Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK BAYI, BALITA DAN ANAK PRA


SEKOLAH PADA BY. R UMUR 6 BULAN 4 HARI DENGAN
IMUNISASI IPV III DI PUSKESMAS UMBULHARJO II

ZEBULAN CHANDRA KIRANA


NIM. P07124519030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KOMPREHENSIF

“ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK BAYI, BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH


PADA BY. R UMUR 6 BULAN 4 HARI DENGAN IMUNISASI IPV III
DI PUSKESMAS UMBULHARJO II”

Oleh:
Zebulan Chandra Kirana
P07124519030

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Dwiana Estiwidani, SST., MPH Ari Trisnani, Amd.Keb


NIP. 197904182002122001 NIP. 196806101988012002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Hesti Widyasih, SST., M.Keb


NIP. 197910072005012004

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan ini yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Holistik Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah pada By. R Umur 6 Bulan 4 Hari
dengan Imunisasi IPV III di Puskesmas Umbulharjo II”. Dalam pembuatan
laporan asuhan kebidanan komprehensif ini, penulis telah mendapatkan bantuan
dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Joko Susilo, SKM. M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta
2. DR. Yuni Kusmiyati, SST, MPH selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Hesty Widyasih. SST, M.Keb selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Bidan yang telah banyak memberikan arahan agar terselesaikannya
laporan ini
4. Dwiana Estiwidani, SST., MPH selaku pembimbing pada stase bayi dan
pranikah.
5. Kepala Puskesmas Umbulharjo II dan CI pembimbing lahan yang telah
banyak memberikan masukan dan pengarahan sehingga dapat
terselesaikannya laporan ini

Semoga laporan asuhan kebidanan komprehensif ini dapat dipahami bagi


siapapun yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Yogyakarta, 22 November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Tujuan...............................................................................................3
C. Ruang Lingkup.................................................................................4
D. Manfaat.............................................................................................4

BAB II KAJIAN KASUS DAN TEORI..............................................................5


A. Kajian Masalah Kasus......................................................................5
B. Kajian Teori....................................................................................10

BAB III PEMBAHASAN...................................................................................23

BAB IV PENUTUP.............................................................................................25
C. Kesimpulan.....................................................................................25
D. Saran...............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia ikut andil pembangunan kesehatan dalam rangka
merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs). Salah
satunya adalah Agenda ke 4 MDGs (menurunkan angka kematian anak)
yang ditargetkan sampai dengan tahun 2015, yaitu mengurangi angka
kematian bayi dan balita sebesar dua per tiga dari tahun 1990 yaitu sebesar
20 per 1000 kelahiran hidup. Upaya membaiknya tingkat kesehatan anak
dipengaruhi oleh meningkatnya cakupan pelayanan yang diterima sejak
anak berada dalam kandungan melalui: pelayanan pemeriksaan kehamilan
yang berkualitas, persalinan oleh tenaga kesehatan utamanya di fasilitas
kesehatan, pelayanan neonatal (melalui kunjungan neonatal), cakupan
imunisasi, penanganan neonatal, bayi dan balita sakit sesuai standar baik di
fasilitas kesehatan dasar dan fasilitas kesehatan rujukan dan meningkatnya
pengetahuan keluarga dan masyarakat akan perawatan pada masa
kehamilan, pada masa neonatal, bayi dan balita, serta deteksi dini penyakit
dan care seeking behavior ke fasilitas kesehatan. Imunisasi merupakan
investasi kesehatan yang efektif dengan berupa upaya pencegahan terhadap
penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian dan kecacatan.1,2
Cakupan Imunisasi di dunia, rata-rata telah mencapai angka 93%.
Dengan cakupan imunisasi terendah diperoleh Equatorial Guinea (3%)
sedangkan cakupan imunisasi tertinggi mencapai angka 99% diperoleh
Albania, Antigua dan Barbuda, Brunei Darussalam, Czech Republic,
Ecuador, Fiji, Greece, Guyana, Iran, Kazakhstan, Maldives, Niue, Qatar,
Saint Lucia, Sri Lanka, dan Uzbekistan. Indonesia sendiri memperoleh
cakupan imunisasi sebesar 85%, masih dibawah rata-rata cakupan
imunisasi di dunia dan jauh dibawah Singapore (97%) dan Malaysia
(96%).3

