberkolosis
Tugas Kolaborasi
Tugas kolaborasi merupakan tugas yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang
kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari proses kegiatan
pelayanan kesehatan :
• Menerapkan manajemen kebidanan pada penanggulangan TB sesuai fungsi kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga, meliputi:
• Kolaborasi dengan tim atau petugas ATLM, kesehatan lingkungan, gizi, dokter di puskesmas
dan dinas kesehatan tentang penanggulangan TB
• Kolaborasi dengan melibatkan lintas sektor yang ada di tingkat desa dan kecamatan,tokoh
masyarakat serta dinas sosial terkait pembiayaan yang harus disiapkan untuk penanganan pasien
dan keluarga yang mengalami TB.
• Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin, nifas, BBL, balita dengan TB dan
pertolongan pertama dalam keadaan kegawat daruratan yang memerlukan kolaborasi dengan
melibatkan pasien dan keluarga.

32
Tugas Rujukan
• Tugas rujukan merupakan tugas yang dilaksanakan bidan dalam rangka rujukan ke sistem
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya, juga layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan ke
tempat / fasilitas pelayanan lain kesehatan lain secara horizontal maupun vertikal atau ke profesi
pelayanan kesehatan lainnya.
• Menerapkan manajemen kebidanan pada kasus TB sesuai dengan fungsi rujukan dengan
melibatkan pasien dan keluarga.
• Memberikan asuhan kebidanan pada kasus TB melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hami,
persalinan, nifas, BBL dan baita dengan melibatkan pasien dan keluarga

Peran Bidan sebagai Pendidik

Peran bidan dalam pencegahan dan penanggulangan TB yaitu memberikan pendidikan dan
penyuluhan kepada bidan atau tenaga kesehatan lainnya, kader, serta kepada masyarakat baik secara
individu, keluarga, dan kelompok masyarakat. Materi penyuluhan yang diberikan antara lain
mengenai :

Gambaran umum penyakit TB :

• Pengertian penyakit TB
• Tanda dan gejala
• Penularan dan bahaya nya bila tidak diobati
• Resiko sakit TB pada ibu hamil, nifas, bayi dan balita serta pencegahan dan penanggulangannya
• Ibu hamil : dampak TB pada ibu hamil, proses penularan TB pada janin, pencegahan penularan
kontak dengan pasien TB, obat TB yang dianjurkan dan tidak boleh untuk ibu hamil
• Ibu nifas : dampak TB pada ibu nifas, pencegahan penularan pada bayi dengan ibu nifas TB.
• Bayi : dampak TB pada bayi, pemberian imunisasi BCG dan tata cara pemberian imunisasi
• Balita: dampak TB pada balita, pemberian pengobatan pencegahan dengan INH (PPINH) pada
balita yang kontak erat dengan pasien TB aktif

33
Resiko sakit TB Komorbid (penyakit lainnya yang menyertai TB):
• Menjelaskan resiko yang terjadi pada penderita TB komorbi
• Menganjurkan pemeriksaan lanjutan pada penderita TB, seperti pemeriksaan HIV/AIDS,
Diabetes Mellitus
• Penyuluhan tentang pengobatan TB :
• Jenis dan dosis OAT
• Cara dan kepatuhan minum obat
• Efek samping OAT
• Mengingatkan Pengawas Menelan Obat (PMO) serta peran dan tanggung jawabnya.
• Penyuluhan pengendalian infeksi:
• Faktor Perilaku, antara lain PHBS, etika batuk dan cara membuang dahak, merokok, sikap dan
perilaku pasien TB tentang bahaya penularan dan cara pengobatan
• Faktor Lingkungan, antara lain lingkungan perumahan padat dan kumuh, sirkulasi udara,
pencahayaan matahari yang masuk ke dalam rumah.
• Penyuluhan mengenai mekanisme alur rujukan kasus TB sesuai dengan prosedur.

Peran sebagai pengelola


• Mengkaji sasaran remaja, ibu hamil, bersalin, menyusui dan nifas, akseptor KB, bayi dan balita
dengan kasus TB
• Menyusun rencana dan pelaksanaan penyuluhan dan advokasi penanggulangan kasus TB
• Menyusun dan mengembangkan strategi untuk penanggulangan TB pada remaja, ibu hamil,
bersalin, menyusui dan nifas, akseptor KB, bayi dan balita.
• Mengelola vaksin BCG, sarana, dan prasarana, serta Bidan terkait dengan penanggulangan TB
• Menggerakkan partisipasi masyarakat dan memberdayakan masyarakat potensi (kader, dukun)
dalam penanggulangan TB pada remaja, ibu hamil, bersalin, menyusui dan nifas, akseptor KB,
bayi dan balita
• Merencanakan peningkatan kapasitas Bidan dalam penanggulangan TB pada remaja, ibu hamil,
bersalin, menyusui dan nifas, akseptor KB, bayi dan balita.
• Koordinasi dengan tim (dokter, perawat, kesehatan lingkungan, gizi, promosi kesehatan dan
sebagainya) untuk mendukung terlaksananya advokasi, penemuan kasus, penanggulangan TB,
pengendalian faktor risiko, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, kajian, penelitian,
serta kerjasama antar wilayah, peningkatan KIE, integrasi penanggulangan TB, dan integrasi
sistem rujukan.
• Kerjasama dengan lintas sektor dan lintas program dalam penanggulangan TB

34
• Pembinaan pada sejawat bidan, mahasiswa dan kader di wilayah kerja terkait dalam
penanggulangan TB pada remaja, ibu hamil, bersalin, menyusui dan nifas, akseptor KB, bayi dan
balita.
• Memantau peran dan tanggung jawab Pengawas Menelan Obat (PMO).
• Mengevaluasi hasil pengobatan TB, dengan diagnosa sembuh, pengobatan lengkap, gagal,
meninggal, putus berobat, dan tidak dapat di evaluasi
• Melaporkan semua kegiatan dalam penanggulangan TB terkait pengelolaan vaksin, sarana, dan
prasarana, serta Bidan terkait dengan penanggulangan TB