1
Program imunisasi dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1956.
Kementerian Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi
(PPI) pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis,
campak, polio, tetanus serta hepatitis B. Menurut Permenkes RI No. 12
tahun 2017, pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk
imunisasi dasar lengkap, bayi berusia kurang dari 24 jam diberikan
imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 6 bulan 4 hari diberikan (BCG dan Polio
1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan
diberikan (DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-
Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik), dan usia 9 bulan diberikan
(Campak atau MR). PPI merupakan program pemerintah guna mencapai
komitmen Internasional, yaitu Universal Child Immunization (UCI).
Program UCI secara nasional dapat dicapai tahun 1990, yaitu cakupan DPT
3, Polio 3, dan Campak minimal 80% sebelum umur 1 tahun. Sedangkan
untuk DPT 1, Polio 1, dan BCG minimal mencakup 90%.2,4
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes
RI, mengatakan ada sebagian kecil anak yang belum mendapatkan
imunisasi lengkap. Sebanyak kurang dari 12% anak usia 0-11 bulan yang
imunisasi dasarnya belum lengkap pada tahun 2018. Terdapat tantangan
untuk mencapai 95% cakupan imunisasi lengkap. Tantangan tersebut dibagi
menjadi 2 macam, yakni tantangan di masyarakat dan tantangan di tenaga
kesehatan atau sistem pelayanan kesehatan. Tantangan di masyarakat
seperti miss opportunity, misalnya anak harus ditimbang hari ini, pada saat
ditimbang anak tersebut batuk pilek sehingga tidak dapat diimunisasi.
Terkait tantangan di tenaga kesehatan, terkadang tenaga kesehatan yang
akan memberikan vaksin, misalnya vaksin BCG 1 vial cukup untuk 10
anak, tapi yang datang hanya seorang anak. Artinya masih ada sisa vaksin
untuk 9 anak yang tidak terpakai. Maka dari itu, untuk menghadapi
tantangan itu perlu kerja sama yang tidak hanya pemerintah saja, melainkan

2
melibatkan tenaga kesehatan dan masyarakat untuk membantu memberikan
pemahaman tentang imunisasi kepada masyarakat.5
Indonesia sejak Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit poliomyelitis
pada tahun 2005, yang segera ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan
vaksinasi masal polio beserta pogram sususlan vaksinasi polio untuk daerah
yang terjangkit dan sekitarnya, maka sampai hari ini sudah tidak ditemukan
lagi kasus polio yang baru di Indonesia. Sesuai dengan Program Eradikasi
Penyakit Poliomyeitis WHO, dimana untuk negara yang kasus polionya
mulai terkendali dan sudah lebih dari 3 tahun tidak ditemukan adanya kasus
polio baru, sudah waktunya untuk memikirkan pemindahan pemakaian
vaksin polio oral OPV ke pemakaian vaksin polio suntikan IPV, dengan
dasar pertimbangan dan pemikiran yang disebutkan diatas.6
Dengan demikan, bidan sebagai ujung tombak kesehatan yang
holistik memiliki peran penting dalam memberikan edukasi tentang
imunisasi pada ibu bayi dan mempromosikan vaksin jenis terbaru terkhusus
IPV dalam asuhan kebidanan holistik bayi, balita dan anak pra sekolah.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan holistik bayi, balita dan anak pra sekolah pada bayi dengan
imunisasi menggunakan pola pikir manajemen kebidanan serta
mendokumentasikan hasil asuhannya.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat melaksanakan pengkajian pada kasus By. R
bayi usia 6 bulan 4 hari dengan imunisasi IPV.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa/masalah kebidanan
berdasarkan data subyektif dan data obyektif pada kasus By. R
bayi usia 6 bulan 4 hari dengan imunisasi IPV.
c. Mahasiswa dapat menentukan masalah potensial yang mungkin
terjadi pada kasus By. R bayi usia 6 bulan 4 hari dengan
imunisasi IPV.

3
d. Mahasiswa dapat menentukan kebutuhan segera pada kasus By.
R bayi usia 6 bulan 4 hari dengan imunisasi IPV.
e. Mahasiswa dapat merencanakan tindakan yang akan dilakukan
pada kasus By. R bayi usia 6 bulan 4 hari dengan imunisasi IPV.
f. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan untuk menangani pada
kasus By. R bayi usia 6 bulan 4 hari dengan imunisasi IPV.
g. Mahasiswa dapat melaksanakan evaluasi untuk menangani pada
kasus By. R bayi usia 6 bulan 4 hari dengan imunisasi IPV.
h. Mahasiswa dapat melakukan pendokumentasian pada kasus By.
R bayi usia 6 bulan 4 hari dengan imunisasi IPV.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan komprehensif ini adalah pelaksanaan pelayananan
kebidanan yang berfokus pada kesehatan bayi yang berkaitan dengan
imunisasi IPV.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
secara langsung, sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh selama pendidikan. Selain itu, menambah wawasan dalam
menerapkan asuhan kebidanan pada kasus imunisasi IPV.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Dapat memahami teori, memperdalam ilmu, dan menerapkan
asuhan yang akan diberikan pada kasus imunisasi IPV pada bayi.
b. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas Umbulharjo II
Laporan komprehensif ini dapat memberikan informasi tambahan
bagi bidan pelaksana di puskesmas dalam upaya promotif dan
preventif dalam kasus bayi.

4
c. Bagi Orang Tua Bayi
Laporan komprehensif ini diharapkan menambah pengetahuan ibu
tentang bayi, balita dan pra sekolah terkhusus imunisasi sehingga
ibu dapat memahami imunisasi bagi bayi.

5
BAB II
KAJIAN KASUS DAN TEORI

A. Kajian Masalah Kasus


No register : 05.14.17873
Nama Pengkaji : Zebulan Chandra Kirana
Tempat Pengkajian: Puskesmas Umbulharjo II
Waktu Pengkajian : 20-11-2019/09.00
I. PENGKAJIAN DATA SUBJEKTIF
A. BIODATA
Nama : By. R
Umur : 6 bulan 4 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Ibu Ayah
Nama Klien : Ny. S Nama Klien : Tn. A
Umur : 32 tahun Umur : 34 tahun
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SLTP Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat Rumah : Semaki Kulon RT 12 RW 04 Umbulharjo

B. ALASAN DATANG
Ibu mengatakan ingin mengimunisasikan bayinya yaitu imunisasi IPV dan
saat ini tidak ada keluhan dengan bayinya. Tidak ada riwayat demam,
kejang dan diare.

C. RIWAYAT KELAHIRAN
Tanggal Lahir : 16-05-2019
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak ke :2
UK : Aterm
Berat Lahir : 3200 gram
Panjang Badan : 49 cm

6
Cara persalinan : Normal
Penolong : Bidan
Tempat : Puskesmas Jetis

D. RIWAYAT KESEHATAN
By. R tidak sedang ataupun pernah menderita diare, demam dan
kejang.

E. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI


1. Makan
Ibu mengatakan hanya memberikan ASI dan menyusui bayinya
sesering mungkin.
2. Istirahat dan Tidur
Ibu mengatakan bayinya tidur kurang lebih 16 jam sehari.
3. Personal Hygiene
Ibu mengatakan selalu memandikan bayinya 2 kali sehari dan
mengganti pakaian setiap kali basah karena BAB dan BAK.
4. Aktivitas Fisik
Ibu mengatakan bayinya bergerak aktif dan menangis kuat saat BAK
dan BAB.

H. RIWAYAT IMUNISASI
1. Hepatitis B : 16-05-2019
2. BCG : 20-07-2019
3. DPT : I 26-08-2019, II 28-09-2019, III 1-11-2019
4. Polio  : I 26-08-2019, II 28-09-2019
5. Campak  : Belum

II. PENGKAJIAN DATA OBJEKTIF (O)

a. Keadaan Umum : baik Keadaan Umum : baik


b. Antropometri

7
BB : 7500 gram BB : 80 kg
PB : 60 cm TB : 171 cm
LK : 40 cm
c. TTV
S : 36,5 oC
N : 104 x/menit R : 38 x/menit

d. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Distribusi rambut merata warna hitam, tidak ada benjolan
abnormal
Telinga : Letak antara mata dan telinga sejajar, kedua telinga
simetris, tidak ada pengeluaran sekret
Mata : Simetris, tidak ada tanda infeksi, kelopak mata terbuka
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada pergerakan cuping hidung
Mulut : Bentuk bibir simetris, palatum sudah terbentuk, bibir tidak
sianosis
Leher : Tidak ada pembengkakan
Dada : Simetris, tidak ada tarikan dinding dada, puting susu
sejajar
Bahu, lengan, tangan : Simetris, jari lengkap, gerakan aktif
Abdomen : Bentuk sesuai tidak ada benjolan, pusar kering tidak ada
perdarahan dan tanda infeksi
Genetalia : Bersih, labia mayora sudah menutupi labia minora
Anus : Bersih dan berlubang
Punggung : Tidak ada pembengkakan dan benjolan
Kulit : Tidak ada tanda lahir dan ruam.

III. ANALISA (A)


Diagnosa : By. R usia 6 bulan 4 hari bayi sehat dengan imunisasi IPV III
Masalah Potensial : Tidak ada

8
Kebutuhan : Tidak ada

IV. PENATALAKSANAAN (P)


1. Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan bahwa
bayi dalam keadaan sehat dan akan diberikan imunisasi IPV III.
Ibu mengerti dan memahami keadaan bayinya
2. Melakukan inform consent untuk persetujuan tindakan imunisasi oleh
tenaga kesehatan.
Ibu mengerti dan bersedia melakukannya
3. Menyiapkan alat dan vaksin IPV yang akan diberikan pada By. R
Alat dan vaksin sudah siap
4. Mengatur posisi bayi untuk memudahkan bidan memberikan imunisasi
IPV
Bayi sudah diposisikan dan membebaskan paha kanan dari pakaian
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan
hanrub
Sudah dilakukan
6. Memberikan imunisasi IPV 0,5 ml di paha kanan bayi secara
intramuskular
Imunisasi telah diberikan
7. Memberi KIE pasca imunisasi IPV bahwa tidak ada efek samping
 

kepada bayi dan bila terjadi bengkak didaerah suntikan ibu hanya perlu
mengompres dengan air hangat
Ibu mengerti dan memahami keadaan bayinya
8. Memberi tahu dan menganjurkan ibu untuk mengimunisasikan bayinya
lagi pada saat bayinya berusia 9 bulan atau lebih untuk memperoleh
imunisasi selanjutnya
Ibu mengerti dan akan melakukannya
9. Menyarankan ibu untuk kunjungan ulang bila memiliki keluhan lain
tentang kesehatan bayinya
Ibu mengerti dan bersedia melakukannya

9
B. Kajian Teori
1. Pengertian
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap
penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.7
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular
khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang
diberikan kepada tidak hanya anak sejak bayi hingga bayi tetapi juga pada
dewasa. Cara kerja imunisasi yaitu dengan memberikan antigen bakteri atau
virus tertentu yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan
merangsang sistem imun tubuh untuk membentuk antibodi. Antibodi
menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif sehingga
dapat mencegah atau mengurangi akibat penularan PD3I tersebut.5
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa
mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih
utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah
menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat
lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan
spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.5
2. Manfaat Imunisasi
a. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan
bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua
yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang
kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
3. Tujuan Imunisasi