Peran Bidan Sebagai Peneliti


Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri
maupun kelompok mengenai penyakit TB pada ibu hamil, bersalin, nifas dan menyusui, akseptor KB
serta pada bayi dan balita.
• Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan dalam kasus TB pada ibu hamil,
bersalin, nifas dan menyusui, akseptor KB serta pada bayi dan balita.
• Menyusun rencana kegiatan pelatihan investigasi/ penelitian dalam program TB di wilayah
kerjanya
• Melaksanakan investigasi/ penelitian dalam kasus TB pada ibu hamil, bersalin, nifas dan
menyusui, akseptor KB serta pada bayi dan balita
• Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi/ penelitian kasus TB pada ibu hamil,
bersalin dan nifas serta pada bayi dan balita
• Menyusun laporan hasil investigasi/ penelitian dan tindak lanjut mengenai kasus TB pada ibu
hamil, bersalin dan nifas serta pada bayi dan balita
• Melakukan publikasi hasil penelitian yang berkaitan dengan TB pada ibu hamil, bersalin, nifas
dan menyusui, akseptor KB serta pada bayi dan balita

35
BAB IV
MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN PADA TUBERKULOSIS

Penanggulangan Tuberkolosis merupakan program pemerintah yang diatur dalam Permenkes


No 67 Tahun 2016, yang melibatkan banyak pihak diantaranya adalah Bidan. Dalam memberikan
asuhan kepada pasien TB, Bidan mengacu pada standar pelayanan Kebidanan. Berikut ini manajemen
pelayanan kebidanan pada pasien Tuberkulosis yang mengacu pada standar asuhan kebidanan.

4.1 Pengkajian
Pada pengkajian terhadap pasien TB perlu mengumpulkan semua informasi yang akurat,
relevan dan lengkap yang berkaitan dengan diagnosis TB. Data terdiri dari data Subyektif (keluhan
utama) dan Data Obyektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan penunjang).

4.1.1 Data Subyektif Pasien TB


Data Subyektif yang perlu dikaji pada pasien TB antara lain:

Data Subyektif TB Dewasa Data Subyektif TB Anak

(Pada ibu hamil, bersalin, nifas, remaja


dan akseptor KB)

Batuk berdahak selama ≥ 2 minggu(dapat Berat badan turun atau atau tidak naik dalam 2
disertai dengan dahak bercampur darah, bulan sebelumnya atau gagal tumbuh.
sesak nafas/suara “mengi”, suara nafas
melemah yang disertai sesak, keluhan sakit Demam lama (≥ 2 minggu) dan atau berulang
dada) tanpa sebab jelas.

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung Batuk lama ≥ 2 minggu, batuk bersifat non-
lama lebih 1 bulan, biasanya dirasakan malam remitting (tidak pernah reda atau intensitasnya
hari disertai keringat malam. semakin lama semakin parah). Batuk tidak
membaik dengan pemberian antibiotika dan
Kadang-kadang serangan demam seperti obat asma.
influenza dan bersifat hilang timbul
Lesu, anak kurang aktif bermain
Penurunan nafsu makan dan berat badan
Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Riwayat penggunaan alat kontrasepsi

Pengobatan yang sedang dijalani

4.1.2 Data Obyektif Pasien TB


Data obyektif terkait TB antara lain pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (darah, dahak)
pemeriksaan patologi anatomi, rontgen dada, tes uji tuberculin, pemeriksaan psikologi. Untuk

36
mendapatkan data Obyektif, Bidan bisa melakukan pemeriksaan fisik dan psikologis secara mandiri
dan pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium dan rontgen dengan kolaborasi.
Data Obyektif yang perlu dikaji pada pasien TB antara lain :

Data Obyektif TB Dewasa Data Obyektif TB Anak

(Pada ibu hamil, bersalin, nifas, akseptor


KB dan remaja)

Pemeriksaan Fisik:

Penimbangan berat badan: BB Menurun Penimbangan berat badan: BB Menurun

Pemeriksaan leher, aksila dan inguinal: ada Status gizi anak buruk (dilihat dari berat badan
pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, berdasarkan tinggi badan atau umur)
inguinal
Pemeriksaan leher, aksila dan inguinal: ada
Pemeriksaan paru biasanya pada apeks lobus pembesaran kelenjar limfe leher, aksila,
atas (S1 & S2) dan apeks lobus bawah (S6), inguinal
dapat ditemukan berbagai bunyi nafas pokok
Pemeriksaan pada sendi panggul, lutut, falang
pada auskultasi
terdapat pembengkaan
Perkusi paru pekak, auskultasi suara napas
melemah sampai hilang (terjadi pada kasus
pleuritis TB)

Pemeriksaan Laboratorium.

Dahak : BTA positif

Rontgen dada. Pemeriksaan Rontgen ini Gambaran sugestif TB


biasanya tidak dilakukan pada ibu hamil.

Hasil radiologis yang dicurigai sebagai lesi


TB paru aktif antara lain

Ditemukannya lesi di bagian apeks (bagian


ujung atas) paru

37
Ditemukannya kavitas (lubang) pada paru

Terdapat bayangan bercak milier

Terdapat efusi pleura (cairan pada pleura) di


salah satu paru atau kedua paru

Tes Uji Tuberkulin Uji tuberculin positif Biasanya positif pada


anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif pada
anak dengan TB milier atau yang juga
menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau baru
menderita campak

Data Psikologis

Masalah psikologis yang perlu digali pada


pasien TB adalah masalah emosional yang
berhubungan dengan penyakitnya seperti
merasa bosan, kurang motivasi, sampai
kepada gangguan jiwa yang cukup serius
seperti depresi berat.

Masalah psikososial lainnya adalah stigma


di masyarakat, merasa takut akan
penyakitnya yang tidak dapat
disembuhkan, merasa dikucilkan dan tidak
percaya diri, serta masalah ekonomi.

4.1.3 Perumusan Diagnosa dan atau Masalah pada Pasien TB


• Rumusan Diagnosa dan atau masalah kebidanan pada pasien TB diperoleh dari hasil
pengkajian data.
• Diagnosa pasti dari TB ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang seperti Pemeriksaan
Laboratorium dan Rontgen yang merupakan tindakan kolaboratif Bidan.
• Diagnosa potensial pada kasus TB
• Pada Ibu hamil yang menderita TB potensial anak lahir dengan berat lahir rendah (BBLR),
premature, bayi mengalami TBC saat lahir
• Pada Ibu bersalin dengan TB potensialpartus lama, perdarahan
• Pada ibu nifas dengan TB potensial penularan ke bayi, hambatan pemberian ASI

38
• Kebutuhan segera yang perlu diberikan adalah rujukan pasien

4.2 Perencanaan
Rencana asuhan kebidanan pada kasus TB disusun berdasarkan diagnose dan masalah yang
ditegakkan.Perencanaan disusun berdasarkan prioritas dan kondisi klien, tindakan segera, tindakan
antisipatif dan komprehensif dengan melibatkan klien/keluarga mempertimbangkan kondisi psikologi,
social budaya klien/keluarga. Rencana asuhan pada pasien dengan TB antara lain:
• Lakukan promosi kesehatan terkait perilaku hidup bersih dan sehat, etika berbatuk,
pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai dengan standar rumah
sehat, peningkatan daya tahan tubuh, kepatuhan minum obat, pentingnya imunisasi BCG pada
bayi dan pemenuhan kebutuhan nutrisi
• Berikan dukungan psikologis terkait masalah psikologis yang dialami pasien TB
• Berikan imunisasi BCG pada bayi
• Lakukan pemantauan keadaan umum, vital sign, status gizi dan gejala klinik
• Lakukan kolaborasi dengan tenaga gizi terkait perbaikan gizi ibu dan anak, kolaborasi dengan
analis kesehatan dan radiografi terkait pemeriksaan penunjang laboratorium dan rontgen
• Lakukan rujukan pengobatan termasuk pengobatan pencegahan (PPINH pada anak) dan
penanganan efek samping terkait kasus
• Lakukan upaya kemitraan untuk pemberdayaan masyarakat dalam promosi, dukungan kasus TB
terkait stikma dan dukungan pengobatan TB

4.3 Implementasi
Bidan melaksanakan rencana asuhan yang sudah disusun secara komprehensif, efektif, dan
aman berdasarkan evidence based kepada klien dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. Implementasiasuhan kebidanan
pada pasien TB antara lain:
• Melakukan promosi kesehatan terkait perilaku hidup bersih dan sehat, etika berbatuk,
pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai dengan standar rumah
sehat, peningkatan daya tahan tubuh, kepatuhan minum obat, pentingnya imunisasi BCG pada
bayi dan pemenuhan kebutuhan nutrisi
• Memberikan dukungan psikologis terkait masalah psikologis yang dialami pasien TB
• Memberikan imunisasi BCG pada bayi
• Melakukan pemantauan status gizi, keadaan umum, vital sign dan gejala klinik
• Melakukan kolaborasi dengan tenaga gizi terkait perbaikan gizi ibu dan anak, kolaborasi dengan
analis kesehatan dan radiografi terkait pemeriksaan penunjang laboratorium dan rontgen

39
• Melakukan rujukan pengobatan termasuk pengobatan pencegahan (PPINH pada anak) dan
penanganan efek samping terkait kasus
• Melakukan upaya kemitraan untuk pemberdayaan masyarakat dalam promosi, dukungan kasus
TB terkait stigma dan dukungan pengobatan TB

4.4 Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat efektifitas
tindakan yang diberikan, sesuai dengan perkembangan kondisi klien/pasien. Evaluasi pada pasien TB
antara lain:
• Perubahan pengetahuan dan sikap terkait penatalaksanaan TB
• Perubahan perilaku terkait kepatuhan minum obat, PHBS, pemenuhan nutrisi, cara bersin dan
sebagainya
• Perubahan kondisi pasien terkait respon pengobatan dan kesembuhan

4.5 Pencatatan Asuhan kebidanan pada Pasien dengan TB


Pencatatan dilakukan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai keadaan/kejadian
yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. Ditulis dalam bentuk catatan
perkembangan SOAP.

S adalah data Subjektif mencatat hasil anamnesa, keluhan pasien terkait. Pada pasien dengan TB data
focus yang perlu digali antara lain:
• Keluhan Utama: Pengkajian terhadap batuk yang dirasakan, batuk berdarah, sesak nafas/suara
“mengi”, suara nafas yang disertai keluhan sakit dada),lama batuk. Demam yang dirasakan,
lamanya demam, keringat di malam hari. Penurunan nafsu makan dan berat badan dan Perasaan
tidak enak (malaise), lemah
• Riwayat Penyakit : Perlu dikaji riwayat sakit TB sebelumnya, riwayat TB keluarga, Riwayat
penyakit seperti DM, HIV/Aids dll
• Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari: perlu dikaji istirahat/tidur, kebutuhan nutrisi, aktivitas,
eliminasi
• Keadaan psiko-sosial: keadaan psikologis, keadaan rumah dan lingkungan, social ekonomi

40
O adalah data Objektif mencatat hasil pemeriksaan. Pada pasien dengan TB data focus yang perlu
digali dari data objektif antara lain:
• Keadaan umum
• Vital sign
• BB
• TB (pada pasien anak)
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan leher, ada pembesaran kelenjar limfe leher
• Pemeriksaan aksila ada pembesaran kelenjar aksila
• Pemeriksaan inguinal: ada pembesaran kelenjar inguinal
• Pemeriksaan paru: auskultasi pada apeks lobus dan bunyi nafas. Perkusi paru
• Pemeriksaan pada ekstremitas: sendi panggul, lutut, falang untuk melihat pembengkaan pada
anak
• Data pengetahuan terkait TB, perawatan, pengobatan, PHBS, cara batuk, teknik bernafas
• Pemeriksaan Penunjang: Sputum, darah, rontgen torax, mantaox test

A adalah Analisa mencatat diagnose dan masalah kebidanan berdasarkan hasil pengkajian.