10
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada
bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang
disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. Program imunisasi
mempunyai tujuan umum yaitu menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan
kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut:
a. WHO melalui WHA tahun 2012 merekomendasikan rencana aksi global
tahun 2011-2020 menetapkan cakupan Imunisasi nasional minimal 90%,
cakupan Imunisasi di Kabupaten/Kota minimal 80%, eradikasi polio
tahun 2020, eliminasi campak dan rubela serta introduksi vaksin baru
b. The Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2000 yang
meliputi goal 4: tentang reduce child mortality, goal 5: tentang improve
maternal health, goal 6: tentang combat HIV/AIDS, malaria dan penyakit
lain (yang disertai dukungan teknis dari UNICEF); dan dilanjutkan
dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 2016-2030
c. Mempertahankan status Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(ETMN)
d. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015 dan pengendalian
penyakit rubella 2020
e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan
limbah medis (safety injection practise and waste disposal
management)4,8
4. Dampak Imunisasi
Nilai (value) vaksin dibagi dalam tiga kategori yaitu secara individu,
sosial dan keuntungan dalam menunjang sistem kesehatan nasional. Secara
individu, apabila anak telah mendapat vaksinasi maka 80%-95% akan
terhindar dari penyakit infeksi yang ganas. Makin banyak bayi/anak yang
mendapat vaksinasi (dinilai dari cakupan imunisasi), makin terlihat
penurunan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).2
Kekebalan individu ini akan mengakibatkan pemutusan rantai
penularan penyakit dari anak ke anak lain atau kepada orang dewasa yang

11
hidup bersamanya, inilah yang disebut keuntungan sosial, karena dalam hal
ini 5%-20% anak yang tidak diimunisasi akan juga terlindung, disebut Herd
Immunit. Menurunnya angka morbiditas akan menurunkan biaya pengobatan
dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan yang akan
menjadi beban masyarakat seumur hidupnya. Upaya pencegahan penyakit
infeksi pada anak, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak dan
meningkatkan daya produktivitas karena 30% dari anak-anak masa kini
adalah generasi yang akan memegang kendali pemerintahan dimasa yang
akan datang.2
Dalam hal menunjang sistem kesehatan nasional, program imunisasi
sangat efektif dan efisien apabila diberikan dalam cakupan yang luas secara
nasional. Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara tentunya akan
lebih baik bila masyarakatnya lebih sehat sehingga anggaran untuk
kuratif/pengobatan dapat dialihkan pada program lain yang membutuhkan.
Investasi dalam kesehatan untuk kesejahteraan dan peningkatan kualitas anak
di masa depan.2
5. Jenis Imunisasi
Imunisasi kekebalan tubuh ada 2 macam, yaitu:
a. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif dapat timbul ketika seseorang bersinggungan
dengan, sebagai contoh, mikroba. Sistem kekebalan akan membentuk
antibodi dan perlindungan/perlawanan lainnya terhadap mikroba.
Imunisasi aktif buatan adalah dimana mikroba, atau bagian darinya,
diinjeksikan kepada seseorang sebelum ia dapat melakukannya secara
alami. Contoh vaksin hidup yang telah dilemahkan meliputi tampek,
gondongan, rubella, atau kombinasi ketiganya dalam satu vaksin sebagai
vaksin MMR, demam kuning (yellow fever), cacar air (varicella),
rotavirus, dan vaksin influenza.8
b. Imunisasi pasif
Imunisasi pasif adalah elemen-elemen pra-sintesa dari sistem
kekebalan yang dipindahkan kepada seseorang, sehingga tubuhnya tidak

12
perlu membuatnya sendiri elemen-elemen tersebut. Akhir-akhir ini,
antibodi dapat digunakan untuk imunisasi pasif. Metode imunisasi ini
bekerja sangat cepat, tetapi juga berakhir cepat, karena antibodi akan
pecah dengan sendirinya, dan jika tak ada sel-sel B untuk membuat lebih
banyak antibodi, maka mereka akan hilang. Imunisasi pasif terdapat
secara fisiologi, ketika antibodi-antibodi dipindahkan dari ibu ke janin
selama kehamilan, untuk melindungi janin sebelum dan sementara waktu
sesudah kelahiran. Imunisasi pasif buatan umumnya diberikan melalui
injeksi dan digunakan jika ada wabah penyakit tertentu atau penanganan
darurat keracunan, seperti pada tetanus. Antibodi-antibodi ini dapat
dibuat menggunakan binatang, dinamai “terapi serum”, meskipun ada
kemungkinan besar terjadinya syok anafilaksis, karena sistem kekebalan
yang melawan serum binatang tersebut. Jadi, antibodi manusia dihasilkan
secara in vitro melalui kultur sel dan digunakan menggantikan antibodi
dari binatang, jika tersedia. Di kota-kota besar di Indonesia selalu
tersedia vaksin rabies untuk mereka yang ingin mendapatkan kekebalan
terhadap rabies dan serum anti-rabies bagi mereka yang dikhawatirkan
sudah terjangkit rabies, karena misalnya habis digigit anjing atau
monyet.8
6. Macam Imunisasi Dasar
a. Vaksin BCG
Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun
telah dilemahkan. Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan
Tuberkulosis (TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria
bernama Mycobacterium tuberculosis complex. Imunisasi BCG
merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberculosis dan frekuensi pemberian imunisasi BCG
adalah 1 kali, tidak perlu diulang sebab vaksin BCG berisi kuman hidup
sehingga antibodi yang dihasilkan tinggi.4
1) Penyimpanan: lemari es, suhu 2-8º C
2) Dosis: 0.05 ml