P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah


dilaksanakan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan

41
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI PELAYANAN KEBIDANAN
TUBERKULOSIS

5.1 Pemantauan Penanggulangan TB


Pemantauan atau monitoring merupakan salah satu fungsi manajemen pelaksanaan program
TB. Pemantauan adalah mengamati secara langsung kegiatan penanggulangan TB. Pemantauanini
dilakukan secara rutin dan berkala (per bulan, per triwulan, per semester) sebagai deteksi awal
masalah dalam pelaksanaan kegiatan program sehingga dapat segera dilakukan tindakan perbaikan.
Pemantauan dilakukan dengan menilai laporan rutin maupun laporan tidak rutin, serta kunjungan
lapangan.
Pelaksanaan pemantauan merupakan tanggung jawab masing-masing tingkat pelaksana
program, mulai dari Fasilitas Kesehatan, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Pusat. Seluruh kegiatan
program harus dipantau dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output) dengan cara
menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara ke petugas kesehatan maupun masyarakat
sasaran.
Pemantauan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah kegiatan tersebut dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan mengidentifikasi masalah yang timbul sertamenyusun rencana tindak
lanjut pemecahan masalah. Hasil pemantauan harus dianalisis dan diberikan umpan balik secara rutin
dan berjenjang di setiap tingkat.
Aspek-aspek yang perlu dilakukan pemantauan meliputi:

5.2 Pencatatan dan Pelaporan TB


Data program penanggulangan TB diperoleh dari sistem pencatatan pelaporan TB, meliputi:

5.2.1 Pencatatan dan Pelaporan TB Sensitif


Pencatatan TB menggunakan formulir baku dilakukan secara manual dan diinput ke
dalam sistem informasi TB Terpadu (SITT) setiap 3 (tiga) bulan.

Pencatatan di Fasilitas Kesehatan

Formulir pencatatan dan pelaporan:

• Sejak diberlakukan sistem pencatatan dengan SITT maka formulir pencatatan yang
masih digunakan dalam program TB adalah
• TB.01 = jumlah pasien TB yang akan diobati.
• TB.02 = sama dengan TB.01
• TB.03 Sarana Pelayanan Kesehatan = 1 buku untuk 1 tahun

42
• TB.03 = tiap Kabupaten/Kota dengan pasien 500 per tahun mendapat 2 buku berisi 25
lembar @ 10 baris.
• TB.04 = tiap laboratorium yang melakukan pembacaan sediaan (PRM, PPM, RS,
BKPM/BBKPM/BP4, dll) paling kurang mendapat 1 buku berisi 100 lembar @ 10
baris.
• TB.05 (Sensitif) = jumlah pasien terkonfirmasi bakteriologis yang akan diobati x 16
lembar.
• TB.05 (RO) = jumlah pasien terkonfirmasi bakteriologis dengan TCM yang akan
diobati x 24 lembar.
• TB.06 = tiap Sarana Pelayanan Kesehatan paling kurang mendapat 1 buku berisi 50
lembar @ 10 baris.
• TB.09 = secukupnya.
• TB.10 = sama dengan TB.09
• TB.12 = jumlah lab. Yang melakukan pembacaan sediaan x 4 triwulan x 2 rangkap x 5
lembar @ 20 baris.
• TB.13 = sama dengan TB.07
• Rekap TB.12 Kabupaten/Kota = jumlah Kabupaten/Kota x 4 triwulan x 2 rangkap
• Rekap TB.12 Provinsi = jumlah Provinsi x 4 triwulan x 2 rangkap
• TB. 14
• TB. 15
• TB. 16
• Catatan dan laporan Pasien TB RO
• Buku daftar terduga pasien TB
• Formulir rujukan terduga TB MDR
• Surat Pernyataan kesediaan pasien TB MDR
• Formulir data dasar
• Formulir persetujuan pengobatan (TAK)
• Formulir pernyataan kesediaan berobat TB RO sampai selesai
• Formulir TB 01 TB RO
• Formulir TB 02 TB RO
• Surat Pengantar melanjutkan pengobatan TB RO
• Formulir TB 13 A TB RO
• Formulir TB 13 B TB RO
• Formulir TB 13 C TB RO

43
• Formulir Bantu RS Rujukan TB RO
• Formulir Kunjungan Rumah Pasien TB RO
• Formulir Catatan Pengobatan Pasien TB RO
• Buku bantu rujukan terduga TB RO
• Buku daftar terduga TB 06
• Buku Register Lab TB 04
• Buku Register TB 03 RO/ software e-TB Manager
• Mikroskop: Setiap fasyankes FKTP/FKRTL mikroskopik harus punya 1 buah
mikroskop binokuler
Pencatatan di Kabupaten/Kota

Register TB Kabupaten/Kota (TB.03 Kab/Kota).

Pengisian Register TB.03 Kab/Kota dapat dilakukan secara manual atau melalui sistem
informasi TB Terpadu (SITT).

Pencatatan di Provinsi

Setiap 3 (tiga) bulan provinsi membuat rekapan hasil kegiatan seluruh Kab/Kota.

Pelaporan TB Sensitif Obat

Pelaporan TB menggunakan sistem informasi TB Terpadu (SITT) secara berkala setiap 3


bulan.

Pelaporan TB di Fasilitas Kesehatan

Fasilitas Kesehatan menyerahkan hasil pencatatan TB.03 Faskes, TB.12, TB.14, dan TB.16
setiap tanggal 5 pada bulan setelah triwulan kepada pengelola program TB di Dinas
Kesehatan Kab/Kota melalui sistem informasi TB Terpadu (SITT) dan dalam bentuk
hardcopy serta melaporkan kepada pimpinan Fasilitas Kesehatan (Kepala Puskesmas atau
Direktur Rumah Sakit) hasil kompilasi laporan TB dalam bentuk hardcopy.