13
3) Kemasan: ampul dengan bahan pelarut 4 ml (NaCl Faali)
4) Masa kadaluarsa: satu tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat
dilihat pada label)
5) Reaksi imunisasi: biasanya tidak demam
6) Cara pemberian
Imunisasi BCG disuntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan
atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-
pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat dilakukan
dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus
(10 mm, ukuran 26). Pemberian imunisasi dianjurkan sedini
mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya dibawah 2 bulan.
Jika diberikan setelah 2 bulan, disarankan dilakukan tes mantoux
(tuberculin) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah
terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis atau belum.
7) Tanda keberhasilan
Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) didaerah bekas
suntikan setelah 1 atau 2 minggu kemudian, yang berubah menjadi
pustula, kemudian pecah menjadi ulkus (luka), luka akan sembuh
sendiri dan meninggalkan tanda parut.
8) Efek samping: jarang dijumpai, bisa terjadi pembengkakan kelenjar
getah bening setempat yang terbatas dan biasanya menyembuh
sendiri walaupun lambat
9) Kontra Indikasi: tidak ada larangan, kecuali pada anak yang
berpenyakit TBC atau uji mantoux positif dan adanya penyakit kulit
berat/menahun.

b. Vaksin DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)


Di Indonesia ada 3 jenis kemasan: kemasan tunggal khusus
tetanus, kombinasi DT (diphteri tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin
diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri yang telah dilemahkan
(toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin

14
tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis
dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang digunakan untuk
imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang
telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan vaksin
tetanus yaitu tunggal, kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan
diphteri dan pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari kuman Bordetella
pertusis yang telah dimatikan. Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering
dilakukan) yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan, namun bisa juga
ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia
12 tahun diberikan imunisasi TT. Sedangkan cara pemberian imunisasi
melalui suntikan intra muscular (IM).4
1) Penyimpanan: lemari es, suhu 2-8º C
2) Dosis: 0.5 ml, tiga kali suntikan, interval minimal 4 minggu
3) Kemasan: Vial 5 ml
4) Masa kadaluarsa: Dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat
dilihat pada label)
5) Reaksi imunisasi: demam ringan, pembengkakan dan nyeri ditempat
suntikan selama 1-2 hari
6) Efek samping: Biasanya hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit
demam, rewel, selama 1-2 hari, kemerahan pembengkakan agak
nyeri atau pegal-pegal pada tempat suntikan yang akan hilang sendiri
dalam beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat
penurun panas bayi.
7) Indikasi kontra: Anak yang sakit parah, anak yang menderita
penyakit kejang demam kompleks, anak yang diduga menderita
batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan.
Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan merupakan
kotraindikasi yang mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan dokter.
c. Vaksin Poliomielitis
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing
mengandung virus polio tipe I, II dan III; yaitu (1) vaksin yang

15
mengandung virus polio yang sudah dimatikan (salk), biasa diberikan
dengan cara injeksi, (2) vaksin yang mengandung virus polio yang hidup
tapi dilemahkan (sabin), cara pemberian per oral dalam bentuk pil atau
cairan (OPV) lebih banyak dipakai di Indonesia. Pemberian bisa lebih
dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya Pekan Imunisasi
Nasional. Jumlah dosis yang berlebihan tidak akan berdampak buruk
karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi. Waktu pemberian
polio adalah pada umur bayi 0-16 bulan 4 hari, dan berikutya pada usia 2
bulan, 4 bulan dan 6 bulan kecuali saat lahir pemberian vaksin polio
selalu dibarengi dengan vaksin DPT.4
1) Penyimpanan: lemari es, 2-8º C
2) Dosis: 2 tetes mulut OPV, 0.5 ml IPV
3) Kemasan: OPV vial disertai pipet tetes, IPV vial
4) Masa kadaluarsa: dua tahun pada suhu -20°C
5) Cara pemberian: Cara pemberian imunisasi polio melaui oral / mulut
(oral poliomyelitis vaccine/OPV). Di sebagian tempat, cara
pemberian imunisasi polio ada yang melalui suntikan disebut
(inactivated poliomyelitis vaccine/IPV).
6) Reaksi imunisasi: biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak-
berak ringan
7) Efek samping: hampir tidak ada, bila ada berupa kelumpuhan
anggota gerak seperti polio sebenarnya.
8) Kontra Indikasi: diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan dan
demam.

d. Vaksin Campak
Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan.
Kemasan untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering
tunggal. Namun ada vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan
vaksin gondong/mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR.