Pelaporan TB di Kabupaten/Kota
Pengelola program TB Kab/Kota melaporkan melalui sistem informasi TB Terpadu (SITT)
dan hardcopy ke Dinas Kesehatan Provinsi secara berkala (setiap 3 bulan) setiap tanggal 10
pada bulan setelah triwulan serta melaporkan hasil kompilasi laporan TB dalam bentuk
hardcopy ke Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota sebagai bahan informasi, evaluasi dan
advokasi kepada Kepala Daerah.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pelaporan:

44
• Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB Kabupaten/Kota (TB.07
Kab/Kota).
• Laporan Triwulan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Akhir Tahap Awal
Kabupaten/Kota yang terdaftar 3-6 bulan yang lalu (TB.11 Kab/Kota).
• Laporan Triwulan Hasil Pengobatan Pasien TB Kabupaten/Kota yang terdaftar 12-15
bulan yang lalu (TB.08 Kab/Kota).
• Laporan Triwulan Hasil Uji Silang Sediaan TB Kabupaten/Kota (TB.12 Kab/Kota).
• Laporan Triwulan Penerimaan dan Pemakaian OAT Kabupaten/Kota (TB.13
Kab/Kota).
• Laporan Pengembangan Ketenagaan Program Penanggulangan TB Kabupaten/Kota
(TB.14 Kab/Kota).
• Formulir pelacakan kasus TB yang datang dari luar negeri.
• Rekapitulasi Pemberian Pengobatan Pencegahan INH.
Pelaporan TB di Provinsi

Pengelola program TB Provinsi melaporkan melalui sistem informasi TB Terpadu (SITT)


dan hardcopy ke Subdirektorat TB secara berkala (setiap 3 bulan) setiap tanggal 15 pada
bulan setelah triwulan serta melaporkan hasil kompilasi laporan TB dalam bentuk
hardcopy kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi sebagai bahan informasi, evaluasi dan
advokasi kepada Kepala Daerah.

Dinas Kesehatan Provinsi menggunakan formulir pelaporan sebagai berikut:

• Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB Provinsi (TB.07 Provinsi).


• Laporan Triwulan Hasil Pengobatan Pasien TB Provinsi yang terdaftar 12-15 bulan
yang lalu (TB.08 Provinsi).
• Laporan Triwulan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Akhir Tahap Awal
Provinsi yang terdaftar 3-6 bulan yang lalu (TB.11 Provinsi).
• Laporan Triwulan Hasil Uji Silang Sediaan TB Provinsi (TB.12 Provinsi).
• Laporan Triwulan Rekapitulasi Jumlah OAT yang dapat Digunakan Kabupaten/Kota
(TB.13 Provinsi).
• Laporan Pengembangan Ketenagaan Program Penanggulangan TB Provinsi (TB.14
Provinsi).
• Rekapitulasi Pemberian PP INH.

45
5.2.2 Penemuan dan Pengobatan TB
Pemantauan kegiatan penemuan dan pengobatan TB di Provinsi dan Kabupaten/Kota
dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang penemuan dan pengobatan pasien TB (TB.07)
dan hasil pengobatan pasien TB (TB.08) dapat menggunakan tabel sebagai berikut:

Tabel 7. Pemantauan, Penemuan dan Pengobatan TB di Kabupaten/Kota.........TW...Tahun.........

Capaian
perbulan Keteranga
No. Fasyankes Target Sumber Data
n

1.

2.

dst

Jumlah

5.3 Logistik
Pemantauan ketersediaan logistik TB baik OAT maupun Non OAT harus dilakukan secara
rutin setiap triwulan disetiap level pelaksana mulai dari Fasilitas Kesehatan, Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Pemantauan penggunaan logistik TB dilakukan untuk mendapatkan informasi
apakah setiap jenis logistik yang disediakan jumlahnya mencukupi atau kurang atau berlebih untuk
kebutuhan sesuai kurun waktu peruntukkannya. Setelah dilakukan pemantauan maka dapat diketahui
kondisi tingkat ketersediaan (stok) dari masing-masing jenis logistik dan dapat membuat Rencana
Tindak Lanjut (RTL) apabila terjadi kekurangan maupun kelebihan.

46
Tabel 8. Sumber laporan ketersediaan logistik TB pada setiap tingkat pelaksana

Tingkat
No Sumber Data
Pelaksana

1 Faskes Kartu Stok OAT dan Non OAT di Gudang/IF Faskes, LPLPO

2 Kabupaten/Kota Kartu Stok OAT dan Non OAT di Gudang/IF Kab/Kota

3 Provinsi Laporan TB.13 OAT dan Non OAT Kab/Kota

Kartu Stok OAT dan Non OAT di Gudang/IF Provinsi

4 Pusat Laporan TB.13 OAT dan Non OAT Provinsi

Kartu Stok OAT dan Non OAT di Gudang/IF Pusat

Setiap jenjang melakukan rekapitulasi dan analisis kondisi ketersediaan logistik OAT dan
Non OAT. Jika ditemukan masalah (kekurangan/kelebihan) maka perlu dilakukan pemecahan
masalah atau dikirimkan ke jenjang di atasnya, secara manual dan sistem informasi TB Terpadu
(SITT), sehingga setiap triwulan masing-masing jenjang dapat mengetahui ketersediaan logistik dan
kadaluarsanya untuk melakukan tatalaksana kasus triwulan berikutnya. Untuk membantu pemantauan
logistik dapat menggunakan tabel sebagai berikut:

Tabel 9. Pemantauan Logistik Penanggulangan TB di Kabupaten/Kota.........Tahun.........

Tanggal Jumlah pemakaian/


Tingkat
Jenis Jumla Kadaluarsa/ penemuan kasus
No. ketersediaa
Logistik h Expired Date per bulan*
n (bulan)**
(ED)

1.

2.

*Jumlah pemakaian: logistik Non OAT, penemuan kasus: logistik OAT


**Tingkat ketersediaan dihitung dari jumlah logistik yang tersedia saat itu dibagi pemakaian per
bulan/ penemuan kasus per bulan

47
Catatan penggunaan OAT di fasyankes:
Kategori 1 : minimal 7-9 bulan dari ED
Kategori 2 : minimal 10-11 bulan dari ED
Kategori Anak : minimal 7-9 bulan dari ED

5.4 Mutu Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium TB dilakukan melalui pemeriksaan bakteriologis, yaitu
pemeriksaan dahak secara mikroskopis, tes cepat molekuler, biakan dan uji kepekaan. Manajemen
laboratorium yang baik diperlukan untuk mendukung kinerja penanggulangan TB, karena kualitas
laboratorium menjamin kualitas Program TB. Penjaminan kualitas laboratorium dilakukan melalui
kegiatan pemantapan mutu laboratorium. Salah satu komponen pemantapan mutu laboratorium
mikroskopis TB adalah Pemantapan Mutu Eksternal (PME) melalui kegiatan uji silang sediaan setiap
triwulan.