16
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan
pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah
menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang
anak usia bayi, jika sampai usia 12 bulan anak harus di imunisasi campak
MMR (Measles Mumps Rubella). Cara pemberian imunisasi adalah
melalui subkutan.4
1) Penyimpanan: lemari es, 2-8º C
2) Dosis: setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml
3) Kemasan: vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta
pelarut 5 ml (aquadest)
4) Masa kadaluarsa: 2 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat
dilihatpada label)
5) Reaksi imunisasi: biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi
demam ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga
pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau pembengkakan pada
tempat penyuntikan.
6) Efek samping: sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan
dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat
terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan tapi angka
kejadiannya sangat rendah.
7) Kontra Indikasi: sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan,
kurang gizi dalam derajat berat, gangguan kekebalan, penyakit
keganasan. Dihindari pula pemberian pada ibu hamil.
e. Vaksin Hepatitis B
Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak
waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2
dan 3. Namun cara pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda
tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan
pada ibu hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan
akan membekali janin dengan kekebalan sampai berumur beberapabulan
setelah lahir. Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir dengan keadaan

17
kondisi bayi dalam keadaan baik, tidak ada gangguan dalam paru-paru
dan jantung dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan dan usia antara 3-
6 bulan. Suntikan secara intra muscular didaerah paha. Penyuntikan
daerah bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas
vaksin.4
1) Reaksi imunisasi: nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai
rasa panas atau pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari.
2) Dosis:0.5 ml sebanyak 3 kali pemberian
3) Kemasan: HB PID
4) Efek samping: Umumnya tidak terjadi, jikapun terjadi sangat jarang
yaitu berupa keluhan nyeri pada tepat suntikan, yang disusul demam
ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam
waktu 2 hari.
5) Indikasi kontra: anak yang sakit berat.
7. Sifat Vaksin6
a. Vaksin yang sensitif terhadap beku
Yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar dengan suhu dingin
atau suhu pembekuan. Contoh: hepatitis B, DPT-HB, DPT, DT, dan TT

Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama


Hep B, DPT-HB -0,5 ᴼC Max ½ jam
DPT, DT, TT -0,5ᴼC sd -10ᴼC Mak 1,5-2 jam
DPT, DPT-HB, DT Beberapa ᴼC diatas suhu 14  hari
udara luar (ambient
temperatur <34ᴼC)
Hep B dan TT Beberapa C diatas suhu 30 hari
udara luar (ambient
temperatur <34ᴼC)
b. Vaksin yang sensitif terhadap panas
Yaitu golongan yang akan rusak bila terpapar dengan suhu panas yang
berlebihan. Contoh: polio, BCG dan campak

Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama


Polio Beberapa C diatas suhu 14 hari

18
udara luar (ambient
temperatur <34ᴼC)
Campak dan BCG Beberapa C diatas suhu 30 hari
udara luar (ambient
temperatur <34ᴼC)

8. Jadwal Imunisasi4
a. Imunisasi Dasar

Catatan:
1) Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam
pasca persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam
sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit, pemberian Hepatitis
B masih diperkenankan sampai <7 hari.
2) Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik
Swasta, Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
3) Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat
diberikan sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
4) Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HBHib1, DPT-
HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval
sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan mempunyai status Imunisasi
T2.
5) IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016

19
6) Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat
diberikan sebelum bayi berusia 1 tahun.
b. Imunisasi Lanjutan
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Dua Tahun

Catatan:
1) Pemberian Imunisasi lanjutan pada baduta DPT-HB-Hib danCampak
dapat diberikan dalam rentang usia 18-24 bulan
2) Baduta yang telah lengkap Imunisasi dasar danmendapatkan
Imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakanmempunyai status
Imunisasi T3.
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Sekolah Dasar

9. Penangan Vaksin Sisa4,6


Sisa vaksin yang telah dibuka pada pelayanan di posyandu tidak boleh
dipergunakan lagi. Sedang pelayanan imunisasi statis (di puskesmas,
poliklinik), sisa vaksin dapat dipergunakan lagi dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Vaksin tidak melewati tanggal kadaluarsa
b. Tetap disimpan dalam suhu 2ᴼC sd 8ᴼC
c. Kemasan vaksin tidak pernah tercampur/terendam dengan air
d. VVM tidak menunjukan indikasi paparan panas yang merusak
e. Pada label agar ditulis tanggal pada saat vial pertama kali dipakai/dibuka
f. Vaksin DPT, DT, TT, hepatitis B dan DPT-HB dapat digunakan kembali
hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka

20
g. Vaksin polio dapat digunakan kembali hingga 2 minggu sejak vial dibuka
h. Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh
digunakan tidak lebih dari 6 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin
BCG hanya boleh digunakan 3 jam setelah dilarutkan
10. KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi)6
KIPI adalah setiap kejadian medis yang tidak diinginkan pada
seseorang yang terjadi setelah pemberian imunisasi. Kejadian ini dapat
merupakan reaksi vaksin ataupun bukan. Kejadian yang bukan reaksi vaksin
dapat merupakan peristiwa koinsidens (peristiwa yang kebetulan terjadi)
bersamaan atau setelah imunisasi. Klasifikasi KIPI dibagi menjadi 5 kategori:
a. Reaksi KIPI yang terkait komponen vaksin
KIPI yang diakibatkan sebagai reaksi terhadap satu komponen
atau lebih yang terkandung di dalam vaksin. Contoh: Pembengkakan luas
di paha setelah imunisasi DTP.
b. Reaksi KIPI yang terkait dengan cacat mutu vaksin
KIPI yang disebabkan oleh karena ada cacat mutu yang
dipersyaratkan dalam produk vaksin, termasuk penggunaan alat untuk
pemberian vaksin yang disediakan oleh produsen. Contoh: Kelalaian atau
kesalahan yang dilakukan oleh produsen vaksin pada waktu melakukan
inaktivasi virus polio saat proses pembuatan vaksin IPV. Vaksin polio
inaktivasi (IPV) Vaksin polio inaktivasi (mati) dibuat pada tahun 1955
oleh Dr. Jonas Salk. Berbeda dengan vaksin polio oral (OPV), vaksin
hidup yang dilemahkan (LAV), IPV harus diberikan melalui suntikan
untuk membentuk respon imun. Kelalaian dalam proses inaktivasi dapat
menyebabkan kelumpuhan apabila IPV tersebut disuntikkan kepada
orang.
c. Reaksi KIPI akibat kesalahan prosedur
KIPI jenis ini disebabkan oleh cara pelarutan vaksin yang salah
dan cara pemberian vaksin yang salah. Kesalahan ini sangat mudah untuk
dihindari. Contoh: Terjadinya infeksi oleh karena penggunaan vial
multidosis yang terkontaminasi oleh mikroba (catatan: jarum yang

21
berulang-ulang masuk ke dalam vial sewaktu mengambil vaksin sudah
tidak steril lagi).
d. Reaksi KIPI akibat kecemasan karena takut disuntik
KIPI ini terjadi karena kecemasan pada waktu disuntik. Contoh:
Terjadinya apa yang disebut dengan vasovagal syncope. Sinkope yaitu
reaksi neurovaskuler yang menyebabkan terjadinya mata berkunang-
kunang, badan terasa lemah sampai pingsan. Sering terjadi pada anak
dewasa muda pada saat pemberian imunisasi atau sesudah pemberian
imunisasi.
e. Kejadian Koinsiden
KIPI ini disebabkan oleh hal-hal lain yang tidak disebutkan
sebelumnya. Contoh: Demam yang sudah terjadi sebelum atau pada saat
pemberian imunisasi. Dalam hal ini dikatakan sebagai asosiasi temporal
Asosiasi temporal Dua atau lebih kejadian yang terjadi pada waktu yang
bersamaan. Kejadian pertama dapat berhubungan atau tidak berhubungan
dengan kejadian berikutnya. Sebagai contoh di daerah endemis malaria.
Malaria Penyaki infeksi yang disebabkan oleh parasit (plasmodium) yang
ditularkan dari manusia ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles
betina yang terinfeksi. Malaria merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian di sub sahara Afrika. seperti di daerah sub sahara, penderita
malaria yang disebabkan infeksi plasmodium malaria yang ditularkan
oleh nyamuk anopheles sangat sering terjadi. Sehingga sering terjadi
KIPI yang bersifat koinsiden. KIPI koinsiden apabila sering ditemukan
didalam kegiatan imunisasi, maka dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa
ada masalah kesehatan masyarakat diwilayah tersebut yang perlu
dianalisis lebih jauh.
BAB III
PEMBAHASAN

Pada saat ini, By. R jenis kelamin perempuan tinggal di Semaki Kulon
bersama orang tuanya yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo II.

22
Bayi lahir pada tanggal 16 Mei 2019 yang berarti saat ini berumur 6 bulan 4 hari.
Saat skrining imunisasi, ibu By. R mengatakan anaknya mendapat imunisasi
terakhir DPT III dan belum mendapatkan IPV III karena vaksin habis saat itu. Ibu
melakukan pengambilan keputusan yang tepat dengan mengimunisasikan bayinya
saat berumur 6 bulan 4 hari untuk imunisasi IPV.
Ibu mengatakan bayinya tidak sedang ataupun pernah menderita
diare, demam dan kejang. Saat dilakukan pemeriksaan, tanda vital bayi dalam
batas normal dan saat pemeriksaan fisik tidak ada ditemukan suatu masalah.
Menurut teori dalam pemberian imunisasi anak harus dalam keadaan sehat.
Disusul dengan tidak ada kesenjangan waktu pemberian imunisasi. Dari data
obyektif ditemukan keadaan anak yang sehat dan pada KMS belum dilakukan
pemberian imunisasi IPV III.6
Tidak ada masalah potensial dalam kasus By. R ini karena imunisasi IPV
hampir tidak memiliki efek samping. Kontra indikasi imunisasi IPV berupa diare
berat, sakit parah, gangguan kekebalan dan demam. By. R saat ini tidak emiliki
keluhan jadi kemungkinan tidak akan terjadi masalah setelah dilakukan imunisasi
IPV.
Sebelum dilakukan tindakan imunisasi bidan melakukan inform consent
pada ibu By. R serta menyiapkan vaksin. Vaksin IPV diambil untuk dicek masa
kadaluarsanya dan menuliskan tanggal dan waktu vaksin saat dilarutkan. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui batas waktu penggunaan vaksin. Vaksin IPV hanya
boleh digunakan 4 minggu setelah segel dibuka.4
Memberikan imunisasi IPV 0,5 ml di paha kanan bayi secara
intramuskular. Tempat penyuntikan IPV yang dianjurkan oleh World Health
Organization (WHO) adalah daerah paha. Berdasarkan kesepakatan, penyuntikan
dilakukan di paha sebelah kanan. Setelah penyuntikan vaksin IPV, umumnya bayi
akan baik-baik saja karena IPV tidak menimbulkan efek samping termasuk
demam.3
Maka dari itu pada asuhan kebidanan bayi, ibu diberikan pengetahuan
tentang imunisasi IPV agar dapat mengetahui cara perawatan bekas suntikan bila
terjadi pembengkakan. Ibu juga diedukasi untuk segera menuju fasilitas kesehatan