Koordinasi harus dilakukan oleh 3 (tiga) komponen uji silang yaitu Laboratorium
Intermediate dan BLK, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Laboratorium Faskes TB Mikroskopis
agar kegiatan uji silang termonitor secara baik, berkala dan berkesinambungan. Tugas seorang Wasor
Kabupaten/Kota dalam kegiatan uji silang adalah:
• Memberikan umpan balik hasil uji silang ke faskes masing-masing
• Mengirimkan laporan hasil uji silang ke Dinas Kesehatan Provinsi
• Membuat usulan pelatihan laboratorium
Uji silang sediaan dahak mikroskopis TB dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan
melalui pemeriksaan ulang sediaan dahak dari seluruh fasilitas kesehatan mikroskopis TB yang terdiri
dari Puskesmas, Rumah Sakit dan laboratorium klinik swasta. Pengambilan sediaan dahak untuk uji
silang dilakukan dengan metode Lot Quality Assurance Sampling (LQAS) dan metode proporsional.
Saat ini pengambilan sampel uji silang dilakukan oleh petugas TB fasilitas kesehatan atau koordinator
laboratorium mikroskopis TB. Alur uji silang mikroskopis TB adalah sebagai berikut:

48
Gambar 8. Alur Uji Silang Mikroskopis TB

Keterangan:
1. Sediaan uji silang dan file e-TB 12 dikirimkan dari masing-masing faskes ke Laboratorium
Rujukan Intermediate (LRI) jika tersedia. Jika tidak tersedia maka langsung dikirimkan ke
Laboratorium Rujukan Provinsi (Balai Laboratorium Kesehatan/BLK) .
2. Laboratorium Rujukan Intermediate mengirimkan umpan balik uji silang ke Wasor Kab/Kota
terkait.
3. Wasor Kab/Kota mendistribusikan umpan balik uji silang ke laboratorium pelaksana uji silang di
wilayah kerjanya.
4. Laboratorium Rujukan Intermediate mengirimkan rekapitulasi uji silang Kab/Kota ke
Laboratorium Rujukan Provinsi dan tembusan ke Wasor Kab/Kota.
5. Laboratorium Rujukan Provinsi mengirimkan Rekapitulasi Uji Silang ke LRN (Laboratorium
Rujukan Nasional)-Mikroskopis dengan tembusan ke Wasor Provinsi
6. LRN-Mikroskopis mengirimkan laporan ke Subdit TB dan Subdit Mutu Akreditasi Kementerian
Kesehatan.

5.5 Sumber Daya Manusia (SDM)


Pemantauan SDM program penanggulangan TB menggunakan Laporan Pengembangan
Ketenagaan Program Penanggulangan TB (TB.14) di setiap jenjang setiap enam bulan dilaporkan
bulan Juli dan Januari bersama dengan laporan rutin. Apabila terjadi kesenjangan antara jumlah
tenaga terlatih dengan yang belum terlatih maka perlu ditingkatkan kompetensi melalui OJT,
lokakarya, pelatihan sesuai jenjang masing-masing.

49
Tabel 10. Pemantauan Pelatihan SDM Penanggulangan TB di Kabupaten/Kota.........Tahun.........

Jumlah peserta Sumber


Peningkatan Dana
No Kapasitas Dokter Dokter Peraw Tenaga Kader

SDM Spesiali Umum at/ Lab


s Bidan

dst

5.6 Pendanaan
Pemantauan ketersediaan dana baik sumber maupun jumlah untuk mendukung pelaksanaan
program penanggulangan TB di wilayah kerjanya dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan, Kepala
Bidang P2, Kepala seksi P2, dan Pengelola Program TB di Provinsi dan Kabupaten/Kota setiap
triwulan apakah pendanaan yang direncanakan sesuai dengan yang dialokasikan. Apabila terjadi
ketidaksesuaian, segera mengusulkan anggaran melalui mekanisme yang ada. Sumber pembiayaan
program penanggulangan TB saat ini sebagai berikut:
1. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
2. Dana dekosentrasi (dekon)
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
4. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi dan Kab/Kota
6. Dana Hibah
7. Asuransi kesehatan
8. Swasta
9. Sumber dana lainnya

50
Untuk membantu pemantauan pendanaan P2TB dapat digunakan tabel sebagai berikut:

Tabel 11. Pemantauan Pendanaan P2TB di Kabupaten/Kota.........Tahun.........

Jumlah (Rp)

Sumber Penyerapan
No Kegiatan
Dana Rencana Alokasi (setiap triwulan)

1 2 3 4

1.

2.

dst

Pemantauan pendanaan P2TB dianalisis untuk mengetahui sumber pendanaan, peningkatan


pertahun, dan besaran alokasi dana di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota atau sumber dana lain. Bila
terjadi kesenjangan besaran dana dengan kebutuhan perlu dilakukan advokasi ke pemerintah daerah
atau sumber lain.

5.7 Supervisi Program Penanggulangan TB


Supervisi adalah suatu bagian dari bimbingan teknis, merupakan rangkaian kegiatan,
dilaksanakan secara berkala dan sistematis bertujuan untuk memastikan terjadinya proses perbaikan
kinerja petugas yang disupervisi.

Supervisi juga merupakan suatu pelatihan kalakarya (On The Job Training). Oleh karena itu,
seorang supervisor haruslah dapat memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada petugas yang
disupervisi sehingga mereka dapat melaksanakan tugas mereka secara tepat. Supervisor harus dapat
mengenal sedini mungkin kinerja petugas yang kurang baik dan menjelaskannya atau
memperbaikinya sebelum hal tersebut menjadi masalah besar. Dengan demikian, melalui supervisi
diharapkan kinerja petugas dapat terjaga dan terjadi perbaikan secara terus-menerus.