23
bila ada keluhan dengan bayinya. Edukasi dilakukan agar orang tua bayi tidak
khawatir dengan keadaan bayinya dan menambah pengetahuan ibu tentang
imunisasi IPV.
Imunisasi IPV telah diberikan sesuai prosedur tindakan dan telah
didokumentasikan pada buku KMS bayi dan rekam medis. Fungsi
pendokumentasian pada buku KMS dan rekam medis adalah skrining status
imunisasi bayi pada jadwal imunisasi selanjutnya, selang waktu pemberian dan
tidak terjadi peyuntikan vaksin yang sama. Hal tersebut salah satu cara untuk
mencegah KIPI.
Program vaksin IPV ini ditetapkan sudah dilaksanakan di kota Provinsi
Yogyakarta, yang mencakup kota Yogyakarta dan kabupaten sekitarnya.
Melibatkan 55.000 bayi dan anak, untuk diberikan vaksin polio IPV saja, dan
pemakaian vaksin polio oral OPV dihentikan di daerah Yogyakarta dan
sekitarnya. Hal tersebut membuat cakupan imunisasi di Yogyakarta mencapai
angka 95% dibandingkan dengan provinsi lain.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

24
Dalam kasus ini, kami memahami kasus secara nyata tentang asuhan
yang diberikan pada kasus imunisasi IPV. Asuhan kebidanan yang diberikan
pada By. R di Puskesmas Umbulharjo II berjalan sesuai teori. Selain itu dari
penatalaksanaan kasus ini kami mendapat:
1. Asuhan kebidanan pada By. R dilakukan berdasarkan pengkajian dan
pemeriksaan fisik, sehingga penanganan yang diberikan berdasarkan
kebutuhan dan kewenangan bidan.
2. Asuhan kebidanan pada By. R dapat diidentifikasi diagnosa/masalah
kebidanan yaitu imunisasi IPV.
3. Asuhan kebidanan pada By. R dapat menentukan masalah potensial yaitu
tidak ada masalah.
4. Asuhan kebidanan By. R dapat menentukan kebutuhan segera yaitu tidak
ada kebutuhan segera.
5. Asuhan kebidanan By. R dengan merencanakan tindakan yang akan
dilakukan pada kasus imunisasi IPV yaitu inform consent.
6. Asuhan kebidanan By. R dengan melakukan evaluasi untuk menangani
kasus imunisasi IPV dengan memantau bayi melalui alat komunikasi.
7. Asuhan kebidanan By. R dengan melakukan pendokumentasian kasus.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa lebih memperdalam ilmu dan teori tentang
imunisasi IPV, sehingga dapat mengambil tindakan secara lebih cepat dan
tepat jika terjadi masalah. Selain itu mahasiswa diharapkan dapat mengkaji
setiap informasi yang dapat menunjang analisa dengan rinci sehingga
pendokumentasian dapat dilakukan sesuai dengan managemen kebidanan.

2. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas Umbulharjo II


Diharapkan dapat mempertahankan pelayanan kebidanan yang
sudah sesuai prosedur seperti cara pemberian vaksin dan konseling,

25
informasi dan edukasi (KIE) tentang bayi yang diperlukan terkhusus
tentang imunisasi IPV.
3. Bagi Orang Tua Bayi
Diharapkan ibu By. R dapat memahami tentang imunisasi IPV dan
cara perawatan bekas suntikan agar tidak terjadi KIPI di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan; 2013.

26
2. Ranuh, I.G.N., Suyitno, H., Hadinegoro, S.R., Kartasasmita, C.B.,
Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas
Imunisasi IDAI; 2011.
3. World Health Organization. World Health Statistic 2014. Geneva: WHO;
2014.
4. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 12 tahun 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi; 2017.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun
2016. Jakarta: Kemenkes; 2016.
6. Pelatihan Imunisasi Dasar. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Jakarta: Satgas
Imunisasi IDAI; 2015.
7. Lisnawati, L. Generasi Sehat Melalui Imunisasi. Jakarta: CV. Trans Info;
2011.
8. Proverawati, A. & Dwi Andhini, C. S. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta:
Nuha Medika; 2010.

27

Anda mungkin juga menyukai