Supervisi sebagai kegiatan pelatihan kalakarya mempunyai keuntungan, karena


bantuan/bimbingan yang diberikan secara langsung kepada perorangan termasuk memeriksa
ketersediaan logistik, mendiskusikan masalah yang ditemukan serta memotivasi untuk melaksanakan
tugas lebih baik.

51
Supervisor yang baik mempunyai sifat menyenangkan, bersahabat dan menciptakan suasana
yang baik (kondusif) dengan semua petugas yang disupervisi. Supervisor jangan main perintah,
bergaya sebagai seorang bos, atau otoriter. Supervisor harus bersedia mendengarkan segala
permasalahan yang dikemukakan petugas. Hindari perdebatan karena perdebatan akan menghasilkan
suasana ’kalah-menang’ (lose and win) yang mengakibatkan ketidak-puasan bahkan bisa
membangkitkan rasa antipati. Pembicaraan harus bersifat dialog dua arah yang setara.

Disamping itu supervisi dalam Program Pengendalian TB juga untuk pengumpulan dan
pemutahiran data, kecukupan sarana dan prasarana di setiap unit yang disupervisi. Untuk melakukan
supervisi, ada 3 (tiga) langkah yang dilakukan:

5.7.1 Persiapan Supervisi


Sebelum supervisi dilaksanakan perlu persiapan yang baik meliputi:
• Penyusunan jadwal supervisi
• Surat pemberitahuan dan jadwal supervisi ke unit yang akan disupervisi
• Membuat daftar-tilik supervisi
• Bahan-bahan apa saja yang perlu dibawa serta pada waktu supervisi (hasil supervisi triwulan
sebelumnya dan informasi lain yang terkait dengan pelaksanaan program TB di unit yang
akan dikunjungi)
• Supervisi dilakukan secara berjenjang dan periodik, sebaiknya setiap 3 bulan sekali. Pada
keadaan tertentu supervisi dapat dilakukan bila ditemukan permasalahan yang signifikan,
misalnya bila kinerja dari suatu unit kurang baik diantaranya sebagai berikut:
• Jumlah terduga yang diperiksa terlalu sedikit atau terlalu tinggi,
• Cakupan penemuan pasien TB (CDR), CNR yang diobati terlalu sedikit,
• Kasus lost to follow up yang tinggi
• Hasil uji-silang (cross check) pemeriksaan sediaan dahak ditemukan ada kesalahan besar atau
ada 3 kesalahan kecil pada satu siklus uji silang, atau kualitas sediaan jelek ≥10%.

5.7.2 Pelaksanaan Supervisi


Supervisi Program Penanggulangan TB dilaksanakan secara berjenjang mulai dari supervisi
ke tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Faskes. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan supervisi:
• Kompetensi Supervisor
• Menguasai substansi
• Mempunyai kepribadian yang menyenangkan

52
• Mampu membina hubungan baik dengan petugas di dinkes/ faskes/ instansi lain yang
dikunjungi
• Menjadi pendengar yang baik, penuh perhatian, empati, tanggap terhadap masalah yang
disampaikan dan bersama-sama petugas mencari pemecahan masalah.
• Melakukan pendekatan fasilitatif, partisipatif dan tidak instruktif.
• Informasi yang terkait kegiatan
Tingkat Kabupaten/Kota
• Data Dasar
• Rencana kerja Program TB di kabupaten/kota termasuk rencana peningkatan kapasitas SDM
• Dokumen rekapitulasi pencatatan dan pelaporan.
• Pencapaian target kegiatan Program TB; (TB.07, TB.11, TB.08, TB.16)
• Ketersediaan logistik untuk Program TB (OAT–TB13 dan non OAT)
• Kegiatan pengembangan program TB seperti Jejaring PPM, Jejaring laboratorium TB,
Jejaring Komunitas, dll.
• Rekapitulasi hasil uji silang (TB.12)
• Pendanaan
• Masalah yang ditemukan
• Saran perbaikan atau rekomendasi yang perlu disampaikan.
Tingkat Fasilitas Kesehatan
• Data Dasar
• Review pencatatan dan buku register
• Data perencanaan kegiatan
• Capaian target program
• Ketersediaan Logistik OAT dan non OAT
• Kegiatan pengembangan program TB seperti Jejaring PPM, Jejaring laboratorium TB,
Jejaring Komunitas, dll.
• Masalah yang ditemukan
• Saran perbaikan atau rekomendasi yang perlu disampaikan

Dengan bantuan daftar tilik, diharapkan dapat mengumpulkan informasi yang kita perlukan
selama supervisi.

53
Cara mendapatkan informasi adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan sikap bersahabat, tidak menggurui, tidak mendikte dan tidak
mencari-cari kesalahan.
2. Amati petugas saat bekerja (Observasi).
Amati bagaimana petugas bekerja, agar kita dapat memperoleh informasi yang sebenarnya
bagaimana petugas tersebut bekerja. Sebagai contoh pengamatan petugas TB di Fasyankes:
• Apakah petugas meminta pasien menelan obat didepannya dan apakah obat yang diberikan
untuk dibawa pulang jumlahnya benar?
• Apakah petugas memberikan suntikan streptomisin setelah pasien menelan obatnya?
• Bagaimana petugas memberikan penyuluhan kepada pasien/PMO?
• Bagaimana petugas laboratorium membuat sediaan apus dahak?
• Komentar/saran perbaikan anda selama pengamatan tersebut sebaiknya disampaikan
secara pribadi pada kesempatan yang tepat, kecuali bila petugas itu melakukan suatu
tindakan yang dapat membahayakan keselamatan nyawa pasien.
3. Mengkaji ulang bersama petugas hasil kegiatan yang telah dicapai.
Lakukan cek dokumen yang ada untuk konfirmasi jawaban yang diberikan petugas yang di
supervisi.
4. Diskusi dengan petugas yang disupervisi.
Setiap permasalahan yang ditemukan perlu didiskusikan dengan petugas terkait. Diskusi
dengan petugas diharapkan menemukan solusi terbaik.
5. Memberikan bantuan teknis.
Bila dalam pengamatan dijumpai petugas bekerja tidak sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional (SPO), maka supervisor harus membimbing/menjelaskan bagaimana cara yang benar
dan meminta petugas memperbaikinya saat itu juga.
6. Memberikan umpan-balik.
Umpan-balik dapat disampaikan secara lisan atau secara tertulis

Catatan: Bila masalah yang ditemukan menyangkut kebijakan atau perlu


mendapat bantuan pemecahan pada tingkat yang lebih tinggi maka umpan balik
harus disampaikan kepada pimpinan unit yang disupervisi dan bila perlu dapat
diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi.

54
5.7.3 Laporan Supervisi
Laporan supervisi harus disusun sesuai temuan dan saran pemecahan, disampaikan kepada
institusi yang disupervisi. Laporan ini akan sangat membantu untuk dapat menindaklanjuti
permasalahan yang ditemukan. Laporan kunjungan hasil supervisi secara garis besar disusun
sebagai berikut:
• Pendahuluan
• Nama Fasilitas Kesehatan yang dikunjungi, tanggal kunjungan, petugas yang dikunjungi
• Ringkasan temuan hasil supervisi.
• Pemecahan masalah:
• Yang dapat dilakukan langsung di lapangan
• Yang perlu mendapat dukungan/pemecahan lebih lanjut
• Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut yang jelas kepada siapa, kapan dan dimana
pemecahan masalah tersebut dilakukan

5.8 Surveilans Program Penanggulangan TB


Surveilans P2TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus menerus terhadap data
dan informasi tentang kejadian penyakit TB atau masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhinya untuk mengarahkan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien. Surveilans
TB diselenggarakan dengan surveilans berbasis indikator (berdasarkan data pelaporan), dan surveilans
berbasis kejadian (berupa survei periodik dan sentinel) sebagai berikut:
5.8.1 Surveilans Berbasis Indikator
Surveilans berbasis indikator dilaksanakan dengan menggunakan data layanan rutin yang
dilakukan pada pasien TB. Sistem surveilans ini merupakan sistem yang mudah, murah dan masih
bisa dipercaya untuk memperoleh informasi tentang TB. Hasil surveilans berdasarkan data rutin
ini perlu divalidasi dengan hasil dari surveilans periodik atau surveilans sentinel.
Data yang dikumpulkan harus memenuhi standar yang meliputi:
• Lengkap, tepat waktu dan akurat.
• Data sesuai dengan indikator program.
• Jenis, sifat, format, basis data yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan sistem
informasi kesehatan yang generik.
• Data untuk Program Penanggulangan TB diperoleh dari sistem pencatatan-pelaporan TB.
Pencatatan menggunakan formulir baku secara manual, sedangkan pelaporan TB
menggunakan Sistem Informasi TB Terpadu. Penerapan Sistem Informasi TB Terpadu
disemua faskes dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan ketersediaan sumber
daya di wilayah tersebut. Sistem Informasi TB Terpadu berbasis web dan diintegrasikan

55
dengan sistem informasi kesehatan secara nasional dan sistem informasi publik yang lain.
Pencatatan dan pelaporan TB diatur berdasarkan fungsi masing-masing tingkatan pelaksana.

5.8.2 Surveilans Berbasis Kejadian


Dilakukan melalui kegiatan survei baik secara periodik maupun sentinel yang
bertujuan untuk mendapatkan data yang tidak diperoleh dari kegiatan pengumpulan data rutin.
Kegiatan ini dilakukan secara cross-sectional pada kelompok pasien TB yang dianggap dapat
mewakili suatu wilayah tertentu. Kegiatan ini memerlukan biaya yang mahal dan memerlukan
keahlian khusus. Hasil dari kegiatan ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans
berdasar data rutin.
Contoh: Survei Prevalensi TB Nasional, Sero Survei Prevalensi HIV di antara Pasien
TB, Survei Sentinel TB di antara ODHA, Survei Resistensi OAT, Survei Knowledge Attitude
Practice (KAP) untuk Pasien TB dan Dokter Praktek Mandiri (DPM), dan lain-lain.
Pemilihan metode surveilans yang akan dilaksanakan disuatu daerah/wilayah
tergantung pada tingkat epidemi TB di daerah/wilayah tersebut, kinerja program TB secara
keseluruhan, dan sumber daya (dana dan keahlian) yang tersedia.

5.8.3 Surveilans Berbasis Kejadian Luar Biasa


Meliputi surveilans untuk kasus-kasus TB lintas negara terutama bagi warga negara
Indonesia yang akan berangkat maupun yang akan kembali ke Indonesia (haji dan TKI). Hal
ini dilakukan karena mobilisasi penduduk yang sangat cepat dalam jumlah besar setiap
tahunnya tidak menguntungkan ditinjau dari penanggulangan penyakit TB. Hal ini bisa
menyebabkan terjadinya penyebaran penyakit dari satu wilayah ke wilayah lain dan/atau dari
satu negara ke negara lain dalam waktu yang cepat, juga penyebaran internal dalam
rombongan tersebut. Upaya pengawasan pasien TB yang akan menunaikan ibadah haji atau
TKI yang akan berangkat keluar negeri maupun kembali ke Indonesia memerlukan sistem
surveilans yang tepat.

56
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28 tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/VII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 369/ Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan

Kemenkes RI 2016.Konsep Kebidanan dan etikolegal dalam praktik kebidanan, Jakarta.

Depkes RI.2008. Pedoman Penanggulangan Nasional TBC,Jakarta

Chandra B.2012.Pengantar Kesehatan Lingkungan Jakarta,Penerbit EGC

Soemantri,Irman.2008 Keperawatan Medikal Bedah, Asuhan Keperawatan dengan gangguan system


pernapasan .Jakarta Salemba.

Widagdo.2011 Strategi Nasional Pengendalian TBC

Depkes R! 2010. TBC Masalah Kesehatan Dunia, www bppsdmk.depkes.go.id

Mustika Sofyan,dkk 2008 .50 Tahun IBI, Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta cetakan VIII.

Depkes RI .2000 Standart Pelayanan Kebidanan: Jakarta.

57

Anda mungkin juga menyukai